PENDAHULUAN
Pada era globalisasi ini, dunia ini seperti tanpa batas. Perusahaan sudah tidak lagi
membatasi operasinya hanya di negara sendiri, tetapi menambah kegiatan operasinya berbagai
lintas negara dan menjadi perusahaan multinasional dan transnasional. Perusahaan tersebut
(penggabungan perusahaan-perusahaan dengan produk dan jasa yang tidak saling berhubungan)
konglomerasi serta divisonalisasi terjadi berbagai transaksi antar anggota (divisi) yang mencakup
penjualan barang dan jasa, lisensi hak dan harta tak berwujud lainnya, penyediaan pinjaman dan
lain sebagainya. Transaksi-transaksi tersebut yang terjadi dalam lingkungan seperti ini nantinya
akan menyulitkan dalam penentuan harga yang harus ditransfer. Penentuan harga atas berbagai
Praktik transfer pricing ini dulunya hanya digunakan perusahaan hanya sekedar menilai
kinerja antar anggota/divisi perusahaan, tetapi seiring berjalannya waktu praktik transfer pricing
ini sering juga digunakan untuk manajemen pajak yaitu sebuah usaha untuk menggeser beban
pajak dari negara dengan tarif pajak yang tinggi ke negara dengan tarif pajak rendah. Pergeseran
transaksi internasional yang dilakukan oleh korporasi multinasional. Dari sisi pemerintahan,
transfer pricing diyakini mengakibatkan berkurang atau hilangnya potensi penerimaan pajak
suatu negara karena perusahaan multinasional cenderung menggeser kewajiban pajaknya dari
negara-negara yang memiliki tarif pajak yang tinggi (high tax countries) ke negara yang
menerapkan tarif pajak rendah (low tax countries). Di pihak lain dari sisi bisnis, perusahaan
multinasional, perusahaan berskala global, transfer pricing dipercaya menjadi salah satu strategi
yang efektif untuk memenangkan persaingan dalam memperebut sumber-sumber daya yang
terbatas.
Alokasi biaya merupakan salah satu isu penting bagi perpajakan ataupun transfer
pericing. Perusahaan afiliasi yang berada di negara yang mempunyai tarif pajak yang relatif
tinggi, akan cenderung meningkatkan atau meninggikan biaya seperti imbalan atas jasa teknik,
dan imbalan atas jasa lainnya sehingga keuntungannya kecil dan pajak yang dibayar juga kecil.
Transfer pricing dapat terjadi dalam satu grup perusahaan dan antar perusahaan yang terikat
1. Apa landasan teori yang digunakan dalam alokasi biaya administrasi dan umum pada
transfer pricing?
2. Bagaimana cara penanganan kasus dalam alokasi biaya administrasi dan umum pada
transfer pricing?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui landasan teori yang digunakan dalam alokasi biaya administrasi dan
2. Untuk mengetahui cara penanganan kasus dalam alokasi biaya administrasi dan umum
1. Untuk memberi pengetahuan kepada pembaca mengenai landasan teori yang digunakan
2. Untuk memberi pengetahuan kepada pembaca mengenai penanganan kasus dalam alokasi
PEMBAHASAN
Teori akuntansi positif ini merupakan penjelasan atau penalaran untuk menunjukkan
secara ilmiah kebenaran pernyataan atau fenomena akuntansi, seperti apa adanya sesuai fakta.
Teori akuntansi positif berupaya menjelaskan sebua proses yang menggunakan kemampuan,
pemahaman, dan pengetahuan akuntansi, serta penggunaan keibijakan akuntansi yang paling
Pemerintah akan mewajibkan suatu perusahaan untuk membayar pajak yang sesuai
dengan laba yang didapat diperusahaan, sehingga hal ini tentunya membuat perusahaan merasa
mendapatkan tekanan karena harus secara rutin membayar pajak kepada negara yang dapat
membuat laba perusahaan menurun. Maka dari itu, manager perusahaan akan cenderung untuk
memilih melakukan transfer pricing ke grup pembahasannya yang ada di negara agar pajak yang
dibayar oleh perusahaan bisa seminimal mungkin. Beban pajak yang akan dibayar perusahaan
akan semakin kecil dan pendapatan perusahaan pun akan tetap meningkat.
Dalam penelitian ini, teori akuntansi positif berhubungan dengan alokasi biaya
administrasi dan umum pada transfer pricing dimana alokasi biaya merupakan salah satu
pemahaman akuntansi mengenai perusahaan afiliasi yang berada di negara yang mempunyai tarif
pajak yang relatif tinggi, akan cenderung meningkatkan atau meninggikan biaya seperti imbalan
Transfer pricing adalah kebijakan suatu perusahaan dalam menentukan harga transfer
suatu transaksi antar pihak yang dipengaruhi hubungan istimewa. Transfer pricing sendiri
sebenarnya adalah istilah yang netral, namun sering transfer pricing dikonotasikan sebagai
praktik penghindaran pajak yang dilakukan para pihak yang dipengaruhi hubungan istimewa.
Ada beberapa pengertian tentang Transfer Pricing yang di kemukakan oleh para ahli,
diantaranya:
1. Gunadi
Transfer pricing merupakan jumlah harga atas penyerahan barang atau imbalan atas
penyerahan jasa yang telah di sepakati oleh kedua belah pihak dalam transaksi bisnis
finansial maupun transaksi lainnya.
2. Darussalam dan Danny Septriadi
Transfer pricing merupakan bagian dari suatu kegiatan usaha dan perpajakan yang bertujuan
untuk memastikan apakah harga yang diterapkan dalam transaksi antara perusahaan yang
mempunyai hubungan istimewa telah didasarkan atas prinsip harga pasar wajar (arm’s
length price principle)
3. Mohammad Zain
Harga transfer merupakan harga yang diperhitungkan untuk mengendalian manajemen atas
transfer barang dan jasa antar-pusat pertanggungjawaban laba atau biaya, termasuk
determinasi harga untuk barang, imbalan atas jasa, tingkat bunga pinjaman, beban atas
persewaan dan metode pembayaran serta pengiriman uang.
Dengan demikian, manipulasi transfer pricing dapat dilakukan dengan cara memperbesar
biaya atau memperkecil penjualan melalui mekanisme harga transfer dengan tujuan untuk
mengurangi pembayaran pajak. Sehingga, manipulasi transfer pricing terjadi dengan cara
menetapkan harga transfer menjadi “terlalu besar atau terlalu kecil” dengan maksud untuk
memperkecil jumlah pajak yang terutang.8 Karena dengan memperkecil jumlah pajak yang
terutang, keuntungan yang diterima oleh perusahaan multi-nasional akan semakin besar.
2.3 Transfer Pricing di Indonesia
Sebenarnya praktek transfer pricing ini sudah banyak dilakukan oleh banyak perusahaan.
Hanya saja, tidak terlalu terasa efek pengurangan pajaknya apabila dilakukan antar divisi dalam
satu perusahaan yang sama. Lain halnya apabila transfer pricing itu digunakan untuk menilai
kinerja divisi. Pertanyaan yang timbul adalah mengapa transfer pricing tidak terlalu berarti dari
sisi pajak apabila dipraktekkan pada divisi yang sama dalam satu perusahaan. Jawabannya,
adalah hal ini disebabkan karena praktek transfer pricing akan memberikan hasil maksimal
dalam hal ini meminimalkan jumlah pajak yang terutang, apabila timbul pengenaan tarif yang
berbeda. Oleh karena itu apabila praktek tersebut dilakukan antar divisi tidak memberikan hasil
transfer pricing. Hubungan istimewa adalah hubungan kepemilikan antara satu perusahaan
dengan perusahaan lain dan hubungan ini terjadi karena adanya keterkaitan, pertalian atau
ketergantungan satu pihak dengan pihak yang lain yang tidak terdapat pada hubungan biasa,
faktor kepemilikan atau penyertaan, adanya penguasaan melalui manajemen atau penggunaan
teknologi, adanya hubungan darah atau karena perkawinan merupakan faktor penyebab utama
timbulnya hubungan istimewa. Oleh karena itu faktor hubungan istimewa akan menjadi penting
dalam menentukan besarnya penghasilan dan/atau biaya yang akan dibebankan untuk
menghitung penghasilan kena pajak. Pasal 18 ayat (3) Undang-Undang Perpajakan No. 10 Tahun
a. Wajib Pajak mempunyai penyertaan modal langsung atau tidak langsung sebesar 25%
(dua puluh lima persen) atau lebih pada wajib pajak lain, atau hubungan antara Wajib
Pajak dengan penyertaan 25% (dua puluh lima persen) atau lebih pada dua Wajib Pajak
b. Wajib Pajak menguasai Wajib Pajak lainnya, atau dua atau lebih Wajib Pajak berada di
bawah penguasaan yang sama baik langsung maupun tidak langsung; atau
c. Terdapat hubungan keluarga baik sedarah maupun semenda dalam garis keturunan lurus
Praktek transfer pricing ini dapat mengakibatkan terjadinya pengalihan penghasilan atau
dasar pengenaan pajak dan/atau biaya dari satu Wajib Pajak ke Wajib Pajak yang lainnya, yang
dapat direkayasa untuk menekan keseluruhan jumlah pajak terutang atas Wajib Pajak-Wajib
Pajak yang mempunyai hubungan istimewa tersebut. Sebenarnya kekurang-wajaran yang bisa
timbul karena adanya praktek transfer pricing dapat terjadi antar Wajib Pajak dalam negeri atau
antara Wajib Pajak dalam Negeri dengan pihak luar negeri, terutama yang berkedudukan di Tax
Haven Countries (negara yang tidak memungut/memungut pajak lebih rendah dari Indonesia).
1. Harga penjualan
2. Harga pembelian
loan)
5. Pembayaran komisi, lisensi, franchise, sewa, royalti, imbalan atas jasa manajemen,
6. Pembelian harta perusahaan oleh pemegang saham (pemilik) atau pihak yang
mempunyai substansi usaha (misalnya dummy company, letter box company atau
reinvoicing center)
PT ADARO INDONESIA (PT Adaro Energy Tbk) adalah perusahaan batubara kedua
terbesar di Tanah Air yang memiliki produk andalan Enviro Coal, batubara berkalori rendah dan
ramah lingkungan. Perusahaan yang punya cadangan batubara mencapai 928 juta ton dengan
PT Adaro Indonesia diduga telah melakukan penggelapan pajak dengan cara transfer
pricing. Sebab, Adaro telah melakukan manipulasi penggelapan pajak dengan transaksi jual beli
batubara secara tidak wajar (tidak sesuai dengan harga batubara pasaran Internasional) kepada
Pada tahun 2005, Adaro menjual batubara ke perusahaan Coaltrade dari Singapura
sebesar US$26 per ton, sementara harga pasar US$48 per ton. Sedangkan pada 2006, Adaro
menjual batubara ke Coaltrade US$29 per ton, sementara harga internasional mencapai US$40
per ton. Dengan volume penjualan 2005 mencapai 26 juta ton lebih dan 2006 mencapai 34 juta
ton, terdapat selisih antara harga jual ke Coaltrade dan harga jual internasional masing-masing
US$589,9 juta (Rp5,8 triliun dengan kurs rata-rata 2005 sebesar Rp9.800/US$) tahun 2005 dan
US$363,1 juta (Rp3,3 triliun dengan kurs rata-rata 2006 Rp9.096/US$) tahun 2006.
Jika dihitung berdasarkan harga pasar, total pendapatan pada 2005 mestinya berjumlah
US$ 1,287 miliar dan 2006 US$ 1,371 miliar. Berarti, ada selisih penjualan Adaro dengan
penjualan berdasarkan harga pasar. Jika dirupiahkan mencapai Rp 9,121 triliun. Belum lagi
kerugian negara dari potensi royalti 13,5% yang nilai berkisar Rp 1,231 triliun. Akibat transfer
pricing yang terjadi pada tahun 2005-2006 lalu diperkirakan ada Rp 9 triliun dari hasil penjualan
yang disembunyikan. Sehingga kerugian negara terkait pajak dan royalti diperkirakan mencapai
Rp 4-5 triliun. Royalti adalah nilai yang harus dibayar sesuai harga jual. Adanya dugaan transfer
pricing yang memperkecil nilai jual mengakibatkan royalti yang harus dibayarkan otomatis juga
turun.
Adanya kasus transfer pricing antara PT. Adaro Indonesia dengan anak perusahaanya
yaitu Coaltrade services International Pte Ltd, telah menunjukan bahwa adanya indikasi
penyalahgunaan sistem harga transfer yang dilakukan oleh perusahaan tersebut. Namun praktik
yang dilakukan oleh perusahaan, khususnya perusahaan multinasional sering tidak sesuai dengan
apa yang seharusnya mereka lakukan atau tidak sesuai dengan mekanisme sistem harga transfer
yang sesungguhnya. Dimana perusahaan melakukan praktik transfer pricing ini hanya untuk
menghindari pungutan pajak dalam negeri supaya penghasilan perusahaan atau pemegang saham
menjadi lebih tinggi. seharusnya transfer pricing dilakukan untuk tujuan perusahaan Namun
dalam kasus Adaro ini praktik transfer pricingnya dilakukan untuk memfasilitasi para pemegang
saham untuk mendapatkan keuntungan sebesar besarnya, bukan untuk memfasilitasi perusahaan
mendapatkan keuntungan. Ketika para individu atau pemegang saham ini hanya memfokuskan
pada keuntungan individu tanpa memperhatikan keuntungan perusahaan, maka tujuan dari
dilaksanakanya sistem harga transfer inipun menjadi tidak bisa dicapai serta sistem harga transfer
Timpangnya harga transfer yang dilakukan antara Adaro dengan anak perusahaanya
apabila dibandingkan dengan harga pasar batubara secara internasionla sebenarnya juga telah
melanggar UU perpajakan yang berlaku di indonesia. Dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang
Perpajakan No. 11 Tentang Pajak Pertambahan Nilai mengatur tentang transaksi yang
berhubungan dengan transfer pricing. Pasal ini berbunyi : Dalam hal harga jual atau penggantian
dipengaruhi oleh hubungan istimewa, maka harga jual atau penggantian dihitung atas dasar harga
pasar wajar pada saat penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak itu dilakukan. Oleh
karena itu, sebenarnya dibutuhkan peran langsung dari pemerintah untuk mencegah terjadinya
Dalam hal ini, pemerintah seharusnya semakin ketat dalam melakukan pengawasan
terhadap sitem harga transfer yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan di indonesia . Adanya
berbagai undang-undang yang mengatur mekanisme harga tranfer antar anak perusahaan yang
masih dalam satu grup perusahaan seharusnya bisa mempermudah pemerintah unutk mencegah
kasus adaro ini terulang. Ketika seluruh elemen baik itu elemen dari pemerintah, ataupun
mmudah untuk mencegah sistem harga transfer yang dijalankan oleh perusahaan-perusahaan di
dalam negeri menjadi disfungsional serta mencegah praktik penghindaran pajak yang dilakukan
oleh perusahaan-perusahaan dalam negeri melalu transaksi yang tidak wajar (non arm’s length
price).
memalaui transaksi yang tidak wajar (non arm’s length price) misalanya seperti yang
dilakukan PT Adaro Indonesia telah memberikan efek negative bagi negara Indonesia, karena
apabila dibiarkan secara terus menerus akan menyebabkan negara menderita kehilangan
pendapatan pajak dengan jumlah yang cukup signifikan. Dari berkurangnya pendapatan pajak itu
sendiri saja sudah akan memberikan dampak bagi pertumbuhan ekonomi negara Indonesia,
belum lagi dampak-dampak tidak langsung yang kemudian muncul seperti berkurangnya dana
untuk pelayanan masyarakat, berkurangnya dana bantuan/ subsidi dari pemerintah. Selain dari
penghindaran pajak kerugian yang ditanggung oleh masyarakat Indonesia dari praktik semacam
ini dapat dikatakan tidak sebanding, karena masyarakat Indonesia yang dalam kasus contoh ini
juga diposisikan sebagai salah satu pasar target dari perusahaan tersebut hanya menjadi layaknya
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Transfer pricing adalah kebijakan suatu perusahaan dalam menentukan harga transfer
suatu transaksi antar pihak yang dipengaruhi hubungan istimewa. Transfer pricing memiliki
beberapa kekurang-kewajaran salah satunya seperti alokasi biaya administrasi dan umum
(overhead cost). Alokasi biaya merupakan salah satu isu penting bagi perpajakan ataupun
transfer pericing. Perusahaan afiliasi yang berada di negara yang mempunyai tarif pajak yang
relatif tinggi, akan cenderung meningkatkan atau meninggikan biaya seperti imbalan atas jasa
teknik, dan imbalan atas jasa lainnya sehingga keuntungannya kecil dan pajak yang dibayar juga
kecil.