Disusun Oleh:
Melda Phandiati (165030200111045)
Annaj Sellyna (165030200111048)
Affrah Salma Putriani (165030201111060)
Sistin Khoiruddah (165030201111065)
Samuel Josef William N (165030207111041)
Lola Triska Permata (165030207111064)
KELAS : C
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS ILMU ADMIINISTRASI
ILMU ADMINISTRASI BISNIS
MALANG
2019
BAB 1
PENDAHULUAN
Dalam era globalisasi seperti saat ini, dunia seolah-olah tanpa batas. Pengaruh
globalisasi juga terjadi dalam bidang ekonomi dan bisnis. Perusahaan-perusahaan tidak
hanya melakukan kegiatan bisnisnya hanya suatu negara saja. Banyak perusahaan yang
melaksanakan kegiatan lintas negara baik melalui cabang maupun anak perusahaannya.
Perusahaan-perusahaan semacam ini dinamakan perusahaan multinasional (multinational
corporation atau multinational company/ MNC). Fenomena yang terjadi saat
kini, transfer pricing seringkali digunakan secara ilegal oleh beberapa perusahaan
multinasional dalam rangka memperkecil beban pajaknya.
Masalah transfer pricing ini juga tidak terlepas dari fenomena bisnis perusahaan besar
yang multi unit yang akan melakukan ekspansi usaha ke luar negeri dengan
mengoprasikan usahanya secara desentralisasi dan mengimplementasikan konsep cpst-
reveneu atau konsep corporate profit center. Idealnya, konsep desentralisasi profit center
tersebut merupakan pula alat yang dapat mengukur dan menilai kinerja yang juga salah
satu tujuan manajemen serta motivasi pengelolaan unit-unit perusahaan multinasional
yang bersangkutan dalam rangka mencapai tujuan perusahaan. Di samping itu, masalah
ketat/tidaknya pengawasan aparat pemerintah yang terkait serta kebutuhan informasi,
merupakan hal vang akan mendorong pelaksanaan transfer pricing, sehingga secara
keseluruhan beberapa faktor pendorong pemicu munculnya masalah transfer
pricing tersebut seperti Pemanfaatan transfer pricing dalam bisnis dan invesatsi
internasional, Pengawasan transfer pricing oleh aparat perpajakan dan bea cukai di
beberapa negara.
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Transfer Pricing
Penentuan harga transfer adalah penentuan dari suatu harga pertukaran pada saat unit-
unit bisnis yang berbeda di dalam suatu perusahaan bertukar produk-produk atau jasa-jasa.
Produk-produk tersebut mungkin merupakan produk-produk akhir yang terjual pada
pelanggan luar atau produk-produk menengah yang merupakan komponen-komponen produk
akhir.
Penentuan harga transfer adalah salah satu dari kegiatan-kegiatan yang paling stratejik
dalam manajemen UBS. Penentuan harga transfer tidak hanya secara langsung
mempengaruhi tujuan-tujuan stratejik perusahaan (seperti keputusan mengenai bagian-bagian
mana dari rantai nilai yang seharusnya diginakan oleh perusahaan) tetapi juga mengharuskan
koordinasi di antara fungsi-fungsi pemasaran, prosuksi, dan keuangan. Penentuan harga
transfer mempengaruhi keputusan-keputusan laba sumber bahan-bahan dan bagian-bagian,
perencanaan pajak, dan pemasaran produk-produk akhir dan menengah secara potensial.
Karena otonomi pembuatan keputusan yang signifikan diinginkan untuk mempertinggi
motivasi unit-unit bisnis, maka jangan diinginkan agar harga transfer ditetapkan dalam suatu
cara arm’s-length antar unit-unit tersebut artinya unit-unit tersebut sebaiknya berperilaku
seakan-akan merupakan bisnis-bisnis yang bebas. Menentukan harga transfer dalam cara ini
diinginkan tidak hanya dari suatu sudut pandang manajemen tetapi juga untuk tujuan-tujuan
pajak, sebagaimana dijelaskan di sini mencakup teknik-teknik untuk menangani berbagai
keadaan.
Kapankah penentuan harga transfer itu penting? transfer produk dan jasa antar
unit -unit bisnis adalah yang paling umum di dalam perusahaan-perusahaan dengan suatu
derajat integrasi vertikal yang tinggi. Perusahaan-perusahaan yang terintegrasi secara vertikal
menggunakan sejumlah kegiatan-kegiatan penciptaan nilai yang berbeda dalam rantai nilai.
Perusahaan-perusahaan produk kayu, produk produk makanan, dan produk konsumen berada
dalam jenis ini. Sebagai contoh, suatu produsen komputer harus menentukan harga transfer
jika produsen tersebut mempersiapkan chip-chip dan papan-papan, dan komponen-komponen
komputer yang lain, sebagaimana merakit komputer itu sendiri. Suatu cara yang berguna
untuk memperlihatkan konteks penentuan harga transfer adalah menciptakan suatu grafik
seperti perage 19.8 yang menunjukkan unit-unit bisnis yang terlibat dalam transfer produk
dan jasa dan mengidentifikasi apakah produk dan jasa itu berada di dalam atau di luar
perusahaan, internasional atau domestik. Perage 19.8 menunjukkan transfer-transfer untuk
suatu produsen komputer hipotesis, High Value Computer (HVC) yang membeli suatu
komponen kunci , x-chip, dari pemasok-pemasok internal maupun eksternal. Unit internal
yang membuat x-chip menjualnya secara internal maupun secara eksternal, dan komponen-
komponen yang lain dibeli dari sumber-sumber internasional. Unit-unit yang dibuat ditransfer
ke unit-unit penjualan domestik maupun asing. Dimana diketahui, harga transfer ditunjukkan
dalam perage 19.8.
Peran akuntansi manajemen adalah untuk menentukan harga transfer yang sesuai
untuk penjualan internal x-chip tersebut. Kita memulai dengan mempertimbangkan tujuan-
tujuan penentuan harga transfer.
Tujuan penentuan harga transfer sama dengan tujuan untuk UBS. Tujuan-tujuan ini
adalah
Dalam memenuhi tujuan tersebut, penentuan harga transfer juga harus mengakui
tujuan-tujuan strategis perusahaan. Sebagai contoh, suatu tujuan strategis yang penting untuk
penentuan harga transfer adalah meminimalkan pajak lokal dan internasional. Dengan
menetapkan suatu harga transfer yang tinggi untuk barang-barang yang dikirimkan ke suatu
negara dengan pajak yang relatif tinggi, perusahaan dapat mengurangi kewajiban pajak
tingkat perusahaan secara keseluruhan. Ini akan meningkatkan biaya dan oleh karenanya
mengurangi laba unit yang melakukan pembelian dalam negara yang berpajak tinggi,
sehingga akan meminimalkan pajak di negara tersebut. Pada waktu yang bersamaan, laba
yang lebih tinggi yang ditunjukkan oleh unit penjual (sebagai suatu akibat dari harga transfer
yang tinggi) akan dikenakan pajak pada tingkat-tingkat yang lebih rendah di negara penjual
itu sendiri.
Jika tidak, maka tidak ada harga pasar, dan harga transfer yang paling baik didasarkan
pada biaya atau harga yang dinegosiasikan. Jika terdapat suatu pemasok luar, kita
perlu mempertimbangkan hubungan biaya variable penjual dalam dengan harga pasar
pemasok luar, dengan menjawab pertanyaan kedua.
Jika tidak, maka cenderung terjadi hanya biaya-biaya penjual jauh lebih tinggi, dan
pembeli sebaiknya membeli diluar. Disisi lain, jika biaya variable penjual lebih kecil
daripada harga pasar, maka kita perlu mempertimbangkan penggunaan kapasitas
dalam unit penjualan, dengan menjawab pertanyaan ketiga.
Analisis tiga pertanyaan ini berasal dari sudut pandang manajemen puncak dan oleh
karenanya merupakan hasil yang diinginkan dari unit-unit yang membuat keputusan-
keputusan ini secara otonomi. Suatu pendekatan yang baik yang melindungi otonomi unit
yang banyak adalah memperoleh garis-garis panduan yang jelas berkenaan dengan tujuan-
tujuan manajemen puncak dalam penentuan harga transfer. Manajer-manajer unit seharusnya
mengetahui bahwa tindakan-tindakan otonomi yang lebih mendukung suatu unit daripada
kepentingan perusahaan sebagai suatu keseluruhan dipandang secara negative dalam evaluasi
kinerja akhir tahun manajer unit tersebut.
Menetukan harga transfer yang tepat dan keputusan transfer yang benar dapat
dilukiskan dengan menggunakan kasus High Value Computer (Peraga 19-8). High Value
memiliki pilihan untuk membeli x-chip di luar perusahaan seharga $85 atau membuat chip
tersebut. Informasi yang relevan ditampilkan dalam porsi atau dari Peraga 19-11. Porsi yang
lebih rendah dari Peraga 19-11 menunjukkan perhitungan biaya-biaya yang relevan untuk
masing-masing dari pilihan tersebut.
Suatu perbandingan pilihan-pilihan satu dan dua dalam Peraga 19-11 menunjukkan
bahwa perusahaan sebagai suatu keseluruhan mendapatkan manfaat pada pilihan satu di mana
unit manufaktur membeli x-chip di luar, dan unit x-chip juga menjual keluar. Alasannya
adalah penghematan sebesar $25 pada unit manufaktur atas penjualan internal x-chip (harga
diluar $85 dikurangi biaya variable $60) adalah lebih kecil daripada biaya oportunitas pada
unit x-chip sebesar $35 per unit (harga diluar $95 dikurangi biaya variable $60).
Jika kontribusi
pembelian dari luar
lebih kecil dari
kontribusi pembelian Harga Pasar
dari dalam Membeli dari dalam
Pilihan pertama
High Value memproduksi 150.000 komputer , menggunakan pembelian $85 dari supplier luar, unit
penjualan X-chip High Value menjual 150.000 unit dengan harga $95 per unit kepada pembeli luar .
Laporan kontribusi pendapatan (000 dihilangkan ) : diasumsikan bahwa biaya tetap tidak berbeda
dari dua pilihan berikut dan tidak termasuk dalam analisis :
Pilihan kedua
High Value memproduksi 150.000 komputer , menggunakan pembelian $60 ( variabel kos ) dari
supplier
Distributor dan unit-unit pemasaran di mana terdapat sedikit penambahan nilai dan
tidak ada operasi manufaktur yang signifikan. Dalam metode ini, harga transfer didasarkan
pada penentuan suatu markup yang sesuai, di mana markup tersebut didasarkan pada laba
kotor perusahaan yang tidak terkait yang menjual produk-produk yang serupa.
3. Metode Cost-Plus
Peraturan tentang transfer pricing secara umum diatur dalam Pasal 18 UU Nomor 36
Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh). Pasal 18 ayat (3) UU PPh menyebutkan
bahwa Direktorat Jenderal Pajak (DJP) berwenang untuk menentukan kembali besarnya
Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa dengan
Wajib Pajak lainnya sesuai dengan kewajaran dan kelaziman usaha yang tidak dipengaruhi
oleh hubungan istimewa (arm’s length principle) dengan menggunakan metode perbandingan
harga antara pihak yang independen, metode harga penjualan kembali, metode biaya-plus,
atau metode lainnya. Hubungan istimewa dikatakan terjadi jika (i) Wajib Pajak mempunyai
penyertaan modal langsung maupun tidak langsung paling rendah 25% pada Wajib Pajak
lain; (ii) Wajib Pajak menguasai Wajib Pajak lainnya atau dua atau lebih Wajib Pajak berada
di bawah penguasaan yang sama baik langsung maupun tidak langsung; atau (iii) terdapat
hubungan keluarga baik sedarah maupun semenda dalam garis keturunan lurus dan/atau ke
samping satu derajat.
Aturan lebih lanjut dan detail tentang transfer pricing termuat dalam Peraturan Dirjen
Pajak Nomor 43 Tahun 2010 yang diubah dengan Peraturan Dirjen Pajak Nomor 32 Tahun
2011. Di dalam aturan ini disebutkan pengertian arm’s length principle yaitu harga atau laba
atas transaksi yang dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak mempunyai hubungan istimewa
ditentukan oleh kekuatan pasar, sehingga transaksi tersebut mencerminkan harga pasar yang
wajar.
Dalam Peraturan Dirjen Pajak ini juga diatur bahwa arm’s length principle dilakukan
dengan menggunakan langkah-langkah: (i) melakukan analisis kesebandingan dan
menentukan pembanding; (ii) menentukan metode penentuan harga transfer yang tepat; (iii)
menerapkan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha berdasarkan hasil analisis kesebandingan
dan metode penentuan harga transfer yang tepat ke dalam transaksi yang dilakukan antara
Wajib Pajak dengan pihak yang mempunyai hubungan istimewa; dan (iv)
mendokumentasikan setiap langkah dalam menentukan Harga Wajar atau Laba Wajar sesuai
dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
Aturan ini juga menyebutkan metode apa yang dapat digunakan untuk menentukan
harga transfer yang wajar yang dilakukan oleh perusahaan multinasional yang melakukan
transfer pricing, yaitu:
BAB III
PENYAJIAN DATA
PT KLM merupakan afiliasi dari salah satu perusahaan trading di Jepang yang
bergerak di kegiatan distribusi. Kegiatan bisnis PT KLM mencakup ekspor dan impor produk
besi dan baja kepada perusahaan afiliasinya maupun non afiliasi. PT KLM dimiliki secara
gabungan antara pihak dari Singapura sebesar 99% sedangkan sisanya dimiliki oleh pihak
Thailand. PT KLM disahkan sebagai Penanaman Modal Asing (PMA) pada bulan Juni 2008.
Saat ini perusahaan memfokuskan diri pada usaha distribusi hasil produksi perusahaan
afiliasinya berupa hasil olahan besi dan baja yang berada di beberapa negara. Perusahaan
bertempat kedudukan di Menara X, di Jakarta
Di bawah ini merupakan perusahaan afiliasi PT KLM dan besaran transaksi untuk tiap
perusahaan afiliasi:
Tabel: Komisi yang Diperoleh PT KLM Dari Perusahaan Afiliasi
Perusahaan
Negara Jumlah (USD) Rasio 1* Rasio 2**
Afiliasi
PT A Jepang 389.211,8 88,82% 68,90%
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa PT A merupakan konsumen utama PT KLM.
Persentase komisi yang didapat dari PT A terhadap transaksi total komisi yang diperoleh
KLM dari perusahaan afiliasi adalah 88,82%. Dengan kata lain, PT A memiliki donimasi
dalam melakukan transaksi dengan PT KLM dibandingkan dengan perusahaan afiliasi lain.
Sedangkan persentase komisi dari PT A dibandingkan dengan keseluruhan komisi yang
diperoleh PT KLM sepanjang tahun 2009 adalah 68,90%. Perusahaan lain baik afiliasi
maupun non-afiliasi memiliki persentase lebih kecil dibandingkan PT A. Perusahaan afiliasi
yang memiliki persentase terbesar kedua adalah PT F sebesar 5,86% atas seluruh komisi dari
perusahaan afiliasi dan 4,54% atas seluruh komisi yang diperoleh PT KLM baik dari
perusahaan afiliasi maupun non afiliasi.
BAB IV
PEMBAHASAN
Sumber : Laporan keuangan PT KLM yang telah diaudit “telah diolah kembali”
Pendapatan penjualan PT KLM terdiri dari komisi dari perusahaan afiliasi dan komisi
dari lokal.Pada tahun 2008, penjualan PT KLM seluruhnya berasal dari komisi lokal. Berbeda
dengan tahun sebelumnya, tahun 2009 PT KLM memperoleh komisi berasal dari komisi dari
perusahaan afiliasi sebesar 98,13%. Perubahan komposisi pendapatan komisi ini selaras
dengan meningkatnya net income PT KLM pada tahun 2009 sebesar 77,37% dibandingkan
tahun 2008. Berdasarkan laporan keuangan PT KLM, PT KLM menderita kerugian USD
-1.105,12 untuk tahun 2008. Sebaliknya, pada tahun 2009 PT KLM mendapatkan keuntungan
sebesar USD 84.402,24.
Meskipun net income PT KLM meningkat pada tahun 2009, gross margin tahun 2009
mengalami penurunan sebesar 6,07%, dari nilai sebelumnya sebesar 100% pada tahun 2008
menjadi 93,93% pada tahun 2009. Hal ini disebabkan adanya selling expense pada tahun
2009, pada tahun 2008 selling expense bernilai nol. Gross profit meningkat secara signifikan
sebesar 174% pada tahun 2009. Gross profit pada tahun 2008 adalah USD 193.714,76,
kemudian bergerak ke nilai USD 530.556,24 pada tahun 2009. Operating income PT KLM
pada tahun 2009 sebesar USD 109.627,94. Hal ini menunjukkan peningkatan sebesar 45.4%
dari operating income pada tahun 2008 sebesar USD 2.363,8. Sedangkan operating margin
meningkat sebesar 18,19% pada tahun 2009 dari 1.22% pada tahun 2008 menjadi 19.41%
pada tahun 2009.
Penggunaan aset yang lebih dominan ditunjukkan dengan presentase penggunaan aset
yang lebih besar, baik berupa aset berwujud maupun aset tidak berwujud seperti paten. Dari
tabel di bawah ini dapat dilihat bahwa PT KLM hanya menggunakan aset berwujud dan tidak
menggunakan aset tidak berwujud. Karena di dalam laporan keuangan PT KLM yang telah
diaudit juga tidak menunjukkan adanya aset tidak berwujud.
2009 2008
Deskripsi
Dalam USD Dalam USD
Aset Lancar 669.724,80 536.604,62
Aset Tetap 86.437,28 102,332,58
Aset Lain 30.946,78 17.281,36
Total Aset 787.108,86 656.218,56
Persentase Aset Lancar 85,09% 81,77%
terhadap Total Aset
Persentase Aset Tetap 10,98% 15,59%
terhadap Total Aset
Persentase Aset Lain 3,93% 2,63
terhadap Total Aset
Sumber : Laporan keuangan PT KLM yang telah diaudit “telah diolah kembali”
Tabel diatas menunjukkan bahwa PT KLM memiliki risiko pasar yang rendah. Hal ini
karena fluktuasi permintaan dan harga dari produk yang diantar (produk jenis baja) selama
tahun 2009 cenderung mengalami peningkatan karena semakin meningkatnya pembangunan
dan permintaan akan baja meningkat. Hal ini dapat dilihat dibagian analisis industri. Sebagian
besar transaksi PT KLM dilakukan dengan perusahaan afiliasinya. Sehingga kompetisi
diantara perusahaan yang bergerak di bidang yang sama dengan PT KLM tidak terlalu
mempengaruhi fluktuasi permintaan jasa PT KLM. Selain itu, grup PT KLM memiliki
reputasi yang baik diantara perusahaan sejenis sehingga masih mendapatkan kepercayaan dari
kliennya. Namun, secara tidak langsung PT KLM memiliki risiko pasar ketika perusahaan
afiliasi yang menjadi konsumen utamanya mengalami penurunan permintaan akibat
kompetisi pasar yang meningkat. Namun, secara keseluruhan risiko pasar yang dimiliki PT
KLM adalah rendah.
Risiko persediaan PT KLM rendah karena PT KLM tidak melakukan fungsi
penyimpanan atau penggudangan produk. Risiko kredit merupakan risiko kerugian akibat
ketidakmampuan konsumen membayar komisi terhadap PT KLM. PT KLM memiliki risiko
kredit yang rendah disebabkan sebagian besar transaksi PT KLM adalah transaksi dengan
pihak afiliasi yang memiliki kemungkinan kecil untuk mengalami gagal bayar.
Risiko nilai tukar mata uang merupakan kemungkinan terjadinya kerugian akibat
transaksi dengan menggunakan mata uang non fungsional. Transaksi yang dilakukan PT
KLM sebagian besar dilakukan dengan mata uang US dollar, dan hanya sebagian kecil yang
menggunakan mata uang Yen. Laporan keuangan PT KLM juga menggunakan satuan mata
uang USD. Oleh karena itu, risiko nilai tukar mata uang PT KLM kecil karena mata uang
yang digunakan pada transaksi dan pada pencatatan transaksi itu sama.
Bagian ini menjelaskan tahap-tahap dalam menentukan metode transfer pricing yang
paling tepat dan handal untuk diaplikasikan pada transaksi yang diuji.
1. Comparable Uncontrolled Price Method ("CUP Method”)
CUP method tidak dapat diaplikasikan untuk menguji arms’s length transaksi PT
KLM karena tidak adanya transaksi pembanding internal (internal comparable) maupun
eksternal (external comparable). Selama thun 2009, PT KLM melakukan beberapa transaksi
dengan pihak non afiliasi dan pihak non afilisi dengan produk yang hampir sama dengan
transaksi pihak afilisi. Namun, jenis produk tidak begitu berpengaruh dengan nilai komisis
yang diterima PT KLM. Nilai komisi yang diterima PT KLM atau jasa yang diberikannya
tergantung pada perjanjian antara PT KLM dengan kliennya. Karena perbedaan ini, tingkat
komisi yang dikenakan antara dua pihak (afiliasi dan non alifisi)tidak dapat dibandingkan.
Selain itu, transaksi PT KLM dengan pihak afilisi tidak dapat dibandingkan dengan transaksi
pihak non afilisi karena terdapat perbedaan pada kontrak perjanjian dimana terdapat nilai
kontrak yang sudah termasuk biaya lain, seperti bea masuk, bea asuransi, dan sebagainya.
Sedangkan kontrak yang lain tidak memasukkan biaya-biaya tersebut. Biaya-biaya tersebut
juga tidak dituliskan nominal pastinya sehingga tidak bisa dilakukan penyesuaian untuk dapat
dibandingkan. Untuk itu, pembanding internal tidak dapat digunakan pembanding eksternal
tidak dapat digunakan karena keterbatasan data atau informasi perusahaan sejenis atau tingkat
komisi industry yang melakukan transaksi yang sama persis.
Selama tahun 2009, semua transaksi yang dilakukan PT KLM merupakan aktivitas
distribusi produk dari perusahaan produsen atau yang memproduksi produk baja, baik yang
merupakan perusahaan afiliasi maupun perusahaan non-afiliasi. PT KLM tidak melakukan
transaksi lain dengan perusahaan afiliasi seperti pinjaman, transfer aset, dan lain-lain.
Berdasarkan analisis, metode yang tepat digunakan untuk menguji kesebandingan (arm's
length) transaksi PT KLM dengan perusahaan afiliasi adalah Berry ratio di bawah TNMM.
Kesamaan jenis bisnis dan struktur biaya membuat Berry ratio menjadi metode yang
dianggap paling tepat diaplikasikan untuk menganalisis kesebandingan (arm’s length)
transaksi PT KLM.
Di bawah ini merupakan perhitungan Berry ratio (BR) PT KLM untuk tahun 2008 dan
2009. Perhitungan dilakukan untuk dua tahun yang seharusnya tiga tahun karena PT KLM
baru disahkan oleh notaris sebagai PMA pada tahun 2008 dan data laporan keuangan yang
tersedia hanya dari tahun 2008. Data dibawah ini merupakan hasil perhitungan yang
didasarkan pada laporan keuangan PT KLM :
Tabel: Berry Ratio PT KLM 2008-2009
Income statement 2009 2008
Sales 564.856,18 193.714,76
Selling Expense 34.299,94 0,00
Gross profit 530.556,24 193.714,76
Operating Expense 420.928,30 191.350,96
Berry Ratio 1,26 1,01
Sumber : TP documentation PT KLM tahun 2009
Hasil perhitungan di atas menunjukkan hasil Berry ratio untuk tahun 2009 adalah
1.26. Berry ratio ini selanjutnya akan dibandingkan dengan nilai Berry ratio perusahaan
pembanding unuk tahun 2009. Tabel di bawah ini menunjukkan ringkasan daftar Berry Ratio
(BR) 15 (lima belas) perusahaan pembanding. Hasil yang ditunjukkan di bawah ini
berdasarkan hasil perhitungan data finansial perusahaan pembanding untuk tahun 2008 dan
2009. Berdasarkan tabel Berry ratio perusahaan pembanding dan PT KLM untuk tahun 2008-
2009 di atas, dapat dilihat bahwa weighted average Berry ratio bervariasi dari nilai
minimum1,01 ke nilai maksimum 1,83. Sedangkan nilai weighted average PT KLM 2008-
2009 adalah 1,18.
Tabel: Berry Ratio Perusahaan Pembanding dan PT KLM
No. Perusahaan Pembanding WABR 2009 2008
1 CC 1.37 1.47 1.47
2 DC 1.71 2.03 2.03
3 HC 1.53 1.62 1.62
4 JC 1.83 2.06 2.06
5 KC 1.20 1.23 1.23
6 KMC 1.12 1.17 1.17
7 MS 1.76 2.05 2.05
8 MC 1.26 1.43 1.43
9 NSC 0.96 0.91 0.91
10 PC 1.13 1.01 1.01
11 SC 0.92 1.09 1.09
12 TC 1.09 1.21 1.21
13 TKC 0.95 0.90 0.90
14 UC 0.81 1.00 1.00
15 YK 1.01 0.95 0.95
PT KLM 1.18 1.26 1.01
Kuartil 1 0.99 1.03 1.01
Kuartil 3 1.45 1.27 1.55
Sumber : database XXX
Hasil Inter-quartile range untuk persentil ke-25 dan ke-75 yang digunakan untuk
menyempurnakan pembatasan dalam pengukuran kesebandingan. Pada tahun 2008, Berry
ratio PT KLM adalah 1,01 sedangkan nilai inter-quartile range Berry ratio perusahaan
pembanding untuk tahun 2008 adalah nilai kuartil pertamanya 1,01 dan nilai kuartil ketiganya
1,55. Pada tahun 2009, Berry ratio PT KLM adalah 1,26 sedangkan Berry ratio perusahaan
pembanding memiliki nilai kuartil pertama 1,03 dan nilai kuartil ketiganya 1,27. Selain itu,
weighted average Berry ratio PT KLM 2008-2009 adalah 1,18 sedangkan weighted average
Berry ratio perusahaan pembanding untuk tahun 2008-2009 memiliki nilai kuartil pertama
0,99 dan kuartil ketiga 1,45. Dari ketiga nilai tersebut, nilai Berry ratio PT KLM selalu
berada diantara kuartil pertama dan kuartil ketiga. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa transaksi PT KLM dengan perusahaan afiliasinya memiliki kesebandingan dengan
transaksi perusahaan pembanding dan sesuai dengan prinsip kesebandingan harga.
BAB V
KESIMPULAN
Penentuan harga transfer adalah penentuan dari suatu harga pertukaran pada saat unit-
unit bisnis yang berbeda di dalam suatu perusahaan bertukar produk-produk atau jasa-jasa.
Penentuan harga transfer adalah salah satu dari kegiatan-kegiatan yang paling stratejik dalam
manajemen UBS. Tujuan penentuan harga transfer sama dengan tujuan untuk UBS.
Penentuan harga transfer juga harus mengakui tujuan-tujuan strategis perusahaan. Dengan
globalisasi bisnis, aspek internasional dari penentuan harga transfer menjadi suatu
pertimbangan penting, khususnya berkenaan dengan masalah pajak. Tujuan internasional
lainnya mencakup meminimalkan beban-beban cukai, berkenaan dengan larangan-larangan
kurs pemerintah asing, dan berkenaan dengan risiko pengambilalihan oleh pemerintah asing.
Untuk menentukan Harga Transfer ada 4 metode, (1) variabel cost; (2) full cost, (3) market
price dan (4) negotiated price. Sebagian besar negara sekarang menerima perjanjian modal
Organization of Economic Cooperation and Development (OECD ), yang menyatakan bahwa
harga-harga transfer sebaiknya disesuaikan dengan menggunakan standar arm’s-length ,
artinya , pada suatu harga yang akan dicapai oleh pihak-pihak yang tidak terkait. .
DAFTAR PUSTAKA
Blocher, Chen & Lin. 2001. Manajemen Biaya dengan Tekanan Stratejik. Buku 2. Jakarta:
Salemba Empat.
Blocher, Chen, Cokins & Lin. 2007. Manajemen Biaya Penekanan Strategis. Edisi 3 Buku 2.
Jakarta: Salemba Empat.
https://www.kemenkeu.go.id/sites/default/files/2014_kajian_pprf_transfer%20pricing%20dan
%20risikonya%20terhadap%20penerimaan%20negara.pdf (diakses pada 5 Februari 2019)
https://www.dictio.id/t/metode-yang-digunakan-untuk-menentukan-harga-transfer-transfer-
pricing-yang-wajar/8182 (diakses pada 6 Februari 2019)
https://transferpricingsolutions.com.au/transferpricingsolutions.asia/resources/indonesia/PER
22_2013_Lamp.pdf (diakses pada 6 Februari 2019)