Anda di halaman 1dari 37

MAKALAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN ALERGI MAKANAN

“dibuat untuk memenuhi mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah 1I”

Dosen :

Epi Rustiawati,M.Kep.,Sp.Kep.MB

Disusun oleh :

Kelompok 3

Jumiyati (8801190005)

Hofifah Apriliyah (8801190009)

2B

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
TAHUN AJARAN 2020/2021

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkah, rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
“Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Alergi Makanan”, sebagai tugas mata
kuliah Keperawatan Medikal Bedah II.

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini untuk memenuhi salah satu tugas
yang diberikan oleh Dosen Pengajar Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah II.
Proses terselesaikannya makalah ini tidak lepas dari bantuan orang lain. Oleh karena
itu, kami mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun
agar penyusun dapat menyusun makalah dengan lebih baik lagi. Dan kami
berharap makalah yang telah penyusun buat ini bermanfaat bagi penyusun khususnya
dan seluruh pembaca pada umumnya.

Serang, 15 Maret 2021

Penulis

iii
DAFTAR ISI

COVER............................................................................................................i

KATA PENGANTAR.....................................................................................ii

DAFTAR ISI...................................................................................................iii

BAB 1 PENDAHULUAN...............................................................................1

1.1 Latar Belakang...........................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah......................................................................................2
1.3 Tujuan Penelitian.......................................................................................2
1.3.1 Tujuan umum.................................................................................2
1.3.2 Tujuan khusus................................................................................3
1.4 Manfaat Penelitian.....................................................................................3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................4

2.1 Alergi makanan...........................................................................................4


2.1.1 Definisi Alergi makanan.....................................................................4
2.1.2 Epidemiologi......................................................................................4
2.1.3 Etiologi...............................................................................................4
2.1.4 Patofisiologi........................................................................................5
2.1.5 Klasifikasi...........................................................................................5
2.1.6 Gejala Klinis.......................................................................................10
2.1.7 Penatalaksanaan..................................................................................10
2.1.8 Kompliksi...........................................................................................12
2.1.9 Prognosis............................................................................................12
2.2 Asuhan Keperawatan Alergi Makanan.......................................................13

BAB 3 KASUS SEMU....................................................................................19

BAB 4 PENUTUP...........................................................................................27

4.1 Kesimpulan.................................................................................................27
4.2 Saran...........................................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA

iv
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Beberapa laporan ilmiah baik di dalam negeri atau luar negeri menunjukkan
bahwa angka kejadian alergi terus meningkat tajam beberapa tahun terahkir.
Tampaknya alergi merupakan kasus yang cukup mendominasi kunjungan penderita di
klinik rawat jalan Pelayanan Kesehatan Anak. Menurut survey rumah tangga dari
beberapa negara menunjukkan penyakit alergi adalah adalah satu dari tiga penyebab
yang paling sering kenapa pasien berobat ke dokter keluarga. Penyakit pernapasan
dijumpai sekitar 25% dari semua kunjungan ke dokter umum dan sekitar 80%
diantaranya menunjukkan gangguan berulang yang menjurus pada kelainan alergi.
BBC beberapa waktu yang lalu melaporkan penderita alergi di Eropa ada
kecenderungan meningkat pesat. Angka kejadian alergi meningkat tajam dalam 20
tahun terakhir. Setiap saat 30% orang berkembang menjadi alergi. Anak usia sekolah
lebih 40% mempunyai 1 gejala alergi, 20% mempunyai astma, 6 juta orang
mempunyai dermatitis (alergi kulit). Penderita Hay Fever lebih dari 9 juta orang
(Judarwanto, 2005).

Alergi merupakan suatu reaksi abnormal dalam tubuh yang disebabkan zat-zat
yang tidak berbahaya. Alergi timbul bila ada kontak terhadap zat tertentu yang
biasanya, pada orang normal tidak menimbulkan reaksi. Zat penyebab alergi ini
disebut allergen. Allergen bisa berasal dari berbagai jenis dan masuk ke tubuh dengan
berbagai cara. Bisa saja melalui saluran pernapasan, berasal dari makanan, melalui
suntikan atau bisa juga timbul akibat adanya kontak dengan kulit seperti; kosmetik,
logam perhiasan atau jam tangan, dan lain-lain. Zat yang paling sering menyebabkan
alergi: Serbuk tanaman; jenis rumput tertentu; jenis pohon yang berkulit halus dan
tipis; serbuk spora; penisilin; seafood; telur; kacang panjang, kacang tanah, kacang
kedelai dan kacang-kacangan lainnya; susu; jagung dan tepung jagung;sengatan

1
insekta; bulu binatang; kecoa; debu dan kutu. Yang juga tidak kalah sering adalah zat
aditif pada makanan, penyedap, pewarna dan pengawet.

Pada dasarnya tubuh kita memiliki imunitas alamiah yang bersifat non-spesifik
dan imunitas spesifik. Imunitas spesifik ialah sistem imunitas humoral yang secara
aktif diperankan oleh sel limfosit B, yang memproduksi 5 macam imunoglobulin (IgG,
IgA, IgM, IgD dan IgE) dan sistem imunitas seluler yang dihantarkan oleh sel limfosit
T, yang bila mana ketemu dengan antigen lalu mengadakan differensiasi dan
menghasilkan zat limfokin, yang mengatur sel-sel lain untuk menghancurkan antigen
tersebut.Bilamana suatu alergen masuk ke tubuh, maka tubuh akan mengadakan
respon. Bilamana alergen tersebut hancur, maka ini merupakan hal yang
menguntungkan, sehingga yang terjadi ialah keadaan imun. Tetapi, bilamana
merugikan, jaringan tubuh menjadi rusak, maka terjadilah reaksi hipersensitivitas atau
alergi.

Alergi makanan adalah kumpulan gejala yang mengenai banyak organ dan sistem
tubuh yang ditimbulkan oleh alergi terhadap bahan makanan. Dalam beberapa
kepustakaan alergi makanan dipakai untuk menyatakan suatu reaksi terhadap makanan
yang dasarnya adalah reaksi hipersensitifitas tipe I dan hipersensitifitas terhadap
makanan yang dasaranya adalah reaksi hipersensitifitas tipe III dan IV.Mekanisme
reaksi alergi adalah berdasar pada reaksi hipersensitivitas, yaitu timbulnya respon IgE
yang berlebihan terhadap bahan yang dianggap sebagai alergen, sehingga terjadi
pelepasan berbagai mediator penyebab reaksi alergi, walaupun pada orang normal
reaksi ini tidak terjadi. Apabila reaksi alergi ini berlangsung sangat berlebihan, dapat
timbul syok anafilaktik.

2
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimanakah Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Alergi Makanan?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Menjelaskan Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Alergi Makanan

1.3.2 Tujuan Khusus


1. Mengetahui Definisi Alergi Makanan
2. Mengetahui Epidemologi Alergi Makanan
3. Mengetahui Etiologi Pasien dengan Alergi Makanan
4. Mengetahui Patofisiologi Pasien dengan Alergi Makanan
5.Mengetahui Penatalaksanaan Pasien dengan Alergi
Makanan
6. Mengetahui Asuhan Keperawatan Pasien dengan Alergi Makanan

1.4. Manfaat
1.4.1. Menambah wawasan penulis asuhan keperawatan pada klien dengan alergi
makanan
1.4.2. Sebagai tambahan sumber informasi bagi petugas kesehatan dalam
memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan alergi makanan

3
4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ALERGI MAKANAN


2.1.1 Definisi Alergi Makanan
Alergi makanan merupakan suatu kondisi yang disebabkan oleh reaksi IgE
terhadap bahan atau zat kimia makanan (Chapman JA et al, 2006).

Alergi Makanan adalah gangguan kesehatanyang timbul akibat respon


imun spesifik terhadap makanan. Alergi Makanan bisa mengenai semua kelompok
usia dengan prevalensi pada anak lebih besar dari pada dewasa. Alergi Makanan
pada dewasa bisa timbul akibat alergi pada masa kanak-kanak yang persisten atau
muncul pertama kali pada masa dewasa (Bird JA, et al, 2015)

2.1.2 Epidemiologi
Alergi makanan bisa menyerang siapa saja dengan kadar yang berbeda-
beda. Seseorang yang menyantap makanan kemudian timbul perasaan tidak enak
pada tubuh, maka mereka akan beranggapan bahwa mereka alergi terhadap
makanan tersebut. Faktanya, tidak semua anggapan itu benar. Hanya 1% pada
orang dewasa dan 3% pada anak yang terbukti jika mereka memang benar-benar
alergi terhadap makanan tertentu.

Alergi makanan umumnya terjadi pada anak-anak, sekitar 1-2% bayi alergi
terhadap susu sapi, 8% anak menunjukkan reaksi yang tidak diinginkan terhadap
makanan dan 2% orang dewasa menderita alergi makanan.

2.1.3 Etiologi
Penyebab alergi makanan dapat dikelompokkan menjadi :

1) Faktor internal
a. Imaturitas usus secara fungsional (misalnya dalam fungsi-fungsi : asam
lambung, enzim usus, glycocalyx) maupun fungsi imunologis (misalnya
5
IgA sekretorik) memudahkan penetrasi alergen makanan. Imaturitas juga
mengurangi kemampuan usus mentoleransi makanan tertentu.

b. Genetik berperan dalam alergi makanan. Sensitifitas alergen dini mulai


janin sampai masa bayi dan sensitisasi ini dipengaruhi oleh kebiasaan dan
norma kehidupan setempat.
c. Mukosa dinding saluran cerna belum matang yang menyebabkan
penyerapan alergen bertambah.
2) Faktor eksternal
a. Faktor pencetus : faktor fisik (dingin, panas, hujan), faktor psikis (sedih,
stres) atau beban latihan (lari, olahraga).
b. Hampir semua jenis makanan dan zat tambahan pada makanan dapat
menimbulkan reaksi alergi.

2.1.4 Patofisiologi
Alergen yang pertama kali masuk ke dalam tubuh seseorang yang
mengkonsumsi makanan tetapi belum pernah terkena alergi, tidak muncul gejala-
gejala. Ketika untuk kedua kalinya orang tersebut mengkonsumsi makanan yang
sama, barulah tampak gejala alergi. Setelah muncul tanda alergi, antigen akan
mengenali alergen yang masuk yang akan memicu aktifnya sel T, dimana sel T
tersebut akan merangsang sel B untuk mengaktifkan antibodi (IgE). Proses ini
mengakibatkan melekatnya antibodi pada sel mast yang dikeluarkan oleh basofil.
Apabila seseorang mengalami paparan untuk kedua kalinya oleh alergen yang
sama, maka akan terjadi 2 hal yaitu :

1) Ketika mulai terjadinya produksi sitokin oleh sel T, sitokin memberikan efek
terhadap berbagai sel terutama dalam menarik sel-sel radang misalnya netrofil
dan eosinofil, sehingga menimbulkan reaksi peradangan yang menyebabkan
panas.
2) Alergen tersebut akan langsung mengaktifkan antibodi (IgE) yang merangsang
sel mast kemudian melepaskan histamin dalam jumlah yang banyak, kemudian
histamin tersebut beredar di dalam tubuh melalui pembuluh darah. Saat
mencapai kulit, alergen akan menyebabkan terjadinya gatal, pruritus,
angioderma, urtikaria, kemerahan pada kulit dan dermatitis. Ketika mencapai

6
paru-paru, akan mencetuskan terjadinya asma. Gejala alergi yang paling ditakuti
dikenal dengan nama syok anafilaktik, ditandai dengan tekanan darah turun,
kesadaran menurun, dan bila tidak ditangani segera dapat menyebabkan kematian.

2.1.5 Klasifikasi
1) Hipersensitivitas anafilaktik (tipe 1)
Keadaan ini merupakan hipersensitivitas anafilaktik seketika dengan
reaksi yang dimulai dalam waktu beberapa menit setelah kontak dengan
antigen. Ini merupakan reaksi alergi yang diperantarai oleh antibodi IgE. Pada
reaksi tipe I, antigen terikat ke antibodi IgE. Kompleks IgE-antigen
menyebabkan degranulasi sel mast dan pelepasan histamin, serta mediator
peradangan lainnya. Mediator ini menyebabkan vasodilatasi perifer dan
pembengkakan ruang interstisium. Gejala-gejala bersifat spesifik bergantung
pada dimana respon alergi tersebut berlangsung. Pengikatan antigen di
saluran hidung menyebabkan rinitis alergi disertai kongesti hidung dan
peradangan jaringan, sementara pengikatan antigen disaluran cerna mungkin
menimbulkan diare atau muntah.

Suatu reaksi hipersnsitivitas tipe I yang parah adalah reaksi


anafilaktik. Anafilaktik melibatkan respon cepat IgE. Sel mast setelah
perjalanan ke suatu antigen dimana individu sangat peka terhadapnya. Dapat
terjadi dilatasi seluruh sistem pembuluh akibat histamin sehingga tekanan
darah kolaps. Penurunan hebat tekanan darah selama reaksi anafilaktik
disebut syok anafilaktik. Karena histamin adalah konstriktor kuat bagi otot
polos bronkiolus, maka anafilaksisjuga merupakan penutupan saluran napas.
Anafilaksis sebagai respon terhadap obat misalnya penisilin atau sebagi
respon terhadap sengatan lebah dan bersifat fatal pada orang yang sangat
peka.

2) Hipersensitivitas sitotoksik (tipe 2)


Hal ini terjadi sewaktu antibodi IgG atau IgM menyerang antigen-
antigen jaringan. Reaksi tipe II terjadi akibat hilangnya toleransi diri dan
dianggap suatu reaksi autoimun, sel-sel sasaran biasanya dihancurkan. Pada

7
reaksi tipe II, pengikatan antibodi-antigen menyebabkan pengaktifan
komplemen, degranulasi sel mast, oedema, kerusakan jaringan, dan lisis
sel. Reaksi tipe II menyebabkan fagositosis sel – sel penjamu oleh
makrofag.

3) Hipersensitivitas kompleks imun (tipe 3)


Terbentuk ketika antigen terikat dengan antibodi dan dibersihkan dari
dalam sirkulasi darah lewat kerja fagositik. Terjadi sewaktu komplek antigen-
antibodi yang bersirkulasi dalam darah mengendap di pembuluh darah atau
jaringan sebelah hilir. Antibodi disini biasanya jenis IgG. Antibodi tidak
ditunjukan kepada jaringan tersebut tetapi terperangkap di dalam jaringan
kapilernya. Reaksi tipe III mengaktifkan komplemen yang kemudian
melepaskan macrophage chemotaktik factor. Macrophage yang dikerahkan ke
tempat tersebut akan merusak jaringan sekitar tempat tersebut. Neutrofil
tertarik ke daerah tersebut dan mulai memfagositosis sel-sel yang rusak
sehingga terjadi pelepasan enzim-enzim sel serta penimbunan sisa sel. Hal ini
menyebabkan siklus peradangan berlanjut.

Antigen dapat berasal dari infeksi kuman patogen yang persisten


(malaria), bahan yang terhirup (spora jamur yang menimbulkan alveolitis
ekstrinsik alergi) atau dari jaringan sendiri (penyakit autoimun) infeksi
tersebut disertai dengan antigen dalam jumlah yang berlebihan tetapi tidak
disertai dengan respon antibodi yang efektif.

Pembentukan kompleks imun dalam pembuluh darah menjadikan


antigen (Ag) dan antibodi (Ab) bersatu membentuk komplek imun
mengaktifkan komplemen (C) dan melepas C3a dan C5a yang merangsang
leukosit basofil dan trombosit untuk melepas berbagai mediator antara lain
histamin yang menimbulkan pengerutan sel endotil sehingga permeabilitas
vaskuler meninggi.

Dalam keadaan normal komplek imun dimusnahkan oleh sel fagosit


mononuklear terutama dalam hati, limpa, paru tanpa bantuan komplemen.
Dalam proses tersebut ukuran kompleks merupakan faktor penting. Pada
umumnya kompleks yang besar, mudah dan cepat dimusnahkan dalam hati,
kompleks kecil sulit untuk dimusnahkan, oleh karena itu dapat lebih lama ada
8
dalam sirkulasi. Diduga bahwa gangguan fungsi fagosit merupakan sebab
mengapa komleks sulit dimusnahkan. Kompleks imun yang ada dalam
sirkulasi meskipun untuk jangka waktu lama, biasanya tidak berbahaya.
Permasalahan akan timbul bila kompleks imun mengendap di jaringan.

4) Hipersensitivitas tipe lambat (tipe 4)


Reaksi tipe IV yang juga disebut reaksi hipersensitifitas lambat, timbul
lebih dari 24 jam setelah tubuh terpapar oleh antigen. Reaksi terjadi karena
respon sel T yang sudah disensitasi bereaksi spesifik dengan suatu antigen
tertentu sehingga menimbulkan reaksi makrofag. Serta membentuk indurasi
jaringan pada daerah tempat antigen tersebut. Reaksi ini sama sekali tidak
memerlukan antibodi seperti pada ketiga tipe terdahulu, bahkan tidak
memerlukan aktivasi komplemen. Oleh karena itu, reaksi ini timbulnya agak
lambat sekitar 24–48 jam, maka secara klinis reaksi dikenal dengan istilah
hipersensitifitas tipe lambat. Ada dua macam mekanisme yang turut berperan
di dalam terbentuknya hipersensitifitas tipe lambat lambat ini, yakni
mekanisme aferen dan eferen. Mekanisme aferen merupakan mekanisme
spesifik dan timbul pada waktu sensitized lymphocyte cells dengan resptor
yang spesifik ; bereaksi dengan antigen tertentu sehingga sel tersebut
mengeluarkan mediator limfokin. Kemudian zat tersebut akan bekerja secara
non spesifik pada mekanisme aferen dan mempengaruhi limfosit, makrofag,
monosit.

2.1.6 Gejala Klinis


Reaksi alergi terhadap alergen makanan pada saluran cerna bisa
menimbulkan gejala kram perut, mual, muntah atau diare. Gejala pada saluran
nafas adalah munculnya asma; pada kulit menimbulkan gejala urtikaria,
angioderma, dermatitis, pruritus, gatal, demam dan gatal; pada mulut muncul rasa
gatal dan pembengkakan bibir.

1. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang biasa dilakukan pada kasus alergi yaitu :

1) Inspeksi : lihat adanya kemerahan, terdapat bentol-bentol, gejala urtikaria,


angioderma, pruritus dan pembengkakan pada bibir.
9
2) Palpasi : ada nyeri pada kemerahan
3) Perkusi : untuk mengetahui apakah di perut terdapat udara atau cairan.
4) Auskultasi : mendengarkan suara nafas, bunyi jantung, bunyi usus (pada
orang alergi, bunyi usus cenderung meningkat).
2. Pemeriksaan Penunjang
1) Uji kulit, sebagai pemeriksaan penyaring (misalnya dengan alergen hirup
seperti tungau, kapuk, debu rumah, bulu kucing, tepung sari rumput, atau
alergen makanan seperti susu, telur, kacang, ikan).
2) Pemeriksaan darah tepi, bila eosinofilia 5% atau 500/ml condong pada alergi.
Hitung leukosit 5000/ml disertai neutropenia 3% sering ditemukan pada
alergi makanan.
3) IgE total dan spesifik, harga normal IgE total adalah 1000u/l sampai umur 20
tahun. Kadar IgE lebih dari 30u/ml pada umumnya menunjukkan bahwa
penderita adalah atopi atau mengalami infeksi parasit atau keadaan depresi
imun seluler.
4) Tes IgE spesifik dengan RAST (Radio Immunosorbent Test) atau ELISA
(Enzyme Linked Immuno Assay).
5) Tes intradermal nilainya terbatas, berbahaya.
6) Tes hemaglutinin dan antibodi presipitat tidak sensitif.
7) Biopsi usus, sekunder dan sesudah dirangsang dengan makanan food
challenge didapatkan inflamasi/ atrofi mukosa usus, peningkatan limfosit
intraepitelial dan IgM IgE (dengan mikroskop imunofluoresen).
8) Pemeriksaan/ tes D Xylose, proktosigmoidoskopi dan biopsi usus.
9) Diit coba buta ganda (Double blind food challenge) untuk diagnosa pasti.
Pemeriksaan secara klinis bisa dilakukan uji eliminasi dan provokasi terbuka
“Open Challenge”. Pertama dilakukan eliminasi dengan makanan yang
dikemukakan sendiri oleh penderita atau orang tuanya atau dari hasil uji kulit.
Kalau tidak ada perbaikan, maka dipakai regimen diet tertentu.

10
2.1.7 Penatalaksanaan
Ada beberapa regimen diet yang bisa digunakan, antara lain :

1) Elimination diet, beberapa makanan harus dihindari yaitu buah, susu, telur,
ikan dan kacang.
2) Minimal diet 1 (Modidied Rowe’s diet 1) : terdiri dari beberapa makanan
dengan indeks alergenisitas yang rendah.regimen ini terdiri dari beberapa
bahan makanan yang diperbolehkan yaitu, air, beras, daging sapi, kelapa,
kedelai, bayam, wortel, bawang, gula, garam dan susu formula kedelai. Bahan
makanan lain tidak diperbolehkan.
3) Minimal diet 2 (Modified Rowe’s diet 2) : terdiri dari makanan-makanan
dengan indeks alergenisitas rendah yang lain yang diperbolehkan, misal air,
kentang, daging kambing, kacang merah, buncis, kol, bawang, formula
hidrolisat kasein, bahan makanan yang lain tidak diperbolehkan.
4) Egg and Fish free Diet, diet ini menyingkirkan telur termasuk makanan yang
dibuat dari telur dan semua ikan. Biasanya diberikan pada penderita dengan
keluhan utama urtikaria, angionerotik oedema dan eksema.
5) His Own’s Diet, menyingkirkan makanan yang dikemukakan sendiri oleh
penderitanya, sebagai penyebab gejala alergi.
Diet dilakukan selama 3 minggu, setelah itu dilakukan provokasi dengan
1 bahan makanan setiap minggu. Makanan yang menimbulkan gejala alergi
pada provokasi ini dicatat. Disebut alergen kalau pada 3 kali provokasi
menimbulkan gejala alergi. Waktunya tidak perlu berturut-turut. Jika dengan
salah satu regimen diet tidak ada perbaikan padahal sudah dilakukan dengan
benar, maka diberikan regimen yang lain. Sebelum memulai regimen yang
baru, penderita diberi ”carnaval” selama seminggu, artinya selama 1
minggu itu semua makanan boleh dimakan (pesta). Maksudnya adalah
memberi hadiah setelah 3 minggu diet dengan baik, dengan demikian ada
semangat untuk menjalani diet berikunya. Selanjutnya diet yang berikutnya
juga dilakukan selama 3 minggu sebelum dilakukan provokasi.

Bila diet tidak bisa dilaksanakan maka harus diberi farmakoterapi


dengan obat-obatan seperti yang tersebut di bawah ini
11
1) Kromolin, Nedokromil
Dipakai terutama pada penderita dengan gejala asma dan rinitis
alergika. Kromolin umumnya efektif pada alergi makanan dengan gejala
Dermatitis Atopi yang disebabkan alergi makanan. Dosis kromolin untuk
penderita asma berupa larutan 1% solution (20 mg/2mL) 2-4 kali/hari
untuk nebulisasi atau berupa inhalasi dengan metered-dose inhaler 1,6
mg (800 µg/inhalasi) 2-4 kali/hari. Untuk rinitis alergik digunakan obat
semprot 3-4 kali/hari yang mangandung kromolin 5.2 mg/semprot. Untuk
konjungtivitis diberikan tetes mata 4% 4-6 x 1 tetes
mata/hari.Nedokromil untuk nebulisasi tak ada. Yang ada berupa inhalasi
dengan metered-dose inhaler dan dosis untuk asma adalah 3,5 mg (1,75
mg/inhalasi) 2-4 kali/hari. Untuk konjungtivitis diberikan tetes mata
nedokromil 2% 4-6 x 1-2 tetes mata/hari.

2) Glukokortikoid
Digunakan terutama bila ada gejala asma. Steroid oral pada asma
akut digunakan pada yang gejala dan PEF nya makin hari makin
memburuk, PEF yang kurang dari 60%, gangguan asma malam dan
menetap pada pagi hari, lebih dari 4 kali perhari, dan memerlukan
nebulizer serta bronkodilator parenteral darurat. menggunaan
bronkodilator. Steroid oral yang dipakai adalah : metil prednisolon,
prednisolon dan prednison. Prednison diberikan sebagai dosis awal
adalah 1-2 mg/kg/hari dosis tunggal pagi hari sampai keadaan stabil kira-
kira 4 hari kemudian diturunkan sampai 0,5 mg/kg/hari, dibagi 3-4
kali/hari dalam 4-10 hari. Steroid parenteral digunakan untuk penderita
alergi makanan dengan gejala status asmatikus, preparat yang digunakan
adalah metil prednisolon atau hidrokortison dengan dosis 4-10
mg/kg/dosis tiap 4-6 jam sampai kegawatan dilewati disusul rumatan
prednison oral. Steroid hirupan digunakan bila ada gejala asma dan rinitis
alergika.

12
3) Beta adrenergic agonist
Digunakan untuk relaksasi otot polos bronkus. Epinefrin subkutan
bisa diberikan dengan dosis 0,01 mg/kg/dosis maksimum 0,3 mg/dosis.

4) Metil xantin
Digunakan sebagai bronkodilator. Obat yang sering digunakan
adalah aminofilin dan teofilin, dengan dosis awal 3-6/kg/dosis, lanjutan
2,5 mg/kg/dosis, 3-4 kali/24 jam.

5) Simpatomimetika
Simpatomimetika terdiri atas
:
Efedrin : 0,5 – 1,0 mg/kg/dosis, 3 kali/24 jam

Orciprenalin : 0,3 – 0,5 mg/kg/dosis, 3-4 kali/24 jam


Terbutalin : 0,075 mg/kg/dosis, 3-4 kali/24 jam
Salbutamol : 0,1 – 0,15 mg/kg/dosis, 3-4 kali/24 jam

2.1.8 Komplikasi
Beberapa komplikasi yang dapat ditimbulkan dari reaksi alergi yaitu :

a. Polip hidung
b. Otitis media
c. Sinusitis paranasal
d. Anafilaksis
e. Pruritus
f. Mengi
g. Edema

2.1.9 Prognosis
Alergi makanan biasanya akan membaik pada usia tertentu. Setelah usia 2
tahun biasanya imaturitas saluran cerna akan membaik. Sehingga setelah usia
13
tersebut gangguan saluran cerna karena alergi makanan juga akan ikut berkurang.
Bila gangguan saluran cerna akan membaik maka biasanya gangguan perilaku
yang terjadipun akan berkurang. Selanjutnya pada usia di atas 5 atau 7 tahun
alergi makananpun akan berkurang secara bertahap. Perbaikan gejala alergi
makanan dengan bertambahnya usia inilah yang menggambarkan bahwa gejala
Autismepun biasanya akan tampak mulai membaik sejak periode usia tersebut.
Meskipun alergi makanan tertentu biasanya akan menetap sampai dewasa, seperti
udang, kepiting atau kacang tanah.

14
2.2 ASUHAN KEPERAWATAN ALERGI MAKANAN
2.2.1 Pengkajian
a. Data Subjektif
 Kaji identitas pasien
 Kaji keluhan utama pasien
 Pasien mengeluh sesak nafas
 Pasien mengeluh bibirnya bengkak
 Pasien mengungkapkan tidak ada nafsu makan, mual dan muntah
 Pasien mengeluh nyeri dibawah perut
 Pasien mengeluh gatal-gatal dan timbul kemerahan di sekujur
tubuhnya
 Pasien mengeluh nyeri
 Pasien mengeluh demam
 Riwayat Psikososial :
Mengkaji orang terdekat dengan pasien, interaksi dalam keluarga,
dampak penyakit pasien terhadap keluarga, masalah yang
mempengaruhi pasien, mekanisme koping terhadap stres, persepsi
pasien terhadap penyakitnya, tugas perkembangan menurut usia saat
ini, dan sistem nilai kepercayaan

 Kaji riwayat kesehatan masa lalu


Mengkaji apakah sebelumnya pasien pernah mengalami sakit yang
sama atau berhubungan dengan sakit yang saat ini diderita.Misalnya,
sebelumnya pasien pernah mengalami nyeri perut, sesak nafas, demam,
bibir bengkak, timbul kemerahan pada kulit, mual muntah dan gatal

15
 Kaji riwayat alergi keluarga
Mengkaji dalam keluarga pasien ada atau tidak mengalami penyakit
yang sama

b. Data Objektif
 Kaji status neurology, perubahan kesadaran, meningkatnya fatique,dan
perubahan tingkah laku
 Kaji kulit kemerahan
 Kaji adanya bentol-bentol
 Pasien muntah-muntah, terlihat susah bernafas dan pucat

2.2.2 Pemeriksaan Fisik


a. Keadaan Umum
Tingkat kesadaran (GCS)

b. Tanda-tanda vital
c. Keadaan fisik : Kepala dan leher, dada, payudara dan ketiak, abdomen,
genetalia, integumen, ekstremirtas, pemeriksaan neurologis.
d. Lakukan Primary survey (ABCDE)

2.2.3 Pemeriksaan Penunjang

a. Uji kulit : sebagai pemerikasaan penyaring (misalnya dengan alergen hirup


seperti tungau, kapuk, debu rumah, bulu kucing, tepung sari rumput, atau
alergen makanan seperti susu, telur, kacang, ikan).
b. Darah tepi : bila eosinofilia 5% atau 500/ml condong pada alergi. Hitung
leukosit 5000/ml disertai neutropenia 3% sering ditemukan pada alergi
makanan.
c. IgE total dan spesifik: harga normal IgE total adalah 1000u/l sampai umur 20
tahun. Kadar IgE lebih dari 30u/ml pada umumnya menunjukkan bahwa
penderita adalah atopi, atau mengalami infeksi parasit atau keadaan depresi
imun seluler.
d. Tes intradermal nilainya terbatas, berbahaya.
16
e. Tes hemaglutinin dan antibodi presipitat tidak sensitif.

a. Biopsi usus : sekunder dan sesudah dirangsang dengan makanan food chalenge
didapatkan inflamasi / atrofi mukosa usus, peningkatan limfosit intraepitelial
dan IgM. IgE ( dengan mikroskop imunofluoresen ).
b. Pemeriksaan/ tes D Xylose, proktosigmoidoskopi dan biopsi usus.
c. Diit coba buta ganda ( Double blind food chalenge ) untuk diagnosa pasti

2.2.4 Penatalaksanaan
a. Tindakan Emergency
 Bebaskan jalan nafas, kalau perlu di lakukan inkubasi
 Breathing : Berikan nafas buatan, bila penderita tidak bernafas spontan atau
pernafasan tidak adekuat
 Circulasi : Pasang infus bila keaadaan penderita gawat darurat dan perbaiki
perfusi jaringan.
b. Resusitasi
Setelah jalan nafas di bebaskan dan di bersihkan, periksa pernafasan dan nadi.
Infus dextrose 5% kec.15 – 20, nafas buatan, O2, hisap lendir dalam saluran
pernafasan, hindari obat – obatan depresan saluran nafas, kalau perlu respirator
pada kegagalan nafas berat. Hindari pernafasan buatan dari mulut ke mulut,
sebab racun orga fhosfat akan meracuni lewat mulut penolong. Pernafasan
buatan hanya di lakukan dengan meniup face masuk atau menggunakan alat bag

– valve – mask
c. Identifikasi penyebab
Bila mungkin lakukan identifikasi penyebab keracunan, tapi hendaknya usaha
mencari penyebab keracunan tidak sampai menunda usaha – usaha
penyelamatan penderita yang harus segera di lakukan.

d. Mengurangi absorbsi
Upaya mengurangi absorbsi racun dari saluran cerna di lakukan dengan
merangsang muntah, menguras lambung, mengabsorbsi racun dengan karbon
aktif dan membersihkan usus

17
e. Meningkatkan eliminasi
Meningkatkan eliminasi racun dapat di lakukan dengan diuresis basa atau asam,
dosis multipel karbon aktif, dialisis dan hemoperfus.

2.2.5. Analisa Data

a. Data Subjektif
Sesak nafas, mual muntah, meringis, gelisah, terdapat nyeri pada bagian perut, gatal-
gatal, dan batuk.

b. Data Objektif
Adanya kemerahan pada kulit, terlihat pucat, pembengkakan pada bibir, demam
(suhu tubuh diatas 37,5◦C

c. Diagnosa Keperawatan
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan berlebihan
2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan lesi dan cedera mekanik ( luka
akibat garukan)
3. Hipetermi berhubungan dengan proses inflamasi

18
d. Rencana Keperawatanan

Diagnosa Tujuan/Kriteria Hasil Intervensi

Kekurangan NIC : Fluid Management


volume cairan NOC Label : Fluid Balance 1. Pertahankan catatan intake
berhubungan dan output yang akurat
Kriteria hasil:
dengan 2. Monitoring position
kehilangan cairan  Urine output normal
hidrasi (kelembaban,
berlebihan sesuai dengan BB
membran mukosa, nadi
 Vital sign dalam rentang
adekuat, takanan darah
normal
ortostatik) jika diperlukan
 Tidak adanya tanda-
3. Monitoring vital sign
tanda dehidrasi
4. Monitoring masukan
(elastisitas turgor kulit baik,
makanan/ cairan dan
membran mukosa lembab, tidak
hitung intake kalori harian
ada rasa haus yang berlebihan)
5. Lakukan terapi IV

19
Diagnosa Tujuan/Kriteria Hasil Intervensi

6. Monitoring position nutrisi


7. Berikan cairan
8. Berikan cairan IV pada
suhu ruangan
9. Dorong intake cairan oral
10. Berikan pengganti
nasogastrik sesuai output
11. Dorong keluarga untuk
membantu pasien makan
12. Tawarkan snack (jus buah,
buah segar)
13. Kolaborasi dokter jika
tanda cairan berlebihan
muncul memburuk

Kerusakan NOC : Tissue Integrity: Skin and NIC : Pressure Ulcer


Integritas kulit Mucos prevention Wound care
berhubungan
Kriteria Hasil  Anjurkan pasien untuk
dengan lesi dan
 Tidak ada tanda-tanda menggunakan pakaian
cedera mekanik
infeksi yang longgar
(luka akibat
 Ketebalan dan tekstur  Jaga kulit agar tetap
garukan)
jaringan normal bersih dan kering

 Menunjukan pemahaman  Monitoring kulit akan

dan proses perbaiukan adanya kemerahan

kulit  Oleskan lotion atau

 Menunjukan terjadinya minyak/baby oil pada

proses penyembuhan daerah yang tertekan

luka  Memandikan pasien


dengan sabun dan air

20
hangat

21
Diagnosa Tujuan/Kriteria Hasil Intervensi

 Ajarkan pada keluarga


tentang luka dan
perawatan luka
 Monitoring status
nutrisi pasien

Hipetermi
Kriteria Hasil
berhubungan
 Suhu tubuh dalam rentan  Monitoring suhu
dengan proses
normal sesering mungkin
inflamasi
 Tidak ada perubahan  Monitoring warna dan
warna kulit suhu kulit
 Nadi dan RR dalam  Monitoring TD,Nadi
rentang normal dan RR
 Berikan antipiretik
 Selimuti pasien
 Kompres pasien pada
lipat paha dan aksila
 Monitoring suhu tiap 2
jam

22
BAB 3
KASUS SEMU

3.1 PENGKAJIAN
1. IDENTITAS KLIEN
Nama klien : Ny.H
Usia : 46 tahun
Jenis kelamin :
Perempuan

Tanggal masuk : 09 Maret 2021

No. Register : 090XXX

Diagnosa medik : Keracunan Makanan

2. KELUHAN UTAMA / ALASAN MASUK RS


Klien mengalami penurunan kesadaran yaitu somnolen, muntah setelah makan
tempe, pusing.

3. PENGKAJIAN PRIMER
a. AIRWAY
Terdapat sumbatan pada jalan nafas oleh sputum/lendir. RR : 30 x/ menit,
cepat dan dangkal

b. BREATHING
Pasien tidak mengalami gangguan pernafasan, Irama pernafasan : cepat,
Kedalaman : dangkal. RR : 30 x/ menit.

c. CIRCULATION
Tekanan Darah pasien : 90/60 mmHg (kuat dan regular), Nadi : 68
x/menit, capillary refill : <2 dtk, EKG menunjukkan sinus bradikardia.

d. DISABILITY
Reaksi pupil kiri/kanan (+) terhadap cahaya, besar pupil kanan 2/kiri 2.
Tingkat kesadaran somnolen.

23
4. PENGKAJIAN SEKUNDER
Pengkajian dilakukan anamnesa dengan keluarga klien

a. Riwayat Kesehatan Sekarang


Suami klien mengatakan bahwa klien muntah 4 jam yang lalu setelah
makan tempe bongkrek.

b. Riwayat Kesehatan Dahulu


suami klien mengatakan klien belum pernah dirawat dirumah sakit.

c. Riwayat Kesehatan Keluarga


Dalam keluarga klien tidak ada keluarga yang mempunyai keluhan yang sama
dengan klien.

d. Anamnesa singkat
Suami klien mengatakan bahwa klien tidak memiliki riwayat alergi.

e. Pemeriksaan head to toe


1) Kepala : mesosephal, klien berambut lurus dan panjang, dan
tidak rontok.
2) Mata : besar pupil kanan kiri 2 dan reaksi pupil keduanya (+) terhadap
cahaya kunjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik.
3) Telinga : bersih tidak terdapat serumen dan tidak mengalami gangguan
pendengaran
4) Hidung : Bentuk hidungnya simetris, tidak terdapat polip pada hidung.
5) Wajah : wajah klien tampak simetris.
6) Mulut : tampak hipersekrasi kelenjar ludah, mukosa mulut basah, bibir
basah.
7) Leher : Tidak terdapat pembesaran kelenjar tiroid
8) Dada : Simetris, tidak ada kelainan bentuk, RR 30 x/menit, cepat dan
dangkal, HR 68 x/menit, suara jantung s1 dan s2 tunggal.
9) Abdomen : tidak ada nyeri tekan pada abdomen, tidak asites, tidak ada
luka memar, peristaltik usus 8x/mnit, perkusi hipertimpani.
10) Ekstremitas : Tidak terdapat luka, capilari revil <2 akral hangat

24
11) Genetalia : Bersih tidak ada kelainan, Tidak terdapat luka/ulkus, tidak
terpasang kateter.

f. Pemeriksaan tanda-tanda vital:


Tekanan darah : 90/60 mmHg
BB : 54 kg (BB semula 55 kg)

Nadi : 68 x/ menit

RR : 30 x/menit

Suhu : 37 0C

25
3.2 ANALISA DATA

N HARI/TA
DAT PROBLEM ETIOLOGI
O NGGAL A

1. 09 DS: Bersihan jalan obstruksi jalan


MARET - nafas tidak efektif nafas
September DO:
2021
Terdapat sumbatan pada jalan nafas
oleh sputum/lendir.

Kesadaran : Somnolent

Nadi 68 x/mnt, Kuat, Reguler

RR : 30 x/mnt, Cepat dan


dangkal Hasil EKG: Sinus
Bradikardia
DS : Perubahan nutrisi Intake tidak
Ibu klien mengatakan klien makan kurang dari adekuat
tempe bongkrek saat dirumah, sudah kebutuhan tubuh
( Anoreksia, Mual
lebih dari empat jam sejak terakhir
dan Muntah )
makan.

Ibu klien mengatakan klien dirumah


sudah muntah satu kali.

Ibu klien mengatakan sebelumnya


klien merasa mual.

DO :
Penurunan berat

26
badan TD 100/60

RR : 30 x/mnt, Cepat dan dangkal

27
3.3 DIAGNOSA KEPERAWATAN

NO TGL / JAM DIAGNOS PRIORITA


A S
1 0 9 M A R E T Bersihan jalan nafas tidak efektif Potensial
berhubungan
2021
dengan obstruksi jalan nafas

2 09 MARET d e f i s i t nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh Aktual


2021 berhubungan dengan intake tidak adekuat
(

Anoreksia, Mual dan Muntah )

No. Diagnosa Tujuan keperawatan Intervensi


Kepera dan kriteria hasil
watan
1 Bersihkan Manajemen jalan nafas
jalan nafas
tidak efekifSe setelah dilakukan Observasi:
Tindakan keperawatan a. Identifikasi kemungkinan alergi-
selama 2x24 jam pasien alergi ,infeksi dan konta indikasi obat
dapat meningat status b. Monitor ttv dan nilai lab sebelum
pernafasan yang ade pemberian obat
kuat atau skala ringan c. Monitor efek terapeutik
dengan kriteria hasil: d. Mengatur posisi semi fowler
e.mengatur posisi postural draigne
 1.irama Terapeutik:
pernafassan a. Melakukan fisioterapi dada
normal b. Membersihkan secret dengan cara suction
 2. tidak ada sura c. menganjurkan untuk minum hangat
nafas seperti d. Menganjurkan minum 2500cc/hari
(ronchi,wezhing, Edukasi:
mengi)tambahan a. Mengajarkan batuk efektif

28
De defisit nutrisi Set setelah dilakukan
Manajemen nutrisi 1. Mengetahui
asuhan Observasi kekurangan
keperawatan - Identifikasi status nutrisi
selama 2x24 jam nutrisi 2. Agar dapat
diharapkan defisit - Monitor asupan dilakukan
nutrisi membaik makanan intervensi
dengan kriteria - Identifikasi makanan dalam
hasil: yang disukai pemberian
 Nafsu makan - Monitor berat badan makanan
membaik Terapeutik 3. Membantu
 Diare menurun - Lakukan oral hygiene dalam
 Bising usus sebelum makan jika identifikasi
membaik perlu malnutrisi

 Nyeri - Sajikan makanan protein- kalori

abdomen secara menarik dan 4. Meningkatka

menurun suhu yang sesuai n selera

Edukasi makan klien


5. Untuk
- Anjurkan posisi
meningkatkan
duduk, jika mampu
nafsu makan
Kolaborasi
6. Ahli gizi akan
- Kolaborasi
membantu
pemberian medikasi
klien memilih
sebelum makan (mis.
makanan
Pereda nyeri,
sesuai dengan
antiemefik) jika perlu
keadan
- Kolaborasi dengan
sakitnya, usia,
ahli gizi untuk
tinggi, berat
menentukan jumlah
badannya
kalori dan jenis
nutrien yang
dibutuhkan, jika perlu

29
Tindakan Keperawatan

Dedefisit nutrisi Defisit Nutrisi Ttd perawat


berhubungan - Memonitor asupan makanan
dengan mual - Memonitor berat badan
dan muntah - Melakukan oral hygiene sebelum makan
- Memfasilitasi diet makanan lunak
- Memberikan makanan tinggi kalori dan tinggi
protein
- Memberikan suplemen makanan
- Mengkolaborasikan pemberian medikasi,
antiemetic yaitu ondasetron 4mg/ 8 jam

Manajemen jalan nafas


Be bersihkan
a. Identifikasi kemungkinan alergi-alergi ,infeksi
jalan nafas
dan konta indikasi obat
tidak efekti b. Monitor ttv dan nilai lab sebelum pemberian obat
c. Monitor efek terapeutik
d. Mengatur posisi semi fowler
e.Mengajarkan batuk efektif
f.Melakukan fisioterapi dada
g.Membersihkan secret dengan melakukan suction
h.Menganjurkan minum hangat
I. Menganjurkan minum 2500cc/hari

30
I. Catatan Perkembangan Keperawatan

No. DX ( Tanggal Perkembangan Nama dan


waktu) (SOAP) TTD
Perawat
Selasa ,09 maret S: pasien mengatakan masih batuk
2021
Pukul 01.00 wib O: dada terasa nyeri dan sesak
1.
A: masalah belum teratasi

P: intervensi dilanjutkan.

Rabu,10 maret S: pasien mengatakan masih batuk


2021
Pukul 09.30 wib
O: nafas pasien normal dan sesak
berkurang

A: masalah belum teratasi.

P: intervensi dilanjutkan.

11 Maret 2021 Defisit nutrisi


2. (09.00)
S : Klien masih mengeluh mual muntah dan
tidak nafsu makan

O : BB klien 46 kg

A : Masalah defisit nutrisi belum teratasi

P : Intervensi di lanjutkan dengan:


- Memberikan diet makanan lunak
- Memberikan makanan tinggi kalori dan
tinggi protein
- Mengkolaborasikan pemberian
medikasi, antiemetic yaitu ondasetron

31
4mg/ 8 jam

12 Maret 2021
(13.00)
S : Klien tidak mengeluh mual dan nafsu
makan
Meningkat

O : BB klien 48kg

A : Masalah defisit nutrisi teratas

P : Intervensi di hentikan

32
BAB 4

PENUTUP

4.1 SIMPULAN
Alergi makanan adalah kumpulan gejala yang mengenai banyak organ dan
sistem tubuh yang ditimbulkan oleh alergi terhadap bahan makanan. Toleransi oral
yang tidak berkembang atau terganggu menyebabkan terjadinya respon alergi terhadap
allergen yang terdapata pada makanan yang dikonsumsi. Respon alergi tersebutbisa
dimediasi oleh immunoglobulin E (IgE), non-IgE, atau campuran yang bisa
menimbulkan gejala pada beberapa organ, bahkan sistemik pada seluruh tubuh.
Variasi gejala pada alergi makanan sangat luas dan tergantung dengan mekanisme
organ yang dikenai dimulai dari reaksi alergi ringan seperti gatal, hingga reaksi alergi
sistemik berpa anafilaksis.

Meningkatnya morbiditas dan mortalitas kasus alergi menyebabkan diagnosis


yang akurat dan tatalaksana yang tepat sangat dibutuhkan. Sebesar 30% anafilaksis
terjadi akibat adanya alergi makanan. Ketepatan penilaian dan penanganan segera
terhadap kejadian alergi makanan akan sangat memberikan prognosis yang baik. Oleh
karena itulah seorang perawat harus memiliki kompetensi dalam menangani dan
memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan alergi makanan.

4.2 SARAN
Diharapkan bagi pembaca atau perawat dapat meningkatkan pengetahuan
tentang asuhan keperwatan pada klien dengan alergi makanan dan
mengaplikasikannya secara cepat dan tepat

33
DAFTAR PUSTAKA

Bird JA, et al.,2015. Klinical Management of food allergy.


Alergy Clin Immunol Pratic. 3(1):1-11

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, volume
3,Jakarta:EGC

Chapman JA et al. 2006. Food allergy : A practice parameter. Annals of


allergy Asthma Immunol.

Dochterman, Joanne Mccloskey. 2000. Nursing Intervention Classification.


America : Mosby.

Smith, Kelly. 2010. Nanda Diagnosa Keperawatan. Yogyakarta: Digna Pustaka.


Swanson, Elizabeth. 2004. Nursing Outcome Classification. America: Mosby
Williams,Lipincott & Wilkins.2011.Nursing: Memahami Berbagai Macam
Penyakit.Jakarta:Indeks

34

Anda mungkin juga menyukai