Anda di halaman 1dari 10

1.

1 Definisi PPh (Pajak Penghasilan) pasal 21/26


Pajak menurut Undang-undang Nomor 28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum Dan
Tata Cara Perpajakan (UU KUP) adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh
orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak
mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-
besarnya kemakmuran rakyat.
PPh Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium,
tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apa pun sehubungan dengan
pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi Subjek Pajak
dalam negeri, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 Undang-Undang Pajak Penghasilan.
Sedangkan PPh Pasal 26 adalah pajak atas penghasilan yang dilakukan oleh orang pribadi
Subjek Pajak luar negeri, yang dimaksud dalam Pasal 26 Undang-Undang Pajak Penghasilan.
Menurut para ahli :
1. Menurut Dwikora Harjo (2012 : 89), mendefinisikan PPh Pasal 21 adalah :
“Pemotongan pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan
dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang diterima atau diperoleh wajib pajak orang
pribadi dalam negeri”.
2. Menurut Diana Sari (2014 : 25), mendefinisikan PPh Pasal 21 adalah :
“Pajak penghasilan yang harus dipotong oleh setiap pemberi kerja terhadap imbalan berupa
gaji, upah, honorarium, tunjangan, penghargaan, maupun pembayaran lainnya, yang mereka
bayar atau terutang kepada orang pribadi dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan jasa dan
kegiatan yang dilakukan orang pribadi tersebut”.

1.2 Subjek dan Non Subjek PPh 21/26


A. Subjek Pajak
Subjek pajak diartikan orang yang dituju oleh undang-undang untuk dikenakan pajak.
Pajak penghasilan dikenakan terhadap subjek pajak berkenaan dengan penghasilan yang
diterima atau diperoleh dalam tahun pajak. Subjek pajak meliputi :
1. Orang Pribadi
Orang pribadi sebagai subjek pajak dapat bertempat tinggal atau berada di Indonesia maupun
diluar negeri.
2. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan.
Warisan yang belum terbagi untuk menggantikan yang berhak. Warisan yang belum terbagi
dimaksud merupakan subjek pajak pengganti, menggantikan mereka yang berhak yaitu ahli
waris. Masalah penunjukan warisan yang belum terbagi sebagai subjek pajak pengganti
sebagai pengenaan pajak atas penghasilan yang berasal dari warisan tetap dapat dilaksanakan.
3. Badan
Pengertian badan mengacu pada undang – undang KUP, adalah sekumpulan orang atau
modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun tidak melakukan usaha
yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, BUMN atau BUMD dan bentuk
apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pension, persekutuan, perkumpulan, yayasan,
organisasi masa, lembaga, bentuk usaha tetap, dan badan lain-lainnya.
4. Bentuk usaha tetap
Bentuk usaha tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak
bertempat tinggal Indonesia atau berada diindonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka
waktu 12 bulan, atau badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di
Indonesia, untuk menjalakan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia.

B. Non Subjek Pajak


Yang tidak termasuk subjek pajak menurut undang-undang pajak penghasilan adalah:
1. Badan perwakilan Negara asing
2. Pejabat-pejabat perwakilan Negara asing dan diplomatik dan konsulat atau pejabat-pejabat
lain dari Negara asing, dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja
pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka, dengan syarat bukan warga Negara
Indonesia dan diindonesia tidak menerima ataumemperoleh penghasilan lain diluar jabatan
atau pekerjaan tersebut, serta Negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbale
balik.
3. Organisasi-organisasi internasional yang ditetapkan oleh menteri keuangan dengan syarat:
Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut tidak menjalankan usaha atau melakukan
kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia selain pemberian pinjaman
kepada pemerintah yang dana nya berasal dari iuran para anggota.
4. Pejabat-pejabat perwakilan organisasi international yang ditetapkan oleh menteri keuangan
dengan syarat bukan warga Negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha atau melakukan
kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia.

1.3 Objek dan Non Objek PPh 21/26


A. Objek Pajak
1. Penghasilan yang diterima atau diperoleh Pegawai tetap, baik berupa penghasilan
yang bersifat teratur maupun tidak teratur.
2. Penghasilan yang diterima atau diperoleh penerima pensiun secara teratur berupa
uang pensiun atau penghasilan sejenisnya.
3. Penghasilan berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, atau
jaminan hari tua yang dibayarkan sekaligus, yang pembayarannya melewati jangka
waktu 2 (dua) tahunsejak pegawai berhenti bekerja.
4. Penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, berupa upah harian, upah
mingguan, upah satuan, upah borongan, atau upah yang dibayarkan secara bulanan.
5. Imbalan kepada bukan pegawai, antara lain berupa honorarium, komisi, fee, dan
imbalan sejenisnya dengan nama dan dalam bentuk apapun sebagai imbalan
sehubungan jasa yang dilakukan.
6. Imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku, uang representasi,
uang rapat, honorarium, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk
apapun, dan imbalan sejenis dengan nama apapun.
7. Penghasilan berupa honorarium atau imbalan yang bersifat tidak teratur yang diterima
atau diperoleh anggota dewan komisaris atau dewan pengawas yang tidak merangkap
sebagai pegawai tetap pada perusahaan yang sama.
8. Penghasilan berupa jasa produksi, tantiem, gratifikasi, bonus, atau imbalan lainnya
yang bersifat tidak teratur yang diterima atau diperoleh mantan pegawai. atau
9. Penghasilan berupa penarikan dana pensiun oleh peserta program pensiun yang masih
berstatus sebagai pegawai, dari dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh
Menteri Keuangan.
Termasuk pula penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan lainnya dengan nama
dan dalam bentuk apapun yang diberikan oleh :
1. Wajib pajak yang dikenakan pajak penghasilan yang bersifat final, atau
2. Wajib pajak yang dikenakan pajak penghasilan berdasarkan norma penghitungan
khusus (deemed profit).
(didasarkan pada harga pasar atas barang yang diberikan atau nilai wajar atas pemberian
kenikmatan yang diberikan)

B. Non Objek PPh Pasal 21/26


Tidak termasuk dalam pengertian penghasilan yang dipotong PPh pasal 21 adalah :
1. Pembayaran manfaat atau santunan asuransi dari perusahaan asuransi sehubungan
dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan
asuransi beasiswa.
2. Penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dalam bentuk apapun yang
diberikan oleh wajib pajak atau pemerintah.
3. Iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan
oleh Menteri Keuangan, iuran tunjangan hari tua atau iuran jaminan hari tua kepada
badan penyelenggara tunjangan hari tua atau badan penyelenggara jaminan sosial
tenaga kerja yang dibayar oleh pemberi kerja.
4. Zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari badan atau lembaga amil
zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah, atau sumbangan keagamaan.
5. Beasiswa, yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur lebih lanjut
dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

1.3 Pemotong, Penyetor, Pelapor dan Non Pemotong PPh 21/26


A. Pemotong PPh 21/26
Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 21 merupakan pihak yang berkewajiban
memotong pajak atas penghasilan yang dibayarkan dan menyetorkan Pajak Penghasilan
Pasal 21 Yang dipotong ke kas Negara paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya setelah
utang pajak. Para pemotong Pajak Penghasilan Pasal 21, yang selanjutnya disingkat
Pemotong Pajak adalah:
1. Pemberi kerja yang terdiri dari orang pibadi dan badan.
2. Bendaharawan pemerintah.
3. Dana pensiun, badan penyelenggara Jaminan Sosial Tenaga Kerja, dan badan-badan
lain yang membayar uang pension serta Tabungan Hari Tua/ Jaminan Hari Tua.
4. Perusahaan, badan, dan bentuk usaha tetap, yang membayar honorarium /pembayaran
lain sebagai imbalan sehubungan dengan kegiatan, jasa, termasuk jasa tenaga ahli
dengan status Wajib Pajak dalam negeri yang melakukan pekerjaan bebas dan
bertindak untuk dan atas namanya sendiri, bukan untuk dan atas nama
persekutuannya.
5. Yayasan (termasuk yayasan di bidang kesejahteraan, rumah sakit, pendidikan,
kesenian, olah raga, kebudayaan), lembaga, kepanitiaan, asosiasi, perkumpulan,
organisasi massa, organisasi sosial politik, dan organisasi lainnya dalam bentuk
apapun di segala bidang kegiatan sebagai pembayar gaji, upah, honorarium, atau
imbalan dengan nama apapun sehubungan dengan pekerjaan, jasa, kegiatan yang
dilakukan oleh orang pribadi.
6. Perusahaan, badan, dan bentuk usaha tetap, yang membayarkan honorarium/imbalan
lain kepada peserta pendidikan, pelatihan, dan pemagangan.
7. Penyelenggara kegiatan (termasuk badan pemerintah, organisasi internasional,
perkumpulan, orang pribadi, serta lembaga lainnya yang menyelenggarakan kegiatan)
yang membayar honorarium, hadiah, atau penghargaan dalam bentuk apapun kepada
Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri berkenaan dengan sesuatu kegiatan.

B. Penyetor PPh 21/26


Setelah perhitungan, kewajiban selanjutnya bagi wajib pajak adalah penyetoran pajak.
Penyetoran pajak bisa dilakukan di kas negara, kantor pos, serta bank-bank pemerintah dan
bank-bank swasta yang di tunjuk oleh pemerintah.
Tempat Penyetoran Pajak
Penyetoran pajak dapat dilakukan dimanapun di seluruh Indonesia dengan tempat penyetoran
(Pasal 10 UU KUP) adalah :
1. Kantor Pos
Penyetoran pajak dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP).
2. Bank Presepsi
Meliputi semua bank pemerintah dan bank swasta yang telah ditunjuk oleh
pemerintah sebagai bank presepsi.
Jika kewajiban penyetoran oleh wajib pajak tidak dipenuhi maka akan diberikan sanksi-
sanksi tertentu, yaitu :
a. Terlambat membayar hingga melawati batas waktu pembayaran dikenakan sanksi 2
persen sebulan dari jumlah utang pajak yang harus dibayar.
b. Dikeluarkan Surat Tagihan Pajak pada pajak penghasilan berjalan yang tidak/kurang
dibayar, dikenakan sanksi 2 persen maksimum 48 persen dari jumlah pajak yang
tidak/kurang dibayar.
Batas pelaporan SPT Masa Pajak Penghasilan Pasal 21 paling lambat 20 hari setelah masa
pajak berakhir.
C. Pelapor PPh 21/26
Menurut Mulyono (2010:95) Pelaporan atas pelunasan Pajak Penghasilan (PPh) dapat
dilakukan oleh berbagai pihak, seperti:
1. Wajib pajak, pelaporan PPh oleh wajib pajak dapat dilakukan dengan pola; bulanan,
triwulan dan tahunan.
2. Pemungut PPh yang berkedudukan sebagai pembeli maupun penjual, berkewajiban
membayar dan melapor PPh yang dipungut.
3. Pemotong PPh yang semuanya berkedudukan sebagai pembeli jasa berkewajiban
membayar dan melapor PPh yang sudah dipotong.
4. Yang menyerahkan barang, pelaporan PPh yang dilakukan oleh yang menyerahkan
barang dilakukan pada berbagai kegiatan seperti yang termasuk dalam PPh Pasal 22.
5. Petugas pajak, PPh yang dibayarkan kepada petugas pajak hanya terjadi pada PPh atas
fiskal luar negeri, pelaporan PPh atas fiskal luar negeri dilakukan oleh petugas fiskal
setiap bulan.
Laporan PPh selanjutnya dilaporkan ke KPP (Kantor Pelayanan Pajak).

D. Non Pemotong PPh 21/26


1. Kantor perwakilan Negara asing.
2. Organisasi-organisasi internasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1)
huruf c Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan, yang
telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
Syarat bagi Organisasi-organisasi internasional agar tidak menjadi Pemotong
PPh Pasal 21 adalah :
a. Indonesia menjadi anggota organisasi internasional tersebut.
b. Organisasi internasional tersebut tidak menjalankan usaha atau kegiatan
lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia selain memberikan
pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran para
anggota.
3. Pemberi kerja orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan
bebas yang semata-mata mempekerjakan orang pribadi untuk melakukan pekerjaan
rumah tangga atau pekerjaan bukan dalam rangka melakukan kegiatan usaha atau
pekerjaan bebas.
Apabila Wajib Pajak Orang Pribadi menerima penghasilan dari Bukan Pemotong PPh
Pasal 21, maka penghasilan tersebut merupakan objek Pajak Penghasilan yang harus
dikenakan Pajak Penghasilan Orang Pribadi dan dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh Orang
Pribadi.

1.5 Elemen Perhitungan PPh 21/26


Penghasilan Kotor (BRUTO) adalah jenis penghasilan yang dikenakan pemotongan pajak
sebagaimana diatur sesuai PPh pasal 21 dan PPh pasal 26, dapat dikelompokkan sebagai
berikut :
1. Penghasilan Rutin (Berkala), yaitu penghasilan yang diterima pegawai secara teratur
setiap bulan berupa : gaji, tunjangan-tunjangan, lembur, uang makan, uang transpor dan
sejenisnya
2. Penghasilan Tidak Rutin (Tahunan), yaitu penghasilan yang diterima pegawai dalam
waktu tidak tentu dan umunya sekali atau lebih dalam setahun, berupa : tunjangan hari
raya (THR), bonus, tantiem, insentif tahunan dan sejenisnya
3. Penerimaan Natura, yaitu jenis penghasilan lain yang diterima pegawai dalam bentuk
fisik benda/barang, berupa : pemberian sembako, bantuan lauk-pauk, nutrisi tambahan,
fasilitas catering dan sejenisnya. Dalam penghitungan pajak penghasilan, penerimaan
natura harus di konversikan dalam satuan nilai/harga tertentu
4. Premi Asuransi, yaitu premi asuransi atas nama pegawai yang dibayarkan oleh pemberi
kerja kepada instansi terikait, berupa : premi Jamsostek, premi AKDHK, premi asuransi
kesehatan dan sejenisnya

Pengurangan Penghasilan Kotor (PPK) adalah komponen yang dapat diperhitungkan


sebagai unsur pengurangan Penghasilan Kotor (BRUTO) yang diterima pegawai, yaitu :
1. Biaya Jabatan, adalah biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan.
Tarif biaya jabatan sebesar 5% dari jumlah Penghasilan Kotor (BRUTO).
2. Iuran Hari Tua, adalah iuran yang menjadi tanggungan pegawai yang dibayarkan kepada
instansi terkait sehubungan kepeserta pegawai dalam program hari tua.

Penghasilan Bersih (NETO) adalah jumlah Penghasilan Kotor (BRUTO) dikurangi jumlah
Pengurangan Penghasilan Kotor (PPK)

Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) adalah batas nilai maksimum penghasilan pegawai
yang tidak dikenakan pajak penghasilan dan ditetapkan berdasarkan status perkawinan.

Penghasilan Kena Pajak (PKP) adalah jumlah Penghasilan Bersih (NETO) dikurangi jumlah
Penghasilan Kena Pajak (PTKP)

Tarif Pajak Penghasilan adalah jumlah pajak penghasilan yang dikenakan atas jumlah
prosentase yang ditetapkan secara progresif berdasarkan lapisan Penghasilan Kena Pajak
(PKP) selama setahun, dengan besaran sebagai berikut :

Pajak Penghasilan Terhutang (PPh) adalah jumlah kewajiban pajak penghasilan yang
diperhitungkan kepada pegawai berdasarkan perhitungan Tarif Pajak Penghasilan

1.6 Perbedaan Dasar Perhitungan PPh 21/26


A. PPh 21

Yang dipotong Dasar Pengenaan Pajak


Pegawai tetap Penghasilan Kena Pajak= jumlah seluruh
penghasilan brutosetelah dikurangi dengan:

a. biaya jabatan, sebesar 5%dari penghasilan


bruto,setinggi-tingginya Rp 500.000,00
sebulanatau Rp 6.000.000,00setahun;
b. iuran yang terkaitdengan gaji yangdibayar
oleh pegawaikepada dana pensiunyang
pendiriannyatelah disahkan olehMenteri
Keuangan ataubadan
penyelenggaratunjangan hari tua ataujaminan
hari tua yangdipersamakan dengandana
pensiun yangpendiriannya telahdisahkan oleh
MenteriKeuangan.Dikurangi PTKP
Penerima Pensiun Berkala Penghasilan Kena Pajak= seluruh
jumlahpenghasilan bruto dikurangidengan
biaya pensiun,sebesar 5% dari
penghasilanbruto, setinggi-tingginya
Rp200.000,00 sebulan atauRp 2.400.000,00
setahun.Dikurangi PTKP
Pegawai tidak tetap Penghasilan Kena Pajak= Penghasilan bruto
yangpenghasilannya dibayar secara Dikurangi PTKP
bulanan atau jumlahkumulatif
penghasilan yang diterima dalam 1
bulankalender telah melebihi
Rp.2.025.000
Pegawai tidak tetap yangmenerima Penghasilan Kena Pajak
upah harian,upah mingguan, upah = Penghasilan bruto
satuanatau upah borongan,sepanjang dikurangi Rp 200.000
penghasilan kumulatifyang diterima
dalam1 bulan kalender belummelebihi
Rp 2.025.000
Pegawai tidak tetapyang menerima Penghasilan Kena Pajak= Penghasilan
upahharian, upah mingguan,upah brutodikurangi PTKP sebenarnya(PTKP
satuan atau upahborongan, sepanjang yang sebenarnyaadalah adalah sebesar
penghasilan kumulatif yangditerima PTKPuntuk jumlah hari kerja
dalam 1 bulankalender telah melebihi yangsebenarnya.)
Rp2.025.000 belum melebihiRp
7.000.000
Pegawai tidak tetapyang menerima Penghasilan Kena Pajak= Penghasilan bruto
upahharian, upah mingguan,upah dikurangi PTKP
satuan atau upahborongan, sepanjang
penghasilan kumulatif yangditerima
dalam 1 bulankalender telah melebihi
Rp7.000.000
Bukan pegawai yangmenerima Penghasilan Kena Pajak= 50% dari jumlah
imbalan yangbersifat penghasilan bruto. Dikurangi PTKP perbulan
berkesinambungan
Bukan pegawai yangmenerima 50% dari jumlah penghasilanBruto
imbalanyang tidak
bersifatberkesinambungan
Selain di atas Jumlah penghasilan bruto

B. PPh 26
PPh Pasal 26 mengatur tentang kebijakan tarif sebesar 20% (final) atas jumlah bruto dari
pendapatan yang diperoleh dari:
 Dividen.
 Bunga, termasuk premium, diskonto, insentif yang terkait dengan jaminan pembayaran
pinjaman.
 Royalti, sewa, dan pendapatan lain yang terkait dengan penggunaan aset.
 Insentif yang berkaitan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan.
 Hadiah dan penghargaan.
 Pensiun dan pembayaran berkala.
 Premi swap dan transaksi lindung lainnya.
 Perolehan keuntungan dari penghapusan utang

1.7 Perhitungan PPh 21/26


Contoh: Muhammad Rizky, pegawai pada perusahaan PT Segara Hurip, memperoleh gaji
sebulan sebesar Rp6.000.000 Muhammad Rizky telah menikah dan mempunyai seorang
anak. PT Segara Hurip masuk program BPJS Ketenagakerjaan, premi Jaminan Kecelakaan
Kerja dan premi Jaminan Kematian dibayar oleh pemberi kerja dengan jumlah masing-
masing setiap bulan sebesar 1,00% dan 0,30% dari gaji. PT Segara Hurip membayar iuran
Jaminan Hari Tua setiap bulan sebesar 3,70% dari gaji sedangkan Muhammad Rizky
membayar iuran pensiun sebesar Rp50.000,00 dan Jaminan Hari Tua sebesar 2,00% dari gaji.
Penghitungan PPh Pasal 21 bulan juli 2016 adalah:

PERHITUNGAN
Gaji Rp 6.000.000
Premi Kecelakaan Kerja Rp 60.000
Premi Jaminan Kematian Rp 18.000
Penghasilan Bruto Rp 6.078.000

Pengurangan
Biaya Jabatan
5 % x Rp. 6.078.000 Rp 303.900
Iuran Pensiun Rp 50.000
Iuran Jaminan Hari Tua Rp 120.000
Rp (473.900)
Penghasilan Netto Sebulan Rp 5.604.100

Penghasilan Netto Setahun


12 x Rp 5.604.100 Rp 67.249.200

PTKP (K/10)
Untuk WP Sendiri Rp 54.000.000
Tambahan Karena Kawin Rp 4.500.000
Tambahan Seorang Anak Rp 4.500.000
Rp (63.000.000)
Penghasilan Kena Pajak Setahun Rp 4.249.200

Pembulatan
PPh Pasal 21 Terutang
5% x Rp 4.249.200 Rp 212.460
PPh Pasal 21 Bulan Juli
Rp 212.460 : 12 Rp 17.705

1.8 Penyajian Pelaporan SPT PPh 21/26


1. Manual

WP yang memenuhi Pengisian SPT (WP Bagi WP kurang


Mendaftarkan
syarat subjektif dan menghitung sendiri bayar : bisa di
diri ke KPP
objektif pajaknya) bayar dengan
formuir SSP

Bayar ke :
Kantor Pos atau
Tanda Terima Bank BNI
Penyampaian SPT
Drop box
-KPP SPT Benar, Lengkap
-Mobil Pajak Keliling dan Jelas
Via Pos E Filing

2. e-filing

WP melakukan
permohonan e-FIN ke KPP WP mendaftar account WP menyampaikan
terdekat atau tempat lain e-Filing dengan SPT secara
yang disediakan KPP untuk memasukkan e-FIN elektronik
menerbitkkan e-FIN

WP mendapatkan Bukti
Penerimaan Elektronik
Server DJP Internet
dan Nomor Tanda Terima
Elektronik
Daftar Pustaka
Mardiasmo. 2016. Perpajakan. Yogyakarta: Andi.
http://www.pajak.go.id/content/11511-pemotong-pph-pasal-2126
http://www.wibowopajak.com/2012/02/bukan-pemotong-pph-pasal-21.html?m=1
http://sukimanpajak.blogspot.co.id/2013/04/definisi-pph-pasal-21.html?m=1
http://www.buletinpajak.com/2016/06/objek-pph-pasal-21.html?m=1
https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-3449739/cara-mudah-lapor-spt-pajak-
dari-manual-hingga-elektronik
https://ariswan.wordpress.com/2008/06/18/pajak-penghasilan-pasal-21-pph-21/

Anda mungkin juga menyukai