Anda di halaman 1dari 33

Pengaruh Tax Planing , Tunneling Incentive dan Capital Intensity Terhadap

Tindakan Transfer Pricing Serta Kualitas Audit Sebagai Variable Moderasi


(Study Pada Perusahaan Dagang Alat Berat Terdaftar di BEI)

Prpopsal Thesis

DICKY ADITYA

123012211076

MAGISTER AKUTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS TRISAKTI

2023
Daftar Isi

Daftar Isi..................................................................................................................2
DAFTAR TABEL....................................................................................................3
DAFRTAR GAMBAR............................................................................................4
BAB I.......................................................................................................................5
1.1 LATAR BELAKANG...............................................................................5
1.2 RUMUSAN MASALAH..........................................................................9
1.3 TUJUAN PENELITIAN.........................................................................10
1.4 MANFAAT PENELIIAN.......................................................................10
BAB II...................................................................................................................12
2.1. Perencanaan Pajak (Tax Planning)..........................................................12
2.1.1. Definisi Perencanaan Pajak (Tax Planning).........................................12
2.1.2. Tujuan Perencanaan Pajak (Tax Planning)...........................................13
2.2 Transfer Pricing............................................................................................15
2.3 Tunneling Incentive......................................................................................17
2.4 Capital Intensity...........................................................................................18
2.5 Kualitas audit................................................................................................19
2.6 Teori Agency................................................................................................20
2.7 Pengembangan Hipotesis.............................................................................22
2.8 Kerangka Konseptual...................................................................................22
BAB III METODE PENELITIAN.....................................................................24
3.1 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel.................................24
3.2 Populasi dan Sampel.............................................................................26
3.3 Teknik Pengumpulan Data...................................................................27
3.4 Teknik Analisis Data.............................................................................27
Daftar Pustaka......................................................................................................32
DAFTAR TABEL

1. TABEL EVOLUTION OF CASE OPENED 2


DAFRTAR GAMBAR

1. KERANGKA KONSEPTUAL 20
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Transfer pricing memiliki berbagai kendala dalam melaksanakan
sebuah penghindaran pajak dengan cara yang legal. Skema yang terjadi
dalam melakukan penghindaran pajak dibutuhkan perencanaan pajak yang
matang, pengawasan terhadap manajemen dan pengawasan pada
pelaksanaannya. Hasil penelitian tersebut didukung dengan penelitian
(Saraswati dan Sujana, 2017) yang menyatakan bahwa perusahaan
multinasional melakukan transaksi dengan perusahaan yang memiliki
hubungan istimewa yang berada di negara lain dengan tujuan menurunkan
jumlah pajak yang dibayar oleh suatu perusahaan. Fenomena pada
perusahaan –perusahaan besar menjadi suatu hal yang sangat di sayangkan,
banyak saat ini Perusahaan perkebunan sawit yang masih melakukan
tindakan Transfer Pricing dengan meminimalkan biaya-biaya sehingga
terjadi kerugian dimana omset yang seharusnya besar malah menjadi minim.
Kejadian ini tidak berlaku pada Perusahaan sawit saja adapun para
perusahaan kontraktor yang nakal dalam melaporkan laporan keuangannya
dan melakukan minimalisir dana untuk memperkecil pembayaran pajak
yang seharusnya dan dana yang diminimalisir tersebut digunakan untuk
melakukan tindakan yang tidak semestinya seperti untuk menyuap agar
dapat memenangkan tender.
Kasus yang melibatkan perusahaan adaro yang terlibat dalam
praktek bisnis curang yang merugikan negara melalui modus transfer
pricing ekspor batubara ke luar negeri. Adaro menjual batubara ke anak
usaha di Singapore dengan harga sekitar US$ 15 per ton untuk kontrak
beberapa tahun. Dengan Dengan memindahkan sejumlah besar uang melalui
suaka pajak, Adaro berhasil mengurangi tagihan pajaknya di Indonesia yang
berarti mengurangi pemasukan bagi pemerintah Indonesia sebesar hampir
US$ 14 juta setiap tahunnya yang sekiranya bisa digunakan untuk
kepentingan umum. Namun dalam hal ini Adaro tetap mempertahankan
argumentasinya bahwa dia maleksanakan tax planning dengan
memanfaatkan celah perpajakan yang
Dalam hal ini isu transfer pricing merupakan salah satu aspek yang
menjadi perhatian utama dalam upaya peningkatan tax ratio. Sehingga
dalam hal ini pemerintah telah memiliki strategi untuk menghadapi praktik
transfer pricing yang dilakukan oleh wajib pajak. Walaupun praktik transfer
pricing sangat lumrah berkembang menjadi modus pelaku untuk
melaksanakan tax planning pada perusahaannya. Dalam hal perencanaan
Perencanaan pajak (tax planning) merupakan bagian manajemen pajak dan
merupakan langkah awal di dalam melakukan manajemen pajak. Suandy
(2008) mendefinisikan perencanaan pajak (tax planning) sebagai proses
mengorganisasi usaha wajib pajak atau sekelompok wajib pajak sedemikian
rupa sehingga utang pajak, baik PPh maupun beban pajak yang lainnya
berada pada posisi yang seminimal mungkin.
Tabel 1. Evolution of Case Openend

Source : www.OECD.org
Berdasarkan tabel di atas, DJP menyampaikan bahwa tren
peningkatan kasus transfer pricing disebabkan oleh beberapa faktor,
diantaranya adalah jenis transaksi yang semakin banyak dan komplek.
Materi pembuktian menjadi salah satu hal krusial yang harus dipersiapkan
dalam persidangan di pengadilan pajak, tak terkecuali dalam sengketa
pajak transfer pricing.

Tunneling merupakan pemindahan harta perusahaan dari anak


perusahaan pada satu negara ke anak usaha atau induk usaha di negara
lainnya, atau dari perusahaan ke pemegang saham pengendali untuk tujuan
memperkaya pemegang saham pengendali (Anthony et al, 2010). Tunneling
Incentive berpengaruh positif pada indikasi melakukan Transfer Pricing.
Sedangkan mekanisme bonus tidak berpengaruh pada indikasi melakukan
Transfer Pricing. Lo et al., (2010) menemukan bahwa konsentrasi
kepemilikan oleh pemerintah di Cina berpengaruh pada keputusan Transfer
Pricing. Tunneling incentive merupakan perilaku yang dilakukan oleh pihak
manajemen atau pemegang saham mayoritas untuk mentransfer aset atau
keuntungan perusahaan kepada mereka sendiri demi kepentingan pribadi
namun dibebankan kepada para pemegang saham minoritas. Sebagai contoh
tunneling incentive dalam perusahaan seperti pemegang saham perusahaan
memindahkan sumber daya perusahaan melalui transaksi hubungan
istimewa. Transasksi tersebut mencakup kontrak penjualan seperti transfer
pricing.
Secara harfiah, tunnel berarti terowongan. Namun, dalam istilah
keuangan tunneling berarti transfer sumber daya keluar dari perusahaan
untuk kepentingan pemegang saham pengendali. secara harfiah, fungsi
terowongan digunakan untuk jalan air, kereta atau mobil. Sama halnya
dengan istilah keuangan, tunneling digunakan untuk mengalirkan sumber
daya keluar dari perusahaan untuk kepentingan pemegang saham
pengendali. Munculnya tunneling karena adanya masalah keagenan antara
pemegang saham mayoritas dan pemegang saham minoritas. Kepemilikan
saham yang besar atau mayoritas pada salah satu pihak akan memberikan
kemampuan untuk mengendalikan kegiatan bisnis perusahaan yang berada
dibawah kendalinya (Sari, 2014). Sebagai contoh Pratik tunnelling Dengan
diadakannya tunneling oleh pemegang saham pengendali, maka tidak ada
pembayaran dividen sehingga pemegang saham minoritas kurang
diuntungkan oleh pemegang saham pengendali. Hal tersebut bertujuan untuk
mengalihkan asset perusahaan sementara ke anggota atau anak perusahaan
dengan transfer pricing agar dapat menekan beban-beban yang nantinya
dapat mengurangi laba perusahaan.
Capital intensity adalah bentuk lain dari penghindaran pajak yang
menyangkut investasi terhadap aktiva, yaitu aset tetap dan persediaan. Agar
memperoleh laba yang lebih besar perusahaan harus melakukan pendanaan
terhadap aset yang dimiliki untuk aktivitas operasi yang lebih prospek
(Indradi, 2018). Akibatnya, akrual biaya penyusutan menjadi meningkat
yang mempengaruhi jumlah laba yang dilaporkan (Pattiasina et al., 2019).
Penelitian yang meneliti capital intensity sebagai variabel independen
banyak dilakukan yang menunjukkan hasil memiliki hubungan dengan tax
avoidance (Artinasari & Mildawati, 2018; Dwiyanti & Jati, 2019; Purwanti
& Sugiyarti, 2017). Namun berbeda hasil dengan penelitian Adisamartha &
Noviarina (2015); Budianti & Curry (2018); Pattiasina et al. (2019) bahwa
capital intensity tidak berpengaruh terhadap tax avoidance. Contoh kasus
capital intensity terjadi pada industri otomotif di Indonesia, PT Suzuki
Motor Corp tahun 2017. Kasus penggelapan atas pajak yang disetorkan
lebih rendah dari yang seharusnya membuat pemerintah mengalami
kerugian. Penipuan pelaporan keuangan dilakukan dengan cara mengakui
persediaan barang yang belum terpakai, yaitu suku cadang sepeda motor
balap sebagai biaya pengeluaran (Calvin, 2021).
Audit merupakan suatu proses untuk mengurangi ketidakselarasan
informasi yang terdapat para manajer dan para pemegang saham dengan
menggunakan pihak luar untuk memberikan pengesahan terhadap laporan
keuangan. Hal ini berarti auditor mempunyai peranan penting dalam
pengesahan
laporan keuangan suatu perusahaan. Oleh karena itu kualitas audit
merupakan hal penting yang harus diperhatikan oleh para auditor dalam
proses pengauditan.Selain digunakan oleh perusahaan, audit laporan
keuangan juga dapat digunakan oleh pihak luar perusahaan seperti calon
investor, investor, kreditur, Bapepam dan pihak lain yang terkait untuk
menilai perusahaan dan mengambil keputusan-keputusan yang strategik
yang berhubungan dengan perusahaan tersebut. Oleh sebab itu, informasi
yang disajikan dalam audit laporan keuangan harus memiliki kualitas yang
dapat diandalkan.Audit yang berkualitas merupakan audit yang
dilaksanakan oleh auditor yang berkompeten dan independen. Kompetensi
auditor terkait dengan kemampuan auditor dalam mendeteksi salah saji
dalam laporan keuangan.
Kualitas audit merupakan hal yang paling penting untuk
diperhatikan oleh pengguna laporan auditan. Karena, opini audit akan
menjadi dasar para investor dan calon investor untuk mengambil keputusan.
jika laporan keuangan auditan itu tidak diaudit oleh auditor yang
berkualitas, maka opini yang dihasilkan juga tidakberkualitas dan akan
menyebabkan kekeliruan pengguna laporan untuk mengambilkeputusan.
Davidson dan Neu (1993) mengungkapkan bahwa kualitas auditmerupakan
salah satu faktor yang berdampak pada kredibilitas informasi keuangan.
Kualitas audit yang tinggi diasumsikan memiliki informasi yang lebih
akurat. Wedemeyer (2010) berasumsi bahwa kualitas audit itu merujuk
kepada tingkatan seorang auditor itu percaya bahwa laporan keuangan itu
tidak mengandung salah saji setelah selesainya pekerjaan audit. selain itu,
keputusan professional yang diambil oleh auditor itu tergantung dari level
keterikatannya.
Berdasarkan uraian latar belakang di atas peneliti ingin mengambil
judul “Pengaruh Tax Planing , Tunneling Incentive Dan Capital Intensity
Terhadap Laporan Transfer Pricing Serta Kualiitas Laporan Audit Sebagai
Variable Moderasi (Study Pada Perusahaan Dagang Alat Berat Terdaftar Di
BEI)”
1.2 RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang di paparkan maka rumusan
masalah dapat diperoleh adalah
1. Apakah pengaruh tax planning terhadapa tindakan transfer pricing ?
2. Apakah pengaruh Tunneling Incentive terhadapa tindakan transfer
pricing ?
3. Apakah pengaruh Capital Intensity terhadapa tindakan transfer pricing ?
4. Apakah pengaruh laporan audit memoderasi tax planning, tunnelling
incentive dan capital intensity terhadapa tindakan transfer pricing ?

1.3 TUJUAN PENELITIAN


Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:
1. Mengetahui pengaruh tax planning terhadapa tindakan transfer pricing.
2. mengetahui pengaruh Tunneling Incentive terhadapa tindakan transfer
pricing.
3. Mengetahui pengaruh Capital Intensity terhadapa tindakan transfer
pricing.
4. Mengetahui pengaruh kualitas audit memoderasi tax planning,
tunnelling incentive dan capital intensity terhadapa tindakan transfer
pricing.

1.4 MANFAAT PENELIIAN


Peneliti berharap dengan adanya penelitian ini nantinya dapat
memberikan konstribusi postif dan berguna bagi pihak-pihak yang akan
menggunakan penelitian ini ataupu menggembangkan dengan penelitian ini.
Manfaat yang akan diberikan sebagai berikut:
1. Manfaat teoritis
Salah satu kajian yang akan dapat digunakan dalam bidang perpajakan
maupun akuntansi terutama dalam pengembangan dan pengetahuan
tentang transfer pricing dan pengaruh kualitas audit terhadap transfer
pricing itu sendiri
2. Manfaat Praktis
a. Sebagai sarana meningkatkan pengetahun dalam menganalisis
keadaan yang terjadi di lapangan sesuai dengan teori-teori yang
diterima maupun ditempuh dalam perkuliahan
b. Memberikan sumbangan pemikiran dalam pengembangan serta
penyempurnaan terkait dengan transfer pricing.
BAB II
KAJIAN TEORI

2.1. Perencanaan Pajak (Tax Planning)


2.1.1. Definisi Perencanaan Pajak (Tax Planning)
Secara umum Perencanaan Pajak (tax planning) didefinisikan sebagai
proses mengorganisasi usaha wajib pajak atau kelompok wajib pajak sedemikian
rupa sehingga hutang pajaknya, baik pajak penghasilan maupun pajak-pajak
lainnya berada dalam posisi yang minimal, sepanjang hal ini dimungkinkan oleh
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Perencanaan Pajak adalah
sejumlah perencanaan di bidang perpajakan yang dibentuk untuk meningkatkan
efisiensi pengelolaan pajak, untuk mendapatkan alternatif terbaik dalam hal
penghematan pajak yang tidak melanggar ketentuan perpajakan dengan tujuan
agar dapat meminimalisasi beban pajak.

Perencanaan Pajak merupakan upaya legal yang bisa dilakukan wajib


pajak. Tindakan itu legal karena penghematan pajak tersebut dilakukan dengan
cara tidak melanggar ketentuan yang berlaku. Perencanaan Pajak tidak berarti
sebagai upaya menghindari pajak, karena bila demikian jelas bertentangan dengan
undang-undang perpajakan yang berlaku (Tanuwardi,2006).

Menurut Harnanto, Perencanaan Pajak adalah suatu proses usaha-usaha


wajib pajak atau sekelompok wajib pajak untuk meminimalisasikan beban atau
kewajiban pajaknya, baik yang berupa penghasilan maupun pajak-pajak yang lain
melalui pemanfaatan celah-celah dalam perundang-undangan perpajakan. Tetapi
hal yang perlu diperhatikan dalam perencanaan pajak adalah wajib pajak harus
benar-benar memahami peraturan perpajakan yang berlaku dan selalu mengikuti
perubahan dan perkembangannya.

Secara teoritis Perencanaan Pajak merupakan bagian dari fungsi-fungsi


manajemen pajak, yang terdiri dari: planning, implementation dan control.
Apabila dihubungkan dengan fungsi-fungsi spesifik manajemen, perencanaan
pemenuhan kewajiban perpajakan (tax planning) termasuk ke dalam salah satu
fungsi-fungsi spesifik manajemen, yaitu fungsi Planning, dimana dalam proses
menetapkan perencanaan penyusunan strategi penghematan pajak
(Lumbantoruan,1994).

Penekanaan perencanaan pajak adalah untuk meminimumkan kewajiban


pajak. Hal ini dapat dilihat dari dua definisi perencanaan pajak di bawah ini:

a. “Tax Planning is the systematic analysis of differing tax options aimed at


the minimization of tax liability in current and future tax periods”
(Crumbley,1994 hal.300).
b. “Tax Planning is arrangements of a person’s business and/or private
affairs in order to minimize tax liability” (Lyons,1996 hal. 303).

2.1.2. Tujuan Perencanaan Pajak (Tax Planning)

Implementasi perencanaan pajak dalam kegiatan usaha wajib pajak adalah untuk
mencapai sasaran wajib pajak dalam pemenuhan kewajiban perpajakan, dengan
cara perencanaan pajak secara lengkap, benar, dan tepat waktu yang sesuai dengan
undang-undang perpajakan, sehingga tidak terkena sanksi administratif (denda,
bunga, kenaikkan pajak) dan sanksi pidana. Tujuan dari perencanaan pajak (tax
planning) adalah sebagai berikut:

a. Membuka kesadaran akan pentingnya perencanaan perpajakan untuk wajib


pajak.
b. Membayar pajak sesuai ketentuan yang berlaku.

c. Membuat metode perhitungan dalam efisiensi pembayaran pajak secara


legal.
Perencanaan pajak di sini tidak sama dengan perencanaan yang merugikan
penerimaan negara, karena tujuannya adalah untuk mengatur agar pajak yang
harus dibayar dapat diminimalisasi dari jumlah yang seharusnya dimana tidak
melanggar dari ketentuan perpajakan yang berlaku. Untuk itu wajib pajak perlu
melakukan penelitian dan pengumpulan ketentuan peraturan perpajakan. Empat
hal yang perlu diperhatikan dalam rangka melaksanakan perencanaan pajak
adalah:

1. Wajib Pajak harus mengerti peraturan perpajakan yang terkait. Akan


sangat sulit dapat melakukan perencanaan pajak yang baik dan tidak
melanggar undang-undang bila perencanaan pajak dirancang tidak dalam
ruang lingkup undang-undang perpajakan yang berlaku. Pelaksanaan
perencanaan pajak yang melanggar undang-undang akan berakibat fatal
dan bahkan dapat mengancam keberhasilan perencanaan pajak. Apabila
suatu perencanaan pajak ingin dipaksakan dengan melanggar ketentuan
perpajakan, bagi wajib pajak merupakan resiko yang berbahaya dan
mengancam keberhasilan perencanaan pajak. Karena itu, sebaiknya wajib
pajak menghindari hal tersebut karena sangat merugikan wajib pajak
sendiri.
2. Menentukan tujuan yang ingin dicapai dalam perencanaan pajak,
perencanaan pajak paling tidak memiliki 2 tujuan utama yakni:
a. Menerapkan peraturan perpajakan secara benar
b. Mengefisienkan pajak yang diharapkan

3. Dalam melakukan perencanaan pajak harus memahami karakter usaha


wajib pajak. Hal ini dikarenakan hampir setiap wajib pajak memiliki
perbedaan-perbedaan dalam kebijakan maupun perilaku dan
kebiasaankebiasaannya. Dengan memahami secara mendalam seluk-beluk
usaha wajib pajak akan sangat membantu dalam melakukan perencanaan
pajak.
4. Memahami tingkat kewajaran atas transaksi-transaksi yang diatur dalam
perencanaan pajak. Hal ini dikarenakan apabila pelaksanaan perencanaan
pajak dengan mengabaikan kewajaran sudah tentu akan menimbulkan
kesulitan-kesulitan karena adanya kecurigaan fiskus dan ini dapat
berimplikasi dengan pemeriksaan, karena bisa diindikasikan adanya
kecurangan pajak.
2.2 Transfer Pricing
Transfer pricing adalah kebijakan perusahaan dalam menentukan
harga transfer terhadap transaksi barang, jasa, aset tidak berwujud, atau
transaksi keuangan yang dilakukan oleh perusahaan(Sundari dan Susanti
2016).

Menurut kementerian keuangan transfer pricing adalah suatu


kebijakan perusahaan dalam menentukan harga transfer suatu transaksi baik
itu barang, jasa, harta tak berwujud, atau pun transaksi finansial yang
dilakukan oleh perusahaan.

Organization for Economic Co-operation and Development


mendefinisikan transfer pricing sebagai harga yang ditentukan di dalam
transaksi antar anggota group dalam sebuah perusahaan multinasional
dimana harga transfer yang ditentukan tersebut dapat menyimpang dari
harga pasar wajar, hal ini karena mereka berada pada posisi bebas untuk
mengadopsi prinsip apapun yang tepat bagi korporasinya(Wafiroh dan
Hapsari,2015)

Terdapat dua kelompok transaksi dalam transfer pricing, yaitu


intracompany dan intercompany transfer pricing. Intracompany transfer
pricing merupakan transfer pricing antar divisi dalam satu perusahaan.
Sedangkan intercompany transfer pricing merupakan transfer pricing antar
dua perusahaan yang mempunyai hubungan istimewa. Transaksinya sendiri
bisa dilakukan dalam satu negara (domestic transfer pricing), maupun
dengan negara yang berbeda (international transfer pricing).

Menurut PSAK No 7 yang mengatur tentang pengungkapan


pihakpihak yang mempunyai hubungan istimewa dan transaksi antara
perusahaan pelapor dengan pihak-pihak yang mempunyai hubungan
istimewa. Mengungkapkan beberapa pengertian mengenai hubungan
istimewa:

1. Pihak-pihak dikatakan memiliki hubungan istimewa bila satu pihak


memiliki kemampuan untuk mengendalikan pihak lain atau memiliki
pengaruh signifikan atas pihak lain dalam mengambil keputusan
keuangan dan operasional.
2. Transaksi antara pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa
adalah suatu pengalihan sumber daya atau kewajiban antara pihak-pihak
yang mempunyai hubungan istimewa, tanpa menghiraukan apakah suatu
harga diperhitungkan
3. Pengendalian adalah kepemilikan langsung melalui anak perusahaan
dengan lebih dari setengah hak suara dari suatu perusahaan, atau suatu
kepentingan substansial dalam hak suara dan kekuasaan, untuk
mengarahkan kebijakan keuangan dan operasi manajemen.
4. Pengaruh signifikan adalah penyertaan dalam pengambilan keputusan
kebijakan keuangan dan operasi suatu perusahaan, tetapi tidak
mengendalikan kebijakan itu. pengaruh signifikan dapat dijalankan
dengan dengan berbagai cara, antara lain, berdasarkan perwakilan dalam
dewan komisaris atau penyertaan dalam proses perumusan kebijakan,
transaksi antar perusahaan yang materil, pertukaran karyawan
manajerial, atau ketergantungan pada informasi teknis. Pengaruh
signifikan dapat diperoleh berdasarkan kepemilikan bersama, anggaran
dasar atau perjanjian.

Pihak yang mempunyai hubungan istimewa adalah :

a. Perusahaan melalui satu atau lebih perantara (intermediaries),


mengendlikan, atau dikendalikan oleh atau berada dibawah
pengendalian bersama, dengan perusahaan pelapor (termasuk holding
companies, subsidiaries, dan fellow subsidiaries).
b. Perusahaan asosiasi ( associated company)
c. Perorangan yang memiliki, baik secara langsung maupun tidak
langsung, suatu kepentingan hak suara diperusahaan pelapor yang
berpengaruh secara signifikan, dan anggota keluarga dekat dari
perorangan tersebut( anggota keluarga dekat adalah mereka yang dapat
diharapkan memengaruhi atau dipengaruhi orang tersebut dalam
transaksinya dengan perusahaan pelapor)
d. Karyawan kunci, yaitu orang-orang yang mempunyai wewenang dan
tanggung jawab untuk merencanakan, memimpin, dan mengendalikan
kegiatan perusahaan pelapor yang meliputi anggota dewan komisaris,
direksi, dan manajer dari perusahaan serta anggota keluarga dekat orang-
orang tersebut.
e. Perusahaan, di mana suatu kepentingan substansial dalam hak suara
dimiliki, baik secara langsung maupun tidak langsung, oleh setiap orang
yang diuraikan Menurut beberapa literatur diatas dapat disimpulkan
bahwa transfer pricing merupakan nilai yang dibebankan terhadap
barang/ jasa yang ditransfer antar pihak yang memiliki hubungan
istimewa.

2.3 Tunneling Incentive


Tunneling merupakan perilaku manajemen atau pemegang saham
mayoritas yang mentransfer aset dan profit perusahaan untuk kepentingan
mereka sendiri, namun biaya dibebankan kepada pemegang saham
minoritas (Mutamimah, 2008).

Tunneling merupakan aktivitas pengalihan aset dan laba keluar


perusahaan untuk kepentingan pemegang saham pengendali perusahaan
tersebut (Johnson dalam Pratama dan Siswantaya, 2014).

Jadi dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan tunneling


incentive adalah suatu perilaku dari pemegang saham mayoritas yang
mentransfer aset dan laba perusahaan demi keuntungan mereka sendiri,
namun pemegang saham minoritas ikut menanggung biaya yang mereka
bebankan.
Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Refgia (2017) dan
Mispiyanti (2015) tunneling incentive diukur dengan persentase
kepemilikan saham diatas 20% sebagai pemegang saham pengendali.

2.4 Capital Intensity


Capital intensity atau rasio intensitas modal adalah aktivitas investasi
perusahaan yang dikaitkan dengan investasi aset tetap dan persediaan (Indradi:
2018). Capital intensity juga dapat didefinisikan dengan bagaimana perusahaan
24 berkorban mengeluarkan dana untuk aktivitas operasi dan pendanaan aktiva
guna memperoleh keuntungan perusahaan.

Menurut Steyn (2012, dalam Aini,2018)“Capital intensity refers to the


amount of capital a business requires to generate on unit of revenue. It there
gives an indication of the amount of plant, property, equipment, and other
tangible assets required to produce a unit of sales.” Diartikan sebagai
“Intensitas modal mengacu pada jumlah yang dibutuhkan bisnis untuk
menghasilkan pendapatan. Yang terdiri dari jumlah pabrik, properti, peralatan,
dan aset berwujud lainnya yang diperlukan untuk menghasilkan unit
penjualan.”

Menurut Sartono (2010, dalam Aini, 2018) intensitas modal merupakan


rasio fixed asset, seperti peralatan pabrik, mesin dan berbagai properti terhadap
total aset. Rasio ini menggambarkan seberapa besar aset perusahaan
diinvestasikan dalam bentuk aset tetap. Perputaran total aset (total asset
turnover) apabila dibalik akan menjadi intensitas modal.

Menurut syamsudin (2000, dalam Aini, 2018) rasio intensitas modal


menunjukkan tingkat efisiensi penggunaan seluruh aktiva perusahaan di dalam
menghasilkan volume penjualan tertentu. Semakin tinggi rasio intensitas modal
berarti semakin efisien penggunaan keseluruhan aktiva di dalam menghasilkan
penjualan.
Menurut Commanor dan Wilson (1967, dalam Aini, 2018) rasio intensitas
modal merupakan salah satu informasi yang penting bagi investor karena dapat
menunjukkan tingkat efisiensi penggunaan modal yang telah ditanamkan.
Salah satu indikator prospek suatu perusahaan di masa mendatang yang dapat
digunakan untuk menilai suatu intensitas modal mencerminkan seberapa besar
modal yang dibutuhkan untuk menghasilkan pendapatan dalam merebut pasar
yang diinginkan perusahaan. Semakin besar intensitas modal suatu perusahaan
akan berdampak pada peningkatan penjualan yang secara langsung juga dapat
meningkatkan kinerja keuangan.

Mosebach dan Ellen (2007, dalam Gemilang, 2018) menyatakan bahwa


terdapat tiga intensitas untuk mengukur komposisi aktiva, yaitu intensitas
persediaan, intensitas modal dan intensitas penelitian dan pengembangan. Pada
penelitian ini capital intensity diproksikan menggunakan rasio intensitas aset
25 tetap, intensitas aset tetap adalah seberapa besar proporsi aset tetap
perusahaan dalam total aset yang dimiliki

2.5 Kualitas audit


Auditing adalah suatu kegiatan pengumpulan dan penilaian buktibukti
yang menjadi pendukung informasi kuantitatif suatu entitas untuk
menentukan dan melaporkan sejauh mana kesesuaian antara informasi
kuantitatis tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan. Di dalam proses
audit, laporan hasil pemeriksaan/audit memiliki peran yang penting, karena
laporan hasil audit merupakan output dari proses audit. Laporan hasil audit
adalah dokumen kepada pihak-pihak yang berkepentingan di organisasi
auditan yang memuat hasil audit dan rekomendasi dari pemeriksa. Hasil
audit/pemeriksaan berupa hasil penilaian auditor terhadap kesesuaian antara
kondisi sebenarnya dibandingkan dengan kriteria dan hasil analisis auditor
bila terdapat perbedaan antara kondisi yang sebenarnya dengan kriteria,
sedangkan rekomendasi berisi saran-saran dari auditor kepada manajemen
mengenai perbaikan atas kelemahan sistem pengendalian manajemen.
Audit harus dilakukan oleh institusi atau orang yang kompeten dan
independen, karena hasil audit atas laporan keuangan dari auditor akan
digunakan oleh para pengguna laporan keuangan untuk mengambil keputusan
ekonomi. Ini berarti auditor memiliki peranan penting dalam pengesahan
laporan keuangan suatu perusahaan atau instansi. Maka dari itu, kualitas audit
merupakan hal penting yang harus diperhatikan oleh auditor dalam proses
audit (Okky, 2013).

Kualitas audit adalah pelaksanaan audit yang dilakukan sesuai dengan


standar sehingga mampu mengungkapkan dan melaporkan apabila terjadi
pelanggaran yang dilakukan klien. Kualitas audit biasanya diukur dengan
pendapat profesional auditor yang didukung oleh bukti dan penilaian objektif.
Dimana auditor memberikan pelayanan yang berkualitas kepada pemegang
saham jika mereka memberikan laporan audit yang independen, dapat
diandalkan dan didukung dengan bukti audit yang memadai (FRC, 2006).
Christiawan (2002) menyatakan kualitas audit ditentukan oleh dua hal yaitu
kompetensi dan independensi. Auditor yang kompeten adalah auditor yang
mampu menemukan adanya pelanggaran sedangkan auditor yang independen
adalah auditor yang mau mengungkapkan pelanggaran tersebut.

Pada dasarnya kualitas hasil audit di sektor publik semata-mata tidak


hanya ditentukan oleh pihak pemeriksa/auditor yang kaitannya dalam
melaksanakan auditor harus bersikap independen, objektif, kompeten dan
memiliki integritas yang tinggi, tetapi sebenarnya kualitas hasil audit juga
dipengaruhi oleh pihak yang diaudit/auditee yang dalam kaitannya terhadap
kelemahan pengendalian intern dan penyimpangan dari peraturan
perundangundangan serta dengan tidak memberikan batasan batasan dan
transparan kepada auditor selama pelaksanaan audit, sehingga auditor dapat
melakukan evaluasi dan memberikan rekomendasi secara penuh. Namun,
dalam penelitian ini peneliti fokus mengambil sudut pandang dari persepsi
auditor atas faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hasil audit.
2.6 Teori Agency
Teori agensi merupakan teori yang menjelaskan hubungan antara pihak
agen (manajemen) dengan pihak principal (pemegang saham) dalam
pengelolaan perusahaan. Evan (2017:38) menjelaskan bahwa: 14 “ Agency
theory is based on the concept of an agency relationship, in which one party
(the principal) engages another party (the agent) to perform work. Agency
theory makes the assumption that individuals in agency relationship are utility
maximizers and will always take actions to enhance their self interest. As a
consequence, when authority is delegated to agents on behalf of the principal,
agents may use this power to promote their own well being, at the expense of
the principal. Monitoring is a central issue in agency theory, because it is a
primary mechanism used by both parties to maintain and govern the
relationship.”

Diterjemahkan menjadi:

“Teori agensi didasarkan pada konsep hubungan agensi, di mana satu


pihak (pelaku usaha) melibatkan pihak lain (agen) untuk melakukan
pekerjaan. Teori agensi membuat anggapan bahwa individu dalam hubungan
keagenan adalah pemaksimal utilitas dan akan selalu mengambil tindakan
untuk meningkatkan kepentingan pribadi mereka. Sebagai konsekuensinya,
ketika wewenang didelegasikan kepada agen atas nama prinsipal, agen dapat
menggunakan kekuatan ini untuk mempromosikan kesejahteraan mereka
sendiri, dengan mengorbankan prinsipal atau pelaku usaha. Pemantauan
merupakan isu utama yang digunakan oleh kedua belah pihak untuk
mempertahankan dan mengatur hubungan.”

Setyoningrum dan Zulaikha (2019) mengutip penjelasan dari para ahli


mengenai principal dan agent bahwa kedua pihak merupakan utility
maximizers, dimana pihak agent belum tentu bertindak sesuai dengan
kepentingan utama principal. Hal tersebut didukung oleh pendapat Horne
(2012:3) yang menjelaskan bahwa secara khusus tujuan dari pihak
manajemen dapat berbeda dari tujuan para pemegang saham perusahaan.
Perbedaan tujuan dan kepentingan ini juga dapat mempengaruhi berbagai hal
yang berkaitan dengan kinerja perusahaanya, salah satunya adalah kebijakan
perusahaan mengenai pajak.

Sistem perpajakan Indonesia yang menggunakan self assesment system


memberi kewenangan bagi perusahaan untuk menghitung dan melaporkan
pajaknya sendiri. Berlakunya sistem tersebut merupakan peluang bagi agent
untuk memanipulasi pendapatan kena pajak menjadi lebih kecil agar beban
pajak perusahaan semakin kecil. Hal tersebut dapat dilakukan agent karena
adanya 15 simetris informasi dan agent memiliki informasi perusahaan lebih
banyak dibandingkan principal.

2.7 Pengembangan Hipotesis


Berdasarkan teori keagenan, konflik agensi terjadi antara manajer dan
pemegang saham akibat adanya kesenjangan informasi antar kedua pihak
tersebut. Pemegang saham menduga manajer akan melakukan tindakan
oportunistik untuk kepentingan mereka melalui upaya manipulasi angka-angka
akuntansi dalam laporan keuangan perusahaan. Kondisi ini akan memberikan
dampak berkurangnya harapan pemegang saham untuk memperoleh
keuntungan dari operasional perusahaan akibat perilaku oportunistik tersebut.
Adanya perencanaan pajak yang baik, maka upaya manajer untuk melakukan
manipulasi manipulasi pada laporan keuangan akan terbatasi. Hal ini
dikarenakan tindakan Transfer Pricing akan memberikan dampak yang luas
bagi perusahaan. Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesis yang dapat
disimpulkan adalah sebagai berikut:

a. H1 : Tunneling Incentive berpengaruh terhadap keputusan transfer pricing.


b. H2 Tunneling incentive berpengaruh terhadap keputusan transfer pricing.
c. H3 : capital intensity berpengaruh terhadap keputusan transfer pricing.
d. H4 : Laporan kualitas audit berpengaruh terhadap keputusan transfer
pricing
2.8 Kerangka Konseptual
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel


Terdapat 2 variabel yang digunakan pada penelitian ini, yaitu variabel
dependen dan variabel independent. Kedua variabel akan dijelaskan
sebagai berikut:
1. Variabel Dependen (Y)
Variabel dependen merupakan variabel yang menjadi minat utama
peneliti. Variabel dependen dalam penelitian ini ialah Transfer
Pricinng yang direpresentasikan sebagai pengurang kewajiban
pajak perusahaan. Transfer Pricinng dalam penelitian ini akan
diukur dengan rasio Gross retuns on Sales (CROS)

laba kotor
Cros=
penjualan bersih

2. Variabel Independen (X)


Dalam penelitian ini variabel independen adalah Tax planning,
capital intesity, tunneling incentive yang, komite audit, dan kualitas
audit.
a. Tax Planning
Perencanaan pajak diukur dengan tarif retensi pajak (tax retention
rate) yang merupakan ukuran efektivitas perencanaan pajak
terhadap laporan keuangan perusahaan tahun berjalan. Besar
kecilnya efektivitas perencaan pajak yang dimaksud adalah ukuran
efektivitas perencanaan pajak (Alfian Bunaca & Nurdayadi, 2019).
Dalam tarif retensi pajak (tax retention rate) dengan rumus:
b. Tunneling Incentive
Tunneling incentive adalah suatu perilaku dari pemegang
saham mayoritas yang mentransfer aset dan laba perusahaan demi
keuntungan mereka sendiri, tetapi pemegang biaya dibebankan
pada pemegang saham minoritas. Perhitungan menggunaka rumus:

c. Capital Intensity
Capital intensity diproksikan menggunakan rasio intensitas
aset tetap. Menurut Lanis dan Richardson (2011) dalam Husnaini
et al (2013), rasio intensitas aset tetap digunakan untuk mengukur
perbandingan aset tetap terhadap total aset sebuah perusahaan, di
mana rasio ini menggambarkan proporsi atau seberapa besar aset
tetap yang dimiliki perusahaan dari total asetnya. Rumus
perhitungan rasio intensitas aset tetap menurut Lanis dan
Richardson (2011) dalam Husnaini et al (2013) adalah sebagai
berikut:

d. Kualitas Audit
Pengukuran kualitas audit menggunakan proksi ukuran
KAP yang dibedakan menjadi dua, yaitu KAP The Big Four dan
KAP non The Big Four. Berdasarkan penelitian-penelitian
sebelumnya, laporan keuangan yang diaudit oleh auditor KAP The
Big Four dipercaya lebih memiliki kualitas tinggi karena
menampilkan nilai perusahaan yang sebenarnya. Oleh karena itu
diduga perusahaan yang diaudit oleh auditor KAP The Big Four
memiliki tingkat kecurangan yang lebih rendah dibandingkan
dengan perusahaan yang diaudit oleh auditor KAP non The Big
Four.
Kualitas audit diukur berdasarkan KAP yang mengaudit
laporan keuangan perusahaan. Laporan keuangan yang diaudit
oleh KAP Big Four diberi nilai 1 sedangkan yang diaudit oleh
KAP diluar The Big Four diberi nilai 0. Pengukuran menggunakan
dummy seperti ini dilakukan dalam penelitian Sri Mulyani et al.,
(2018).
3.2 Populasi dan Sampel
1.2.1 Populasi
Margono (2004) dalam Apriyanto et al., (2017)
mendefinisikan populasi sebagai keseluruhan data yang menjadi
pusat perhatian seorang peneliti dalam ruang lingkup dan waktu
yang telah di tentukan. Pada penelitian ini populasi yang
digunakan yaitu semua perusahaan alat berat yang terdaftar dalam
Bursa Efek Indonesia pada periode 2017-2021.
1.2.2 Sampel
Sampel merupakan sebagian dari populasi yang dipilih
yang mewakili populasi tersebut (Muri dalam Apriyanto et al.,
2017). Terdapat 2 (dua) teknik sampling yang bisa digunakan,
yakni probability sampling dan non probability sampling
(Apriyanto et al., 2017). Penggunaan metode pada penelitian
berikut untuk mengambil sampel yaitu non-probability sampling
dengan menggunakan teknik purposive sampling. Alasan
menggunakan teknik ini dikarenakan tidak semua sampel
mempunyai kriteria yang sesuai dengan fenomena yang diteliti
oleh peneliti. Karena itu, dipilih teknik purposive sampling yang
menetapkan pertimbangan atau kriteria yang harus dipenuhi oleh
sampel yang digunakan dalam penelitian ini. Berikut merupakan
kriteria yang digunakan dalam menetapkan sampel pada
penelitian ini antara lain:
1. Perusahaan dagang alat berat yang laporan keuangan dan
laporan tahunannya diterbitkan secara lengkap selama periode
2017-2021
2. Perusahaan dagang alat berat yang pada periode 2017-2021
terhindar dari kerugian
3. Perusahaan dagang alat berat yang mana memiliki
kelengkapan data terkait variabel yang diteliti.

3.3 Teknik Pengumpulan Data


Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder
yang diperoleh oleh peneliti secara tidak langsung. Data diperoleh dari
website resmi Bursa Efek Indonesia yaitu www.idx.co.id atau website
resmi perusahaan. Untuk mengumpulkan data yang digunakan dengan
memanfaatkan metode dokumentasi melalui pengumpulan, pencatatan
serta penganalisisan terhadap data-data yang telah dikumpulkan berbentuk
pelaporan keuangan yang sudah di audit maupun pelaporan per tahun dari
perusahaan pertambangan yang sudah terbit pada BEI dari periode 2017-
2021.

3.4 Teknik Analisis Data


Metode analisis data yang digunakan pada penelitian ini
menggunakan analisis statistik deskriptif, uji asumsi klasik, dan analisis
regresi linier berganda.
1.4.1 Uji Statistik Deskriptif
Ghozali (2007) berpendapat bahwa analisis statistik
deskriptif memberikan deskripsi atau gambaran data, yang dapat
dinilai dari mean, standar deviasi, varian, nilai maksimal, nilai
minimal, sum, range, kurtosis atau skewness. Dalam penelitian ini
analisis statistik deskriptif digunakan untuk mengetahui gambaran
mengenai profitabilitas, kepemilikan keluarga, kepemilikan
institusional, komisaris independen, komite audit dan kualitas
audit, terhadap penghindaran pajak pada perusahaan sektor
pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI)
periode 2017-2021.
1.4.2 Uji Asumsi Klasik
Untuk mendapatkan kepastian tentang apakah suatu model
regresi yang dipakai layak atau tidak dalam penelitian ini maka
digunakan uji asumsi klasik. Model regresi bisa menjadi
instrumen estimasi tanpa bias bila sudah sesuai dengan syarat best
linear unbiased estimator yaitu tidak terjadinya autokorelasi,
multikolinieritas serta heteroskedastisitas. Ada 4 pengujian
asumsi klasik pada penelitian yang akan dilakukan yakni uji
normalitas, multikolonieritas, autokorelasi dan
heteroskedastisitas.
1.4.2.1 Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk menguji apakah modal
regresi yang digunakan residual terdistribusi normal atau tidak
(Ghozali, 2007). Untuk menghasilkan data yang relevan agar
dapat dilakukan uji t dan uji F, maka data yang digunakan
harus terdistribusi normal. Kriteria uji Kolmogorov-Smirnov
yang dijadikan pedoman dalam uji normalitas adalah jika nilai
probabilitas lebih kecil dari tingkat signifikan yang digunakan
(<5% ) maka data terdistribusi tidak normal, dan sebaliknya
jika nilai probabilitas lebih besar dari tingkat signifikan yang
digunakan (>5% ) maka disimpulkan data terdistribusi normal.
1.4.2.2 Uji Multikolinieritas
Uji multikoliniearitas bertujuan untuk menguji ada tidaknya
korelasi antara variabel independen atau variabel bebas
(Ghozali, 2007). Variabel yang baik adalah yang tidak
memiliki korelasi sehingga variabel bersifat ortogonal. Untuk
mendeteksi ada atau tidaknya multikoliniearitas, dapat diihat
dari Tolerance Value atau Variance Inflation Factor (VIF).
Model regresi yang bebas multikolonieritas yaitu memiliki
tolerance value > 0,10 atau VIF < 10.
1.4.2.3 Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah
terjadi perbedaan varians dari residual suatu pengamatan ke
pengamatan lain (Ghozali, 2007). Uji heteroskedastisitas dapat
dilakukan dengan uji Glejser yaitu meregresikan absolut nilai
residual sebagai variabel dependen dengan variabel
independen (Gujarati dalam Ghozali, 2007). Jika nilai
probabilitas signifikansi variabelnya > 0,05 maka tidak
terdapat heteroskedastisitas.
1.4.2.4 Uji Autokorelasi
Tujuan dari uji ini ialah untuk menguji apakah model
regresi linier ada korelasi antara kesalahan penganggu pada
periode t dengan kesalahan penganggu periode t-1 (periode
sebelumnya). Jika berkolerasi dengan demikian dikatakan ada
permasalahan autokorelasi. Dasar dalam pengambilan
keputusan dari ada atau tidaknya autokorelasi yakni melalui uji
Durbin-Watson.

Tabel 2. Hasil Pengambilan Keputusan Autokorelasi

Hipotesis Nol Keputusan Jika


Tidak terdapat Tolak 0 < d < dl
autokorelasi positif
Tidak terdapat No decision dl ≤ d ≤ du
autokorelasi positif
Tidak terdapat Tolak 4-dl < d < 4
autokorelasi negatif
Tidak terdapat No decision 4-du ≤ d ≤ 4-
autokorelasi negatif dl
Tidak terdapat Tidak ditolak du < d < 4-du
autokorelasi positif atau
negatif
Sumber: (Ghozali dalam Apriyanto & Iswadi, 2017)

1.4.3 Uji Analisis Regresi Linear Berganda


Penelitian ini menggunakan persamaan regresi berganda
untuk menganalisis pengaruh dewan komisaris independen,
kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, komite audit,
kualitas audit, pertumbuhan penjualan dan leverage terhadap tax
avoidance pada perusahaan sektor pertambangan yang terdaftar di
BEI tahun 201-2021. Model persamaan regresi berganda sebagai
berikut:

Y =  + 1X1 + 2X2 + 3X3 + 4X4 + 5X5 + 6X6 + e

Keterangan :
Y = Transfer Pricing
 = Titik Konstanta Regresi
1,2,3,4,5,6 = Nilai Koefisien Regresi
X1 = Variabel Tax Planing
X2 = Variabel Tunneling incentive
X3 = Variabel Capital intensity
X64= Variabel Kualitas Audit
e = standard error

1.4.4 Uji F/Uji Kelayakan Model


Uji F bertujuan untuk menguji kelayakan model apakah
data empiris sesuai dengan model regresinya. Jika nilai signifikan
< 0.05 maka model penelitian yang diestimasi layak digunakan
dan jika nilai signifikan > 0,05 maka model penelitian yang
diestimasi tidak layak digunakan.
1.4.5 Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien Determinasi (R²) digunakan untuk mengukur
seberapa jauh kemampuan variabel independen dalam
menerangkan variabel dependen (Ghozali, 2006). Nilai koefisien
determinasi adalah antara nol dan satu dimana nilai R² yang
semakin besar atau semakin mendekati satu menunjukkan hasil
regresi yang semakin baik. Hal ini berarti variabel variabel bebas
memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk
memprediksi variasi variabel terikat.
1.4.6 Uji Parsial (Uji t)
Uji t digunakan untuk mengetahui besarnya pengaruh
variabel independen terhadap variabel dependen secara
individual. Uji t dapat dihitung dengan membandingkan antara
nilai t hitung dengan tabel. Jika t hitung > t tabel, maka Ha
didukung dan Ho tidak didukung, dengan kata lain bahwa
variabel independen memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
variabel dependen. Apabila nilai probabilitas signifikansi < 0,05
maka suatu variabel independen mempengaruhi variabel
dependen secara signifikan. Begitu pula sebaliknya.
Daftar Pustaka

Adelina dan Theresa. 2012. Pengaruh Karakteristik Perusahaan dan Reformasi


Perpajakan terhadap Penghindaran Pajak di Industri Manufaktur yang
Terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2008-2010. Skripsi. Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia Depok.

Ambarukmi, Diana. 2017. Pengaruh Size, Leverage, Profitabilty, Capital Intensity


Ratio dan Actifity Ratio terhadap Effective Tax Rate (ETR) (Studi Empiris
pada Perusahaan LQ-45 yang Terdaftar Di BEI Selama Periode 2011-
2015).

Ana Ribeiro, Antonio Cerqueira, dan Elisio Brandao. 2015. The Determinants of
Effective -Tax Rates: Firm’ Characteristic and Corporate Governance.
Journal of Economics and Management, University of Porto. ISSN: 0870-
8541.

Ardyansah dan Zulkiha. 2014. Pengaruh Size, Leverage, Profitabilitas, Capital


Intensity Ratio dan Komisaris Independen terhadap Effective Tax Rate
(ETR). Diponegoro Journal of Accounting. Vol.3, No.2: 1-9.

Brigham dan Houston. 2006. Fundamental of Financial Management: Dasar-


Dasar Manajemen Keuangan. Edisi 10. Jakarta: Salemba Empat.

Budiman dan Setiyono. 2012. Pengaruh Karakteristik Eksekutif terhadap


Panghindaran Pajak. Simposium Nasional Akuntansi 15. Banjarmasin.

Daftar Saham Syariah Perusahaan JII. 2019. www.idx.co.id. Darmadi, Iqbal Nul
Hakim, dan Zulaikha. 2013. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Manajemen Pajak dengan Indikator Tarif Pajak Efektif. Skripsi. Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Diponegoro Semarang.

Darmawan, I Gede Hendy, dan I Made Sukartha. 2014. Pengaruh Corporate


Governance, Leverage, ROA, dan Ukuran Perusahaan Secara Parsial pada
Penghindaran Pajak. EJurnal Akuntansi Udayana. Vol.9. No 1: 143-161.

Anda mungkin juga menyukai