Anda di halaman 1dari 59

PENGARUH TAX PLANNING, EXCHANGE RATE, DAN

BONUS PLAN TERHADAP TRANSFER PRICING

(Studi Empiris Pada Perusahaan Pertambangan Pada Tahun 2016-2020)

Usulan Penelitian

Disusun sebagai Salah Satu Syarat Untuk

Memperoleh Gelar Sarjana Akuntansi (S, Ak)

Disusun Oleh :
Ade Rama Wibowo
NIM.5552170086

JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA


2021
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI

i
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................1
A. Latar Belakang.........................................................................................................1
B. Rumusan Masalah..................................................................................................11
C. Tujuan Penelitian...................................................................................................11
D. Manfaat Penelitian.................................................................................................11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................................13


A. Landasan Teori......................................................................................................13
1. Agency Theory (Teori Agensi)..........................................................................13
2. Teori Akuntansi Positif.....................................................................................13
3. Transfer Pricing................................................................................................16
4. Tax Planning.....................................................................................................19
5. Exchange Rate..................................................................................................20
6. Bonus Plan........................................................................................................21
B. Penelitian Terdahulu..............................................................................................22
C. Pengembangan Hipotesis.......................................................................................29
1. Pengaruh Tax Planning Terhadap Transfer Pricing..........................................29
2. Pengaruh Exchange Rate Terhadap Transfer Pricing.......................................31
3. Pengaruh Bonus Plan Terhadap Transfer Pricing.............................................32
D. Model Penelitian....................................................................................................34

BAB III METODOLOGI PENELITIAN.........................................................................35


A. Jenis Penelitian......................................................................................................35
B. Populasi dan Sampel..............................................................................................35
C. Jenis dan Sumber Data...........................................................................................37
1. Jenis dan Sumber Data.......................................................................................37
2. Teknik Pengumpulan Data.................................................................................37
D. Variabel Operasional dan Penelitian......................................................................38
1. Variabel Dependen............................................................................................38
2. Variabel Independen.........................................................................................39
E. Analisis Data..........................................................................................................44
1. Analisis Deskriptif............................................................................................44

i
2. Uji Asumsi Klasik.............................................................................................44
F. Uji Hipotesis..........................................................................................................48
1. Analisis Regresi Linier Berganda.....................................................................48
2. Koefisien Determinasi......................................................................................48
3. Uji Statistik F (F-test).......................................................................................49
4. Uji Statstik t (T-test).........................................................................................49

ii
iii
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu.............................................................................23

Tabel 3.1 operasional variabel penelitian................................................................

iv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Model Penelitian................................................................................34

v
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Fenomena globalisasi yang terjadi membawa suatu dampak yang

berpengaruh disegala bidang salah satunya perkembangan dan kemajuan di bidang

ekonomi dan bisnis. Globalisasi ekonomi membawa dampak semakin

berkembangnya transaksi internasional. Perkembangan perekonomian, teknologi,

transportasi dan informasi memberikan suatu pengaruh yang besar bagi pola

bisnis dan perilaku para pemilik bisnis. Meningkatnya suatu perkembangan

teknologi maupun informasi serta terbukanya perekonomian negara akan

memberikan suatu peluang bagi perusahaan untuk mengembangkan usahanya

dengan cara membuka cabang atau anak perusahaan di luar negeri. Hal ini juga

memberikan dampak yang sangat berpengaruh terhadap suatu pola bisnis dan

perilaku pemilik bisnis.

Para pemilik bisnis nantinya akan membentuk suatu perusahaan

multinasional melalui anak perusahaan dan cabang perusahaan untuk

mengembangkan bisnis di beberapa negara dengan melakukan berbagai investasi

dan transaksi yang berskala internasional. Saraswati dan Sujana, (2017)

menyatakan bahwa perusahaan multinasional melakukan transaksi dengan

perusahaan yang memiliki hubungan istimewa yang berada di negara lain dengan

tujuan menurunkan jumlah pajak yang dibayar oleh suatu perusahaan. Sehingga

Para pemilik bisnis dapat membuat suatu perusahaan multinasional yang akan

membentuk suatu cabang atau anak perusahaan yang nantinya akan memperluas

1
2

unit bisnis pada berbagai negara dengan menjalankan berbagai investasi dan

transaksi yang berskala internasional. Perusahaan multinasional juga akan

dihadapkan dengan permasalahan mengenai perbedaan tarif pajak yang berlaku di

setiap negara. Hal tersebut akan menimbulkan adanya perilaku praktik transfer

pricing. Transfer pricing adalah suatu kebijakan perusahaan dalam menentukan

harga transfer suatu transaksi baik itu barang, jasa, harta tak berwujud, atau pun

transaksi keuangan yang dilakukan oleh perusahaan (Maffuchan, 2013).

Sedangkan Menurut Setiawan, (2014), Transfer Pricing (penentuan harga

transfer) adalah kebijakan perusahaan dalam menentukan harga transfer suatu

transaksi baik itu barang, jasa, harta tak berwujud, ataupun transaksi finansial

yang dilakukan oleh perusahaan antara pihak-pihak yang mempunyai hubungan

istimewa, Dalam lingkungan perusahaan multinasional akan timbul transaksi

hubungan istimewa dimana terjadi transaksi antar sesama anggota perusahaan atau

dalam satu grup (intra-group transaction). Kurniawan (2015) mengungkapkan

Kenyataannya sebagian besar transaksi perdagangan internasional saat ini

melibatkan perusahaan multinasional dalam satu grup (intra-group transactions).

Suatu tindakan Transfer pricing yang dikelompokan menjadi dua yaitu intra-

company transfer pricing dan inter-company transfer pricing. intra-company

transfer pricing ialah merupakan penentuan harga transfer yang dilakukan oleh

antar divisi dalam suatu perusahaan sedangkan inter-company transfer pricing

merupakan penentuan harga transfer antara dua perusahaan yang mempunyai

hubungan istimewa, perusahaan multinasional melakukan transaksi yang dimana

perusahaan tersebut memiliki hubungan istimewa dengan perusahaan yang berada


3

di negara lain dengan tujuan menurunkan jumlah pajak yang dibayar oleh suatu

perusahaan, Perusahaan melakukan transaksi nya dalam bentuk memindahkan

kekayaan ke perusahaan yang berada dinegara lain untuk menurunkan laba

sehingga dapat mengurangi beban pajak grup perusahaan.

Menurut Setiawan (2014) istilah transfer pricing dikonotasikan dengan

sesuatu yang tidak baik sering disebut (abuse of transfer pricing), yaitu suatu

pengalihan penghasilan dari suatu perusahaan dalam suatu negara dengan tarif

pajak yang lebih tinggi ke perusahaan lain dalam satu grup di negara dengan tarif

pajak yang lebih rendah sehingga mengurangi total beban pajak grup perusahaan

tersebut. Sedangkan Menurut Refgia et al, (2016) Perusahaan multinasioal dapat

memanfaatkan celah peraturan perpajakan dengan melakukan transfer pricing

untuk mengurangi pajak dengan cara pengalokasian laba dari perusahaan ke anak

perusahaan yang memiliki beban pajak yang lebih rendah.

Dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 18 Ayat (4) huruf a

mengatakan bahwa hubungan istimewa dianggap ada apabila wajib pajak

mempunyai penyertaan modal langsung atau tidak langsung paling rendah 25%

(dua puluh lima persen) pada wajib pajak lain; hubungan antara wajib pajak

dengan penyertaan paling rendah 25% (dua puluh lima persen) pada dua wajib

pajak atau lebih; atau hubungan di antara dua wajib pajak atau lebih yang disebut

terakhir. Sedangkan menurut PSAK 7, pihak-pihak yang dianggap mempunyai

hubungan istimewa bila satu pihak mempunyai kemampuan untuk mengendalikan

pihak lain atau mempunyai pengaruh signifikan atas pihak lain dalam mengambil

keputusan keuangan dan operasional. Apabila entitas induk, entitas anak, dan
4

entitas anak berikutnya saling berkaitan dengan entitas lainya dan disebut dengan

hubungan istimewa Hubungan istimewa dapat mengakibatkan ketidakwajaran

harga, biaya, atau imbalan lain yang direalisasikan dalam suatu transaksi usaha

Ratna dan Raden, (2018).

Selain Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 18 Ayat (4) regulasi

perpajakan lainya yang mengatur tentang transfer pricing yaitu Peraturan Dirjen

Pajak Nomor 32 tahun 2011 yang mengatur suatu transaksi dimana dalam

penerapan nya memperhatikan kewajaran dan kelaziman usaha bagi wajib pajak

dengan pihak yang mempunyai hubungan istimewa, transaksi yang dilakukan

merupakan harga transfer yang dilakukan oleh Wajib Pajak Dalam Negeri

maupun Bentuk Usaha Tetap di Indonesia dengan Wajib Pajak Luar Negeri diluar

indonesia.

Praktik transfer pricing juga menimbulkan berbagai permasalahan dan

kerugian bagi sejumlah pihak. Negara contohnya, dalam skema transaksi transfer

pricing akan mengakibatkan berkurangnya potensi penerimaan pajak negara,

karena dalam hal ini perusahaan multinasional lebih mengalihkan kewajiban

pembayaran pajaknya dari negara-negara yang memiliki tarif pajak tinggi (high

tax countries) ke negara-negara yang menerapkan tarif pajak rendah (low tax

countries). Lalu jika dilihat dari suatu unit bisnis menurut pendapat Marfuah &

Azizah, (2014) Perusahaan akan lebih cenderung meminimalkan biaya-biaya (cost

efficiency) termasuk di dalamnya meminimalisasi pembayaran pajak perusahaan

(corporate income tax). Sehingga kegiatan transfer pricing akan mengakibatkan

potensi pendapatan penerimaan suatu negara berkembang menurun dalam sektor


5

pajak, sedangkan pajak merupakan salah satu sumber utama penerimaan negara

bahkan di beberapa negara berkembang 80% dari total penerimaan negara berasal

dari pajak. Hal ini dapat berdampak buruk jika tidak ada upaya pencegahan dan

kordinasi antar negara dalam penindakan transfer pricing.

Fenomena praktik transfer pricing juga sering kerap terjadi di indonesia

meskipun indonesia telah memiliki peraturan terkait transfer pricing sejak lama,

akan tetapi peraturan yang ada belum dapat bekerja secara efektif dalam mencegah

praktik transfer pricing yang dapat merugikan penerimaan pajak Negara, Pada tahun

2018 kasus transfer pricing meningkat cukup signifikan dibandingkan pada tahun

2017 dalam laporan yang mencakup 89 yurisdiksi, 2018 mutual agreement

procedure (MAP) Statistics, OECD mencatat jumlah sengketa transfer pricing

baru naik 20%. Jumlah ini lebih tinggi dibandingkan dengan sengketa lainya yang

hanya pada kisaran 10%, hampir 75% dari kasus MAP yang diselesaikan dengan

kesepakatan perpajakan penuh atau sebagian tidak sesuai dengan perjanjian pajak,

5% di anataranya diberikan keringanan sepihak dan 5% diselesaikan melalui

domestic remedy dikutip (Bisniscom) Rabu (18/9/20).

Kasus penghindaran pajak dengan menggunakan praktik transfer pricing ini

pernah terjadi pada perusahaan yang ada di indonesia, PT Adaro Energy (ADRO)

dengan perusahaan afiliasi yang berada di Singapura yaitu pada perusahaan

Coaltrade Service International, Dalam laporan Global Witness (2019) jaringan

perusahaan luar negri PT. Adaro melakukan nya dengan 2 cara, yang pertama

Perusahaan tersebut menjual batu bara yang berada di indonesia dengan harga

yang rendah kepada PT Adaro Energy (ADRO) dan dijual kembali oleh anak
6

perusahaan tersebut dengan harga lebih tinggi, dimana 70% batu bara yang dijual

Coaltrade Service International merupakan hasil tambang batu bara PT Adaro di

indonesia, Kedua Coaltrade Service International menerima komisi dari pihak

ketiga komisi penjualan batu bara tersebut bernilai sekitar 4 juta dolar AS

Pertahun sebelum tahun 2009, sedangkan pada 2009-2017 menjadi 55 Juta dolar

AS pertahun. Dikutip (Tirto.id 6 juli 2019)

Dalam hal itu keuntungan anak perusahaan PT Adaro Energy (ADARO)

yaitu Coaltrade Service International mengalami suatu peningkatan keuntungan

dimana pajak yang dikenakan dengan tingkat rata-rata hanya sebesar 10%.

Keuntungan dari komisi penjulan yang berasal dari perdagangan batu bara Adaro

yang ditambang di indonesia seharusnya dapat dikenakan pajak di Indonesia

dengan tingkat pajak yang tinggi yaitu 50%. Sehingga dalam skema yang

dilakukan oleh membuat perusahaan tersebut hanya membayar pajak sebesar US$

125 juta dolar lebih rendah daripada yang seharusnya di bayarkan di Indonesia,

Menurut Stuart McWilliam, Manajer Kampanye Perubahan Iklim untuk Global

Witness yang dikutip oleh CNBC Indonesia (2019),

PT. Adaro Tbk membayar 33 juta dolar AS untuk menyelesaikan sengketa

dengan otoritas pajak Indonesia terkait bisnis mereka dengan Coaltrade Service

International, serta sebagian besar keuntungan yang terdaftar di singapura juga

telah dipindahkan ke salah satu anak perusahaan PT. Adaro yang berada di

Mauritius dimana perusahaan tersebut tidak dikenakan pajak apapun sebelum

tahun 2017 dan mungkin hingga sekarang. PT. Adaro baru-baru ini telah

mengakuisisi sebuah perusahaan dikawasan tax haven country di Malaysia yang


7

merupakan surge pajak, Labuan dan perusahaan tersebut telah digunakan untuk

membeli sejumlah besar saham perusahaan tambang batu bara yang berada di

Australia.

Dalam fenomena transfer pricing PT Adaro Tbk tersebut menunjukan

bahwa dilakukanya untuk suatu tindakan penghindaran pajak. Karena dalam hal

tersebut perusahaan berusaha memindahkan keuntungannya ke negara yang

memiliki tarif pajak yang rendah (tax haven country) sehingga nantinya dapat

mengurangi beban pajak yang seharusnya dibayarkan. Namun dalam praktek

transfer pricing jika dalam pelaksanaan nya tidak tepat dapat menyebabkan suatu

kerugian bagi perusahaan karena dapat berhadapan dengan hukum akibat kasus

penggelapan pajak ataupun penghindaran pajak serta dapat mengalami suatu

kerugian perusahaan di karenakam bertambahnya besaran pajak yang harus

dibayar dan ditanggung.

Tranfer pricing erat kaitannya dengan pajak, dari segi empiris pun,

penelitian mengenai perilaku transfer pricing yang dipengaruhi motivasi pajak

telah dilakukan oleh penelitian Jafri dan Mustikasari (2018) dengan judul

pengaruh perencaan pajak, tunneling incentive dan aset tidak berwujud terhadap

perilaku transfer pricing yang menyatakan bahwa perusahaan multinasional

melakukan transaksi dengan perusahaan yang memiliki hubungan istimewa yang

berada di negara lain dengan tujuan menurunkan jumlah pajak yang dibayar oleh

suatu perusahaan. Sedangkan menurut Beatrice Kebwaro (2014) perencanaan

pajak sangat berpengaruh dalam melakukan transfer pricing dikarenakan

perusahaan multinasional akan akan menetapkan harga transfer untuk


8

memungkinkan pihak –pihak yang saling terkait mengalihkan pendapatan dari

yurisdiksi pajak tinggi ke yurisdiksi pajak rendah.

Hal ini sejalan dengan penelitian R. A. Sasqia Maharani Surbakti,et all

(2020), perencanaan pajak berpengaruh terhadap keputusan Transfer Pricing yang

dimana perusahaan akan melakukan transaksi harga transfer dengan perusahaan

yang berafiliasi diluar negeri dengan menggeser keuntungan perusahaan dengan

negara yang tarif pajaknya lebih rendah. Namun dalam penelitian yang dilakukan

Mispiyati (2015) dan Marisa (2017) perusahaan akan menggunakan metode lain

selain transfer pricing untuk memaksimalkan beban pajak yang dibayarkan.

Dimana perusahaan akan mengukur seberapa baik sebuah perusahaan mengelola

pajaknya adalah dengan melihat tarif efektifnya

Selain pajak, transfer pricing juga dipengaruhi oleh Exchange rate atau

nilai tukar adalah harga mata uang satu negara dalam satuan mata uang lainnya. Arus

kas perusahaan multinasional didenominasikan dalam beberapa mata uang dimana

nilai setiap mata uang relatif kepada nilai dolar akan berbeda seiring dengan

perbedaan waktu. Nilai tukar yang berbeda-beda inilah yang nantinya akan

mempengaruhi praktik transfer pricing pada perusahaan multinasional. Hasil

penelitian mengenai pengaruh exchange rate terhadap transfer pricing yang

dilakukan Pratiwi (2018) serta Rihhadatul Aisy Prananda (2020) mengatakan

bahwa exchange rate tidak berpengaruh terhadap transfer pricing, Hal ini tidak

sejalan dengan penelitian yang dilakukakan Ayshinta dkk, (2019) yang

menemukan bahwa exchange rate berpengaruh signifikan secara positif terhadap

transfer pricing.
9

Exchange rate dapat berpengaruh terhadap keputusan perusahaan untuk

menerapkan Transfer Pricing. Yang apabila rasio laba/rugi selisih kurs terhadap

laba/rugi sebelum pajak suatu perusahaan memiliki nilai yang besar, maka hal itu

akan membuat perusahaan memutuskan untuk menerapkan transfer pricing (Rina

Tjandrakirana, 2020). nilai tukar akan berpengaruh signifikan pada keputusan

transfer perusahaan, hal ini terjadi dikarenakan perusahaan-perusahaan akan

menghadapi resiko nilai tukar, sehingga mereka akan mencoba mengurangi risiko

nilai tukar dengan memindahkan dana ke mata uang yang lebih kuat melalui harga

transfer (Diah Kumala Devi,Trisni Suryarini, 2020).

Keputusan perusahaan dalam melakukan transfer pricing juga dipengaruhi

oleh bonus plan (mekanisme bonus) pada perusahaan. Bonus adalah apresiasi

yang diberikan oleh pemilik perusahaan kepada manajer apabila target laba

perusahaan terpenuhi, Untuk memaksimalkan bonus, manajer cenderung

memaksimalkan laba bersih. Hal ini sesuai dengan bonus plan hypothesis dimana

manajer akan menggunakan prosedur akuntansi dengan menaikkan laba

perusahaan secara kesuluruhan dengan menggunakan transfer pricing, sehingga

semakin tinggi laba yang diperoleh semakin tinggi juga apresiasi yang yang

diberikan oleh pemilik kepada direksi (Saraswati & Sujana, 2017).

Dalam penelitian yang dilakukan Khaerul Amanah, Nanang Agus Suyono

(2020) membuktikan bahwa mekanisme bonus tidak perpengaruh terhadap

transfer pricing. Bonus yang didapat ditentukan pula oleh kinerja yang dihasilkan,

dalam hal ini adalah presentase laba, Jika profitabilitas meningkat, maka bonus

yang didapatkan juga akan meningkat, hal ini sejalan dengan penelitian
10

Rihhadatul ‘Aisy Prananda dan Dedik Nur Triyanto (2020), Sulistyowati dan R

Kananto (2018) , serta Rizky Enda Mulyanah dan Zulfa Rosharlianti (2021) yang

dalam penelitianya menyatakan mekanisme bonus tidak berpengaruh positif

terhadap melakukan transfer pricing.

Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian Rihhadul Aisy Prananda

(2020), yang membedakan penelitian ini dengan sebelumnya ialah mengganti

variabel independen Beban Pajak dengan Tax Planning alasan mengganti variabel

tersebut adalah menguji variabel Tax Planning pada transfer pricing, dikarenkan

Tax Planning sering digunakan perusahaan multinasional untuk melakukan

pengindaran pajak, serta Tax planning merupakan cara legal yang dapat diambil

oleh wajib pajak untuk mengefisienkan jumlah pajak yang akan dibayar oleh

negara. Tax planning dalam penelitian ini diukur dengan proksi Cash ETR

(Effective Tax Rate) , dan mengubah metode analisis regresi logistik dengan

analisisis regresi linear berganda, serta transfer pricing menggunakan metode laba

bersih transaksional (transactional net margin method) dengan menghitung ROA

(Return On Asset).

Perusahaan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan

pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2016 hingga

2020. Sektor pertambangan dipilih sebagai objek penelitian karena merupakan

sektor yang terindikasi sering melakukan penghindaran pajak dengan metode

transfer pricing. Adanya indikasi melakukan transaksi afiliasi dengan cara

memperkecil harga jual dan harga beli. Dengan antara beberapa sektor usaha

unggulan yang ada pada sektor pertambangan.


11

Sesuai dengan uraian latar belakang diatas, Maka penelitian diberi judul

“Pengaruh Tax planning, Exchange rate, dan Bonus Plan terhadap transfer

pricing (Studi Empiris pada Perusahaan Pertambangan yang terdaftar di

Bursa Efek Indonesia Tahun 2016-2020)”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah:

1. Apakah tax planning berpengaruh terhadap keputusan perusaahaan

melakukan transfer pricing?

2. Apakah exchange rate berpengaruh terhadap keputusan perusahaaan

melakukan transfer pricing?

3. Apakah bonus plan berpengaruh terhadap keputusan perusahaaan

melakukan transfer pricing?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui pengaruh Tax Planning terhadap keputusan perusahaan

melakukan Transfer Pricing.

2. Untuk mengetahui pengaruh Exchange Rate terhadap keputusan

perusahaan melakukan Transfer Pricing

3. Untuk mengetahui pengaruh Bonus Plan terhadap keputusan perusahaan

melakukan Transfer Pricing

D. Manfaat Penelitian
12

1. Manfaat Akademik

Sebagai masukan atau sebagai bahan kajian untuk melakukan penelitian

selanjutnya yang berkaitan dengan variabel yang ada dalam penelitian ini, Dan

sebagai implementasi peneletian yang menjadi syarat menyelesaikan tugas akhir

atau yang disebut skripsi, Penelitian ini menambah studi literatur mengenai

transfer pricing dapat membantu mereka dalam memahami mekanisme transfer

pricing. Selain itu penelitian ini diharapkan dapat memberikan ide dan gagasan

untuk penelitian penelitian berikutnya yang berkaitan dengan transfer pricing.

2. Manfaat Praktik

Memberikan kontribusi pemikiran dan memberikan masukan serta gagasan

sebagai bahan kajian untuk melakukan penelitian selanjutnya dan sebagai bahan

pembanding dalam membuat keputusan oleh lembaga yang berwenang.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Agency Theory (Teori Agensi)

Teori agensi merupakan suatu teori yang menyebutkan bahwa ada perbedaan

kepentingan antara pemilik (principal), manajer perusahaan (agen) dan karyawan

perusahaan. Kemudian akan menimbulkan pertentangan antara kepentingan

individu dengan kepentingan perusahaan. Menurut Herman dalam Hartati

Desmiyati dan Julita (2015) masalah keagenan muncul dikarenakan tindakan

oputunistik yang dilakukan manajer selaku (agent) yaitu tindakan manajemen

untuk mensejahterakan kepentingan sendiri yang berlawanan dengan kepentingan

pemegang saham (pricipal). Terdapat dua kepentingan yang berbeda di dalam

perusahaan antara agen dan principal, dimana kedua pihak berusaha untuk

mencapai atau mempertahankan tingkat kemakmuran masing-masing sesuai yang

mereka hendaki.

Konflik Agensi timbul akibat adanya asimetri informasi antara pemilik, dan

manajer perusahaan dimana tujuan individu cenderung selalu diprioritaskan oleh

manajer daripada tujuan perusahaan. Dengan adanya wewenang yang diberikan

oleh pemegang saham kepada manajer, maka aktiva dari entitas dikelola oleh

manajer sehingga manajer memiliki kesempatan untuk melakukan transaksi

hubungan istimewa untuk melakukan manajemen pajak.

Menurut PSAK No.7 Tahun 2010 pihak yang memiliki hubungan istimewa

adalah pihak yang memiliki kendali atas pihak lain atau pihak yang dapat

13
14

mempengaruhi pengambilan keputusan transaksi antara pihak yang memiliki

hubungan istimewa dilihat sebagai transaksi yang opportunis dan dapat menyebabkan

gesekan kepentingan antara pihak yang bertransaksi. Transaksi antar pihak yang

berhubungan istimewa disebut transfer pricing yang digunakan untuk tujuan

memaksimalkan laba perusahaan. Apabila agen memanfaatkan asimetri informasi

untuk mengelabuhi principal dan memaksimalkan kepentingan pribadi melalui

transfer pricing, maka terdapat kemungkinan bahwa agen melakukan transfer pricing

melalui manipulasi untuk meminimalkan pajak atau transaksi dengan harga yang

tidak wajar.

2. Teori Akuntansi Positif

Teori akuntansi positif berfungsi menjelaskan suatu prosedur akuntansi yang

dipilih manajer sehinnga dapat memaksimalkan laba untuk mengejar bonus yang

ditetapkan oleh pemilik perusahaan. Jika bonus yang diterima oleh manajer

didasarkan atas pencapaian laba perusahaan secara kesuluruhan maka logis bila

manejer melaporkan laba bersih setinggi mungkin. Teori Akuntansi Positif

menyediakan seperangkat prinsip yang luas agar dapat menjelaskan, yang berarti

memberi jawaban terhadap praktik akuntansi yang berlaku serta dapat

memprediksi fenomena yang terjadi (Hery, 2017)

Teori akuntansi merupakan usaha untuk menjelaskan fenomena akuntansi

yang diamati berdasrkan pada alasan-alasan yang menyebabkan terjadinya

peristiwa. Teori akuntansi positif yang dimaksudkan untuk menjelaskan dan

memprediksi konsekuensi yang terjadi jika manajer menentukan pilihan tertentu.

Penjelasan dan prediksi dalam teori akuntansi positif didasarkan pada proses
15

kontrak atau hubungan keagenan antara manajer dengan kelompok lain seperti

investor, kreditor, auditor, pihak pengelola pasar modal dan institusi pemerintah

(Watt dan Zimmerman, 1986) dalam (Herdawati, 2015). Positive accounting

theory dalam fenomena perilaku opurtunistik manajer memiliki 3 hipotesis

perilaku oportunistik manajer yaitu:

a. Bonus Plan Hypothesis, menyatakan bahwa rencana bonus atau kempensasi

manajerial akan cenderung memilih dan menggunakan metode-metode

akuntansi yang akan membuat laba yang dilaporkan menjadi lebih tinggi.

b. Debt (Equity) Hypothesis, menyatakan bahwa perusahaan yang mempunyai

rasio antara utang dan ekuitas lebih besar, cenderung memilih dan

menggunakan metode-metode akuntansi dengan laporan laba yang lebih

tinggi serta cenderung melanggar perjanjian utang apabila ada manfaat dan

keuntungan tertentu yang dapat diperolehnya.

c. Political Cost Hypothesis, menyatakan bahwa perusahaan cenderung memilih

dan menggunakan metode-metode akuntansi yang dapat memperkecil atau

memperbesar laba yang dilaporkannya. Konsep ini membahas bahwa manajer

perusahaan cenderung melanggar regulasi pemerintah, seperti undang-undang

perpajakan, apabila ada manfaat dan keuntungan tertentu yang dapat

diperolehnya, Manajer akan mempermainkan laba agar kewajiban

pembayaran tidak terlalu tinggi sehingga alokasi laba sesuai dengan kemauan

perusahaan.
16

Teori akuntansi positif dalam bonus plan hypothesis menjelaskan bahwa

perusahaan yang memiliki kebijakan program bonus maka akan cenderung untuk

memilih metode akuntansi yang dapat melaporkan laba bersih pada periode

berjalan lebih tinggi agar tujuan mencapai bonus yang tinggi dapat terpenuhi yang

salah satunya dapat dilakukan dengan skema transfer pricing. Hipotesis rencana

bonus dalam teori akuntansi positif digunakan dalam penelitian ini untuk

menjelaskan hubungan antara bonus plan terhadap transfer pricing, yang dimana

manajemen akan menargetkan bonus yang besar dan harus diperoleh, maka

manajemen akan melakukan upaya lebih besar untuk memperoleh laba yang

tinggi (Uswatun khasanah, 2020)

3. Transfer Pricing

a. Definisi Transfer

Transfer pricing adalah suatu kebijakan perusahaan dalam menentukan harga

transfer suatu transaksi baik itu barang, jasa, harta tak berwujud, atau pun

transaksi financial yang dilakukan oleh perusahaan. Terdapat dua kelompok

transaksi dalam transfer pricing, yaitu intra-company dan inter-company transfer

pricing. Intra-company transfer pricing merupakan transfer pricing antar divisi

dalam satu perusahaan. Sedangkan inter-company transfer pricing merupakan

transfer pricing antara dua perusahaan yang mempunyai hubungan istimewa.

Transaksinya sendiri bisa dilakukan dalam satu Negara (domestic transfer

pricing), maupun dengan Negara yang berbeda (internasional transfer pricng).

Transfer pricing juga sering dikonotasikan dalam perspektif perpajakan,

merupakan suatu kebijakan harga dalam transaksi yang dilakukan oleh pihak
17

pihak yang mempunyai hubungan istimewa. Akan tetapi, istilah transfer pricing

sering dikonotasikan sebagai sesuatu yang tidak baik dan bermakna “peyorativ”.

(Abuse of transfer pricing) sering dikaitkan sebagai makna dari peyoratif yang

dimana perusahaan akan mengalihkan atas penghasilan kena pajak (taxation

income) dari suatu perusahaan multinasional ke negara-negara yang tarif pajaknya

rendah. Hal ini dilakukan dalam rangka untuk mengurangi total beban pajak dari

grup perusahaan nasional tersebut (Hubert dalam dalam Mispiyanti, 2015)

b. Tujuan Transfer Pricing

Dalam Buku Transfer Pricing (Darussalam dkk, 2013) menjelaskan bahwa

secara konsep transfer pricing dapat diaplikasikan untuk tiga tujuan yang berbeda.

1. Dari sisi hukum perseroan, transfer pricing dapat digunakan sebagai alat

untuk meningkatkan efisiensi dan sinergi antara perusahaan dengan

pemegang sahamnya.

2. Dari sisi akuntansi manajerial, transfer pricing dapat digunakan untuk

memaksimumkan laba suatu perusahaan melalui penentuan harga barang atau

jasa oleh suatu unit organisasi dari suatu perusahaan kepada unit organisasi

lainnya dalam perusahaan yang sama.

3. Dari perspektif perpajakan Transfer Pricing adalah suatu kebijakan harga

dalam transaksi yang dilakukan oleh pihak-pihak yang mempunyai hubungan

istimewa.

c. Metode Transfer Pricing

Menurut Peraturan Direktorat Jenderal Pajak PER-32/PJ/2011 tentang


18

Perubahan atas Peraturan Direktur Jendral Pajak Nomor PER-43/PJ/2010 tentang

Penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha dalam Transaksi 17 antara

Wajib pajak dengan Pihak yang Mempunyai Hubungan Istimewa, terdapat lima

metode yang dapat digunkan dalam pengujian transaksi transfer pricing di

Indonesia. Kelima metode tersebut adalah :

1. Metode Perbandingan Harga (Comparable Uncontrolled Price/CUP)

Metode ini membandingkan harga transaksi dari pihak yang ada hubungan

istimewa tersebut dengan harga transaksi barang sejenis dengan pihak yang tidak

mempunyai hubungan istimewa (pembanding independen), baik itu internal CUP

maupun eksternal CUP. Metode ini sebenarnya merupakan metode yang paling

akurat, tetapi yang sering menjadi permasalahan adalah mencari barang yang

benar-benar sejenis.

2. Metode Harga Penjualan Kembali (Resale Price Method/RPM)

Metode ini digunakan dalam hal wajib pajak bergerak dalam bidang usaha

perdagangan, di mana produk yang telah dibeli dari pihak yang mempunyai

hubungan istimewa dijual kembali (resale) kepada pihak lainnya (yang tidak

mempunyai hubungan istimewa). Harga yang terjadi pada penjualan kembali

tersebut dikurangi dengan laba kotor (mark up) wajar sehingga diperoleh harga

beli wajar dari pihak yang mempunyai hubungan istimewa.

3. Metode Biaya-Plus (Cost Plus Method)

Metode ini dilakukan dengan menambahkan tingkat laba kotor wajar yang

diperoleh perusahaan yang sama dari transaksi dengan pihak yang tidak

mempunyai hubungan istimewa atau tingkat laba kotor wajar yang diperoleh
19

perusahaan lain dari transaksi sebanding dengan pihak yang tidak mempunyai

hubungan istimewa dan umumnya digunakan pada usaha pabrikasi.

4. Metode Pembagian Laba (Profit Split Method/PSM)

Metode ini dilakukan dengan mengidentifikasi laba gabungan atas transaksi

afiliasi yang akan dibagi oleh pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa

tersebut dengan menggunakan dasar yang dapat diterima secara ekonomi yang

memberikan perkiraan pembagian laba yang selayaknya akan terjadi dan akan

tercermin dari kesepakatan antar pihak-pihak yang tidak mempunyai hubungan

istimewa, dengan menggunakan Metode Kontribusi (Contribution Profit Split

Method) atau Metode Sisa Pembagian Laba (Residual Profit Split Method).

5. Metode Laba Bersih Transaksional (Transactional Net Margin Method)

Metode ini dilakukan dengan membandingkan persentase laba bersih operasi

terhadap biaya, terhadap penjualan, terhadap aktiva, atau terhadap dasar lainnya

atas transaksi antara pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa dengan

persentase laba bersih operasi yang diperoleh atas transaksi sebanding dengan

pihak lain yang tidak mempunyai hubungan istimewa atau persentase laba bersih

operasi yang diperoleh atas transaksi sebanding yang dilakukan oleh pihak yang

tidak mempunyai hubungan istimewa lainnya


20

4. Tax Planning

Tax Planning merupakan upaya wajib pajak mendapat penghematan pajak

(tax saving) melalui prosedur penghindaran pajak (tax avoidance) secara

sistematis sesuai ketentuan UU Perpajakan. Pajak erat kaitannya dengan transfer

pricing, perusahaan melakukan transfer picing untuk meminimalkan beban

pajak yang dibayar perusahan, tax planning (perencanaan pajak) umumnya

merupakan suatu rekayasa usaha dan transaksi wajib pajak yang dalam

jumlahnya minimal akan tetapi masih dalam satu lingkup peraturan perpajakan.

Pada tahap perencanaan pajak ini bertujuan agar dapat menentukan jenis

pilihan tindakan penghematan pajak yang dilakukan, fungsi dari perencanaan

pajak juga dapat diartikan sebagai manajemen dalam suatu seni perencanaan,

pengarahan, pengorganisasian, dan pengendalian penggunaan sumber daya

untuk mencapai tujuan kinerja perusahaan. sedangkan manajemen perpajakan

dilakukan secara kompherenshif oleh seorang manajer pajak di suatu perusahaan

atau organisasi sehingga dapat dikelola secara efisien, ekonomis dan baik

sehingga dapat memberikan kontribusi yang maksimal terhadap perusahaan.

Dalam undang-undang perpajakan tidak ada satu pun pasal yang menyatakan

larangan bagi wajib pajak untuk melakukan manajemen pajak, karena tujuanya

adalah untuk meminimalkan suatu pembayaran pajak. Dapat disimpulkan yang

dimaksud dengan tax planning adalah kegiatan yang dilakukan oleh manajemen

untuk meminimalkan suatu beban pajak dengan memanfaatkan berbagai celah

yang ada di lingkup peraturan perpajakan tanpa harus melakukan penggelapan

maupun penyelundupan pajak


21

5. Exchange Rate

Nilai tukar / exchange rate (atau dikenal sebagai kurs) adalah suatu nilai tukar

atas mata uang yang berbeda terhadap pembayaran saat ini atau dimasa

mendatang, antara dua mata uang yang berbeda (Cahyadi & Noviari, 2018). Nilai

tukar juga tidak lepas terhadap risiko nilai tukar (exchange rate risk) dimana

risiko nilai tukar merupakan suatu bentuk perubahan nilai tukar suatu mata uang

terhadap mata uang yang lain.

Dalam pengambilan keputusan pembelanjaan nilai kurs mempunyai peranan

yang penting, karena nilai kurs memungkinkan kita untuk menerjemahkan harga-

harga dari berbagai negara ke dalam satu bahasa yang sama. Depresiasi mata uang

suatu negara terhadap nilai mata uang negara lain (kenaikan harga valuta asing

bagi negara yang bersangkutan) menyebabkan harga ekspor lebih murah

dibandingkan harga impor yang lebih mahal. Sedangkan apresiasi (penurunan

harga valuta asing di negara yang bersangkutan) membuat harga ekspornya lebih

mahal dibandingkan harga impornya yang lebih murah.

Perbedaan harga ekspor dan impor inilah yang dapat mempengaruhi neraca

perdagangan, sehingga nilai tukar akan terus menerus berfluktuasi akan

mempengaruhi besaran harga produk atau jasa yang dihasilkan perusahaan, hal ini

lah yang akan dimanfaatkan oleh manajemen untuk mekukan transfer pricing agar

jumlah kas yang tersedia dapat digunakan untuk melakukan transaksi.


22

6. Bonus Plan

Bonus plan merupakan mekanisme pemberian tambahan gaji atau remunerasi

dari pemilik perusahaan kepada manajer yang telah mengelola perusahaan sebaik

mungkin sehingga mencapai target yang diinginkan dimana pencapaian kinerja

tersebut menjadi dasar pemberian bonus. pemberian bonus dilakukan pemilik

perusahaan dengan tujuan untuk meningkatkan kinerja karyawan sehingga dapat

mencapai laba yang ditargetkan secara maksimal seperti laba bersih yang

diperoleh pada periode tersebut. Menurut Irpan dalam Hartati et al. (2015)

mekanisme bonus dapat diartikan sebagai suatu proses pemberian imbalan diluar

gaji kepada direksi perusahaan atas hasil kerja yang dilakukan.

Hasil capain kerja tersebut dapat dinilai dan diukur berdasarkan suatu

penilaian yang telah ditentukan perusahaan secara objektif. Dalam melakukan

penilaian kinerja atas kinerja manajer dan juga direksi, pemilik perusahaan dan

manajer akan berupaya memaksimalkan laba perusahaan dengan menerapkan

praktik transfer pricing (Hartati et al 2015).

Sedangkan menurut Refgia (2017) mekanisme bonus berdasarkan laba

merupakan cara yang paling sering digunakan perusahaan dalam memberikan

penghargaan kepada direksi atau manajer. Sehingga berdasarkan tingkat laba,

direksi atau manajer dapat memanipulasi laba tersebut untuk memaksimalkan

penerimaan bonus.
23

B. Penelitian Terdahulu

Pada tahun-tahun sebelumnya telah cukup banyak peneliti yang melakukan

tentang transfer pricing. Beberapa penelitian tersebut antara lain sebagai berikut:0

Tabel 2.1

Tabel Penelitian Terdahulu

No Nama Judul Variabel


Hasil Penelitian
. Peneliti Penelitian Penelitia
1. Rahmania Pengaruh 1. Perencanaan Perencanaan pajak
Auliahasna perencanaan pajak tidak dapat berpengaruh
(2020) pajak dan 2. Tunneling terhadap tindakan
tunneling incentive Transfer Pricing.
incentive 3. Transfer karena perusahaan
terhadap pricing dapat menggunakan
tindakan 4. Komite audit cara lain selain Transfer
transfer sebagai Pricing untuk
pricing dengan moderating meminimalkan beban
komite audit pajak yang dibayarkan.
seagai Tunneling Incentive
moderating tidak dapat berpengaruh
terhadap tindakan
Transfer Pricing
Profesionalisme Komite
Audit berpengaruh
terhadap tindakan
Transfer Pricing, dan
Profesionalisme Komite
Audit memperlemah
pengaruh positive
perencanaan pajak
terhadap Transfer
Pricing sehingga.

2. Hasan Pengaruh 1. Pengaruh dalam penelitian ini


Effendi Jafri, perencanaan perencanaan perencanaan pajak
Elia pajak,Tunnelin pajak berpengaruh negatif
g 2. Tunneling terhadap perilaku
24

Mustikasari Incentive,asset incentive transfer pricing, namun


(2018) tidak berwujud 3. Aset tidak berpengaruh positif
Terhadap berwujud signifikan terhadap
perilaku 4. Transfer tindakan transfer
Transfer pricing pricing
Pricing
3. Sartika Transfer 1. Perencanaan Hasil dalam penelian
Wulandari , Pricing dari Pajak ini perencanaan pajak
Rachmawati Perspektif 2. Tunneling berpengaruh positif
Meita Perencanaan Incentives signifikan terhadap
Oktaviani , Pajak, 3. Aset Tidak transfer pricing. Yang
Widhian Tunneling Berwujud dimana Beban pajak
Hardiyant Incentives, dan 4. Transfer yang ditanggung
(2021) Aset Tidak Pricing perusahaan semakin
Berwujud tinggi maka
kemungkinant
terjadinyatt keputusant
transfer pricing akan
semakin tinggi.
Sebaliknyaa jika beban
pajakp perusahaan1
semakin rendah maka
kemungkinantterjadiny
at transfer pricing akan
semakin rendah.

4. Beatrice The Effect Of 1. Tax planning Dalam penelitian ini


kebwaro Transfer 2. Transfer perencanaan pajak
(2014) Pricing On Tax pricing berpengaruh
Planning For signnifikan terhadap
Multinational keputusan melakukan
Companies In transfer pricing
Kenya dikarenakan perusahaan
multinasional akan
menetapkan harga
transfer untuk
memungkinkan pihak-
pihak yang saling
terkait mengalihkan
25

pendapatan dari
yurisdiksi pajak tinggi
ke yurisdiksi pajak
yang rendah
5. R. A. Sasqia The Influence 1. Tax Hasil dalam penelitian
Maharani of Tax Planning ini ialah perencanaan
Surbakti, Planning and 2. Tunneling pajak berpengaruh
Eko Tunneling Incentive terhadap keputusan
Purwanto Incentive on 3. Transfer Transfer Pricing yang
dan Elok Transfer Pricing dimana perusahaan
Faiqoh Pricing akan melakukan
Himmah Decisions transaksi harga transfer
(2020) dengan perusahaan
yang berafiliasi diluar
negeri dengan
menggeser keuntungan
perusahaan dengan
negara yang tarif
pajaknya lebih rendah.

6. Sapta Setia Pengaruh 1. Pengaruh Secara parsial variabel


Darma Pajak, Pajak exchange rate
(2020) Exchange Rate, 2. Exchange berpengaruh negatif
Tunneling Rate signifikan terhadap
Incentive Dan 3. Tunneling transfer pricing.
Bonus Plan Incentive Dikarenakan
Terhadap 4. Bonus Plan Perusahaan
Transaksi multinasional mungkin
Transfer tidak mencoba untuk
Pricing mengurangi risiko nilai
tukar (exchange rate)
mata uang asing dengan
memindahkan dana ke
mata uang yang kuat
melalui transfer pricing
untuk memaksimalkan
keuntungan perusahaan
secara keseluruhan,
namun dengan cara lain
26

7. Rina Tax, Debt 1. Tax exchange rate


Tjandrakiran Convenant And 2. Debt berpengaruh terhadap
a Exchange Rate Convenant keputusan perusahaan
(2020) (Analisis Atas 3. Exchange untuk menerapkan
Fenomena Rate transfer pricing. Ini
Transfer artinya apabila rasio
Pricing) laba/rugi selisih kurs
terhadap laba/rugi
sebelum pajak suatu
perusahaan memiliki
nilai yang besar, maka
hal itu akan membuat
perusahaan
memutuskan untuk
menerapkan transfer
pricing. Berdasarkan uji
hipotesis

8. Anisa Pengaruh 1. Pengaruh Exchange rate tidak


Sheirina Pajak, Pajak berpengaruh pada
Cahyadi, Exchange Rate, 2. Exchange keputusan perusahaan
Naniek Profitabilitas, Rate dalam melakukan
Noviari dan Leverage 3. Profitabilita transfer pricing. Hal ini
(2018) Pada s berarti bahwa besar-
Keputusan 4. Leverage kecilnya exchange rate
Melakukan 5. Transfer tidak mempengaruhi
Transfer Pricing pertimbangan
Pricing perusahaan apakah
perusahaan akan
memilih untuk
melakukan keputusan
transfer pricing atau
memilih untuk tidak
melakukan keputusan
transfer pricing dalam
perusahaan

9. Diah Kumala The Effect of 1. Tax Penelitian ini


Devi,Trisni Tax minimization menghasilkan nilai
Suryarini Minimization 2. Exchange tukar akan berpengaruh
27

(2020) and Exchange rate signifikan pada


Rate 3. Transfer keputusan transfer
on Transfer pricing perusahaan, hal ini
Pricing 4. Leverage terjadi dikarenakan
Decisions with moderation perusahaan-perusahaan
Leverage as akan menghadapi
Moderating resiko nilai
tukar,sehingga mereka
akan mencoba
mengurangi risiko nilai
tukar dengan
memindahkan dana ke
mata uang yang lebih
kuat melalui harga
transfer
10. Dirvi surya The Effect Of 1. Tax rate Dalam penelitian ini
abbas, arry Effective Tax 2. Tunneling Exchange rate
eksandry Rate, incentive mempunyai pengaruh
(2020) Tunneling and negatif dan signifikan,
Incentive And 3. Exchange Exchange Rate tidak
Exchange Rate rate mempengaruhi
On Company 4. Transfer perusahaan
Decisions To pricing mempertimbangkan
Transfer untuk menetapkan
Pricing : Food harga Transfer atau
Consumption memilih melakukan
Sub Sector skema Transfer pricing.
Companies
Listed On The
Indonesia
Evidence
11. Khaerul Pengaruh 1. Profitabilita Hasil dalam Penelitian
Amanah, Profitabilitas, s ini membuktikan bahwa
Nanang Mekanisme 2. Mekanisme mekanisme bonus tidak
Agus Suyono Bonus, bonus perpengaruh terhadap
(2020). Tunneling 3. Tunneling transfer pricing. Bonus
Incentive, dan incentive yang didapat ditentukan
Debt Covenant 4. Debt pula oleh kinerja yang
Terhadap covenant dihasilkan, dalam hal
Transfer 5. Transfer ini adalah prosentase
28

Pricing pricing laba. Jika profitabilitas


Dengan Tax 6. Tax meningkat, maka bonus
Minimazation minimazatio yang didapatkan juga
Sebagai n moderasi akan meningkat.
Variabel
Moderasi

12. Rihhadatul Pengaruh 1. Pengaruh dalam penelitian ini


‘Aisy Beban Pajak, Beban Pajak mekanisme bonus tidak
Prananda, Mekanisme 2. Mekanisme berpengaruh terhadap
Dedik Nur Bonus, Bonus, melakukan transfer
Triyanto Exchange rate, 3. Exchange pricing dan exchange
(2020) dan rate rate pun tidak
Kepemilikan 4. Kepemilika berpengaruh terhadap
Asing n Asing melakukan tindakan
Terhadap 5. Transfer transfer pricing
Indikasi Pring
Melakukan
Transfer Pring
13. Afifah The Effect of 1. Tax Dalam penelitian ini
Nazihah, Tax, Tunneling 2. Tunneling mekanisme bonus
Azwardi, dan Incentive, Incentive berpengaruh positif
Luk Luk Bonus 3. Bonus terhadap indikasi
Fuadah Mechanism, Mechanism melakukan transfer
(2019) And Firm Size 4. Firm size pricing
On Transfer 5. Transfer
Pricing pricing
(Indonesian
Evidence)

14. Rizky Enda Pengaruh 1. Pajak Hasil pengujian


Mulyanah, Pajak, Bonus 2. Bonus Plan variabel Bonus
Zulfa Plan, 3. Debt Plan secara parsial
Rosharlianti Kepemilikan Convenant menunjukkan
(2021) Asing Dan 4. Kepemilikan bahwa Bonus Plan
Debt Covenant, Asing Tidak
Terhadap 5. Transfer Berpengaruh terhadap
Keputusan Pricing Keputusan
perusahaan Transfer Pricing
melakukan
29

Transfer
Pricing
15. Sulistyowati The Effect of 1. Tax Dalam penelitian ini
dan R Tax 2. Foreign mekanisme bonus
Kananto Management, Ownership berpengaruh negatif
(2018) Bonus 3. Firm Size tidak signifikan
Mechanism 4. Bonus terhadap melakukan
and Foreign Mechanism transfer pricing
Ownership on 5. Leverage
Transfer 6. Transfer
Pricing Pricing
Decision

Sumber: Diolah Dari Berbagai Sumber

C. Pengembangan Hipotesis

Pengembangan hipotesis yang berkaitan dengan beberapa faktor yang

dihubungkan dengan Tax Planning, Exchange Rate, Dan Bonus Plan Terhadap

Transfer Pricing telah dilakukan oleh beberapa peneliti. Hasil penelitian dari

beberapa peneliti akan digunakan sebagai bahan referensi dan perbandingan

dalam penelitian ini, antara lain sebagai berikut:

1. Pengaruh Tax Planning Terhadap Transfer Pricing

Konflik agensi terjadi antara manajer dan pemegang saham akibat adanya

kesenjangan informasi antar kedua pihak tersebut. Pemegang saham menduga

manajer akan melakukan tindakan oportunistik untuk kepentingan mereka melalui

upaya manipulasi angka-angka akuntansi dalam laporan keuangan perusahaan.

Kondisi ini akan memberikan dampak berkurangnya harapan pemegang saham

untuk memperoleh keuntungan dari operasional perusahaan akibat perilaku

oportunistik tersebut. Oleh karena itu, untuk memberikan kesejahteraan kepada


30

pemegang saham tanpa melakukan manipulasi pada laporan keuangan, maka

manajer akan melakukan sebuah perencanaan pajak guna memberikan

kemakmuran bagi pemegang saham.

Perencanaan pajak merupakan sebuah pertimbangan atas beban pajak yang

dibayarkan oleh perusahaan sesuai dengan kemampuan laba perusahaan. Adanya

perencanaan pajak yang baik, maka upaya manajer untuk melakukan manipulasi-

manipulasi pada laporan keuangan akan terbatasi. Salah satu bentuk upaya

manipulasi tersebut adalah tindakan transfer pricing. Kesadaran manajer untuk

membayarkan pajak sesuai dengan kemampuan perusahaan akan menurunkan

hasrat manajer untuk melakukan transfer pricing. Hal ini dikarenakan tindakan

transfer pricing akan memberikan dampak yang luas bagi perusahaan.

Penelitian yang dilakukan Sartika Wulandari , Rachmawati Meita Oktaviani ,

Widhian Hardiyant (2021), perencanaan pajak berpengaruh positif signifikan

terhadap transfer pricing. Yang dimana Beban Pajak yang ditanggung perusahaan

semakin tinggi maka kemungkinant terjadinyatt keputusant transfer pricing akan

semakin tinggi. Sebaliknyaa jika beban pajakp perusahaan1 semakin rendah maka

kemungkinantterjadinyat transfer pricing akan semakin rendah.

Sedangkan menurut Beatrice kebwaro (2014) dalam peneilitianya

perencanaan pajak berpengaruh signnifikan terhadap keputusan melakukan

transfer pricing dikarenakan perusahaan multinasional akan menetapkan harga

transfer untuk memungkinkan pihak-pihak yang saling terkait mengalihkan

pendapatan dari yurisdiksi pajak tinggi ke yurisdiksi pajak yang rendah, Hal ini

sejalan dengan penelitian R. A. Sasqia Maharani Surbakti, Eko Purwanto dan


31

Elok Faiqoh Himmah (2020), perencanaan pajak berpengaruh terhadap keputusan

Transfer Pricing yang dimana perusahaan akan melakukan transaksi harga

transfer dengan perusahaan yang berafiliasi diluar negeri dengan menggeser

keuntungan perusahaan dengan negara yang tarif pajaknya lebih rendah.

Berdasarkan uraian tersebut, maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

H1 : Perencanaan pajak berpengaruh positif terhadap perilaku transfer pricing.

2. Pengaruh Exchange Rate Terhadap Transfer Pricing

Teori agensi menunjukkan bahwa adanya faktor motivasi, individu memilih

salah satu cara yaitu dengan transfer pricing untuk memaksimalkan manfaat nilai

tukar keseluruhan (atau meminimalkan kerugian nilai tukar keseluruhan) terhadap

perusahaan. Sehingga semakin tinggi keinginan untuk memaksimalkan manfaat nilai

tukar rupiah maka semakin besar praktik transfer pricing.

Exchange rate merupakan nilai tukar mata uang suatu negara dengan mata

uang negara lainnya yang dapat digunakan sebagai alat pembayaran pada masa

kini atau di masa yang akan datang. Exchange rate dapat memengaruhi neraca

perdagangan di suatu negara akibat perbedaan antara nilai ekspor dan impor yang

diperoleh suatu negara (Cahyadi & Noviari, 2018). Nilai tukar yang terus menerus

berfluktuasi akan memengaruhi besaran harga produk atau jasa yang dihasilkan

perusahaan, maka keputusan transfer pricing lah yang dijadikan pilihan oleh

manajemen agar jumlah kas yang tersedia dapat digunakan untuk melakukan

transaksi (Ayshinta dkk. 2019).

Exchange rate dapat berpengaruh terhadap keputusan perusahaan untuk

menerapkan Transfer Pricing. Yang apabila rasio laba/rugi selisih kurs terhadap

laba/rugi sebelum pajak suatu perusahaan memiliki nilai yang besar, maka hal itu
32

akan membuat perusahaan memutuskan untuk menerapkan transfer pricing (Rina

Tjandrakirana, 2020). nilai tukar akan berpengaruh signifikan pada keputusan

transfer perusahaan, hal ini terjadi dikarenakan perusahaan-perusahaan akan

menghadapi resiko nilai tukar, sehingga mereka akan mencoba mengurangi risiko

nilai tukar dengan memindahkan dana ke mata uang yang lebih kuat melalui harga

transfer (Diah Kumala Devi,Trisni Suryarini, 2020).

H2 : Exchange rate berpengaruh positif terhadap indikasi melakukan transfer pricing

3. Pengaruh Bonus Plan Terhadap Transfer Pricing

Menggunakan mekanisme bonus dalam teori keagenan, menjelaskan bahwa

kepemilikan manajemen di bawah 5% terdapat keinginan dari manajer untuk

melakukan manajemen laba agar mendapatkan bonus yang besar. Kepemilikan

manajemen 25%, yang dimana manajemen mempunyai kepemilikan yang cukup

besar dengan hak pengendalian perusahaan, maka asimetris informasi menjadi

berkurang. Jika manajemen melakukan pengelolaan laba secara oportunis, maka

informasi laba tersebut dapat menyebabkan pengambilan keputusan investasi yang

salah bagi investor.

Mekanisme pemberian bonus juga merupakan contoh penerapan dari teori

akuntansi positif, bahwa manajemen yang remunerasinya berdasarkan bonus akan

berupaya memaksimalkan bonus yang akan diperoleh dengan memakai metode

akuntansi yang dapat menaikkan laba dan pada akhirnya dapat memperbesar

pemberian bonus. Sehingga pihak manajemen akan memiliki potensi untuk

melakukam manipulasi laporan keuangan dengan metode yang digunakan oleh


33

suatu Perusahaan untuk memaksimalkan jumlah keuntungan yang akan didapat.

Dan transfer pricing merupakan metode yang dapat digunakan, keputusan harga

transfer atau transfer pricing dalam suatu perusahaan yang terintegrasi secara

vertikal akan berdampak signifikan terhadap kompesasi insentif yang diterima

pihak manajemen disetiap divisi.

Penelitian yang dilakukan Khaerul Amanah dan Nanang Agus Suyono (2020)

membuktikan bahwa mekanisme bonus tidak perpengaruh terhadap transfer

pricing. Bonus yang dapat ditentukan pula oleh kinerja yang dihasilkan, dalam hal

ini adalah presentase laba. Jika profitabilitas meningkat, maka bonus yang

didapatkan juga akan meningkat hal ini sejalan dengan penelitian Rihhadatul

‘Aisy Prananda dan Dedik Nur Triyanto (2020), Sulistyowati dan R Kananto

(2018), Rizky Enda Mulyanah dan Zulfa Rosharlianti (2021), yang dalam

penelitianya menyatakan mekanisme bonus tidak berpengaruh positif terhadap

melakukan transfer pricing. Sedangkan penelitian yang dilakukan Afifah Nazihah

dkk (2019), mekanisme bonus berpengaruh positif terhadap indikasi melakukan

transfer pricing.

Dengan ulasan dan pembuktian pada penelitian terdahulu dan teori yang ada,

maka hipotesis yang dapat dirumuskan yaitu:

H3 : Bonus Plan berpengaruh negatif terhadap indikasi melakukan transfer pricing


34

D. Model Penelitian

Berdasarkan pada latar belakang yang sudah dipaparkan diatas, maka

peneliti merumuskan model penelitian ini sebagai berikut:

Gambar 2.1
Model Penelitian

Tax Planning
(X1)
H1 (+)

Exchange Rate H2 (+)


Transfer Pricing
(X2) (Y)
H3 (-)

Bonus Plan
(X3)

Sumber: Rihhadatul ‘Aisy Prananda (2020), Hasan Efendi Jafri (2018)


BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

kuantitatif. Penelitian kuantitatif menurut Siyoto dan Sodik (2015) adalah

penelitian yang berilmiah dan sistematis terhadap bagian-bagian dan fenomena

serta hubungan-hubunganya. Tujuan penelitian kuantitatif yaitu mengembangkan

dan menggunakan model sistematis, teori dan atau hipotesis yang berkaitan

dengan fenomena alam. Proses pengukuran adalah bagian krusial dalam penelitian

kuantitatif. Dalam penelitian ini menggunakan data sekunder dari situs BEI, Data

yang telah terkumpul selanjutnya dianilisis secara kuantitatif dengan

menggunkana statisttik deskriptif sehingga dapat disimpulkan hipotesis.

B. Populasi dan Sampel

Menurut Siyoto dan Sodik (2015) Populasi adalah generalisasi yang terdiri

dari obyek/subyek yang memiliki kuantitas dan karakterisistik tertentu yang

ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulanya,

populasi merupakan wilayah keseluruhan objek yang tidak seluruhnya diobservasi

tetapi merupakan objek penelitian. Dalam penelitian ini populasi yang digunakan

adalah perusahaan yang listing di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2016

sampai dengan 2020.

Menurut Siyoto dan Sodik (2015) Sampel adalah sebagian dari jumlah

karakteristik yang dimiliki populasi tersebut, atau bagian kecil dari anggota

35
36

populasi yang diambil menurut prosedur tertentu sehingga dapat mewakili

populasi. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode purposive sampling

dengan tujuan untuk mendapatkan sampel yang represantative sesuai dengan

kriteria yang ditentukan. Sampel diambil berdasarkan kriteria sebagai berikut:

1. Perusahaan pertambangan yang melakukan IPO sebelum tahun 2016 di Bursa

Efek Indonesia (BEI)

2. Perusahaan pertambangan yang melaporkan laporan keuangan selama periode

2016 – 2020.

3. Perusahaan pertambangan yang memiliki piutang pihak berelasi atau pihak

afiliasi selama tahun pengamatan.

4. Perusahaan pertambangan yang memiliki saham laba atau rugi selisih kurs

selama tahun pengamatan

5. Perusahaan pertambangan tidak mengalami rugi selama tahun pengamatan.

Jika perusahaan mengalami kerugian maka perusahaan tidak dikenakan atau

diwajibkan untuk membayar pajak

C. Jenis dan Sumber Data

1. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa

laporan keuangan dan laporan tahunan periode 2016–2020. Menurut Siyoto &

Sodik (2015) Data sekunder merupakan data yang telah disediakan pihak lain dan

yang diperoleh secara tidak langsung oleh media perantara, Data tersebut dapat

berupa catatan, arsip atau bukti baik yang telah dipublikasikan ataupun yang tidak

dipublikasikan. Data dalam penelitian ini adalah berupa laporan keuangan yang
37

diperoleh dari Bursa Efek Indonesia yang tersedia di www.idx.co.id.

2. Teknik Pengumpulan Data

Ditinjau dari masalah yang diteliti, teknik dan alat digunakan serta tempat dan

waktu penelitian, metode penelitian yang digunakan yaitu:

a. Library Research, yaitu mencari dan mengumpulkan data dari literature yang

ada hubungannya dengan masalah yang diteliti yaitu dengan cara

mengumpulkan bahan-bahan berupa teori–teori yang berasal dari literature

yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Data ini diperoleh melalui

dokumen-dokumen, buku-buku atau tulisan ilmiah lainnya, dengan maksud

untuk melengkapi data sekunder yang ada di lapangan.

b. Field research, yaitu penilitian yang datanya diperoleh dari internet

www.idx.co.id untuk perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI)

periode 2016-2020. Menurut Siyoto dan Sodik (2015) data sekunder adalah

data yang diperoleh atau dikumpulkan peneliti dari berbagai sumber yang

telah ada dan peneliti sebagai tangan kedua. Data sekunder dapat diperoleh

dari berbagai sumber seperti BPS, buku, laporan, jurnal, dan lain-lain.

Periode data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu tahun 2016-2020.

D. Variabel Operasional dan Penelitian

Menurut Siyoto dan Sodik (2015) variabel penelitian adalah suatu proses

mencari tahu secara sistematis dalam waktu yang relatif lama dengan

menggunakan metode ilmiah serta aturan-aturan yang berlaku, supaya penelitian


38

akan berjalan lancar, dan dapat berhasil dengan baik maka peneliti ditekankan

untuk membuat rancangan penelitian. Variabel penelitian yang digunakam adalah

Tax Planning, Exchange Rate, dan Bonus Plan sebagai variabel independen,

Transfer Pricing sebagai variabel dependen.

1. Variabel Dependen

Siyoto dan Sodik (2015) dependen adalah variabel terikat yang dimana

variabel tersebut dipengaruhi atau yang menjadi sebab akibat. Sehingga dapat

diartikan variabel dependen atau sering disebut variabel terikat adalah variabel

yang diukur dan diamati ada tidaknya pengaruh dari variabel bebas. Variabel

dependen yang digunakan adalah variabel Transfer Pricing. Transfer pricing

adalah suatu kebijakan perusahaan dalam menentukan harga transfer suatu

transaksi baik itu barang, jasa, harta tak berwujud, atau pun transaksi keuangan

yang dilakukan oleh perusahaan (Maffuchan 2013).

Transfer pricing dirumuskan dengan nilai Related Party Transaction (RPT)

atau transaksi transaksi pihak berelasi (Refgia, 2017). Transaksi pihak berelasi

adalah suatu pengalihan sumber daya, jasa atau kewajiban antara entitas pelapor

dengan pihak-pihak berelasi, terlepas apakah ada harga yang dibebankan (PSAK

No.7. Tahun 2010). Adapun rumusnya adalah sebagai berikut

RPT= Piutang Transaksi Pihak Berelasi


Total Piutang Perusahaan
39

2. Variabel Independen

Menurut Siyoto dan Sodik (2015) Variabel bebas atau sering disebut dengan

variabel independen merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi

sebab perubahan atau timbulnya variabel terikat. Dalam penelitian ini, terdapat

variabel bebas yaitu tax planning, exchange rate, dan bonus plan.

a. Tax Planning

Pada umumnya merupakan suatu upaya rekayasa usaha dan transaksi wajib

pajak agar jumlah utang pajak itu berada dalam jumlah yang minimal, akan tetapi

masih dalam suatu lingkup peraturan perpajakan, Perencanaan pajak yang

dilakukan korporasi dengan cara menggeser perusahaan melakukan transaksi

hubungan istimewa dengan memindahkan kekayaan ke perusahaan yang berada di

negara lain untuk menurunkan laba sehingga dapat mengurangi beban pajak grup

perusahaan (Jafri & Mustikasari, 2018).

Variabel Tax Planning dapat dihitung menggunakan proksi Current ETR

(Effective Tax Rate), Cash ETR dihitung menggunakan rumus (Jonathan, dkk

2016) sebagai berikut:

beban pajak kini


Current ETR=
laba sebelum pajak

b. Exchange rate

Exchange rate sering dikenal sebagai perjanjian nilai tukar mata uang

terhadap pembayaran saat ini atau pada saat masa mendatang, Antara dua mata

uang masing-masing negara yang berbeda-beda Dimana Variabel exchange rate

dihitung menggunakan laba rugi selisih kurs dibandingkan dengan laba rugi
40

sebelum pajak (Cahyadi & Noviari, 2018), sehingga exchange rate dalam

penelitian ini dihitung sebagai berikut:

Laba rugi selisih nilai kurs


Exchange Rate=
laba rugl sebelum pajak

c. Bonus plan

Bonus apresiasi yang diberikan oleh pemilik perusahaan kepada manajer

apabila target laba perusahaan terpenuhi. Mekanisme pemberian bonus ini

Mekanisme bonus akan berdampak kepada manajemen dalam merekayasa laba..

Untuk memaksimalkan bonus manajer cenderung memaksimalkan laba bersih

(Saraswati dan Sujana 2017). Penelitian ini di proksikan menggunakan Indeks

Trend Laba Bersih (ITRENDLB), berdasarkan besarnya pencapaian laba bersih

tahun t terhadap laba bersih tahun t-1 (Saraswati, 2017). Dimana variabel bonus

plan tersebut diproksikan dengan indeks trend laba bersih (ITRENDLB).

Sehingga Pengukuran variabel ini menggunakan skala rasio dengan rumus sebagai

berikut:

Laba bersihtahun t
ITRENDLB= x 100%
Laba bersih t−1
41

Tabel 3.1
Operasional Variabel Penelitian

Variabel Definisi Indikator Skala Sumber

Adakah Sesuatu Piutang transaksi pihak berelasi


Kebijakan RPT =
perusahaan dalam Total piutang perusahaan
menentukan harga
transfer suatu
transaksi baik itu
Transfer Refgia
barang , jasa, harta Rasio
Pricing (2017)
tak berwujud atau
transaksi
keuangan yang
dilakukan
perusahaan
( maffuchan 2013)
Suatu transaksi Beban pajak kini
hubungan ETR =
istimewa dengan Laba sebelum pajak
Pmeemindahanka
n kekayaan ke
Tax perusahaan yang Sartika
Planning berada dinegara Rasio dkk
X1 lain untuk (2021)
menurunkan laba
sehingga dapat
mengurangi beban
pajak
(Jafri 2018)
Perjanjian nilai Laba rugi Selisih Kurs
tukar mata uang ER =
terhadap Laba Rugi Sebelum Pajak
pembayaran ini
Exchange maupun yang akan
Cahyadi
Rate datang, antara 2 Rasio
(2018)
X2 mata uang
masing-masing
negara yang
berbeda
(Cahyadi 2018)
Bonus Strategi atau motif Laba bersih tahun t Rasio Saraswati
Plan perhitungan ITRENDLB = x100% (2017)
42

akuntansi untuk
memaksimalkan
penerimaan
kompensasi oleh
X3 direksi dengan Laba bersih tahun t-1
cara meningkatkan
laba perusahaan
secara keseluruhan
(Saraswati 2017)
43
44

E. Analisis Data

Adapun pengujian yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1. Analisis Deskriptif

Statistik deskriptif memberikan gambaran atau deskripsi suatu data yang dilihat

dari nilai rata-rata (mean), maksimum, minimum, standar deviasi yang dimana

digunakan untuk mengetahui besarnya variasi dari setiap data yang dipakai dalam

menentukan nilai rata-rata untuk setiap penelitian, Dalam penelitian ini teknik analisis

statistik deskriptif akan digunakan untuk mendeksripsikan variabel Tax planning

(X1), exchange rate (X2), dan Transfer Pricing (Y).

2. Uji Asumsi Klasik

Penggunaan uji asumsi klasik bertujuan untuk mengetahui dan menguji

kelayakan atas model regresi yang digunakan pada penelitian ini. Tujuan lainya

untuk memastikan bahwa didalam model regresi yang digunakan mempunyai data

yang terdistribusikan secara normal, bebas dari autokorelasi, heterokedistisitas

serta multikolinearitas.

a. Uji Normalitas

Uji normalitas data bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi variabel

bebas, dan variabel terikat memiliki distribusi normal dan tidak. Model regresi yang

baik adalah memiliki distribusi data secara normal atau mendekati normal

(Ghozali, 2015) untuk menguji normalitas data dapat dilakukan dengan dua cara,

yang pertama dengan melihat grafik normal probability plot dasar pengambilan
45

keputusan dari tampilan grafik normal probability plot yang mengacu pada Imam

Ghozali (2015), yaitu:

1. Jika data (titik) menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis

diagonal, berarti menunjukkan pola distribusi yang normal sehingga model

regresi dapat memenuhi asumsi normalitas.

2. Jika data (titik) menyebar jauh dari garis diagonal dan atau tidak mengikuti

arah garis diagonal berarti tidak menunjukkan pola distribusi normal sehingga

model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas.

Pengujian normalitas yang lebih baik dilakukan dengan menggunakan

abnalisis statistik. Pengujian ini digunakam untuk menguji normalitas residual

suatu model regresi drngan menggunakan uji kolmogrov-smirnov. Dalam uji

Kolmogorov-Smirov, suatu data dikatakan normal apabila nilai Asympotic

Significant lebih dari 0,05 (Hair, 2016). Dasar pengambilan keputusan dalam uji

K-S adalah:

1. Apabila probabilitas nilai 2 uji K-S tidak signifikan < 0,05 secara statistik

maka Ho ditolak, yang berarti data terdistribusi tidak normal.

2. Apabila probabilitas nilai 2 uji K-S signifikan > 0,05 secara statistik Ho

diterima, yang berarti data terdistribusi normal.

Dalam penelitian ini akan digunakan uji Kolmogorov-Smirnov untuk mengetahui

apakah data yang digunakkan sudah berdistribusi secara normal atau tidak.
46

b. Uji Autokorelasi

Menurut Ghozali (2016) autokorelasi muncul karena observasi yang

berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lainnya. Permasalahan ini muncul

karena residual tidak bebas dari satu observasi ke observasi lainnya. Model

regresi yang baik adalah model regresi yang bebas dari autokolerasi. Cara untuk

mendeteksi ada tidaknya autokorelasi adalah dengan uji Run Test.

Run test merupakan bagian dari statistik non-parametik dapat pula digunakan

untuk menguji apakah antar residual terdapat korelasi yang tinggi. Jika antar

residual tidak terdapat hubungan korelasi maka dikatakan bahwa residual adalah

acak atau random. Run test digunakan untuk melihat apakah data residual terjadi

secara random atau tidak (sistematis). Run test dilakukan dengan membuat

hipotesis dasar, yaitu:

H0 : residual (res_1) random (acak) HA : residual (res_1) tidak random

Dengan hipotesis dasar di atas, maka dasar pengambilan keputusan uji

statistic dengan Run test adalah (Ghozali, 2016):

1. Jika nilai Asymp. Sig. (2-tailed) kurang dari 0,05, maka H0 ditolak dan HA

diterima. Hal ini berarti data residual terjadi secara tidak random (sistematis).

2. Jika nilai Asymp. Sig. (2-tailed) lebih dari 0,05, maka H0 diterima dan HA

ditolak. Hal ini berarti data residual terjadi secara random (acak).
47

c. Uji Heterokedastisitas

Uji heteroskedastisitas adalah salah satu asumsi klasik sebagai prasyarat

melakukan analisis regresi. Uji heteroskedastisitas ini bisa dilihat berdasarkan

scatterplot, tetapi tes heteroskedastisitas menggunakan scatterplot sangat lemah

karena hanya mengandalkan analisis visual. Untuk mendapatkan kepastian perlu

uji hipotesis yaitu menggunakan uji glejser.

d. Uji Multikolonieritas

Uji Multikolineritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi

ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen) Model regresi yang

baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel independen. Salahsatu

cara untuk mendeteksinya dengan melihat nilai Variance Inflation Factor (VIF).

Nilai cut-off yang umum dipakai untuk menunjukkan adanya multikolinearitas

adalah apabila nilai Tolerance>10 (Ghozali, 2017). Ketentuan dalam uji

multikolinearitas:

1. Jika nilai Tolerance > 0,10 dan VIF < 10, maka dapat diartikan bahwa tidak

terdapat multikolinearitas pada penelitian tersebut.

2. Jika nilai Tolerance < 0,10 dan VIF > 10, maka dapat diartikan bahwa terjadi

gangguan multikolinearitas pada penelitian tersebut.


48

F. Uji Hipotesis

1. Analisis Regresi Linier Berganda

Analisis regresi berganda digunakan untuk mengetahui pengaruh antara

variabel bebas dalam mempengaruhi variabel tidak bebas secara bersama-sama

ataupun secara parsial. Persamaan regresi dengan linier berganda dalam penelitian

ini adalah:

Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3+ e


Keterangan:
Y = Transfer pricing
a = Konstanta
b1 = Koefisien variabel Tax Planning
b2 = Koefisien variabel Exchange Rate
b3 = Koefisien variable Bonus Plan
X1 = Transfer Pricing
X2 = Exchange Rate
X3 = Bonus Plan
e = Error

2. Koefisien Determinasi

Koefisien determinasi (R2) mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam

menerangkan variasi variabel dependen (Ghozali, 2015). Nilai R 2 mempunyai

interval antara 0 sampai 1. Semakin besar R2 (mendekati 1), semakin baik hasil

untuk model regresi tersebut dan semakin mendekati 0, maka variabel independen

secara keseluruhan tidak dapat menjelaskan variabel dependen (Sulaiman, 2016).

Nilai R2 yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel dalam menjelaskan

variabel dependen amat terbatas. Nilai yang mendekati 1 berarti variabel-

variabel independen memberikan semua informasi yang dibutuhkan untuk

memprediksi variasi variabel dependen (Ghozali, 2015).


49

3. Uji Statistik F (F-test)

Uji statistik F pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel bebas yang

dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap

variabel dependen (Ghozali, 2015). Jika probabilitas (signifikasi) lebih besar dari

0,05 maka variabel bebas secara bersama-sama tidak berpengaruh terhadap

variabel terikat jika probabilitas lebih kecil 0,05 maka variabel bebas secara

bersama-sama berpengaruh terhadap variabel terikat.

4. Uji Statstik t (T-test)

Uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu

variabel independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel

dependen (Ghozali, 2015). Dalam pengolahan data menggunakan program

komputer SPSS, pengaruh secara individual ditunjukkan dari nilai signifikan uji t.

Hipotesis dirumuskan sebgai berikut:

a. H0 : Xi = 0, artinya tidak ada pengaruh secara signifikan dari variabel

independen terhadap variabel dependen.

b. H0 : Xi = 0, artinya ada pengaruh secara signifikan dari variabel independen

terhadap variabel dependen.

Penerimaan atau penolakan hipotesis dalam suatu penelitian dapat

dilakukan dengan kriteria sebagai berikut:

1. Jika nilai signifikansi t statistik > 0.05, maka H0 diterima. Hal ini berarti

bahwa suatu variabel independen secara individual tidak mempunyai

pengaruh terhadap variabel dependen.


50

2. Jika nilai signifikansi t statistik < 0.05, maka H0 ditolak. Hal ini berarti

bahwa suatu variabel independen secara individual mempengaruhi variabel

dependen.
51

DAFTAR PUSTAKA

Amanah, K., & Suyono, N. A. (2020). Pengaruh Profitabilitas, Mekanisme


Bonus, Tunneling Incentive, dan Debt Covenant Terhadap Transfer Pricing
Dengan Tax Minimization Sebagai Variabel Moderasi. Journal of Economic,
Business and Engineering (JEBE), 2(1), 1–13.

Bärsch, S., & Olbert, M. (2019). Transfer Pricing and the Decision-making
Authority of the Tax Function in Multinational Companies. Vienna 2017, 1–
53.

Cahyadi, A. S., & Noviari, N. (2018). Pengaruh Pajak, Exchange Rate,


Profitabilitas, dan Leverage Pada Keputusan Melakukan Transfer Pricing.
E-Jurnal Akuntansi, 24(2), 1441–1473.
https://doi.org/10.24843/EJA.2018.v24.i02.p23

Cyber, A. (2020). ScienceDirect ScienceDirect Profit Allocation in the Global


Supply Chain with Transfer Pricing Profit Allocation in the Global Supply
Rate Chain with Transfer Pricing and Exchange and Exchange 25th
International Conference on Production Research Manufactu. Procedia
Manufacturing, 39(2019), 1715–1723.
https://doi.org/10.1016/j.promfg.2020.01.268

Devi, D. K., & Suryarini, T. (2020). The Effect of Tax Minimization and Exchange
Rate on Transfer Pricing Decisions with Leverage as Moderating.
Accounting Analysis Journal, 9(2), 110–115.
https://doi.org/10.15294/aaj.v9i2.36469

Fitri, A. (2018). Pengaruh Beban Pajak, Intangible Assets, Profitabilitas,


Tunneling Incentive Dan Mekanisme Bonus Terhadap Transfer Pricing
(Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur Yang Listing di BEI Periode
2014-2016). JOM Fekon, 1(1), 1–14.

Herdawati. (2015). Analisis Pengaruh Perencanaan Pajak dan Beban Pajak


Tangguhan terhadap Manajemen Laba (Studi Kasus pada
PerusahaanManufaktur yang Tercatat di Bursa Efek Indonesia). Skripsi
Program Sarjana Universitas Hasanuddin Makassar.

Incentive, T., Pricing, T., Indonesia, B. E., Kualitatif, D., Pajak, P., Incentive, T.,
Audit, K., Pajak, P., & Incentive, T. (2020). 2) 1),. 2010, 1–6.

Jafri, H. E., & Mustikasari, E. (2018). Pengaruh Perencaan Pajak , Tunneling


Incentive dan Aset Tidak Berwujud Terhadap Perilaku Transfer pricing pada
52

Perusahaan Manufaktur yang Memiliki Hubungan Istimewa yang Terdaftar


di Bursa Efek Indonesia Periode 2014-2016. 03(02), 63–77.

Maftuchan, A. 2013. G-20 Transparansi Perpajakan Global : Memperkuat Peran


Indonesia dalam Penindakan Praktik Transfer Pricing

Marisa, R., dan E. Wuryani. 2017. Pengaruh Pajak, Bonus plan, Tunneling
Incentive dan Ukuran Perusahaan Terhadap Transfer Pricing. Jurnal
Akuntansi Unesa 5(2): 24

Mispiyati. (2015). Pengaruh Pajak, Tunneling Incentive dan Mekanisme Bonus


Terhadap Keputusan Transfer Pricing. Jurnal Akuntansi dan Investasi 16 (1):
62-73.

Mulyanah, R. E., & Rosharlianti, Z. (2021). Pengaruh Pajak , Bonus Plan ,


Kepemilikan Asimg Dan Debt Convenant Terhadap Keputusan Abstrak. 1(1),
268–284.

Nadya, F. C. (2019). Pengaruh Tax Planning, Tunneling Incentive, Intangible


assets, Leverage, dan Profitabilitas Terhadap Keputusan Perusahaan
Melakukan Transfer pricing. In Jurnal Akuntansi.

Permatasari, R. J., & Supiyan, D. (2020). Jurnal Ekonomi Balance Jurnal


Ekonomi Balance. Jurnal Ekonomi Efektif, 2(3), 423.

Prananda, R. ’Aisy, & Triyanto, D. N. (2020). Pengaruh Beban Pajak, Mekanisme


Bonus, Exchange Rate, Dan Kepemilikan Asing Terhadap Indikasi
Melakukan Transfer Pricing. Nominal: Barometer Riset Akuntansi Dan
Manajemen, 9(2), 33–47. https://doi.org/10.21831/nominal.v9i2.30914

Pricing, T., Pajak, P., Incentives, T., Berwujud, T., Wulandari, S., Oktaviani, R.
M., & Hardiyanti, W. (2021). Transfer Pricing. 9(2), 152–162.

Saraswati, G. A. R. S., dan I. K. Sujana. 2017. Pengaruh Pajak, Mekanisme


Bonus, dan Tunneling Incentive pada Indikasi Melakukan Transfer pricing. E-
JURNAL AKUNTANSI Universitas Udayana 19 (2): 29.

Sekaran, Uma. 2011. Research Methods for Business (Metodologi Penelitian untuk
Bisnis).Salemba Empat: Jakarta.

Siyoto, S. & Sodik, M.A. (2015). Dasar metodologi Penelitian. 1st ed Ayup ed.
Yogyakarta : Literasi Media Publishing

Sudaryono, dkk. 2014. Pengembangan Instrumen Penelitian Pendidikan. Graha Ilmu:


Yogyakarta
53

Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Bisnis. Alfabeta: Bandung.

Surbakti, R. A. S. M., Purwanto, E., & Himmah, E. F. (2021). The Influence of


Tax Planning and Tunneling Incentive on Transfer Pricing Decisions in
Multinational Food and Beverage Companies Sub-Sector Listed on IDX from
2010-2018 Period. 536(Icsteir 2020), 149–155.

Tinggi, S., Ekonomi, I., & Jakarta, I. (2019). The Influences of Tax , Bonus
Mechanism , Leverage and Company Size Through Company Decision on
Transfer Pricing. 73(Aicar 2018), 207–212.

Tjandrakirana, R., & Diani, E. (2020). Tax, Debt Covenant and Exchange Rate
(Analisis Atas Fenomena Transfer Pricing). Balance : Jurnal Akuntansi Dan
Bisnis, 5(1), 26. https://doi.org/10.32502/jab.v5i1.2456

Watts, R. L., & Zimmerman, J. L. (1990). Positive Accounting Theory: A Ten


Year Perspective. The Accounting Review.

Anda mungkin juga menyukai