Anda di halaman 1dari 36

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN MASALAH

PSIKOSOSIAL: KEHILANGAN
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Lahir, kehilangan, dan kematian adalah kejadian yang sifatnya unik bagi setiap
individual dalam pengalaman hidup seseorang. Kehilangan dan berduka
merupakan istilah yang dalam pandangan umum berarti sesuatu kurang enak atau
nyaman untuk dibicarakan. Hal ini dapat disebabkan karena kondisi ini lebih
banyak melibatkan emosi dari yang bersangkutan atau di sekitarnya.

Kehilangan merupakan suatu keadaan individu berpisah dengan sesuatu yang


sebelumnya ada menjadi tidak ada, baik sebagian atau seluruhnya. Kehilangan
merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh setiap individu selama rentang
kehidupan, sejak lahir individu sudah mengalami kehilangan dan cenderung akan
mengalaminya kembali walaupun dalam bentuk yang berbeda.

Kehilangan tersebut dapat ditandai dengan ungkapan secara langsung dari klien
yang mengalami kehilangan, menangis, sulit tidur, dan sulit berkonsentrasi.
Karakteristik berduka yang berkepanjangan yaitu dimana seseorang mengingkari
kenyataan kehilangan terjadi dalam waktu yang lama, sedih berkepanjangan,
adanya gejala fisik yang berat dan keinginan untuk bunuh diri. Komplikasi yang
sering ditemukan yaitu seseorang berada pada tahap depresi dimana individu
menunjukkan sikap menarik diri, tidak mau berbicara, kadang-kadang bersikap
sebagai pasien yang sangat baik dan menurut, atau dengan ungkapan yang
menyatakan keputusasaan, perasaan tidak berharga.
Pandangan masyarakat sekarang ini bahwa proses kehilangan dan berduka sedikit
demi sedikit mulai maju, dimana individu yang mengalami proses ini ada
keinginan untuk mencari bantuan kepada orang lain. Pandangan-pandangan
tersebut dapat menjadi dasar bagi seorang perawat apabila menghadapi kondisi
yang demikian. Pemahaman dan persepsi diri tentang pandangan diperlukan
dalam memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif. Kurang
memperhatikan perbedaan persepsi menjurus pada informasi yang salah, sehingga
intervensi perawatan yang tidak tetap.

Kehilangan dan kematian adalah realitas yang sering terjadi dalam lingkungan
asuhan keperawatan. Sebagian besar perawat berinteraksi dengan klien dan
keluarga yang mengalami kehilangan dan duka cita. Penting bagi perawat
memahami kehilangan dan duka cita. Perawat juga mengalami kehilangan pribadi
ketika hubungan klien-keluarga-perawat berakhir karena perpindahan,
pemulangan, penyembuhan atau kematian. Perasaan pribadi, nilai dan pengalaman
pribadi mempengaruhi seberapa jauh perawat dapat mendukung klien dan
keluarganya selama kehilangan dan kematian.

Perawat berkerja sama dengan klien yang mengalami berbagai tipe kehilangan.
Mekanisme koping mempengaruhi kemampuan seseorang untuk menghadapi dan
menerima kehilangan. Perawat membantu klien untuk memahami dan menerima
kehilangan dalam konteks kultur mereka sehingga kehidupan mereka dapat
berlanjut, dalam kultur Barat ketika klien tidak berupaya melewati duka cita
setelah mengalami kehilangan yang sangat besar artinya, maka akan terjadi
masalah emosi, mental dan sosial yang serius. Pentingnya dilakukan asuhan
keperawatan bagi pasien kehilangan untuk pemeliharaan harga diri, memberi
motivasi untuk peningkatan kembalinya aktivitas kehidupan.

B. Tujuan

Tujuan dari penulisan studi kasus ini adalah :

1. Tujuan Umum
Mendiskripsikan asuhan keperawatan dengan menggunakan pendekatan proses
keperawatan pada klien dengan gangguan psikososial : kehilangan.

2. Tujuan Khusus

a. Mendiskripsikan pengkajian pada klien dengan gangguan psikososial :


kehilangan

b. Mendiskripsikan diagnosa keperawatan pada klien dengan gangguan


psikososial : kehilangan

c. Mendiskripsikan rencana keperawatan pada klien dengan gangguan


psikososial : kehilangan

d. Mendiskripsikan implementasi keperawatan pada klien dengan gangguan


psikososial : kehilangan

e. Mendiskripsikan evaluasi pada klien dengan gangguan psikososial :


kehilangan

f. Mendiskripsikan asuhan keperawatan dengan menggunakan pendekatan


proses keperawatan pada klien dengan gangguan psikososial: kehilangan.

C. Manfaat

1. Bagi instansi pelayanan kesehatan

Meningkatkan pelayanan kesehatan bagi penderita gangguan jiwa terutama


dengan masalah gangguan psikososial : kehlangan.

2. Bagi pendidikan

Hasil pengkajian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi institusi


pendidikan dalam pengembangan kurikulum tekait dengan klien gangguan jiwa
terutama gangguan psikososial : kehilangan.

3. Bagi penulis
Dapat memperdalam pengetahuan tentang asuhan keperawatan yang
dilakukannya.

4. Bagi pembaca maupun mahasiswa

Hasil pengkajian ini dapat dipergunakan sebagai pengetahuan dan masukan


dalam mengembangkan ilmu keperawatan di masa yang akan datang.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Gangguan Psikososial : Kehilangan

1. Gangguan Psikososial

a. Pengertian Gangguaan Psikososial

Gangguan psikososial adalah setiap perubahan dalam kehidupan individu


baik yang bersifat psikologis ataupun sosial yang mempunyai pengaruh
timbal balik dan dianggap berpotensi cukup besar sebagai faktor penyebab
terjadinya gangguan jiwa atau gangguan kesehatan secara nyata, atau
sebaliknya masalah kesehatan jiwa yang berdampak pada lingkungan sosial
(Keliat, et all., 2011).

b. Ciri-ciri Gangguan Psikososial

Menurut Keliat, et all., (2011), ciri-ciri gangguan psikososial adalah sebagai


berikut :

1) Cemas, khawatir berlebihan, takut

2) Mudah tersinggung

3) Sulit konsentrasi

4) Bersifat ragu-ragu

5) Merasa kecewa

6) Pemarah dan agresif

7) Reaksi fisik seperti jantung berdebar, otot tegang, sakit kepala

2. Kehilangan

a. Pengertian Kehilangan
Kehilangan merupakan suatu keadaan individu berpisah dengan sesuatu
yang sebelumnya ada menjadi tidak ada, baik sebagian atau seluruhnya.
Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh setiap
individu selama rentang kehidupan, sejak lahir individu sudah mengalami
kehilangan dan cenderung akan mengalaminya kembali walaupun dalam
bentuk yang berbeda.

Menurut Dalami, et all., kehilangan adalah suatu kondisi yang terputus atau
terpisah atau memulai sesuatu tanpa hal yang berarti sejak kejadian tersebut,
yang terjadi secara bertahap atau mendadak, bisa tanpa kekerasan atau
traumatik, diantisispasi atau tidak diharapkan/diduga, sebagian atau total
dan bisa kembali atau tidak dapat kembali.

b. Tanda dan gejala kehilangan

Menurut Ambarwati dan Sunarsih, tanda dan gejala kehilangan diantaranya:

1) Ungkapan kehilangan

2) Menangis

3) Gangguan tidur

4) Kehilangan nafsu makan

5) Sulit berkonsentrasi

6) Karakteristik berduka yang berkepanjangan, yaitu :

a) Mengingkari kenyataan kehilangan terjadi dalam waktu yang lama

b) Sedih berkepanjangan

c) Adanya gejala fisik yang berat

d) Keinginan untuk bunuh diri

c. Proses Kehilangan

Proses kehilangan menurut Yosep adalah sebagai berikut :


1) Stressor internal atau eksternal - gangguan dan kehilangan - individu
memberi makna positif - melakukan kompensasi dengan kegiatan positif -
perbaikan (beradaptasi dan merasa nyaman).

2) Stressor internal atau eksternal - gangguan dan kehilangan - individu


memberi makna - merasa tidak berdaya - marah dan berlaku agresi -
diekspresikan kedalam diri - muncul gejala sakit fisik.

3) Stressor internal atau eksternal - gangguan dan kehilangan - individu


memberi makna - merasa tidak berdaya - marah dan berlaku agresi -
diekspresikan ke luar diri individu - kompensasi dengan perilaku
konstruktif- perbaikan (beradaptasi dan merasa nyaman).

4) Stressor internal atau eksternal - gangguan dan kehilangan - individu


member makna - merasa tidak berdaya - marah dan berlaku agresi -
diekspresikan ke luar diri individu - kompensasi dengan perilaku
dekstruktif - merasa bersalah - ketidakberdayaan.

d. Faktor-faktor resiko yang menyertai kehilangan

Menurut Martocchio Cit Ambarwati dan Sunarsih, faktor-faktor resiko


yang menyertai kehilangan meliputi :

1) Stasus sosial ekonomi yang rendah

2) Kesehatan yang buruk

3) Kematian yang tiba-tiba atau sakit yang mendadak

4) Merasa tidak adanya dukungan sosial yang memadai

5) Kurangnya dukungan dan kepercayaan keagamaan

6) Kurangnya dukungan dari keluarga atau seseorang yang tidak dapat

menghadapi ekspresi berduka

7) Kecenderungan yang kuat tentang keteguhan pada seseorang sebelum

kematian atau kehidupan setelah matidari seseorang yang sudah mati


8) Reaksi yang kuat tentang distress, kemarahan dan mencela diri sendiri

e. Tipe Kehilangan

Menurut Ambarwati dan Sunarsih (2011), kehilangan dibagi dalam 2 tipe,


yaitu :

1) Aktual atau nyata

Mudah dikenal atau diidentifikasi oleh orang lain, misalnya : amputasi,


kematian orang yang sangat berarti /dicintai.

2) Persepsi

Hanya dialami oleh seseorang dan sulit untuk dapat dibuktikan, misalnya
seseorang yang berhenti bekerja/PHK, menyebabkan perasaan
kemandirian dan kebebasannya menjadi menurun.

f. Jenis-jenis kehilangan

Terdapat 5 kategori kehilangan menurut Ambarwati dan Sunarsih, yaitu :

1) Kehilangan seseorang seseorang yang dicintai

Kehilangan seseorang yang dicintai dan sangat bermakna atau orang yang
berarti adalah salah satu yang paling membuat stress dan mengganggu dari
tipe-tipe kehilangan, yang mana harus ditanggung oleh seseorang.
Kematian juga membawa dampak kehilangan bagi orang yang dicintai,
Kematian pasangan suami/istri atau anak biasanya membawa dampak
emosional yang luar biasa dan tidak dapat ditutupi, karena keintiman,
intensitas dan ketergantungan dari ikatan atau jalinan yang ada.

2) Kehilangan yang ada pada diri sendiri (loss of self)

Bentuk lain dari kehilangan adalah kehilangan diri atau anggapan tentang
mental seseorang. Anggapan ini meliputi perasaan terhadap keatraktifan,
diri sendiri, kemampuan fisik dan mental, peran dalam kehidupan, dan
dampaknya.Kehilangan dari aspek diri mungkin sementara atau menetap,
sebagian atau komplit. Beberapa aspek lain yang dapat hilang dari
seseorang misalnya kehilangan pendengaran, ingatan, usia muda, fungsi
tubuh.

3) Kehilangan obyek eksternal

Kehilangan obyek eksternal misalnya kehilangan milik sendiri atau


bersama-sama, perhiasan, uang atau pekerjaan. Kedalaman berduka yang
dirasakan seseorang terhadap benda yang hilang tergantung pada arti dan
kegunaan benda tersebut.

4) Kehilangan lingkungan yang sangat dikenal

Kehilangan diartikan dengan terpisahnya dari lingkungan yang sangat


dikenal termasuk dari kehidupan latar belakang keluarga dalam waktu satu
periode atau bergantian secara permanen, misalnya pindah kekota lain,
maka akan memiliki tetangga yang baru dan proses penyesuaian baru.

5) Kehilangan kehidupan/meninggal

Seseorang dapat mengalami mati baik secara perasaan, pikiran dan respon
pada kegiatan dan orang disekitarnya, sampai pada kematian yang
sesungguhnya. Sebagian orang berespon berbeda tentang kematian.

g. Dampak Kehilangan

Menurut Uliyah dan Hidayat, kehilangan pada seseorang dapat memiliki


berbagai dampak, diantaranya :

1) Masa anak-anak, kehilangan dapat mengancam kemampuan untuk


berkembang, kadang-kadang akan timbul regresi serta merasa takut untuk
ditinggalkan atau dibiarkan kesepian.

2) Masa remaja atau dewasa muda, kehilangan dapat terjadi disintegrasi


dalam keluarga.

3) Masa dewasa tua, kehilangan khususnya kematian pasangan hidup dapat


menjadi pukulan yang sangat berat dan menghilangkan semangat hidup

orang yang ditinggalkan.

h. Rentang Respon Kehilangan

Fase kehilangan menurut Yosep diantaranya :

Fase tawar menawar

Fase pengingkaran fase marah fase depresi fase menerima

Gambar 2.1 Rentang Respon individu terhadap kehilangan

1) Fase pengingkaran (denial )

Reaksi pertama individu yang mengalami kehilangan adalah syok, tidak


percaya atau menolak kenyataan bahwa kehilangan itu terjadi, dengan
mengatakan “Tidak, saya tidak percaya bahwa itu terjadi”, “Itu tidak
mungkin”. Bagi individu atau keluarga yang mengalami penyakit terminal,
akan terus menerus mencari informasi tambahan. Reaksi fisik yang terjadi
pada fase pengingkaran adalah letih, lemah, pucat, mual, diare, gangguan
pernafasan, detak jantung cepat, menangis, gelisah, tidak tahu harus
berbuat apa. Reaksi tersebut di atas cepat berakhir dalam waktu beberapa
menit sampai beberapa tahun.

2) Fase marah (anger)

Fase ini dimulai dengan timbulnya kesadaran akan kenyataan terjadinya


kehilangan. Individu menunjukkan perasaan yang meningkat yang sering
diproyeksikan kepada orang yang ada dilingkungannya, orang-orang
tertentu atau ditujukan pada dirinya sendiri. Tidak jarang dia menunjukkan
perilaku agresif, bicara kasar, menolak pengobatan,dan menuduh dokter
dan perawat yang tidak becus. Respon fisik yang sering terjadi pada fase
ini antara lain, muka merah, nadi cepat, gelisah, susah tidur, tangan
mengepal.
3) Fase tawar menawar (bergaining)

Fase ini terjadi apabila individu telah mampu mengungkapkan rasa


marahnya secara intensif, maka ia akan maju ke fase tawar menawar
dengan memohon kemurahan Tuhan. Respon ini sering dinyatakan dengan
kata-kata “Kalau saja kejadian itu bisa ditunda maka saya akan sering
berdoa”. Proses berduka ini apabila dialami oleh keluarga maka
pernyataan sebagai berikut sering dijumpai, “Kalau saja yang sakit bukan
anak saya”.

4) Fase depresi (depression)

Pada fase ini individu sering menunjukkan sikap antara lain menarik diri,
tidak mau berbicara, kadang-kadang bersikap sebagai pasien yang sangat
baik dan menurut, atau dengan ungkapan yang menyatakan keputusasaan,
perasaan tidak berharga. Gejala fisik yang sering diperlihatkan adalah
menolak makan, susah tidur, letih, dorongan libido menurun.

5) Fase penerimaan (acceptance)

Fase ini berkaitan dengan reorganisasi perasaan kehilangan. Pikiran selalu


terpusat kepada obyek atau orang hilang akan mulai berkurang atau hilang,
individu telah menerima kenyataan kehilangan yang dialaminya, gambaran
tentang obyek atau orang yang hilang mulai dilepaskan dan secara
bertahap perhatian beralih pada obyek yang baru. Fase menerima ini
biasanya dinyatakan dengan kata-kata seperti, “Saya betul-betul
menyayangi baju saya yang hilang tapi baju saya yang baru manis juga”,
atau “Apa yang dapat saya lakukan agar saya cepat sembuh.”

Individu akan dapat mengakhiri proses berduka dan mengatasi perasaan


kehilangannya secara tuntas apabila individu dapat memulai fase-fase
tersebut dan masuk pada fase damai atau fase penerimaan, tetapi apabila
individu tetap berada pada salah satu fase dan tidak sampai pada fase
penerimaan, jika mengalami kehilangan lagi sulit baginya masuk pada fase
penerimaan.
B. Asuhan Keperawatan Klien dengan Kehilangan

1. Pengkajian

Menurut Yosep, pengkajian pada klien dengan kehilangan meliputi :

a. Faktor predisposisi

1) Faktor genetik

Individu yang dilahirkan dan dibesarkan dalam keluarga dengan riwayat


depresi akan sulit mengembangkan sikap optimis dalam menghadapi suatu
permasalahan, termasuk dalam menghadapi perasaan kehilangan.

2) Kesehatan fisik

Individu dengan fisik, mental, serta pola hidup yang teratur cenderung
mempunyai kemampuan dalam mengatasi stress yang lebih tinggi
dibandingkan dengan individu yang mengalami gangguan jasmani.

3) Kesehatan Mental

Individu yang mengalami gangguan jiwa, terutama yang mempunyai


riwayat depresi yang ditandai dengan perasaan tidak berdaya dan pesimis,
selalu dibayangi masa depan peka dalam menghadapi situasi kehilangan.

4) Pengalaman kehilangan di masa lalu

Kehilangan atau perpisahan dengan orang yang dicintai pada masa kanak-
kanak akan memengaruhi kemampuan individu dalam mengatasi perasaan
kehilangan pada masa dewasa.

5) Struktur kepribadian

Individu dengan konsep diri yang negatif dan perasaan rendah diri akan
menyebabkan rasa percaya diri dan tidak objektif terhadap tress yang
dihadapi.

b. Faktor presipitasi
1) Stress yang dapat menimbulkan perasaan kehilangan dapat berupa
stress nyata, ataupun imajinasi individu seperti kehilangan yang bersifat
bio-psiko-sosial antara lain kehilangan kesehatan, kehilangan fungsi
seksualitas, kehilangan peran dalam keluarga, kehilangan posisi di
masyarakat, kehilangan milik pribadi seperti kehilangan harta benda atau
orang yang dicintai, kehilangan kewarganegaraan.

2) Perilaku

Individu dalam proses berduka sering menunjukkan perilaku seperti


menangis atau tidak mampu menangis, marah-marah, putus asa, kadang-
kadang ada tanda-tanda usaha bunuh diri atau ingin membunuh orang lain,
sering berganti tempat mencari informasi yang tidak menyokong
diagnosanya.

3) Mekanisme koping

Koping yang sering dipakai oleh individu dengan respon kehilangan antara
lain denial, represi, intelektualitas, regresi, disosiasi, supresi, dan proyeksi
yang digunakan untuk menghindari intensitas stress yang dirasakan sangat
menyakitkan. Regresi dan disosiasi sering ditemukan pada pasien depresi
yang dalam.Keadaan patologis dalam mekanisme koping tersebut sering
dipakai secara berlebihan dan tidak tepat.

2. Diagnosa keperawatan

Diagnosa yang dapat ditegakkan adalah sebagai berikut :

a. Duka cita.

b. Duka cita maladaptif.

c. Berduka yang berhubungan dengan kehilangan aktual

3. Rencana Tindakan Keperawatan

Menurut Yosep, rencana tindakan keperawatan pada klien kehilangan


meliputi :
a. Duka Cita.

1) Tujuan umum

Klien dapat berperan aktif melalui proses berduka secara tuntas.

2) Tujuan khusus

a) Klien mampu mengungkapkan perasaan duka.

b) Klien mampu menjelaskan makna kehilangan orang atau obyek.

c) Klien mampu membagi rasa dengan orang yang berarti.

d) Klien mampu menerima kenyataan kehilangan dengan perasaan

damai

e) Klien mampu membina hubungan baru yang bermakna dengan

obyek atau orang yang baru.

3) Intervensi

a) Bina hubungan saling percaya dengan klien.

Rasional : rasa percaya merupakan dasar dari hubungan terapeutik


yang mendukung dalam mengatasi perasaannya.

b) Diskusikan dengan klien dalam mempersepsikan suatu kejadian

yang menyakitkan dengan pemberian makna positif dan


mengambil hikmah,

Rasional : dapat membantu klien mengidentifikasi hal positif dan


hikmah dalam suatu kejadian walaupun hal tersebut menyakitkan.

c) Identifikasi kemungkinan faktor yang menghambat proses


berduka.

Rasional : mengetahui faktor penghambat dapat membantu untuk


mencari solusi agar proses berduka dapat terselesaikan.
d) Kurangi/hilangkan faktor penghambat poses berduka.

Rasional : dapat diatasinya faktor penghambat mempermudah


terselesaikannya proses berduka.

e) Beri dukungan terhadap respon kehilangan.

Rasional : menenangkan perasaan klien.

f) Tingkatkan rasa kebersamaan antara anggota keluarga.

Rasional : mengurangi kesedihan dan menciptakan kebersamaan


antar anggota keluarga.

g) Anjurkan untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT

Rasional : mendekatkan diri kepadaNya dapat menenangkan hati.

Menurut Videbeck, rencana tindakan keperawatan pada klien kehilangan


meliputi :

b. Duka cita maladaptif.

1) Tujuan :

a) Klien mengungkapkan pengetahuannya tentang proses berduka.

b) Klien menggunakan koping yang adaptif.

c) Klien mengungkapkan perasaan secara verbal maupun non


verbal.

2) Intervensi

a) Bina hubungan saling percaya dengan klien.

Rasional : rasa percaya merupakan dasar dari hubungan terapeutik


yang mendukung dalam mengatasi perasaannya.

b) Diskusikan dengan klien tentang hal yang realistis terkait


dengan
kehilangannya.

Rasional : mendiskusikan kehilangan dapat membantu


membuatnya lebih nyata bagi klien.

c) Dorong klien untuk mengekspresikan perasaan dengan cara


membuat klien nyaman seperti berbicara, menulis, menggambar,
menangis dan sebagainya.

Rasional : ekspresi perasaan dapat membantu klien


mengidentifikasi, menerima, dan mengatasi perasaannya walaupun
hal tersebut menyakitkan atau membuat klien tidak nyaman.

d) Dorong klien untuk mengingat pengalaman, bicarakan tentang


apa yang terlibat dalam hubungannya dengan orang atau benda
yang hilang.

Rasional : mendiskusikan benda atau orang yang hilang dapat


membantu klien mengidentifikasi dan mengungkapkan kehilangan,
makna kehilangan tersebut baginya dan respon emosionalnya.

e) Dorong klien untuk berbicara dengan anggota keluarga ataupun


orang lain.

Rasional : mengembangkan ketrampilan mandiri untuk


mengungkapkan perasaan dan mengungkapkan rasa duka kepada
orang lain.

f) Jelaskan kepada klien bahwa waktu berduka dapat menjadi


waktu untuk berkembang, waktu untuk belajar dan bertumbuh
guna mengumpulkan kekuatan untuk maju.

Rasional : proses berduka memungkinkan klien menyesuaikan diri


dengan perubahan dalam hidupnya dan mulai meraih kesempatan
di masa depan.
g) Ajarkan klien dan keluarga atau orang terdekat tentang proses
berduka.

Rasional : klien dan keluarga atau orang terdekat dapat memiliki


sedikit atau tidak memiliki pengetahuan tentang berduka atau
proses pemulihannya.

Menurut Suliswati, et all., rencana tindakan keperawatan pada klien


kehilangan meliputi :

c. Berduka yang berhubungan dengan kehilangan aktual.

1) Tujuan umum

a) Klien dapat mengalami proses berduka secara normal.

b) Klien dapat melakukan koping terhadap kehilangan secara


bertahap.

c) Klien dapat menerima kehilangan sebagai bagian dari kehidupan


yang nyata dan harus dilalui.

2) Intervensi

a) Prinsip tindakan keperawatan pada tahap penyangkalan adalah


memberikan kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan
perasaannya.

(1) Doronglah pasien untuk mengungkapkan perasaan dukanya.

Rasional : mengetahui perasaan duka klien yang dirasakan.

(2) Tingkatkan kesadaran klien secara bertahap tentang


kenyataan, kehilangan, apabila ia sudah siap secara emosional.

Rasional : klien dapat menerima keadaan kehilangannya..

(3) Dengarkan klien dengan penuh pengertian dan jangan


menghakimi.
Rasional : memberi kenyamanan klien saat bercerita.

(4) Jelaskan kepada klien bahwa sikapnya itu wajar terjadi pada
orang yang mengalami kehilangan.

Rasional : memberi pengertian kepada klien tentang keadaannya


yang wajar terjadi.

(5) Beri dukungan kepada klien secara non verbal, seperti


memegang tangan, menepuk bahu dan merangkul.

Rasional : memberi sikap empati dan kenyamanan kepada klien.

(6) Jawab pertanyaan klien dengan bahasa sederhana, jelas dan

singkat.

Rasional : klien memahami masukan dari perawat.

(7) Amati dengan cermat respon klien selama berbicara.

Rasional : mengetahui reaksi verbal maupun verbal dari klien.

(8) Tingkatkan secara bertahap kesadaran klien terhadap


kenyataan.

Rasional : dapat menyadarkan klien dari tahap kehilangannya


dan mampu menerima keadaan.

b) Prinsip tindakan keperawatan pada tahap marah adalah


memberi dorongan, memberi kesempatan kepeda klien untuk
mengungkapkan rasa marahnya secara verbal, tanpa melawan
dengan kemarahan. Perawat harus menyadari bahwa perasaan
marah adalah ekspresi dari perasaan frustasi dan ketidakberdayaan.

(1) Terima semua perilaku keluarga akibat kesedihannya


misalnya marah, menangis.

Rasional : menerima respon dari semua respon kesedihannya.


(2) Dengarkan dengan empati, jangan memberi respon yang
mencela.

Rasional : memberikan perhatianm saat klien bercerita.

c) Prinsip tindakan keperawatan pada tahap tawar menawar adalah


membantu klien mengidentifikasikan rasa bersalah dan perasaan
takutnya.

(1) Amati perilaku klien.

Rasional : mengetahui respon verbal dan non verbal.

(2) Diskusikan bersama klien mengenai perasaannya.

Rasional : mengetahui perasaan yang dialami klien.

(3) Tingkatkan harga diri klien.

Rasional : memberikan kpercayaan diri kepada klien.

(4) Cegah tindakan menciderai diri.

Rasional : mencegah melakukan tindakan menciderai diri sendiri


dan orang lain.

d) Prinsip tindakan keperawatan pada tahap depresi adalah


mengidentifikasi tingkat depresi, resiko menciderai diri, dan
membantu klien mengurangi rasa bersalah.

(1) Amati perilaku klien

Rasional : mengetahui respon verbal dan non verbal.

(2) Bantu klien mengidentifikasi dukungan positif yang terkait


dengan kenyataan.

Rasional : dukungan positif memberi empati terhadap klien.

(3) Beri kesempatan klien mengungkapkan perasaannya, bila


perlu biarkan ia menangis dan tetap didampingi.
Rasional : agar klien merasa puas saat bercerita.

(4) Cegah tindakan menciderai diri.

Rasional : mencegah melakukan tindakan menciderai diri sendiri


dan orang lain.

e) Prinsip tindakan keperawatan pada tahap penerimaan adalah


membantu klien untuk menerima kehilangan yang tidak bisa
dielakan.

(1) Sediakan waktu untuk mengunjungi klien secara teratur.

Rasional : memantau dan mengetahui perkembangan klien.

(2) Bantu klien/keluarga untuk berbagi rasa, karena biasanya


setiap anggota keluarga tidak berada pada tahap yang sama pada
saat yang bersamaan.

Rasional : mendengarkan dan memberi pengertian terhadap


tahap yang dihadapi.

4. Evaluasi

Evaluasi keperawatan menurut Yosep adalah sebagai berikut :

a. Apakah klien sudah dapat mengungkapkan perasaannya


secara spontan ?

b. Apakah klien dapat menjelaskan makna kehilangan tersebut


terhadap kehidupannya ?

c. Apakah klien mempunyai sistem pendukung untuk


mengungkapkan perasaannya (teman, keluarga, lembaga atau
perkumpulan lain) ?

d. Apakah klien menunjukkan tanda-tanda penerimaan ?

e. Apakah klien sudah dapat menilai hubungan baru dengan


orang lain dan objek lain ?
C. PATHWAY
BAB III

TINJAUAN KASUS

A. Resume Kasus
1. Identitas Klien
Pengkajian dilakukan pukul 16.00 WIB, dengan metode autoanamnesa.
Data yang diperoleh dari pengkajian ini adalah nama klien Ny.M, umur 48
tahun, jenis kelamin, perempuan, agama Islam, suku bangsa Jawa,
pendidikan S1, pekerjaan guru, alamat Kepanjen Delanggu. Penanggung
jawab terhadap klien : Tn.A, jenis kelamin laki-laki, pendidikan SMA,
hubungan dengan klien adalah anak kandung.

2. Pengkajian
Alasan masalah timbul : ± 3 hari klien sering menyendiri, berdiam diri
dirumah, jarang mau mengobrol dengan orang lain, pandangan tidak
fokus, ering menundukkan kepala jika di ajak bicara dan sering melamun.
Hal itu terjadi semenjak kematian suaminya.
Faktor predisposisi : Hasil dari pengkajian didapat klien pernah
mengalami kehilangan sebelumnya yaitu kematian ayahnya pada tahun
2007. Saat dikaji klien mengatakan sedih yang dirasakan sangat jauh
berbeda. Klien mengatakan syok dan terpukul atas kematian suaminya
“Tidak, saya tidak percaya bahwa itu terjadi”, ”Itu tidak mungkin”. Saat
dikaji klien tampak menangis dan terlihat lemas. Anak klien mengatakan,
Ny.M selalu merenung dan menangis sambil melihat foto suaminya, Ny.M
juga tidak mau makan dan hanya berdiam diri dirumah, jarang mau
bertemu dengan orang lain semenjak suaminya meninggal. Ny.M hanya
mau bertemu dengan keluarga dan orang terdekat. Anak klien mengatakan
Ny.M tidak pernah mengalami penganiayaan fisik, seksual, penolakan,
kekerasan dalam keluarga, maupun tindakan kriminal yang terjadi pada
dirinya.
Hasil pemeriksaan fisik didapatkan TD : 130/90 mmHg, N : 80 x/mnt,
R : 20 x/mnt, S : 367 oC. Antopometri didapatkan TB : 153 cm, BB : 54
kg. Klien mengatakan tidak ada keluhan fisik.
Berdasarkan genogram diatas, dapat dijelaskan bahwa klien adalah
seorang ibu berumur 48 tahun, memiliki 4 orang anak kandung yang
tinggal satu rumah dengannya. Keputusan dan aturan rumah ditentukan
oleh suaminya, tetapi sekarang keputusan ditentukan dirinya dan
terkadang berdasarkan pendapat dari anaknya.
Data konsep diri meliputi citra diri : klien mengatakan menyukai
semua anggota tubuhnya dan tidak mengeluhkan keadaan fisiknya, klien
mensyukuri apa yang telah diberikan oleh Allah SWT. Identitas diri : klien
adalah seorang perempuan berumur 48 tahun, seorang ibu dari 4 orang
anak dan sekarang menjadi janda sepeninggalan suaminya. Peran diri :
klien mengatakan biasanya melakukan pekerjaan rumah tangga seperti
menyapu, memasak, mencuci, tetapi sekarang jarang melakukan aktifitas
tersebut karena merasa malas dan lemas untuk beraktifitas, sekarang
putrinya yang sering melakukan pekerjaan rumah. Perannya sebagai guru
belum Ny.M lakukan lagi karena klien belum mau keluar rumah dan
kesedihannya belum berkurang. Ideal diri : klien mengatakan ingin bisa
seperti biasa, tegar dan siap untuk bertemu dengan orang banyak, klien
juga ingin bersosialisasi dengan lingkungan sekitar. Harga diri : klien
mengatakan malu dan belum siap bertemu dengan orang lain karena
kehilangan dan keterpurukannya. Klien juga mengatakan ingin dirumah
saja dahulu sampai kesedihan berkurang dan menerima dengan
keadaannya sekarang.
Data spiritual meliputi nilai dan keyakinan : klien beragama islam
dan meyakini bahwa keadaan yang dialaminya sekarang adalah
kehendakNya. Kegiatan ibadah : klien mengatakan selalu berdo’a dan
rutin sholat 5 waktu.
Status mental didapatkan hasil penampilan : penampilan klien
cukup rapi, penggunaan pakaian sesuai dan tampak bersih, klien ganti
pakaian 2x sehari. Pembicaraan : cara bicara klien pelan, kadang diam dan
tampak melamun, ketika diwawancara dan saat ditanya, “Ny.M sudah
makan ?”, kontak mata klien tidak fokus dan pertanyaan harus diulang
kembali. Aktifitas motorik : aktifitas motorik klien grimasem, saat
diwawancara klien kadang tampak biasa menanggapi pertanyaan (kadang
tersenyum) dan klien tampak murung, berdasarkan observasi klien
mengalami agitasi saat diamati klien tampak banyak bergerak (gelisah).
Alam perasaan : alam perasaan klien adalah sedih karena dirumah klien
merasa masih terbayang-bayang suaminya dan klien merasa terpuruk
(tidak menerima keadaan kematian suaminya yang mendadak). Afek : afek
klien datar, tidak ada perubahan roman muka pada saat stimulus yang
menyenangkan atau menyedihkan, saat diajak bercanda klien hanya diam
saja, wajahnya tampak datar. Interaksi selama wawancara : selama
wawancara klien kooperatif, selalu menjawab pertanyaan meskipun
terkadang pertanyaan harus diulang karena kontak mata klien yang tidak
fokus, tidak mau menatap saat diajak bicara hanya sesekali menatap, pada
saat diwawancarai klien sering memejamkan mata dan terkadang mata
klien seperti sedang melamun, klien juga sering menundukkan kepala.
Persepsi : klien mengalami gangguan persepsi halusinasi
penglihatan, ketika ditanya klien mengatakan “kadang-kadang saya
melihat suami saya tersenyum melihat saya, kemudian saya memanggilnya
sambil menjulurkan tangan” dalam sehari terkadang bayangan itu muncul
tiga kali ketika saya sedang sendiri, biasanya muncul ketika malam hari.
Proses pikir : klien mengalami proses pikir bloking, pada saat
diwawancarai “Ny M sudah makan ? Makan apa tadi ? Klien menjawab
“sudah makan” tiba-tiba berhenti sejenak, kemudian melanjutkan lagi
jawabanya “sudah makan sama telur tadi”. Isi pikir: klien mengalami
depersonalisasi yaitu perasaan yang merasa asing terhadap orang lain, hal
ini terjadi mungkin karena keadaannya sekarang, klien hanya mengurung
diri dirumah dan tidak bersosialisasi dengan orang lain. Waham : klien
tidak mengalami waham apapun. Tingkat kesadaran : klien tidak
mengalami disorientasi, baik waktu, tempat dan orang. Klien mengetahui
apa yang terjadi padanya, dan tahu sedang diruang keluarga dan
mengetahui kalau sore hari pada saat ditanya.
Memori : klien tidak mengalami gangguan memori jangka panjang,
saat ditanya “ Dulu menikah umur berapa ?” klien menjawab “umur 22
tahun”. Klien juga tidak mengalami gangguan memori jangka pendek, saat
ditanya “Keluarg pulang kapan ?”. Klien menjawab “tiga hari yang lalu
yaitu hari selasa”. Tingkat konsentrasi dan berhitung : tingkat konsentrasi
klien mudah beralih, klien akan mudah beralih pandangannya apabila
merasa tidak nyaman, malas diganggu dan mengantuk. Klien tidak mau
menjawab pertanyaan ataupun ngobrol. Terkadang klien beralih
pandangan apabila menonton televisi. Klien mampu berhitung dengan
baik, saat dimintai uang anaknya 30.000 klien mampu memberinya. Daya
tilik diri : klien tampak menyalahkan orang lain atau lingkungan yang
menyebabkan kondisi saat ini. “Andai kegiatan rekreasi tidak diadakan
dari pihak sekolah pasti keadaan ini tidak akan terjadi”. Pola kebiasaan
sehari-hari didapatkan hasil meliputi : pola nutrisi, klien mengatakan
makan 2 sampai 3 kali sehari, makan habis 3 sampai 5 sendok makan
setiap makan, dengan menu nasi, sayur, lauk, terkadang makan mie instan.
Makanan disajikan dan disiapkan oleh anaknya. Pola eliminasi : klien
mengatakan BAB sehari sekali dan BAK 5 sampai 6 kali perhari. Pola
istirahat dan tidur : klien mengatakan sulit tidur karena suasana hatinya
yang sedih dan terkadang membayangkan dirinya dengan suaminya. Pola
aktivitas dan latihan : klien mengatakan terkadang melakukan aktivitas
dirumah seperti menyapu, mencuci baju dan mencuci piring.
Mekanisme koping klien maladaptif, hal ini terlihat karena klien
lebih sering menyendiri, diam dikamar dan terkadang diam di ruang
keluarga dan hanya sesekali duduk bersama anaknya namun hanya
sebentar.

3. Analisa Data dan Diagnosa Keperawatan

Berdasarkan pengkajian didapatkan data fokus yang dibedakan menjadi data


subyektif dan obyektif. Data subyektif didapatkan hasil bahwa klien mengatakan
dirinya lebih nyaman menyendiri. Klien mengatakan tidak percaya kalau
suaminya sudah meninggal dan rindu kepada suaminya. Anak klien mengatakan
klien suka melamun, menangis, jarang mau bertemu dan mengobrol dengan
oranglain. Data obyektif didapatkan hasil klien kalau diajak bicara sering
menunduk, kontak mata tidak fokus, pandangan kosong, gelisah, dan jika
menjawab pelan, kadang diam. Klien tampak menangis, lemas, dan tampak
melamun. Klien tampak mengingkari kehilangan. Berdasarkan hasil data fokus,
maka didapatkan diagnosa keperawatan “Duka Cita”.

4. Intervensi Keperawatan

Berdasarkan diagnosa keperawatan utama pada Ny.M dapat dilakukan


tindakan keperawatan dengan tujuan, kriteria hasil dan perencanaan yaitu tujuan
umum : klien dapat berperan aktif melalui proses berduka secara tuntas. Tujuan
khusus : klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat, klien
mampu mengungkapkan perasaan duka, klien mampu menjelaskan makna
kehilangan seseorang/objek, klien mampu berbagi rasa dengan orang yang berarti,
klien mampu menerima kenyataan kehilangan dengan perasaan damai, klien
mampu membina hubungan baik dengan orang sekitar. Kriteria hasil : ekspresi
wajah bersahabat, menunjukkan rasa tenang, ada kontak mata, mau
mengungkapkan perasaan yang dirasakan, menyatakan pengetahuan tentang
proses berduka.

Berdasarkan masalah keperawatan di atas maka dapat dilakukan intervensi


keperawatan meliputi bina hubungan saling percaya dengan klien. Diskusikan
dengan klien dalam mempersepsikan suatu kejadian yang menyakitkan dengan
pemberian makna positif dan mengambil hikmah. Identifikasi kemungkinan faktor
yang menghambat proses berduka. Kurangi/hilangkan faktor penghambat poses
berduka. Beri dukungan terhadap respon kehilangan. Tingkatkan rasa
kebersamaan antara anggota keluarga. Anjurkan untuk lebih mendekatkan diri
kepada Allah SWT. Tentukan kondisi pasien sesuai dengan fase yang dialami
yaitu fase pengingkaran : beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan
perasaannya. Dengarkan klien dengan penuh pengertian dan jangan menghukum
atau menghakimi. Jelaskan pada klien bahwa sikapnya itu wajar terjadi pada
orang yang mengalami kehilangan

5. Implementasi Keperawatan
Sebagai tindak lanjut dari proses keperawatan telah dilakukan tindakan
keperawatan berdasarkan pada diagnosa dan intervensi yang telah direncanakan.
Implementasi yang dilakukan yaitu membina hubungan saling percaya, menyapa
klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal dengan respon subyektif klien
mengatakan selamat pagi, data obyektif klien berjabat tangan dengan peneliti.
Pukul 10.15 WIB memberikan kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan
perasaannya, mendengarkan dengan penuh pengertian dan tidak menghakimi
dengan respon subyektif klien mengatakan tidak percaya kalau suaminya sudah
meninggal dan rindu kepada suaminya, “Tidak, saya tidak percaya bahwa itu
terjadi”, “Itu tidak mungkin, kasihan anak-anak saya, saya suka cerita kepada
anak saya”, data obyektif klien tampak lemas, menangis dan memandangi foto
suaminya. Pukul 11.10 WIB menjelaskan kepada klien bahwa sikapnya itu wajar
terjadi pada orang yang mengalami kehilangan dengan respon obyektif klien
tampak memandang perawat dan hanya diam sambil mengusap air matanya.
Pukul 11.40 WIB memberi dukungan terhadap respon kehilangan dengan respon
obyektif klien tampak tenang dan berhenti menangis.

Implementasi hari kedua dilakukan yaitu memberikan salam terapeutik


dengan respon subyektif klien mengatakan selamat sore, data obyektif klien
tampak duduk di ruang tamu dan mau berjabat tangan. Pukul 16.10 WIB
mendiskusikan dengan klien dalam mempersepsikan suatu kejadian yang
menyakitkan dengan pemberian makna positif dan mengambil hikmah dengan
respon subyektif klien mengatakan mengetahui bahwa dibalik ini semua akan ada
hikmah dan akan indah pada waktunya, data obyektif klien tampak tersenyum
tetapi pandangan mata kosong, nada suara klien terdengar pelan dan kadang
terdengar keras, klien tidak menatap lawan bicara dan masih tampak lemas. Pukul
16.40 WIB mengidentifikasi kemungkinan faktor yang menghambat proses
berduka dengan respon subyektif klien mengatakan masih terbayang-bayang
suaminya dan terkadang melihat bayangan suaminya yang tersenyum melihatnya
kemudian klien memanggilnya sambil menjulurkan tangannya, klien mengatakan
lebih suka menyendiri dan membayangkan saat bersama suaminya data obyektif
klien masih tampak belum bisa melawan kesedihannya, tampak melamun lagi.
Pukul 17.00 WIB menganjurkan untuk mengurangi/menghilangkan faktor
penghambat proses berduka dengan mengurangi menyendiri berkumpul dan
ngobrol dengan keluarga, tidak melamun dan pandangan mata kosong dengan
respon subyektif klien mengatakan anaknya juga sering mengajaknya ngobrol dan
menonton televisi bersama, respon obyektif tampak anak klien berada disamping
klien dan mengajaknya bicara, klien tampak tersenyum dan sesekali melamun.

Implementasi hari ketigayaitu, memberikan salam terapeutik dengan respon


subyektif klien mengatakan selamat sore, saya lebih tenang, data obyektif klien
tampak tersenyum dan berjabat tangan. Pukul 16.10 WIB menganjurkan untuk
meningkatkan rasa kebersamaan antara anggota keluarga dengan respon subyektif
klien mengatakan akan lebih sering berkumpul dengan anak dan cucunya seperti
sekarang dan berusaha untuk tidak menyendiri walaupun kesedihan muncul lagi,
data obyektif klien tampak lebih segar, kontak mata fokus, pandangan tidak
kosong, klien tampak menyapu ruang keluarga. Pukul 16.30 WIB menganjurkan
untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan respon subyektif klien
mengatakan akan selalu berdo’a dan sholat bersama anaknya dan terkadang
mengaji bersama untuk mendo’akan suaminya, data obyektif klien tampak tenang
bercerita, tampak tidak melamun dan mau memandang jika di ajak bicara.

6. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi yang dilakukan pada implementasi hari I, dengan data subyektif


klien mengatakan tidak percaya kalau suaminya sudah meninggal dan rindu
kepada suaminya. Data obyektif klien tampak lemas, menangis dan memandangi
foto suaminya. Assesment klien mau bercerita walaupun dengan menangis.
Planning diskusikan dengan klien dalam mempersepsikan suatu kejadian yang
menyakitkan dengan pemberian makna positif dan mengambil hikmah,
identifikasi kemungkinan faktor yang menghambat proses berduka,
kurangi/hilangkan faktor penghambat proses berduka.

Evaluasi kedua dilakukan pada implementasi hari II, dengan data subyektif
klien mengatakan masih terbayang-bayang suaminya dan tahu bahwa ada hikmah
dibalik semua kejadian ini. Klien mengatakan akan berusaha tidak menyendiri
lagi dan berkumpul dengan keluarga. Data obyektif klien tampak tersenyum tetapi
pandangan mata kosong, klien tidak menatap lawan bicara dan masih tampak
lemas, nada suara klien terdengar pelan dan kadang terdengar keras. Assesment
klien masih sering menyendiri.
BAB IV

PENUTUP

A. Simpulan

Simpulan dari “Kajian Asuhan Keperawatan pada klien dengan Gangguan


Psikososial : Kehilangan yang telah dilakukan didapatkan temuan-temuan sebagai
berikut :

1. Kesulitan pada pengkajian awal dalam berkomunikasi dengan klien karena


klien masih kurang fokus dalam diskusi yang dilakukan. Tetapi setelah 3 hari
klien mulai terbuka dan mau berkomunikasi dengan baik.

2. Saat melakukan pengkajian status kesehatan klien dengan duka cita,


pengkajian dilakukan dengan wawancara dan observasi terhadap klien dan
keluarga klien. Perawat juga mendelegasikan kepada keluarga untuk
memantau klien selama perawat tidak mengunjungi klien, sehingga dapat
diperoleh data yang tepat sesuai dengan kondisi klien dan sesuai masalah
yang timbul.

3. Perencanaan asuhan keperawatan terutama dalam perencanaan asuhan


keperawatan pada klien duka cita, dibuat berdasarkan yang diperoleh dari
pengkajian, disesuaikan juga dengan kondisi klien, dengan demikian dapat
membantu menyelesaikan proses kehilangan.

4. Dokumentasi yang lengkap dalam asuhan keperawatan akan


mempermudah dalam intervensi dan implementasi tindakan keperawatan
yang sesuai dengan kondisi klien.

B. Saran

Berdasarkan simpulan dari “Kajian Asuhan Keperawatan pada klien dengan


Gangguan Psikososial : Kehilanganmenyarankan :

1. Dalam memberikan asuhan keperawatan harus dibutuhkan ketelitian serta


ketajaman dalam pengkajian dan analisa masalah, sangat diperlukan oleh
seorang perawat, sehingga perawat mampu mengenal dan mengetahui
tindakan bagi klien dengan duka cita serta melibatkan keluarga untuk lebih
dekat dengan klien dengan cara lebih sering mengajak berbicara dan
berkumpul bersama.

2. Saat melakukan pengkajian hendaknya dilakukan secara terperinci dan


secara sistematis sehingga dapat memperoleh data yang sesuai dengan
kondisi klien agar memudahkan perawat dalam melakukan analisa data,
intervensi, implementasi dan pendokumentasian.

3. Pada saat melakukan komunikasi perlu adanya reinforcement positif yang


diberikan kepada klien. Dengan adanya reinforcement tersebut maka akan
dapat meningkatkan harga diri klien.
DAFTAR PUSTAKA .

Dalami, E., Suliswati, Farida P. Rochman, Banon E. 2009. Asuhan


Keperawatan Jiwa dengan Masalah Psikososial. Jakarta : CV. Trans Info
Medika.

Dermawan, Deden. 2012. Buku Ajar Keperawatan Komunitas. Yogyakarta :


Gosyen Publishing.

Deswa. 2009. Proses Keperawatan Berfikir Kritis. Jakarta : Salemba Medika.

Direja, Ade H.S. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta :
Nuha Medika.

Keliat, B.A. Akemat, Helena, N. Nurhaeni, H. 2011. Keperawatan Kesehatan


Jiwa Komunitas CHN (Basic Course). Jakarta : EGC.

Keliat, B.A., Helena, N. Farida, P. 2011. Manajemen Keperawatan


Psikososial dan Kader Kesehatan Jiwa CMHN (Intermediate Course). Jakarta
: EGC.

Kusumawati, F. dan Hartono, Y. 2010. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta


: Salemba Medika.

Kompas. 29 Januari 20014. “Hujan Deras di Pati, Banjir Kembali Rendam 4


Kecamatan”. Hal. 8.

Maramis, Willy F. 2009. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Edisi 2. Surabaya :


EGC.

Nasir dan Muhith. 2011. Dasar-dasar Keperawatan Jiwa Pengantar dan Teori.
Jakarta : Salemba Medika.

Nasir, A. 2009. Komunikasi Dalam Keperawatan Teori dan Aplikasi. Jakarta


: Salemba Medika.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2011. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Jakarta :


Rineka Cipta.
Potter dan Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC.

Sudden dan Stuart. 2007. Keperawatan Jiwa. Edisi 3. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai