KELOMPOK 8
UNIVERSITAS ANDALAS
2017
A. PENDAHULUAN
Cost Reduction
Traditional Strategic
Kegiatan berkelanjutan yang harus jadi sebuah prioritas strategis dan cultural
Strategic Cost Reduction harus menjadi bagian sebuah strategi bersaing yang
mengintegrasikan teknologi dan manajemen sumber daya manusia untuk menyediakan
pendekatan jangka panjang berdasarkan kepada banyak hal dan terkoordinasi untuk
mengurangi biaya.
Long-term competitive cost advantage tergantung pada menetapkan sebuah budaya
perbaikan berkelanjutan terhadap kualitas, waktu dan biaya melalui inovasi.
Penurunan yang cepat dalam biaya jangka pendek karena krisis langsung.
Digunakan oleh kebanyakan perusahaan pada akhir 1970-an dan disepanjang 1980-an.
Traditional
Tujuan Spesifik
Frekuensi Periodik
Pemicu Reaktif
Fokus pada pemotongan biaya dengan mengurangi gaji dan mengeliminasi aktivitas.
Tidak didasarkan atas banyak hal, hanya didasarkan pada krisis yang terjadi saat itu.
Dilakukan sampai krisis tersebut teratasi.
Dilakukan hanya saat-saat ada krisis.
Reaksi untuk sebuah immediate threat seperti kinerja buruk, kehilangan kontrak atau
penurunan harga.
Dengan mengurangi gaji, tampak jelas bahwa pendekatan ini menargetkannya pada
tenaga kerja.
Walaupun pendekatan tradisional dapat mengurangi biaya secara cepat namun dengan
targetnya terhadap tenaga kerja tentu saja mengurangi nilai human assets yang dimilki
yang akan berdampak pada kegagalan jangka panjang.
Berikut akan dijelaskan lima program traditional cost reduction yang sering digunakan :
1. Pendekatan teknologi
Fokus pada menggantikan tenaga kerja langsung dengan teknologi untuk meningkatkan
efisiensi operasi dan mengurangi pengaruh serikat kerja.
Pemicunya karena kinerja yang buruk.
Keberhasilannya terletak pada uang, waktu, sebuah proses inovasi efektif dan karyawan
memiliki kemampuan tinggi.
Apakah efektif? Menurut Hamel dan Praha dalam tulisannya menyatakan hal ini jarang
terjadi (jarang akan efektif). Kerena :
1) Tenaga kerja hanya memiliki persentase kecil terhadap total cost. Untuk tenaga kerja
langsung terhadap biaya produk, memiliki persentase tidak lebih dari 10% pada
kebanyakan manufacturing setting. Jika dimisalkan efisiensi tenaga kerja langsung ini
dilakukan 100% (mengeliminasi tenaga kerja secara penuh), ini hanya bisa mengurangi
biaya total produk sebesar 10% kebawah (dengan asumsi subsitusi untuk tenaga kerja ini
costless).
2) Ketika kemampuan tenaga kerja adalah kunci untuk sebuah keunggulan bersaing
perusahaan, maka perlu untuk meningkatkan kemampuan tersebut melalui metode kerja
(misalnya melalui total quality management) dan fleksibelitas.
3) Kebanyakan perusahaan mengadopsi technology intensive strategies (biasanya yang kita
kenal salah satunya yakni Computer Integrated Manufacturing) ketika mereka
mengurangi kekuatan kerja. Strategi ini membutuhkan karyawan berkemampuan tinggi
yang bisa mendesain, mengimplementasikan, mengoperasikan dan memperbaiki
teknologi ini.
Biaya perusahaan meningkat ketika ekonomi baik dan jatuh ketika ekonomi
buruk. Kita mendefinisikan baik (buruk) tersebut dari rendah (tinggi) nya
pengangguran dan bertumbuh (menyusutnya) GNP.
Ketika ekonomi baik, lean and mean tidak bekerja, akibatnya biaya memburuk
sebagai peningkatan ketidakefisiensi dan program baru diperluas atau dimulai.
Seiring biaya meningkat, ekonomi mulai dengan perlahan dengan harga menjadi naik.
Responnya, perusahaan mulai mengimplementasikan lean and mean untuk memotong
biaya dengan mengurangi dan mengeliminasi program-program diskrisionari dan
karyawan. Saat ada penurunan biaya, dampak merugikan menjadi terlihat setelah itu.
Moral, motivasi dan komitmen menurun dari karyawan yang tersisa. Mereka semakin
stres, karena takut akan menjadi salah satu dari yang dipecat sehingga mereka bekerja
melebihi batas. Mempunyai beberapa karyawan juga mengarah kepada masalah
koordinasi (misalnya penundaan produksi dan penjadwalan yang salah), yang mana
menyebabkan penurunzn kualitas dan peningkatan waktu pemesanan. Lalu ketika
ekonomi mulai meluas kembali, produk perusahaan memperoleh kembali daya saing
mereka sebagai hasil dari proram cost reduction yang mereka telah lakukuan. Dalam
responnya, perusahaan menghentikan program lean and mean mereka. Mereka mulai
merekrut karyawan baru untuk membentuk kembali atau memperluas program untuk
mengurangi dampak negatif dari program cost reduction sebelumnya. Hal ini tentu
mendatangkan biaya lebih untuk melatih karyawan baru tersebut. Hasilnya biaya
tersebut mulai meningkat lagi. Siklus ini terus berulang, namun seiring waktu
berjalan, setiap biaya baru memuncak menjadi lebih tinggi daripada peningkatan
biaya sebelumnya.
3. Offshore retreat
Mengurangi biaya dengan melarikan diri ke wilayah yang menawarkan biaya tenaga kerja
rendah. Namun biaya terkait hal ini pada kebanyakan kasus yang ditemukan lebih tinggi dari
yang diekspektasikan dimana kualitas dan kinerja yang ditawarkan juga rendah.
Keberhasilannya tergantung pada bagaimana karyawan diperlakukan dan pola dari tingkat
pertukaran serta fluktuasi mata uang.
4. Mergers
Mengeliminasi karyawan, produk, pabrik dan overhead yang keluar batas. Tujuannya adalah
untuk memperkuat setiap entitas penggabungan tapi hasilnya sering aspek paling buruk dari
tiap perusahaan yang bertahan. Masalah yang terjadi dalam bermacam-macm asimilasi atau
ketidakmampuan manajemen, budaya perusahaan, lini produk dan teknologi. Seringkali
merger ini berdampak pada penurunan moral dan motivasi. Akhirnya harapan terhadap
merger ini tak terwujud dan malah ada peningkatan biaya yang diluar ekspektasi.
5. Diversification
Dilakukan ketika perusahaan mencari lingkungan operasi yang murah. Jika sebuah
perusahaan melakukan ekspansi melebih kompetensi inti maka berkemungkinan kepada
pengalaman yang sulit dalam mengembangkan dan mengimplementasikan produk, teknologi
atau sistem distribusi baru, dengan biaya yang dihasilkan lebih tinggi dari ekspektasi.
Dari 5 program tersebut telah dijelaskan pada setiap program kapan berhasil (efektif)
nya, dampak serta hambatan masing-masing program. Juga fakta yang ditemukan
dilapangan bahwa traditional cost reduction ini efetkif hanya pada tiga situasi berikut
:
Seberapa efektif traditional cost reduction ini? Survey telah membuktikan bahwa
pendekatan ini tidak ampuh karena setelah melakukan traditional cost reduction ini
ternyata hasil yang didapatkan tidak sesuai dengan ekspektasi mereka/tidak sesuai
dengan tujuan dilakukan program ini. Hal-hal yang ditemukan :
Dalam Strategic cost reduction menjadikan cost reduction menjadi bagian long-term
competitive strategy. Hal ini diperkuat dengan analisis dalam artikel Ferdows dan
Meyer (Sand Cone Model of Cost Reduction) berikut :
Biaya
Kualitas
Dua aspek penting yang harus diperhatikan dalam pendekatan ini adalah :
1. Keputusan/komitmen untuk fokus ke program ini, perusahaan beserta karyawan yang
terlibat benar-benar harus berkomitmen untuk melakukan program pengurangan
biaya.
2. Penggabungan metode yang akan digunakan untuk mengurangi biaya secara strategis.
Selain yang dua di atas, yang perlu diketahui bahwa strategi pengurangan biaya
sebaiknya dilakukan sebelum siklus manufaktur dimulai (perencanaan, pengembangan dan
desain). Karena pada kebanyakan perusahaan manufaktur, mereka berpendapat bahwa
sebelum siklus manufaktur dimulai, fokus mereka mereka adalah mengurangi biaya siklus
hidup total produk pada kegiatan-kegiatan yang terjadi sebelum siklus manufakturing
dimulai.
SET OF METHODS
1. Metode tersebut cocok dengan dan harus memperkuat strategi bersaing perusahaan,
budaya dan strategi manajmen SDM.
Sekumpulan metode yang bisa diterapkan antara lain Activity Based Management
(ABM), value analysis and engineering, metode manufaktur just-in-time (JIT), Total Quality
Management (TQM), cross-functional teamwork, employee involvement dan employee skill
enhancement.
TRADE-OFFS
Karyawan sebagai cost driver jangka panjang yang paling berharga. Kenapa? Karena
dalam jangka panjang, keputusan & tindakan karyawan menyebabkan timbulnya biaya-biaya,
juga hanya karyawan dapat membuat keputusan & mengambil tindakan untuk mengurangi
biaya. Kunci utamanya yakni keyakinan, nilai, dan tujuan yang dimilki karyawan, yang
dinamakan budaya organisasi.
Belajar dari pendekatan tradisional yang menggantikan tenaga kerja langsung dengan
teknologi dimana mereka tidak memperhatikan berkurangnya nilai human assets perusahaan,
maka pada startegi pengurangan biaya ini memberikan alternatif bahwa yang diperlukan
integrasi teknologi dan sumber daya manusia. Perusahaan dapat menggunakan teknologi baru
pada operasi perusahaan namun jangan menggantinya dengan tenaga kerja tapi diikuti dengan
manajemen sumber daya manusia yang baik. Dimana nantinya akan diperlukan tenaga kerja
untuk mendesain, mengoperasikan dan memperbaiki teknologi itu.
1. Top management
Top management yang baik ialah yang bisa mengambil inisiatif dalam membuat
keputusan dan tindakan untuk menunjukkan ke karyawan dan pemegang saham yang serius
terhadap perbaikan posisi bersaing perusahaan. Dua hal penting yang harus diperhatikan
yakni pertama, bisa mengambil inisiatif dalam membuat keputusan, contohnya terhadap staf
senior yang tidak produktif top management bisa memberhentikan staf tersebut. Lalu yang
kedua yakni bisa mengambil inisiatif dalam tindakan, top managment dituntut untuk peduli
pada karyawan, sadar akan masalah yang dihadapi karyawan. Dua hal ini tentunya sangat
bergantung pada kepemimpinan yang dimilki top management yang harus bisa mengekpoitasi
kompetensi inti dan menggunakan startegi bersaing dimilki perusahaan.
2. Cost-culture
Lebih tepatnya cost-conscious culture, budaya sadar biaya. Chenball dalam
tulisannya mengatakan bahwa penelitian telah menunjukkan bahwa budaya perusahaan
mempengaruhi kinerja perusahaan. Secara khusus, budaya sadar biaya bertujuan melakukan
perbaikan kualitas secara terus-menerus, waktu, dan biaya melalui inovasi. Penelitian
menunjukkan bahwa seperti halnya budaya, budaya biaya yang merupakan dasar bagi
suksesnya penurunan biaya. Seperti budaya yang diciptakan oleh manajemen puncak menjadi
contoh dalam perilaku budaya sadar biaya. Selain itu, pendidikan dan pelatihan dapat
meningkatkan keterampilan karyawan dan pemahaman terhadap cost driver yang ada dan
bagaimana perilaku mereka mempengaruhi biaya. Karakteristik utama dari cost culture
adalah bahwa setiap karyawan dianggap bertanggung jawab atas manajemen biaya.
Karyawan termotivasi untuk mengambil tindakan pengurangan biaya jangka panjang namun
juga tidak menyembunyikan kenyataan terhadap risiko jangka pendek yang dihadapi.
Ada delapan cara yang digunakan perusahaan dalam mengembangkan budaya biaya:
a) Memiliki top manajemen yang menunjukkan setiap saat kepada karyawan tentang
pentingnya pengurangan harga untuk keberhasilan perusahaan.
b) Merekrut karyawan kualitas terbaik. Karyawan ini kemudian dapat mengembangkan
kegiatan dan produk berkualitas tinggi.
c) Memberdayakan karyawan melalui partisipasi, keterlibatan dan automonous, cross-
tim kerja fungsional.
d) Meningkatkan tingkat pendidikan, pelatihan, dan pelatihan-silang yang disediakan
untuk karyawan untuk meningkatkan dan memperluas kemampuan mereka,
komitmen, dan inovasi.
e) Memotivasi karyawan untuk menghancurkan paradigma yang ada.
f) Berkomunikasi secara horizontal lebih dari secara vertikal; memfokuskan seluruh
karyawan pada dua atau tiga kunci untuk berhasil, mengurangi aturan-aturan ,
kebijakan TI, dan prosedur operasional standar.
g) Hubungkan kompensasi dengan pengurangan biaya.
h) Menyediakan semua karyawan dengan umpan balik berkesinambungan tentang biaya
pesaing, kinerja mereka sendiri, dan kinerja tim lainnya.
3. Long-term employment
Yakni perusahaan harus membina hubungan jangka panjang dengan karyawan juga
antara karyawan satu dengan lainnya. Strategi SDM yang didasarkan pada karyawan jangka
panjang dapat menciptakan sekumpulan kemampuan organisasi yang beradaptasi secara cepat
dengan perubahan, peluang dan tantangan. Yang harus digaris bawahi ialah jika perusahaan
ingin karyawannya untuk berkomitmen kepada program ini, perusahaan harus membuat
komitmen dengan karyawannya. Komitmen karyawan ini akan kuat hanya sejauh harapan
mereka kedepannya terwujud dan menguntungkan mereka (misal: keuntungan pensiun).
Menghindari pemberhentian. Kebanyakan perusahaan cenderung hanya
memperhatikan bahwa memberhentikan pekerja maka akan memotong biaya, namun ada
kegagalan jangka panjang dibalik itu yakni berkurangnya nilai human asset. Padahal
sebenarnya mempertahankan pekerja tersebut cukup mudah, misalnya dengan memberikan
training atau memposisikan mereka kepada proyek yang akan meningkatkan efisiensi
sehingga ada pengalaman dan pelatihan tambahan yang mereka dapat. Memberhentikan
karyawan tentu akan berdampak pada moral dan masalah motivasi karyawan yang tersisa.
Juga biasanya lebih besar biaya perekrutan karyawan baru ketika keadaan mulai membaik.
Oleh karena itu, jika memang perusahaan harus melakukan pemberhentian karyawan, maka
harus ada program yang harus diterapkan untuk memelihara moral dari karyawan yang tersisa
(jika tidak ada peningkatan) yakni 1) temukan sumber permasalahan bersaing perusahan 2)
ambil tindakan inisiatif untuk mengatasi masalah 3) tingkatkan kemampuan karyawan.
Misalnya, sepanjang tahun 1970, sebagian besar perusahaan yang terstruktur seperti
piramida dengan banyak lapisan vertikal. Struktur ini digunakan untuk mengirimkan
informasi secara vertikal antara bagian atas dan lapisan bawah perusahaan. Manusia adalah
komunikator kunci, dan hirarki vertikal yang luas diperlukan untuk meningkatkan
kemungkinan yang terjadi komunikasi yang efektif dan efisien. Faktor pembatas adalah
rentang horisontal dari kontrol dalam lapisan vertikal.
Misalnya, dengan asumsi rentang horisontal kontrol sepuluh, jika ada 1000 pekerja di
tingkat bawah piramida, struktur vertikal perusahaan akan terdiri dari setidaknya tiga tingkat
vertikal tambahan 100 pengawas tingkat pertama, sepuluh pengawas tingkat kedua, dan
sepertiga tingkat pengawas. Ekstrapolasi analisis ini untuk perusahaan dengan 100.000 tenaga
kerja menunjukkan bahwa mereka akan memiliki setidaknya enam lapisan vertikal dengan
setidaknya 11.110 karyawan antara lapisan vertikal atas dan bawah. Konsekuensi penting dari
struktur piramida lambat dan terdistorsi komunikasi vertikal, yang mengurangi kualitas
output dan peningkatan waktu mereka untuk memasarkan dan biaya.
Struktur horizontal
Gambar di atas memberikan contoh umum tentang bagaimana cost driver organisasi
mempengaruhi biaya jangka panjang. Ide di balik contoh ini adalah bahwa tingkat
pembelajaran organisasi menentukan apakah perusahaan dapat mempertahankan keunggulan
biaya kompetitif. Untuk melakukannya perusahaan mengharuskan belajar tentang kompetensi
inti (Core Competency) lebih cepat dari pesaingnya. Sumber penting dari pembelajaran
organisasi adalah program pendidikan, R & D, sistem informasi, penganggaran dan sistem
evaluasi kinerja, dan lintas tim fungsional. Pembelajaran organisasi terjadi ketika sebuah
perusahaan belajar tentang lingkungan dan bagaimana membuatnya lebih baik. Pembelajaran
organisasi juga berkaitan dengan bagaimana pembelajaran ini disimpan dalam memori
organisasi untuk penggunaan masa depan. Banyak dari akuntansi manajemen dapat diartikan
sebagai strategi untuk pembelajaran organisasi. Misalnya, penganggaran adalah proses yang
organisasi yang gunakan untuk memecahkan masalah, untuk berbagi informasi ini di tingkat
vertikal dan horizontal, dan untuk melayani sebagai memori organisasi untuk menyimpan
informasi ini.
Cost driver organisasi menentukan jenis dan tingkat pembelajaran organisasi karena
mereka mempengaruhi jenis dan tingkat komunikasi dan pemecahan oleh berbagai bagian
dari masalah perusahaan. Misalnya, sebuah perusahaan belajar cepat tentang produk dan
proses interaksi bila terstruktur sesuai dengan pedoman concurrent engineering daripada
fungsi. Pembelajaran organisasi mempengaruhi tingkat inovasi manajerial, yang kemudian
berfungsi untuk mempromosikan proses dan inovasi produk. Hasil nya merupakan sumber
berkelanjutan keunggulan kompetitif yang berasal dari belajar lebih cepat dan lebih baik dari
pesaing dapat tentang kompetensi inti dan tentang proses dan inovasi produk. Dengan
demikian, sumber penting pengurangan biaya jangka panjang adalah pembelajaran
organisasi, yang ditentukan oleh bagaimana suatu organisasi terstruktur dan proses yang
terjadi dalam struktur.
D. KESIMPULAN
Pengurangan biaya jangka panjang yang efektif adalah kegiatan terus menerus yang
merupakan prioritas strategis dan budaya. Berbeda dengan pengurangan biaya tradisional,
dengan penekanan pada pengurangan bijaksana dan cepat dalam biaya jangka pendek dalam
menanggapi krisis langsung, pengurangan biaya strategis adalah bagian dari strategi
kompetitif yang mengintegrasikan teknologi dan manajemen sumber daya manusia strategi
untuk memberikan terkoordinasi, berbasis luas, dan pendekatan jangka panjang untuk
mengurangi biaya. Perusahaan akan berkinerja jangka panjang lebih baik jika mereka bisa
mengurangi dampak roller coaster dari pengurangan biaya jangka pendek (tradisional).
Biaya-biaya yang dapat dikontrol bersifat jangka panjang disebabkan oleh karyawan,
baik individual maupun kelompok, yang dalam jangkauan tim kecil sampai keseluruhan
organisasi/perusahaan. Keunggulan biaya kompetitif jangka panjang tergantung pada
membangun budaya perbaikan terus-menerus kualitas, waktu, dan biaya melalui inovasi.
Pengurangan biaya jangka panjang yang paling efektif dilakukan dengan terus menerus
belajar tentang kompetensi inti (sasaran lebih cepat dari kemampuan pesaing) dan dengan
membangun hubungan kerja jangka panjang dengan inovasi, karyawan multiskilled yang
dibayar di atas rata-rata kompensasi. Sehingga kunci keberhasilan (efektifnya) long-term cost
reduction ini ialah untuk membuat cost reduction ini bagian dari budaya organisasi, seperti
bagian dari strategi bersaing yang didasarkan atas integrasi strategi sumber daya manusia dan
teknologi.
E. REFERENSI
Shields, M. D., & Young, S. (1992). Effective long-term cost reduction: a strategic
perspective. Journal of Cost Management, 6(1), 1630.