PSIKOSOSIAL: KEHILANGAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Lahir, kehilangan, dan kematian adalah kejadian yang sifatnya unik bagi setiap
individual dalam pengalaman hidup seseorang. Kehilangan dan berduka
merupakan istilah yang dalam pandangan umum berarti sesuatu kurang enak atau
nyaman untuk dibicarakan. Hal ini dapat disebabkan karena kondisi ini lebih
banyak melibatkan emosi dari yang bersangkutan atau di sekitarnya.
Kehilangan tersebut dapat ditandai dengan ungkapan secara langsung dari klien
yang mengalami kehilangan, menangis, sulit tidur, dan sulit berkonsentrasi.
Karakteristik berduka yang berkepanjangan yaitu dimana seseorang mengingkari
kenyataan kehilangan terjadi dalam waktu yang lama, sedih berkepanjangan,
adanya gejala fisik yang berat dan keinginan untuk bunuh diri. Komplikasi yang
sering ditemukan yaitu seseorang berada pada tahap depresi dimana individu
menunjukkan sikap menarik diri, tidak mau berbicara, kadang-kadang bersikap
sebagai pasien yang sangat baik dan menurut, atau dengan ungkapan yang
menyatakan keputusasaan, perasaan tidak berharga.
Pandangan masyarakat sekarang ini bahwa proses kehilangan dan berduka sedikit
demi sedikit mulai maju, dimana individu yang mengalami proses ini ada
keinginan untuk mencari bantuan kepada orang lain. Pandangan-pandangan
tersebut dapat menjadi dasar bagi seorang perawat apabila menghadapi kondisi
yang demikian. Pemahaman dan persepsi diri tentang pandangan diperlukan
dalam memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif. Kurang
memperhatikan perbedaan persepsi menjurus pada informasi yang salah, sehingga
intervensi perawatan yang tidak tetap.
Kehilangan dan kematian adalah realitas yang sering terjadi dalam lingkungan
asuhan keperawatan. Sebagian besar perawat berinteraksi dengan klien dan
keluarga yang mengalami kehilangan dan duka cita. Penting bagi perawat
memahami kehilangan dan duka cita. Perawat juga mengalami kehilangan pribadi
ketika hubungan klien-keluarga-perawat berakhir karena perpindahan,
pemulangan, penyembuhan atau kematian. Perasaan pribadi, nilai dan pengalaman
pribadi mempengaruhi seberapa jauh perawat dapat mendukung klien dan
keluarganya selama kehilangan dan kematian.
Perawat berkerja sama dengan klien yang mengalami berbagai tipe kehilangan.
Mekanisme koping mempengaruhi kemampuan seseorang untuk menghadapi dan
menerima kehilangan. Perawat membantu klien untuk memahami dan menerima
kehilangan dalam konteks kultur mereka sehingga kehidupan mereka dapat
berlanjut, dalam kultur Barat ketika klien tidak berupaya melewati duka cita
setelah mengalami kehilangan yang sangat besar artinya, maka akan terjadi
masalah emosi, mental dan sosial yang serius. Pentingnya dilakukan asuhan
keperawatan bagi pasien kehilangan untuk pemeliharaan harga diri, memberi
motivasi untuk peningkatan kembalinya aktivitas kehidupan.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mendiskripsikan asuhan keperawatan dengan menggunakan pendekatan proses
keperawatan pada klien dengan gangguan psikososial : kehilangan.
2. Tujuan Khusus
C. Manfaat
2. Bagi pendidikan
3. Bagi penulis
Dapat memperdalam pengetahuan tentang asuhan keperawatan yang
dilakukannya.
TINJAUAN PUSTAKA
1. Gangguan Psikososial
2) Mudah tersinggung
3) Sulit konsentrasi
4) Bersifat ragu-ragu
5) Merasa kecewa
2. Kehilangan
a. Pengertian Kehilangan
Kehilangan merupakan suatu keadaan individu berpisah dengan sesuatu
yang sebelumnya ada menjadi tidak ada, baik sebagian atau seluruhnya.
Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh setiap
individu selama rentang kehidupan, sejak lahir individu sudah mengalami
kehilangan dan cenderung akan mengalaminya kembali walaupun dalam
bentuk yang berbeda.
Menurut Dalami, et all., kehilangan adalah suatu kondisi yang terputus atau
terpisah atau memulai sesuatu tanpa hal yang berarti sejak kejadian tersebut,
yang terjadi secara bertahap atau mendadak, bisa tanpa kekerasan atau
traumatik, diantisispasi atau tidak diharapkan/diduga, sebagian atau total
dan bisa kembali atau tidak dapat kembali.
1) Ungkapan kehilangan
2) Menangis
3) Gangguan tidur
5) Sulit berkonsentrasi
b) Sedih berkepanjangan
c. Proses Kehilangan
e. Tipe Kehilangan
2) Persepsi
Hanya dialami oleh seseorang dan sulit untuk dapat dibuktikan, misalnya
seseorang yang berhenti bekerja/PHK, menyebabkan perasaan
kemandirian dan kebebasannya menjadi menurun.
f. Jenis-jenis kehilangan
Kehilangan seseorang yang dicintai dan sangat bermakna atau orang yang
berarti adalah salah satu yang paling membuat stress dan mengganggu dari
tipe-tipe kehilangan, yang mana harus ditanggung oleh seseorang.
Kematian juga membawa dampak kehilangan bagi orang yang dicintai,
Kematian pasangan suami/istri atau anak biasanya membawa dampak
emosional yang luar biasa dan tidak dapat ditutupi, karena keintiman,
intensitas dan ketergantungan dari ikatan atau jalinan yang ada.
Bentuk lain dari kehilangan adalah kehilangan diri atau anggapan tentang
mental seseorang. Anggapan ini meliputi perasaan terhadap keatraktifan,
diri sendiri, kemampuan fisik dan mental, peran dalam kehidupan, dan
dampaknya.Kehilangan dari aspek diri mungkin sementara atau menetap,
sebagian atau komplit. Beberapa aspek lain yang dapat hilang dari
seseorang misalnya kehilangan pendengaran, ingatan, usia muda, fungsi
tubuh.
5) Kehilangan kehidupan/meninggal
Seseorang dapat mengalami mati baik secara perasaan, pikiran dan respon
pada kegiatan dan orang disekitarnya, sampai pada kematian yang
sesungguhnya. Sebagian orang berespon berbeda tentang kematian.
g. Dampak Kehilangan
Pada fase ini individu sering menunjukkan sikap antara lain menarik diri,
tidak mau berbicara, kadang-kadang bersikap sebagai pasien yang sangat
baik dan menurut, atau dengan ungkapan yang menyatakan keputusasaan,
perasaan tidak berharga. Gejala fisik yang sering diperlihatkan adalah
menolak makan, susah tidur, letih, dorongan libido menurun.
1. Pengkajian
a. Faktor predisposisi
1) Faktor genetik
2) Kesehatan fisik
Individu dengan fisik, mental, serta pola hidup yang teratur cenderung
mempunyai kemampuan dalam mengatasi stress yang lebih tinggi
dibandingkan dengan individu yang mengalami gangguan jasmani.
3) Kesehatan Mental
Kehilangan atau perpisahan dengan orang yang dicintai pada masa kanak-
kanak akan memengaruhi kemampuan individu dalam mengatasi perasaan
kehilangan pada masa dewasa.
5) Struktur kepribadian
Individu dengan konsep diri yang negatif dan perasaan rendah diri akan
menyebabkan rasa percaya diri dan tidak objektif terhadap tress yang
dihadapi.
b. Faktor presipitasi
1) Stress yang dapat menimbulkan perasaan kehilangan dapat berupa
stress nyata, ataupun imajinasi individu seperti kehilangan yang bersifat
bio-psiko-sosial antara lain kehilangan kesehatan, kehilangan fungsi
seksualitas, kehilangan peran dalam keluarga, kehilangan posisi di
masyarakat, kehilangan milik pribadi seperti kehilangan harta benda atau
orang yang dicintai, kehilangan kewarganegaraan.
2) Perilaku
3) Mekanisme koping
Koping yang sering dipakai oleh individu dengan respon kehilangan antara
lain denial, represi, intelektualitas, regresi, disosiasi, supresi, dan proyeksi
yang digunakan untuk menghindari intensitas stress yang dirasakan sangat
menyakitkan. Regresi dan disosiasi sering ditemukan pada pasien depresi
yang dalam.Keadaan patologis dalam mekanisme koping tersebut sering
dipakai secara berlebihan dan tidak tepat.
2. Diagnosa keperawatan
a. Duka cita.
1) Tujuan umum
2) Tujuan khusus
damai
3) Intervensi
1) Tujuan :
2) Intervensi
1) Tujuan umum
2) Intervensi
(4) Jelaskan kepada klien bahwa sikapnya itu wajar terjadi pada
orang yang mengalami kehilangan.
singkat.
4. Evaluasi
TINJAUAN KASUS
A. Resume Kasus
1. Identitas Klien
Pengkajian dilakukan pukul 16.00 WIB, dengan metode autoanamnesa.
Data yang diperoleh dari pengkajian ini adalah nama klien Ny.M, umur 48
tahun, jenis kelamin, perempuan, agama Islam, suku bangsa Jawa,
pendidikan S1, pekerjaan guru, alamat Kepanjen Delanggu. Penanggung
jawab terhadap klien : Tn.A, jenis kelamin laki-laki, pendidikan SMA,
hubungan dengan klien adalah anak kandung.
2. Pengkajian
Alasan masalah timbul : ± 3 hari klien sering menyendiri, berdiam diri
dirumah, jarang mau mengobrol dengan orang lain, pandangan tidak
fokus, ering menundukkan kepala jika di ajak bicara dan sering melamun.
Hal itu terjadi semenjak kematian suaminya.
Faktor predisposisi : Hasil dari pengkajian didapat klien pernah
mengalami kehilangan sebelumnya yaitu kematian ayahnya pada tahun
2007. Saat dikaji klien mengatakan sedih yang dirasakan sangat jauh
berbeda. Klien mengatakan syok dan terpukul atas kematian suaminya
“Tidak, saya tidak percaya bahwa itu terjadi”, ”Itu tidak mungkin”. Saat
dikaji klien tampak menangis dan terlihat lemas. Anak klien mengatakan,
Ny.M selalu merenung dan menangis sambil melihat foto suaminya, Ny.M
juga tidak mau makan dan hanya berdiam diri dirumah, jarang mau
bertemu dengan orang lain semenjak suaminya meninggal. Ny.M hanya
mau bertemu dengan keluarga dan orang terdekat. Anak klien mengatakan
Ny.M tidak pernah mengalami penganiayaan fisik, seksual, penolakan,
kekerasan dalam keluarga, maupun tindakan kriminal yang terjadi pada
dirinya.
Hasil pemeriksaan fisik didapatkan TD : 130/90 mmHg, N : 80 x/mnt,
R : 20 x/mnt, S : 367 oC. Antopometri didapatkan TB : 153 cm, BB : 54
kg. Klien mengatakan tidak ada keluhan fisik.
Berdasarkan genogram diatas, dapat dijelaskan bahwa klien adalah
seorang ibu berumur 48 tahun, memiliki 4 orang anak kandung yang
tinggal satu rumah dengannya. Keputusan dan aturan rumah ditentukan
oleh suaminya, tetapi sekarang keputusan ditentukan dirinya dan
terkadang berdasarkan pendapat dari anaknya.
Data konsep diri meliputi citra diri : klien mengatakan menyukai
semua anggota tubuhnya dan tidak mengeluhkan keadaan fisiknya, klien
mensyukuri apa yang telah diberikan oleh Allah SWT. Identitas diri : klien
adalah seorang perempuan berumur 48 tahun, seorang ibu dari 4 orang
anak dan sekarang menjadi janda sepeninggalan suaminya. Peran diri :
klien mengatakan biasanya melakukan pekerjaan rumah tangga seperti
menyapu, memasak, mencuci, tetapi sekarang jarang melakukan aktifitas
tersebut karena merasa malas dan lemas untuk beraktifitas, sekarang
putrinya yang sering melakukan pekerjaan rumah. Perannya sebagai guru
belum Ny.M lakukan lagi karena klien belum mau keluar rumah dan
kesedihannya belum berkurang. Ideal diri : klien mengatakan ingin bisa
seperti biasa, tegar dan siap untuk bertemu dengan orang banyak, klien
juga ingin bersosialisasi dengan lingkungan sekitar. Harga diri : klien
mengatakan malu dan belum siap bertemu dengan orang lain karena
kehilangan dan keterpurukannya. Klien juga mengatakan ingin dirumah
saja dahulu sampai kesedihan berkurang dan menerima dengan
keadaannya sekarang.
Data spiritual meliputi nilai dan keyakinan : klien beragama islam
dan meyakini bahwa keadaan yang dialaminya sekarang adalah
kehendakNya. Kegiatan ibadah : klien mengatakan selalu berdo’a dan
rutin sholat 5 waktu.
Status mental didapatkan hasil penampilan : penampilan klien
cukup rapi, penggunaan pakaian sesuai dan tampak bersih, klien ganti
pakaian 2x sehari. Pembicaraan : cara bicara klien pelan, kadang diam dan
tampak melamun, ketika diwawancara dan saat ditanya, “Ny.M sudah
makan ?”, kontak mata klien tidak fokus dan pertanyaan harus diulang
kembali. Aktifitas motorik : aktifitas motorik klien grimasem, saat
diwawancara klien kadang tampak biasa menanggapi pertanyaan (kadang
tersenyum) dan klien tampak murung, berdasarkan observasi klien
mengalami agitasi saat diamati klien tampak banyak bergerak (gelisah).
Alam perasaan : alam perasaan klien adalah sedih karena dirumah klien
merasa masih terbayang-bayang suaminya dan klien merasa terpuruk
(tidak menerima keadaan kematian suaminya yang mendadak). Afek : afek
klien datar, tidak ada perubahan roman muka pada saat stimulus yang
menyenangkan atau menyedihkan, saat diajak bercanda klien hanya diam
saja, wajahnya tampak datar. Interaksi selama wawancara : selama
wawancara klien kooperatif, selalu menjawab pertanyaan meskipun
terkadang pertanyaan harus diulang karena kontak mata klien yang tidak
fokus, tidak mau menatap saat diajak bicara hanya sesekali menatap, pada
saat diwawancarai klien sering memejamkan mata dan terkadang mata
klien seperti sedang melamun, klien juga sering menundukkan kepala.
Persepsi : klien mengalami gangguan persepsi halusinasi
penglihatan, ketika ditanya klien mengatakan “kadang-kadang saya
melihat suami saya tersenyum melihat saya, kemudian saya memanggilnya
sambil menjulurkan tangan” dalam sehari terkadang bayangan itu muncul
tiga kali ketika saya sedang sendiri, biasanya muncul ketika malam hari.
Proses pikir : klien mengalami proses pikir bloking, pada saat
diwawancarai “Ny M sudah makan ? Makan apa tadi ? Klien menjawab
“sudah makan” tiba-tiba berhenti sejenak, kemudian melanjutkan lagi
jawabanya “sudah makan sama telur tadi”. Isi pikir: klien mengalami
depersonalisasi yaitu perasaan yang merasa asing terhadap orang lain, hal
ini terjadi mungkin karena keadaannya sekarang, klien hanya mengurung
diri dirumah dan tidak bersosialisasi dengan orang lain. Waham : klien
tidak mengalami waham apapun. Tingkat kesadaran : klien tidak
mengalami disorientasi, baik waktu, tempat dan orang. Klien mengetahui
apa yang terjadi padanya, dan tahu sedang diruang keluarga dan
mengetahui kalau sore hari pada saat ditanya.
Memori : klien tidak mengalami gangguan memori jangka panjang,
saat ditanya “ Dulu menikah umur berapa ?” klien menjawab “umur 22
tahun”. Klien juga tidak mengalami gangguan memori jangka pendek, saat
ditanya “Keluarg pulang kapan ?”. Klien menjawab “tiga hari yang lalu
yaitu hari selasa”. Tingkat konsentrasi dan berhitung : tingkat konsentrasi
klien mudah beralih, klien akan mudah beralih pandangannya apabila
merasa tidak nyaman, malas diganggu dan mengantuk. Klien tidak mau
menjawab pertanyaan ataupun ngobrol. Terkadang klien beralih
pandangan apabila menonton televisi. Klien mampu berhitung dengan
baik, saat dimintai uang anaknya 30.000 klien mampu memberinya. Daya
tilik diri : klien tampak menyalahkan orang lain atau lingkungan yang
menyebabkan kondisi saat ini. “Andai kegiatan rekreasi tidak diadakan
dari pihak sekolah pasti keadaan ini tidak akan terjadi”. Pola kebiasaan
sehari-hari didapatkan hasil meliputi : pola nutrisi, klien mengatakan
makan 2 sampai 3 kali sehari, makan habis 3 sampai 5 sendok makan
setiap makan, dengan menu nasi, sayur, lauk, terkadang makan mie instan.
Makanan disajikan dan disiapkan oleh anaknya. Pola eliminasi : klien
mengatakan BAB sehari sekali dan BAK 5 sampai 6 kali perhari. Pola
istirahat dan tidur : klien mengatakan sulit tidur karena suasana hatinya
yang sedih dan terkadang membayangkan dirinya dengan suaminya. Pola
aktivitas dan latihan : klien mengatakan terkadang melakukan aktivitas
dirumah seperti menyapu, mencuci baju dan mencuci piring.
Mekanisme koping klien maladaptif, hal ini terlihat karena klien
lebih sering menyendiri, diam dikamar dan terkadang diam di ruang
keluarga dan hanya sesekali duduk bersama anaknya namun hanya
sebentar.
4. Intervensi Keperawatan
5. Implementasi Keperawatan
Sebagai tindak lanjut dari proses keperawatan telah dilakukan tindakan
keperawatan berdasarkan pada diagnosa dan intervensi yang telah direncanakan.
Implementasi yang dilakukan yaitu membina hubungan saling percaya, menyapa
klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal dengan respon subyektif klien
mengatakan selamat pagi, data obyektif klien berjabat tangan dengan peneliti.
Pukul 10.15 WIB memberikan kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan
perasaannya, mendengarkan dengan penuh pengertian dan tidak menghakimi
dengan respon subyektif klien mengatakan tidak percaya kalau suaminya sudah
meninggal dan rindu kepada suaminya, “Tidak, saya tidak percaya bahwa itu
terjadi”, “Itu tidak mungkin, kasihan anak-anak saya, saya suka cerita kepada
anak saya”, data obyektif klien tampak lemas, menangis dan memandangi foto
suaminya. Pukul 11.10 WIB menjelaskan kepada klien bahwa sikapnya itu wajar
terjadi pada orang yang mengalami kehilangan dengan respon obyektif klien
tampak memandang perawat dan hanya diam sambil mengusap air matanya.
Pukul 11.40 WIB memberi dukungan terhadap respon kehilangan dengan respon
obyektif klien tampak tenang dan berhenti menangis.
6. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi kedua dilakukan pada implementasi hari II, dengan data subyektif
klien mengatakan masih terbayang-bayang suaminya dan tahu bahwa ada hikmah
dibalik semua kejadian ini. Klien mengatakan akan berusaha tidak menyendiri
lagi dan berkumpul dengan keluarga. Data obyektif klien tampak tersenyum tetapi
pandangan mata kosong, klien tidak menatap lawan bicara dan masih tampak
lemas, nada suara klien terdengar pelan dan kadang terdengar keras. Assesment
klien masih sering menyendiri.
BAB IV
PENUTUP
A. Simpulan
B. Saran
Direja, Ade H.S. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta :
Nuha Medika.
Nasir dan Muhith. 2011. Dasar-dasar Keperawatan Jiwa Pengantar dan Teori.
Jakarta : Salemba Medika.