Anda di halaman 1dari 21

TRANSFER PRICING DAN THEORY OF CONSTRAINS

Oleh:

Nurul Aulia Sani - 187017049


Robby Satya Andika - 167017088
Wintari Harahap - 187017047

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


PROGRAM AKUNTANSI S2
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018
BAB I
Pendahuluan

Divisi suatu perusahaan sering kali memasok barang dan jasa ke divisi lainnya di
dalam perusahaan yang sama. Jika divisi-divisi tersebut dievaluasi berdasarkan laba,
imbal baik atas investasi, atau laba residunya, harga harus ditetapkan untuk transfer
seperti itu ataupun sebaliknya, divisi yang memproduksi barang atau jasa tidak akan
menerima piutang. Harga dalam kondisi ini disebut harga transfer.

Akan tetapi, transaksi tersebut tidak memiliki dampak langsung terhadap laba yang
dilaporkan untuk perusahaan secara keseluruhan. Ini seperti mengambil uang dari satu
kantong dan menempatkannya pada kantong yang lain.

Selanjutnya, akan dipertimbangkan masing-masing metode harga transfer ini


dimulai dengan harga transfer negosiasi. Pada pembahasan harus tetap dipegang bahwa
tujuan mendasar dalam penetapan harga transfer adalah memberikan motivasi kepada
manajer untuk bertindak sesuai dengan kepentingan seluruh perusahaan. Sebaliknya,
suboptimalisasi (suboptimization) muncul pada saat manajer tidak bertindak sesuai
dengan kepentingan keseluruhan perusahaan atau bahkan untuk kepentingan terbaik
divisinya sendiri.

Awalnya transfer pricing dikenal dalam akuntansi manajemen sebagai kebijakan


harga yang diterapkan atas penyerahan barang atau jasa antar divisi/departemen di dalam
suatu perusahaan dengan tujuan untuk mengukur kinerja dari masing-masing
divisi/departemen tersebut. Seiring dengan perkembangan zaman,
perusahaan multinasional yang biasanya menerapkan desentralisasi operasi dengan
cara membagi perusahaannya atas pusat-pusat pertanggungjawaban baik itu pusat
biaya maupun pusat penghasilan, telah memanfaatkan transfer pricing sebagai alat
untuk menghindari atau menggelapkan pajak dengan cara meminimalkan beban
pajak yang harus ditanggung perusahaan.

Mengingat biaya produksi merupakan biaya yang paling besar, maka perusahaan
berusaha menekan atau memperkecil pengeluaran biaya, khususnya yang berkaitan
dengan kegiatan proses produksi, baik mengenai biaya perolehan bahan baku, biaya yang
dikeluarkan untuk bahan pembantu atau penolong, biaya tenaga kerja, penyusutan
peralatan, pemeliharaan dan sebagainya. Apabila perusahaan dapat menekan biaya
sampai pada batas minimal maka perusahaan akan dapat mencapai keunggulan biaya,
sehingga nilai keuntungan yang diperoleh perusahaan akan meningkat. Oleh karena itu
diperlukan pengendalian dan pengawasan terhadap biaya produksi tersebut.

Teori kendala atau theory of constraint memfokuskan pada tiga ukuran kinerja
organisasi, yaitu meningkatkan througput, meminimalkan persediaan, dan menurunkan
beban operasi. Dengan meningkatkan througput, meminimalkan persediaan, dan
menurunkan beban operasi, tiga ukuran kinerja keuangan akan terpengaruh, yaitu laba
bersih, pengembalian investasi akan meningkat, dan arus kas akan membaik.

Theory of constraint (TOC) mengakui bahwa dengan menurunkan persediaan akan


mengurangi biaya penyimpanan, dengan demikian berarti menurunkan beban operasi
serta memperbaiki laba bersih (Hansen dan Mowen, 2001:606).

Teori kendala mengakui bahwa kinerja setiap perusahaan dibatasi oleh kendala-
kendalanya. Jika hendak memperbaiki kinerjanya, suatu perusahaan harus
mengidentifikasi kendala-kendalanya, mengeksploitasi kendalanya dalam jangka pendek
dan jangka panjang, kemudian menemukan cara untuk mengatasinya.
BAB II
PEMBAHASAN

1. HARGA TRANSFER (Tranfer Pricing)


a. Pengertian Harga Transfer

Harga transfer (transfer price) adalah harga yang dibebankan jika satu segmen
perusahaan menyediakan barang atau jasa kepada segmen lain dari perusahaan yang
sama.

Produk atau jasa yang dipindahkan antar departemen dalam satu organisasi
dinamakan intermediate product (produk antara). Jika dilihat, transfer pricing
merupakan hal yang aneh. Aktivitas di dalam suatu organisasi bukanlah suatu pasar
seperti umumnya, produk dan jasa tidaklah dijual dan dibeli seperti transaksi di pasar
terbuka.

Tujuan dalam menetapkan harga transfer adalah memberikan motivasi kepada


manajer untuk bertindak sesuai dengan kepentingan seluruh perusahaan. Sebaliknya,
suboptimalisasi muncul pada saat manajer tidak bertindak sesuai dengan kepentingan
keseluruhan perusahaan atau bahkan untuk kepentingan terbaik divisinya sendiri.

Manajer sangat tertarik bagaimana harga transfer ditetapkan, karena harga


transfer dapat menyebabkan dampak yang dramatis terhadap laba yang dilaporkan
suatu divisi.

Harga transfer sering dikenal dengan istilah intracompany pricing, intercorporate


pricing, interdivisional pricing, atau internal pricing. .Istilah tersebut menunjukkan bahwa
pengaturan harga tersebut tidak sebatas kepada pengaturan harga antar-perusahaan dalam satu
grup perusahaan saja, tetapi dapat pula terjadi pengaturan harga antara-divisi pada satu
perusahaan.
Pengertian transfer pricing sebagai harga yang ditimbulkan akibat penyerahan barang,
jasa dan harta tak berwujud, seperti yang telah disebutkan di atas merupakan pengertian yang
netral. Akan tetapi, istilah transfer pricing sering dikonotasikan sebagai sesuatu yang tidak
baik (abuse of transfer pricing), yaitu pengalihan atas penghasilan kena pajak (taxation
income) dari suatu perusahaan multi-nasional ke negara-negara yang tarif pajaknya rendah
dalam rangka untuk mengurangi total beban pajak dari grup perusahaan nasional
tersebut.Adapun pengertian transfer pricing manipulation sendiri diartikan sebagai suatu
kegiatan untuk memperbesar biaya atau merendahkan tagihan yang bertujuan untuk
memperkecil jumlah pajak yang terutang.
Dengan demikian, manipulasi transfer pricing dapat dilakukan dengan cara
memperbesar biaya atau memperkecil penjualan melalui mekanisme harga transfer dengan
tujuan untuk mengurangi pembayaran pajak. Sehingga, manipulasi transfer pricing terjadi
dengan cara menetapkan harga transfer menjadi “terlalu besar atau terlalu kecil” dengan
maksud untuk memperkecil jumlah pajak yang terutang.8 Karena dengan memperkecil jumlah
pajak yang terutang, keuntungan yang diterima oleh perusahaan multi-nasional akan semakin
besar
Dampak dari praktek transfer pricing adalah harga yang menjadi terlalu tinggi
(overpricing) atau harga yang menjadi terlalu rendah (underpricing). Hal ini mendorong
pemerintah untuk menetapkan regulasi tertentu terhadap harga transfer, termasuk perhitungan
kembali laba usaha. Dengan maksud mencegah erosi basis pajak dan netralitas pemajakan. Di
Indonesia regulasi tersebut tertuang dalam pasal 18 ayat (2) undang-undang pajak
penghasilan (UU PPh).

Pengertian harga transfer bisa dibagi menjadi dua, yaitu pengertian yang bersifat
netral dan pengertian yang bersifat peyoratif.

1) Pengertian Netral
 Dengan asumsi bahwa transfer pricing merupakan murni strategi dan taktik bisnis
tanpa motif pengurangan beban pajak. Menurut Dr. Gunandi, M.Sc., Ak., harga
transfer adalah penentuan harga atau imbalan sehubungan dengan penyerahan
barang, jasa, atau pengalihan teknologi antarperusahaan yang mempunyai hubungan
istimewa.
 Harga transfer adalah harga yang dibebankan oleh suatu bagian (subunit,
departemen, divisi) dalam suatu organisasi untuk suatu produk atau jasa yang
dipasok kepada bagian lain dalam organisasi yang sama (Charles T. Horngren &
George Poster, 1990).
 A transfer price is a price used to measure the value of goods or services furnished
by a profit center to other resposibility centers within a company (Robert N.
Anthony, Glenn A. Welsch dan James S.Reece)
2) Pengertian Peyoratif
 Dengan asumsi bahwa transfer pricing sebagai upaya untuk menghemat beban pajak
dengan taktik, antara lain menggeser laba ke negara yang tarif pajaknya rendah.
Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitrro, S.H., transfer pricing adalah suatu perbuatan
pemberian harga faktur (invoice) pada barang-barang (juga jasa-jasa) yang
diserahkan antar bagian/ cabang suatu perusahaan multinasional.

Untuk organisasi yang terdesentralisasi, keluaran dari sebuah unit dipakai sebagai
masukan bagi unit lain. Transaksi antar unit ini mengakibatkan timbulnya suatu
mekanisme transfer pricing. Transfer pricing didefenisikan sebagai suatu harga jual
khusus yang dipakai dalam pertukaran antar divisional untuk mencatat pendapatan unit
penjual (selling division) dan unit divisi pembeli (buying divison). Pada penjelasan ini
pengertian harga transfer dibatasi pada nilai yang diberikan atas suatu transfer barang
atau jasa dalam suatu transaksi yang setidaknya salah satu dari kedua pihak yang terlibat
adalah pusat laba.

b. Tujuan Penetapan Harga Transfer

Transfer pricing multinasional berhubungan dengan transaksi antardivisi dalam satu unit
hukum (entitas) atau antarentitas dalam satu kesatuan ekonomi yang meliputi berbagai wilayah
kedaulatan negara. Tujuan yang ingin dicapai dalam penetapan harga transfer adalah sebagai
berikut :

1. Memberi informasi yang relevan kepada masing-masing unit usaha untuk


menentukan imbal balik yang optimum antara biaya dan pendapatan perusahaan.
2. Menghasilkan keputusan yang selaras dengan cita-cita (meningkatkan laba unit
usaha namun juga dapat meningkatkan laba perusahaan).
3. Membantu pengukuran kinerja ekonomi dari unit usaha individual.
4. Sistem tersebut harus mudah dimengerti dan dikelola.
5. Memaksimalkan penghasilan global
6. Mengamankan posisi kompetitif anak/ cabang perusahaan dan penetrasi pasar
7. Evaluasi kinerja anak/ cabang perusahaan mancanegara
8. Menghindarkan pengendalian devisa
9. Mengatrol kreditabel asosiasi
10. Mengurang resiko moneter
11. Mengatur cash flow anak/ cabang yang memadai
12. Membina hubungan baik dengan administrasi setempat
13. Mengurangi beban pengenaan pajak dan bea masuk
14. Mengurangi resiko pengambilalihan oleh pemerintah

Harga transfer sering memicu masalah terutama pada penentuan harga sepakatannya,
karena melibatkan dua unit, yaitu unit pembeli dan unit penjual, dan harga transfer juga
mempengaruhi pengukuran laba unit, harga transfer yang tinggi akan merugikan unit
pembeli sedangkan harga transfer yang terlalu rendah akan merugikan unit penjual, maka
penentuan harga transfer menjadi hal yang sangat penting.

Gambar 1
Skenario Harga Transfer

c. Metode Penentuan Harga Transfer

Tentunya dalam penentuan harga transfer manajemen tidak dapat sembarangan


menentukan harga, secara garis besar harga tersebut sebisa mungkin tidak merugikan
salah satu pihak yang terlibat, selain itu harga transfer dalam praktiknya harus terus
diperhatikan agar tujuan manajemen sesuai dengan tujuan perusahaan.
Perusahaan yang terdesentralisasi memungkinkan lebih banyak kewenangan untuk
pengambilan keputusan pada tingkat manajemen yang lebih rendah. Itu akan menjadi
kontraproduktif bagi yang terdesentralisasi perusahaan untuk kemudian memutuskan
harga transfer yang sebenarnya antara dua divisi. Sebagai hasil, manajemen puncak
menetapkan kebijakan penentuan harga transfer, tetapi divisi masih diputuskan apakah
akan mentransfer atau tidak.

Sebagai contoh, manajemen puncak di Verybig, Inc., dapat diatur kebijakan harga
transfer perusahaan dengan biaya pembuatan penuh. Kemudian, jika Medium big Divisi
ingin mentransfer produk ke Somewhatbig Division, harga transfer akan menjadi biaya
produk. Namun, tidak ada divisi yang dipaksa untuk mentransfer produk secara internal.
Kebijakan harga transfer hanya mengatakan bahwa jika produk ditransfer, itu harus
dengan biaya.

Dalam menetapkan kebijakan penentuan harga transfer, pandangan dari kedua divisi
penjualan dan divisi pembelian harus dipertimbangkan. Pendekatan biaya peluang
mencapai tujuan ini dengan mengidentifikasi harga minimum bahwa divisi penjualan
akan bersedia menerima dan harga maksimum bahwa divisi pembelian akan bersedia
membayar. Harga minimum dan maksimum ini sesuai dengan biaya peluang mentransfer
secara internal. Mereka didefinisikan untuk masing-masing divisi sebagai berikut :

 Harga transfer minimum adalah harga transfer yang akan membuat keadaan divisi
penjual tidak menjadi lebih buruk jika barang dijual pada pihak luar (batas
bawah/floor)

 Harga transfer maksimum adalah harga transfer yang akan membuat keadaan divisi
pembeli tidak menjadi lebih buruk, jika suatu input dibeli dari divisi internal daripada
jika barang yang sama dibeli dari pihak eksternal (batas atas/ceiling).

Pendekatan biaya peluang memandu divisi dalam menentukan kapan internal


transfer harus dilakukan. Secara khusus, yang baik harus ditransfer secara internal kapan
saja biaya peluang (harga minimum) dari divisi penjualan kurang dari biaya peluang
(harga maksimum) dari divisi pembelian.

Menurut definisinya, ini Pendekatan memastikan bahwa manajer divisi tidak lebih
buruk dengan mentransfer secara internal. Tetapi apa yang dimaksud dengan acuh tak
acuh atau tidak lebih buruk. Dalam istilah praktis, ini berarti bahwa laba divisi total tidak
berkurang oleh transfer internal.
Beberapa kebijakan penentuan harga transfer digunakan dalam praktek. Kebijakan
harga transfer ini termasuk harga pasar, harga transfer berbasis biaya, dan harga transfer
yang dinegosiasikan.

Prinsip dasarnya adalah bahwa harga transfer sebaiknya serupa dengan harga yang
akan dikenakan seandainya produk tersebut di jual ke konsumen luar atau dibeli dari
pemasok luar. Namun hal tersebut dalam dunia nyata sangat sulit diterapkan, hanya
sedikit perusahaan yang menetapkan prinsip ini.

Secara umum harga transfer dapat ditentukan dengan menggunakan metode-metode


berikut: (1) Harga transfer berdasarkan pasar, (2) Harga transfer berdasarkan biaya, (3)
Harga transfer negoisasi.

(1) Harga Transfer Berdasarkan Harga Pasar (Market-Based Transfer Prices)


Harga Pasar adalah harga yang akan diterima divisi penjual atau harga yang akan
dibayar divisi pembeli sesuai dengan harga jika barang tersebut dijual ke pihak eksternal (
harga pasar luar dengan persaingan sempurna).
Harga transfer berdasarkan harga pasar dipandang sebagai penentuan harga
transfer yang paling independen. Barang-barang yang diproduksi unit penjual dihargai
sama dengan harga yang berlaku di pasar, pada sisi divisi penjual ada kemungkinan untuk
memperoleh profit, pada sisi pembeli harga yang dibayarkan adalah harga yang
sewajarnya.
Contoh : Pada Divisi kasur dari perusahaan yang sama menghasilkan kasur,
termasuk kasur. Jika kasur dipindahkan dari Kasur divisi ke Divisi Mebel, peluang
transfer pricing ada. Pada kasus ini, Divisi Kasur adalah divisi penjualan, dan Divisi
Mebel adalah pembelian divisi. Misalkan kasur dapat dijual ke pembeli luar dengan harga
$ 50 masing-masing; ini $ 50 adalah harga pasar. Jelas, Divisi Kasur tidak akan menjual
kasur ke Divisi Mebel kurang dari $ 50 masing-masing. Sama jelasnya, Divisi Furniture
tidak akan membayar lebih dari $ 50 untuk kasur.
Harga transfer mudah diatur dengan harga pasar. Harga pasar, jika tersedia adalah
pendekatan terbaik untuk mentransfer harga. Sejak itu divisi penjualan dapat menjual
semua yang dihasilkannya dengan harga pasar, mentransfer secara internal dengan harga
yang lebih rendah akan membuat divisi menjadi lebih buruk. Demikian pula, divisi
pembelian selalu dapat memperoleh yang baik dengan harga pasar, sehingga tidak akan
mau membayar lebih untuk kebaikan yang ditransfer secara internal. Akankah dua divisi
mentransfer dengan harga pasar? Itu tidak masalah, karena divisi dan perusahaan secara
keseluruhan akan baik atau tidak transfer berlangsung secara internal. Namun, jika
transfer itu terjadi, itu akan berada di harga pasar.

Kelemahan harga pasar :


a) Tidak semua produk punya harga pasar (misalnya industri kertas).
Misalnya pada suatu industri yang terdeferensiasi dan terintegrasi seperti industri
kertas, jika divisi penjual harus mengirim kertas yang setengah jadi ke divisi lain,
pasar tidak menyediakan harga kertas mentah atau setengah jadi.
b) Divisi penjual punya pasar yang sudah pasti (yaitu divisi pembeli), sehingga
keuntungannya hanya dinikmati oleh divisi pembeli saja. (divisi penjual hanya
dituntut harus bisa mencapai harga pasar).
c) Menentukan harga pasar terkadang sulit saat harga pasar sangat berfluktuatif.
Jika ada pasar eksternal untuk produk atau layanan antara (yang ditransfer), Harga
transfer berbasis pasar adalah dasar yang paling tepat untuk menetapkan harga
barang yang ditransfer atau layanan antara pusat-pusat tanggung jawab. Harga pasar
menyediakan penilaian produk atau layanan independent yang ditransfer dan berapa
banyak setiap pusat laba berkontribusi terhadap total laba yang diperoleh oleh
organisasi pada transaksi.

(2) Harga Transfer Berdasarkan Biaya (Cost-based Transfer Prices)

Harga Transfer Berbasis Biaya (Cost-based Transfer Prices ) adalah harga yang harus
dibayar sesuai dengan biaya yang digunakan untuk membuat produk tersebut (biaya
penuh mencakup biaya bahan baku langsung, tenaga kerja langsung, overhead variabel
dan overhead tetap).

Perusahaan menggunakan metode penetapan harga transfer atas dasar biaya yang
ditimbulkan oleh divisi penjual dalam memproduksi barang atau jasa, penetapan harga
transfer metode ini relatif mudah diterapkan namun memiliki beberapa kekurangan.
Pertama, penggunaan biaya sebagai harga transfer dapat mengarah pada keputusan yang
buruk, jika seandainya unit penjual tidak dapat memproduksi dengan optimal sehingga
menghasilkan biaya yang lebih tinggi daripada harga pasar, maka dapat terjadi
kecenderungan pembelian barang dari luar. Kedua, jika biaya digunakan sebagai harga
transfer, divisi penjual tidak akan pernah menghasilkan laba dari setiap transaksi internal.
Ketiga, penentuan harga transfer yang berdasarkan biaya berarti tidak ada insentif bagi
orang yang bertanggung jawab mengendalikan biaya.

Umumnya perusahaan menetapkan harga transfer atas biaya berdasarkan biaya


variabel dan atau biaya tetap dalam bentuk: biaya penuh (full cost), biaya penuh ditambah
mark-up (full cost plus markup) dan gabungan antara biaya variabel dan tetap (variable
cost plus fixed fee).

Kelemahan harga transfer berbasis biaya :

a) Penggunaan biaya sebagai harga transfer dapat mengarah pada keputusan yang
buruk, jika seandainya unit penjual tidak dapat memproduksi dengan optimal
sehingga menghasilkan biaya yang lebih tinggi daripada harga pasar, maka dapat
terjadi kecenderungan pembelian barang dari luar.
b) Jika biaya digunakan sebagai harga transfer, divisi penjual tidak akan pernah
menghasilkan laba dari setiap transaksi internal. Ketiga, penentuan harga transfer
yang berdasarkan biaya berarti tidak ada insentif bagi orang yang bertanggung jawab
mengendalikan biaya.

(3) Harga Transfer Negoisasi (Negotiated Transfer Prices)

Harga Transfer yang dinegoisasikan (Negotiated Transfer Prices) adalah harga


transfer berdasarkan proses negoisasi antara divisi pembeli dan divisi penjual untuk suatu
produk.

Dalam ketiadaan harga, beberapa perusahaan memperkenankan divisi-divisi


dalam perusahaan yang berkepentingan dengan transfer pricing untuk menegosiasikan
harga transfer yang diinginkan. Harga transfer negoisasi memiliki beberapa kelebihan.
Pertama, pendekatan ini melindungi otonomi divisi dan konsisten dengan semangat
desentralisasi. Kedua, manajer divisi cenderung memiliki informasi yang lebih baik
tentang biaya dan laba potensial atas transfer dibanding pihak-pihak lain dalam
perusahaan.
Harga transfer negosiasian mencerminkan prespektif kontrolabilitas yang inheren
dalam pusat-pusat pertanggungjawaban karena setiap divisi yang berkepentingan tersebut
pada akhirnya yang akan bertanggung jawab atas harga transfer yang dinegosiasikan.
Namun transfer pricing ini tidak begitu mudah untuk ditentukan karena posisinya pada
situasi sulit yang bisa menimbulkan conflict of interest diantara kedua belah pihak yang
terlibat, yaitu divisi penjual dan divisi pembeli. Artinya, tidak akan ada satu metode
transfer price yang terbaik, yang akan diterima mutlak oleh kedua belah pihak.

Kelemahan harga transfer berdasarkan negoisasi :

a) Metode negoisasi memerlukan waktu perundingan antara manajemen divisi yang


lama.
b) Metode ini cenderung menimbulkan konflik atau perselisihan antar divisi.
c) Pada metode ini pengukuran kemampuan laba divisi sangat peka terhadap keahlian
tawar menawar antar manajemen divisi.
d) Metode ini memerlukan waktu manajemen kantor pusat yang banyak untuk
mengamati proses negoisasi sebagai mediator jika diperlukan.
e) Metode ini dapat mengakibatkan produktivitas yang rendah jika harga transfer
negoisasi tidak memuaskan manajer divisi.

d. Aspek Internasional Harga Transfer

Transfer pricing sering juga disebut dengan intracompany pricing, intercorporate


pricing, interdivisional atau internal pricing yang merupakan harga yang diperhitungkan
untuk keperluan pengendalian manajemen atas transfer barang dan jasa antar anggota
(grup perusahaan). Bila dicermati secara lebih lanjut, transfer pricing dapat menyimpang
secara signifikan dari harga yang disepakati (harga pasar).

Tujuan harga transfer berubah apabila melibatkan multinational corporation (MNC)


serta barang yang ditransfer melalui batas-batas negara. Tujuan penentuan harga transfer
internasional terfokus pada meminimalkan pajak, bea, dan risiko pertukaran asing,
bersama dengan meningkatkan suatu kompetitif perusahaan dan memperbaiki
hubungannya dengan pemerintah asing. Walaupun tujuan domestik seperti motivasi
manajerial dan otonomi divisi selalu penting, namun seringkali menjadi sekunder ketika
transfer internasional terlibat. Perusahaan akan lebih fokus pada pengurangan pajak total
atau memperkuat anak perusahaan asing. Oleh karena itu transfer pricing juga sering
dikaitkan dengan suatu rekayasa harga secara sistematis yang ditujukan untuk
mengurangi laba yang nantinya akan mengurangi jumlah pajak atau bea dari suatu
negara.

Gambar 2
Penentuan Harga Transfer Domestik dan Internasional

Sebagai contoh, pembebanan harga transfer yang rendah untuk anak perusahaan
asing mungkin akan mengurangi pembayaran bea cukai sebagai akibat dari batas-batas
internasional, atau mungkin membantu anak perusahaan untuk bersaing dalam pasar
asing dengan mempertahankan biaya anak perusahaan yang rendah. Di sisi lain,
mebebankan suatu harga transfer yang tinggi mungkin membantu MNC mengurangi laba
pada negeri yang telah memperketat kendali pengiriman uang asing, atau mungkin
memberikan kemudahan bagi MNC memindahkan pendapatan dari suatu negara yang
memiliki tingkat pajak pendapatan yang tinggi ke suatu negara dengan tingkat pajak
rendah (tax haven country).
Penelitian akhir-akhir ini telah menemukan bahwa lebih dari 80% perusahaan-
perusahaan multinsional (MNC) melihat transfer pricing sebagai suatu isu pajak
internasional utama, dan lebih dari setengah dari perusahaan ini mengatakan bahwa isu
ini adalah isu yang paling penting. Sebagian besar negara sekarang menerima perjanjian
modal Organization of Economic Cooperation and Development (OECD), yang
menyatakan bahwa harga-harga transfer sebaiknya disesuaikan dengan menggunakan
standar arm’s-length, artinya pada suatu harga yang akan dicapai oleh pihak-pihak yang
independen. Sementara perjanjian model tersebut diterima secara luas, terdapat
perbedaan-perbedaan dalam cara negara-negara menerapkannya. Meskipun demikian,
terdapat dukungan yang kuat di seluruh dunia terhadap suatu pendekatan untuk
membatasi usaha-usaha oleh MNC untuk mengurangi kewajiban pajak dengan
menetapkan harga-harga transfer yang berbeda dengan arm’s-length standard tersebut.

2. Theory of Constraints (TOC) atau Teori Kendala


a. Pengertian

Teori Kendala atau Theory Of Constraints (TOC) merupakan sebuah filosofi


manajemen yang mula-mula dikembangkan oleh Eliyahu M. Goldratt dan dikenalkan
dalam bukunya, The Goal.

TOC adalah suatu filosofi manajemen yang membantu sebuah perusahaan dalam
meningkatkan keuntungan dengan memaksimalkan produksinya dan meminimalisasi
semua ongkos atau biaya yang relevan seperti biaya simpan, biaya langsung, biaya tidak
langsung, dan biaya modal.

Penerapan TOC lebih terfokus pada pengelolaan operasi yang berkendala sebagai
kunci dalam meningkatkan kinerja sistem produksi, nantinya dapat berpengaruh terhadap
profitabilitas secara keseluruhan.

Jenis-Jenis Theory of Constrain (TOC) Menurut Hansen dan Mowen,


dikelompokkan sebagai berikut:

1. Berdasarkan asalnya
a) Kendala internal (internal constraint) adalah faktor-faktor yang membatasi
perusahaan yang berasal dari dalam perusahaan, misalnya keterbatasan jam mesin.
Kendala internal harus dimanfaatkan secara optimal untuk meningkatkan keluaran
semaksimal mungkin tanpa meningkatkan persediaan dan biaya operasional.
b) Kendala eksternal (external constraint) adalah faktor-faktor yang membatasi
perusahaan yang berasal dari luar perusahaan, misalnya permintaan pasar atau
kuantitas bahan baku yang tersedia dari pemasok. Kendala eksternal yang berupa
volume produk yang dapat dijual, dapat diatasi dengan menemukan pasar,
meningkatkan permintaan pasar ataupun dengan mengembangkan produk baru.
2. Berdasar sifatnya
a) Kendala mengikat (binding constraint) adalah kendala yang terdapat pada sumber
daya yang telah dimanfaatkan sepenuhnya.
b) Kendala tidak mengikat atau kendur (loose constraint) adalah kendala yang terdapat
pada sumber daya yang terbatas yang tidak dimanfaatkan sepenuhnya.

Selain itu Kaplan dan Atkinson menambahkan pengelompokan kendala dalam tiga
bagian yaitu:

1. Kendala sumberdaya (resource constraint). Kendala ini dapat berupa kemampuan


factor input produksi seperti bahan baku, tenaga kerja dan jam mesin.
2. Kendala pasar (market resource). Kendala yang merupakan tingkat minimal dan
maksimal dari penjualan yang mungkin selama dalam periode perencanaan.
3. Kendala keseimbangan (balanced constraint). Diidentifikasi sebagai produksi
dalam siklus produksi.

Theory of Constraint(TOC) mengakui bahwa kinerja setiap perusahaan dibatasi oleh


Theory of Constain, yang kemudian mengembangkan pendekatan TOC untuk
mendukung tujuan, yaitu kemajuan terus-menerus suatu perusahaan (continious
improvement). Teori ini memfokuskan diri pada tiga ukuran yaitu:

1. Throughput (Keluaran), adalah suatu ukuran dimana suatu perusahaan


menghasilkan uang melalui penjualan.
2. Persediaan, adalah semua dana yang dikeluarkan perusahaan untuk mengubah
bahan baku mentah melalui throughput. Bahan persediaan dalam TOC merupakan
semua aktiva yang dimiliki dan terrsedia secara potensial untuk penjualan.
3. Biaya-biaya operasional, yang dikeluarkan perusahaan untuk mengubah persediaan
menjadi throughput. Biaya operasi ini terjadi untuk mendukung dan
mengoptimalkan throughput dalam TOC.

Berdasarkan ketiga hal di atas maka tujuan manajemen adalah meningkatkan


throughput,meminimalkan persediaan dan menurunkan beban operasi. Apabila hal
tersebut dapat dilakukan maka laba bersih dan pengembalian atas investasi akan
meningkat dan arus kas akan membaik.Teori kendala mengakui penurunan persediaan
akan mengurangi biaya penyimpanan sehinggamenurunkan beban operasi dan
meningkatkan laba bersih. Namun teori kendala menyatakan penurunan persediaan akan
membantu menghasilkan sisi kompetitif dengan mempunyai produk yang lebih baik,
harga lebih rendah dan respon lebih cepat dalam memenuhi kebutuhan pelanggan

TOC memiliki argumen bahwa penurunan persediaan akan meningkatkan daya saing
perusahaan, karena dengan menurunkan persediaan, akan diperoleh produk yang lebih
baik, harga yang lebih rendah, dan tanggapan yang lebih cepat terhadap kebutuhan
pelanggan.

Penerapan TOC dapat membantu manajer dalam meningkatkan laba dan juga
penjualan produk atau jasa yang berkualitas serta pemenuhan permintaan yang tepat
waktu sehingga perusahaan mampu beroperasi secara efisien dan efektif.

Dalam mengimplementasikan ide-ide sebagai solusi dari suatu permasalahan,


Goldratt mengembangkan 5 (lima) langkah yang berurutan supaya proses perbaikan lebih
fokus dan berakibat lebih baik bagi sistem. Langkah-langkah tersebut adalah:

1. Identifikasi konstrain sistem (identifying the constraint).


Langkah ini mengidentifikasi bagian system manakah yang paling lemah
kemudian melihat kelemahanya apakah kelemahan fisik atau kebijakan.
Disini akuntan manajemen bekerja sama bersama manajer produksi dan manajer
teknik untuk mengidentifikasi kendala-kendala yang bersifat mengikat dengan cara
membuat diagram aliran produksi. Diagram jaringan (Network Diagram) merupakan
flowchart dari pekerjaan yang menunjukkan urutan proses dan jumlah waktu yang
dibutuhkan untuk setiap proses. Tujuan diagram ini adalah membantu manajer untuk
melihat adanya tanda-tanda pemborosan. Analisis tugas (task analysis), yang
menggambarkan aktivitas dari setiap proses secara rinci, juga dapat digunakan untuk
mengidentifikasi kendala-kendala yang mengikat.
Dalam diagram jaringan terdapat enam proses produksi :
Proses 1 : Menerima dan menginspeksi bahan baku
Proses 2 : Mencampur bahan baku
Proses 3 : Inspeksi kedua
Proses 4 : Pengisian dan pengemasan
Proses 5 : Inspeksi ketiga
Proses 6 : Pemberian label
2. Eksploitasi konstrain (exploiting the constraint).
Menentukan cara menghilangkan atau mengelola constraint dengan biaya yang
paling rendah. Akuntan manajemen menentukan bagaimana memanfaatkan sumber
daya perusahaan paling efisien. Jika perusahaan mempunyai satu produk, akuntan
manajemen mencari cara untuk memaksimumkan aliran produksi dengan kendala
yang ada. Untuk dua atau lebih produk, penentuan produk mana atau komposisi
produk mana yang akan dihasilkan menjadi sesuatu yang penting sama seperti
memaksimumkan aliran produksi melalui kendala.
Untuk memaksimumkan aliran dalam kendala yang mengikat :
1. Menyederhanakan operasi yang menyebabkan pemborosan :
 Menyederhanakan desain produk
 Menyederhanakan proses produksi/pengolahan
2. Mencari cacat kualitas dalam bahan baku yang menyebabkan keterlambatan
3. Menurunkan waktu setup
4. Menurunkan keterlambatan lain yang terkait dengan aktivitas yang tidak terjadwal
dan tidak bernilai tambah, seperti inspeksi atau kerusakan mesin
5. Menyederhanakan kendala mengikat dengan cara mengubah semua aktivitas dari
kendala yang tidak mengurangi fungsi operasi

3. Subordinasi sumber lainnya (subordinating the remaining resources).


Tujuannya tahap ketiga ini adalah untuk mengelola aliran produksi yang masuk
dan keluar dalam kendala yang mengikat untuk melancarkan aliran produk dalam
pabrik. Alat penting untuk mengelola aliran produk dalam konteks ini adalah drum-
buffer-rope (DBR) system, yaitu sistem untuk menyeimbangkan aliran-aliran
produksi dalam kendala mengikat (binding constraint), sehingga mengurangi jumlah
persediaan pada kendala dan meningkatkan produktivitas secara keseluruhan.
Setelah menemukan konstrain dan telah diputuskan bagaimana mengelola
konstrain tersebut maka harus mengevaluasi apakah kostrain tersebut masih menjadi
kostrain pada performansi system atau tidak. Jika tidak maka akan menuju ke langkah
kelima, tetapi jika ya maka akan menuju ke langkah keempat.
4. Evaluasi konstrain (Elevating the constraint).
Jika langkah ini dilakukan, maka langkah kedua dan ketiga tidak berhasil menangani
konstrain. Maka harus ada perubahan besar dalam sistem, seperti reorganisasi,
perbaikan modal, atau modifikasi substansi system.

5. Mengulangi proses keseluruhan (repeating the process).


Jika langkah ketiga dan keempat telah berhasil dilakukan maka akan mengulangi lagi
dari langkah pertama. Proses ini akan berputar sebagai siklus. Tetap waspada bahwa
suatu solusi dapat menimbulkan konstrain baru perlu dilakukan.

Selain memperhatikan lima tahap penerapan TOC diatas, perlu diperhatikan pula
sepuluh prinsip dasar TOC. Kesepuluh prinsip dasar tersebut adalah :

1. Seimbangkan aliran produksi, bukan kapasitas produksi. Diasumsikan perusahaan


memiliki kapasitas tidak seimbang dengan jumlah permintaan pasar (demand)
karena keseimbangan kapasitas menghambat pencapaian tujuan (goal) perusahaan.
2. Tingkat utilitas non bottleneck tidak ditentukan oleh potensi stasiun kerja tersebut
tetapi oleh stasiun kerja bottleneck atau sumber kritis lainnya. Hanya stasiun kerja
yang mengalami bottleneck yang perlu dijalankan dengan utilitas 100 %.
3. Aktivitas tidak selalu sama dengan utilitas. Menjalankan non bottleneck dapat
mengakibatkan bertumpuknya work in process (buffer) dalam jumlah yang
berlebihan.
4. Satu jam kehilangan pada bottleneck merupakan satu jam kehilangan sistem
keseluruhan.
5. Satu jam penghematan pada non bottleneck merupakan suatu fatamorgana.
6. Bottleneck mempengaruhi throughput dan inventory.
7. Batch transfer tidak selalu sama jumlahnya dengan batch proses.
8. Batch proses sebaiknya tidak tetap (variabel).
9. Penjadwalan (kapasitas & prioritas) dilakukan dengan memperhatikan semua
kendala (constraint) yang ada secara simultan.
10. Jumlah optimum lokal tidak sama dengan optimum keseluruhan (total). Pengukuran
performansi dilihat sebagai satu kesatuan berdasarkan pemasukan bahan baku dan
hasil produk jadi.

Hubungan TOC dan JIT (Just In Time)


Tujuan utama seorang manajer menggunakan JIT dalam perusahaan yaitu untuk
mengurangi waktu yang digunakan produk dalam pabrik. Jika total produksi turun, maka
akan terjadi penurunan pula pada biaya, hal ini dikarenakan lebih sedikitnya persediaan
yang harus dibiayai, disimpan, dikelola, dan diamankan. Dengan JIT, waktu dapat
diminimalisasi terhadap throughput produk yaitu total produksi sampai pada saat barang
dikirim. Oleh karena itu, waktu throughput (throughput time) merupakan jumlah dari
waktu proses, waktu tunggu, waktu pemindahan, waktu inspeksi. Yang merupakan waktu
throughput yang mencakup penurunan persediaan dalam proses, akan mengarahkan pada
hal-hal berikut ini:
a) Menurunkan biaya modal dalam persediaan.
b) Mengurangi biaya overhead untuk pemindahan bahan.
c) Mengurangi resiko keusangan.
d) Meningkatkan daya tanggap bagi pelanggan dan mengurangi waktu pengiriman.

Jika dijabarkan maka keunggulan dari Theory of Constrains adalah :

a. Produk yang Lebih Baik, Perusahaan dapat menghasilkan produk dengan kualitas
lebih baik dan menyediakan produk yang sudah diperbaiki tersebut secara cepat ke
pasar.Persediaan yang lebih rendah menyebabkan deteksi atas kerusakan dapat
dilakukan lebihcepat dan penyebab maasalah bisa segera dinilai. Persediaan yang
rendah memungkinkan perubahan produk untuk diperkenalkan secara lebih cepat
karena perusahaan mempunyai persediaan produk lama yang lebih sedikit dan
harus segera dijual atau dibuang.
b. Harga yang Lebih Rendah, Persediaan rendah akan menyebabkan menurunnya
biaya penyimpanan, biaya investasi per unit dan beban operasi lain seperti lembur
dan pengiriman khusus. Dengan menurunnya biaya-biaya maka penetapan harga
akanmenjadi lebih fleksibel, sehingga perusahaan tidak harus melakukan strategi
pemotongan harga.
c. Daya Tanggap, Persediaan yang lebih rendah memungkinkan waktu tunggu aktual
untuk diamati secara lebih seksama dan tanggal pengiriman yang lebih akurat dapat
terpenuhi.Tingkat persediaan yang tinggi terhadap pesaing akan mengakibatkan
kelemahankompetitif, dengan teori kendala maka perusahaan dapat menekan
pengurangan persediaam dengan mengurangi waktu tunggu.

Theory of Constraints (TOC) dan Activity Based Costing (ABC)


Pendekatan TOC beranggapan bahwa biaya operasional sulit untuk diubah dalam
jangka pendek, sehingga TOC tidak mengidentifikasikan aktivitas-aktivitas individual
dan penggerak biaya. Oleh karena itu, TOC kurang berguna untuk mengelola biaya dalam
jangka panjang. Di lain sisi, activity-based costing (ABC) mempunyai perspektif jangka
panjang yang memfokuskan pada peningkatan proses dengan mengeliminasi aktivitas-
aktivitas yang tidak bernilai tambah dan mengurangi biaya-biaya yang dikeluarkan oleh
aktivitas yang bernilai tambah. Oleh karena itu, ABC lebih berguna untuk perencanaan
profit, pengendalian biaya dan penetapan harga jangka panjang

ABC dan TOC sama-sama digunakan untuk menetapkan profitabilitas produk.


Namun keduanya juga memiliki perbedaan yaitu ABC mengembangkan suatu analisis
jangka panjang yang meliputi semua biaya produk. Sedangkan TOC mengambil
pendekatan jangka pendek untuk analisis profitabilitas karena teori ini hanya berdasarkan
pada biaya-biaya yag berkaitan pada bahan. ABC menyediakan suatu analisis
komprehensif dari penggerak biaya (cost driver) dan biaya unit yang akurat, sebagai suatu
dasar untuk pengambilan keputusan strategis mengenai harga dan bauran produk dalam
jangka panjang. Sebaliknya TOC menyediakan suatu metode yang berguna untuk
meningkatkan profitabilitas jangka pendek melalui penyesuaian bauran produk untuk
jangka pendek dan melalui perhatian pada hambatan-hambatan produksi. Keunggulan
ABC adalah memusatkan perhatian pada kegiatan (aktivitas), yaitu apa yang dilakukan
oleh tenaga kerja dan peralatan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan. ABC umumnya
digunakan oleh perusahaan dengan menggunakan metode manajemen biaya seperti biaya
target (target costing) dan TOC.

BAB III

KESIMPULAN

1. Transfer Pricing didefinisikan sebagai harga yang ditentukan oleh satu bagian dari
sebuah organisasi atas penyerahan barang atau jasa yang dilakukannya kepada
bagian lain dari organisasi yang sama. Transfer pricing dapat juga diartikan sebagai
nilai atau harga jual khusus yang dipakai dalam pertukaran antar divisional untuk
mencatat pendapatan divisi penjual (selling division) dan biaya divisi pembeli
(buying division).
2. Tujuan penetapan harga transfer adalah untuk mentransmisikan data keuangan
diantara departemen-departemen atau divisi-divisi perusahaan pada waktu mereka
saling menggunakan barang dan jasa satu sama lain. Selain itu transfer pricing
terkadang digunakan untuk mengevaluasi kinerja divisi dan memotivasi manajer
divisi penjual dan divisi pembeli menuju keputusan-keputusan yang serasi dengan
tujuan perusahaan secara keseluruhan. Namun dalam praktik, seringkali
ditemukan transaksi antar anggota perusahaan multinasional yang tidak luput
dari rekayasa transfer pricing.
e) TOC adalah suatu filosofi manajemen yang membantu sebuah perusahaan dalam

meningkatkan keuntungan dengan makimal produksinya dan meminimalisasi semua

ongkos atau biaya yang relevan seperti biaya simpan, biaya langsung, biaya tidak

langsung, dan biaya modal.

DAFTAR PUSTAKA

Hilton, Ronald W.2008.Managerial Accounting.7th edition. McGraw-Hill Companies, Inc.


Hilton, Ronald W.1999.Managerial Accounting.4th edition. McGraw-Hill Companies, Inc.
Hansen, Don R., dan Maryanne M.Women.1997.Management Accounting.South Western
College Publishing, Inc

Anda mungkin juga menyukai