Anda di halaman 1dari 43

MAKALAH

PERPAJAKAN INTERNASIONAL

TRANSFER PRICING

Dosen Mata Kuliah :


Juan Kasma SE.,M.Ak.,BKP

Disusun Oleh:

Kamil Fimansyah 120104160020


Fifi Afifah 120104160027
Livia Pebrianti 120104160031
Gabriella Hutahaean 120104160034
Della Nur Annisa 120104160047
Muhammad Munip S. 120104160059
Vivi Afriani T. M. 120104160062
Tutut Mega L. 120104160064

D4 AKUNTANSI PERPAJAKAN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
segala rahmat-Nya sehingga makalah ini dapat terselesaikan.
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk menyelesaikan tugas
tentang Transfer Pricing yang diberikan oleh dosen Mata Kuliah Pajak
Internasional. Selain itu juga untuk meningkatkan pemahaman penulis dan juga
pembaca mengenai materi ini. Dengan membaca makalah ini penulis berharap
dapat membantu teman-teman serta pembaca dalam memahami materi ini dan
dapat memperkaya wawasan pembaca.
Tidak lupa penulis juga mengucapkan banyak terimakasih kepada
para pihak atas bantuannya baik berupa materi atau pikirannya.
Kami menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran sebagai
bahan pembelajaran untuk dapat menyusun makalah ini lebih baik lagi. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Jatinangor, 10 September 2019

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................ii
DAFTAR ISI...................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................1
1.1 Latar Belakang........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan.....................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................................4
2.1 Transfer Pricing......................................................................................4
2.2 Hubungan Istimewa.................................................................................5
2.3 Arm’s Length Method..............................................................................6
2.4 Determining the Income of a Branch or Permanent Establishment of a
Corporation...........................................................................................24
2.5 Formulary apportionment and the future of the arm’s length method.....28
2.6 Transfer Pricing Document....................................................................32
2.7 Kriteria Wajib Pajak Yang Wajib Membuat Transfer Pricing Document37
2.8 Studi kasus............................................................................................38
BAB IV............................................................................................................................40
PENUTUP.......................................................................................................................40
a. Kesimpulan...........................................................................................40

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan ekonomi yang terjadi pada saat ini, memberikan suatu


pengaruh yang besar bagi pola bisnis dan sikap para pelaku bisnis. Investasi yang
semakin aktif dilakukan oleh para investor, terlebih-lebih oleh para investor asing
yang telah mengakibatkan terjadinya transaksi-transaksi yang bersifat internasional
(cross border transaction).

Awalnya transfer pricing dikenal dalam akuntansi manajemen sebagai


kebijakan harga yang diterapkan atas penyerahan barang atau jasa antar
divisi/departemen di dalam suatu perusahaan dengan tujuan untuk mengukur kinerja
dari masing-masing divisi/departemen tersebut. Seiring dengan perkembangan zaman,
perusahaan multinasional yang biasanya menerapkan desentralisasi operasi dengan
cara membagi perusahaannya atas pusat-pusat pertanggungjawaban baik itu pusat
biaya maupun pusat penghasilan, telah memanfaatkan transfer pricing sebagai alat
untuk menghindari atau menggelapkan pajak dengan cara meminimalkan beban pajak
yang harus ditanggung perusahaan. Melalui praktik transfer pricing, upaya
meminimalkan beban pajak dilakukan dengan cara mengalihkan penghasilan serta
biaya suatu perusahaan yang mempunyai hubungan istimewa dari suatu negara
kepada perusahaan di negara lain yang tarif pajaknya berbeda.

Masalah pengalokasian penghasilan dan biaya perusahaan multinasional ini


harus diatur dengan baik dan jelas oleh masing-masing negara yang terlibat dalam
transaksi internasional. Pengaturan yang baik dan jelas diharapkan dapat mencegah
dan mendeteksi tindakan-tindakan manipulasi pajak melalui transfer pricing yang
sering dilakukan perusahaan multinasional untuk melakukan
penghindaran/penggelapan pajak.

Diberlakukannya suatu ketentuan Perundang-undangan Perpajakan tentang


peraturan transaksi Internasional adalah sebab dari hubungan perdagangan

1
Internasional yang semakin luas dan ekstensif. Dengan adanya peningkatan beberapa
tarif pajak di beberapa negara, terdapat pula peningkatan cara untuk menghindari
pajak Internasional, yang mana adanya beberapa daerah di dunia yang disebut dengan
surga persinggahan pajak yang menampung dana internasional. Selain itu karena
perusahaan Multinasional memiliki posisi dalam hal prinsip yaitu apa yang
digunakannya pasti akan menguntungkan bagi kelompoknya, sehingga perusahaan
Multinasional menggunakan harga yang menyimpang dari harga yang berlaku umum.
Maka perusahaan Multinasional dapat menggunakan transfer pricing yang rendah
dari arm’s length price, yang tujuannya mengefisienkan beban pajak atau dengan cara
menggunakan harga yang tinggi dari arm’s length price untuk tujuan tertentu.

Transfer pricing merupakan isu pada bidang perpajakan, khususnya bagi


korporasi multinasional yang melakukan transaksi internasional. Dari sisi
pemerintahan, transfer pricing dapat mengakibatkan potensi penerimaan pajak suatu
negara akan berkurang karena perusahaan multinasional menggeser kewajiban
perpajakannya dari negara yang tarifnya lebih tinggi yang nantinya menuju negara
yang bertarif pajak rendah. Perusahaan juga berupaya meminimalisasi biaya termasuk
meminimalisasi pembayaran pajak perusahaan jika dilihat dari sisi bisnis. Transfer
pricing dipercaya menjadi salah satu strategi yang efektif untuk memenangkan
persaingan dalam memperebutkan sumber daya yang terbatas, bagi perusahaan
multinasional yang berskala global.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan Latar belakang tersebut maka rumusan masalahnya adalah sebagai


berikut:

1. Apa yang dimaksud dengan Transfer Pricing?


2. Apa tujuan penerapan Transfer Pricing?
3. Apa metode yang digunakan dalam penentuan transfer pricing?
4. Bagaimana mekanisme Transfer Pricing pada Perusahaan Multinasional?

2
1.3 Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan dari makalah ini adalah untuk memberikan


penjelasan atau pemahaman tentang materi yang dijelaskan seperti:

1. Mahasiswa atau pembaca dapat mengetahui apa itu Transfer Pricing.


2. Mahasiswa atau pembaca dapat mengetahui apa tujuan penerapan Transfer
Pricing.
3. Mahasiswa atau pembaca dapat mengetahui metode seperti apa yang digunakan
untuk penentuan Transfer Pricing.
4. Mahasiswa atau pembaca dapat mengetahui mekanisme Transfer Pricing pada
Perusahaan Multinasional.

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Transfer Pricing

2.1.1. Pengertian
Transfer pricing adalah kebijakan suatu perusahaan dalam menentukan harga
transfer suatu transaksi. Dari sudut pandang ekonomi transfer pricing diartikan
sebagai penentuan harga barang atau jasa oleh suatu unit organisasi dari suatu
perusahaan kepada unit organisasi lainnya dalam perusahaan yang sama (Horngren,
1996). Sedangkan dari sudut pandang perpajakan transfer pricing didefinisikan
sebagai harga yang dibebankan oleh suatu perusahaan atas barang, jasa, harta tidak
berwujud kepada perusahaan yang mempunyai hubungan istimewa (Lyons, 1996).

Meskipun pengertian transfer pricing di atas merupakan pengertian yang


bersifat netral, namun seringkali transfer pricing dikonotasikan sebagai sesuatu yang
salah/tidak baik. Karena dalam praktek transfer pricing identik dengan transaksi antar
perusahaan dalam satu grup (ada hubungan istimewa) berupa pengalihan penghasilan
kena pajak dari perusahaan di negara yang tarif pajaknya tinggi ke negara dengan tarif
pajak rendah dalam rangka untuk mengurangi total beban pajak yang dibayar grup
perusahaan tersebut.

2.1.2. Tujuan

1. Pengoptimalan atas penghasilan global setelah dipotong pajak.


2. Mengupayakan keamanan posisi kompetitif.
3. Sebagai evaluasi kinerja cabang perusahaan mancanegara.
4. Untuk mengurangi risiko keuangan.
5. Membantu mengatur arus kas pada cabang perusahaan.
6. Untuk mengurangi beban tanggungan pajak dan Bea Masuk.
7. Untuk mengurangi risiko pengambilalihan pemerintah.

Adanya transaksi transfer pricing yang dilakukan antar perusahaan biasanya terjadi


dimulai dengan suatu hubungan istimewa antara perusahaan tersebut. Sehingga,

4
hubungan istimewa dalam memperoleh penghasilan menjadi indikasi terpenting untuk
menghitung laba kena pajak

2.2 Hubungan Istimewa

Berdasarkan OECD Guide Lines, negara perlu punya kewenangan untuk dapat
melakukan penghitungan kembali (koreksi) atas harga yang ditetapkan oleh para
pihak yang ada hubungan istimewa jika transaksi yang dilakukan tidak
menggambarkan penghasilan kena pajak yang sebenarnya di negara tersebut.
Namun demikian diperlukan suatu kehati-hatian ketika otoritas perpajakan
melakukan enforcement dalam kasus transfer pricing. Otoritas perpajakan harus punya
alasan kuat untuk mengatakan bahwa para pihak telah melakukan transfer pricing
untuk tujuan penghindaran/penggelapan pajak. Sebelum membuktikan adanya transfer
pricing, pertama harus dibuktikan terlebih dahulu bahwa para pihak terdapat
hubungan istimewa. Menurut UU PPh hubungan istimewa di antara Wajib Pajak
dapat terjadi karena ketergantungan atau keterikatan satu dengan yang lain yang
disebabkan :
a. Kepemilikan atau penyertaan modal; atau
b. Adanya penguasaan melalui manajemen atau penggunaan teknologi

Dalam hal wajib pajak orang pribadi hubungan istimewa terjadi karena adanya
hubungan darah atau perkawinan.
Sesuai pasal 18 (4) UU PPh, hubungan istimewa dianggap ada apabila:
1. Wajib Pajak mempunyai penyertaan modal langsung atau tidak langsung
paling rendah 25% (dua puluh lima persen) pada Wajib Pajak lain, atau
hubungan antara Wajib Pajak dengan penyertaan paling rendah 25% (dua
puluh lima persen) pada dua Wajib Pajak atau lebih, demikian pula
hubungan antara dua Wajib Pajak atau lebih yang disebut terakhir;
Misalnya : PT A mempunyai 50% (lima puluh persen) saham PT B.
Pemilikan saham oleh PT A merupakan penyertaan langsung. Selanjutnya,
apabila PT B mempunyai 50% (lima puluh persen) saham PT C, PT A
sebagai pemegang saham PT B secara tidak langsung mempunyai
penyertaan pada PT C sebesar 25% (dua puluh lima persen). Dalam hal
demikian, antara PT A, PT B, dan PT C dianggap terdapat hubungan
istimewa. Apabila PT A juga memiliki 25% (dua puluh lima persen)

5
saham PT D, antara PT B, PT C, dan PT D dianggap terdapat hubungan
istimewa. Hubungan kepemilikan seperti di atas dapat juga terjadi antara
orang pribadi dan badan.
2. Wajib Pajak menguasai Wajib Pajak lainnya atau dua atau lebih Wajib
Pajak berada di bawah penguasaan yang sama baik langsung maupun tidak
langsung; Hubungan istimewa di antara Wajib Pajak dapat juga terjadi
karena penguasaan melalui manajemen atau penggunaan teknologi
walaupun tidak terdapat hubungan kepemilikan. Hubungan istimewa
dianggap ada apabila satu atau lebih perusahaan berada di bawah
penguasaan yang sama. Demikian juga hubungan di antara beberapa
perusahaan yang berada dalam penguasaan yang sama tersebut.
3. Terdapat hubungan keluarga baik sedarah maupun semenda dalam garis
keturunan lurus dan atau ke samping satu derajat. Yang dimaksud dengan
“hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat”
adalah ayah, ibu, dan anak, sedangkan “hubungan keluarga sedarah dalam
garis keturunan ke samping satu derajat” adalah saudara. Yang dimaksud
dengan “keluarga semenda dalam garis keturunan lurus satu derajat”
adalah mertua dan anak tiri, sedangkan “hubungan keluarga semenda
dalam garis keturunan ke samping satu derajat” adalah ipar.

Setelah para pihak dapat diidentifikasi ada hubungan istimewa pertanyaan


berikutnya adalah bagaimana cara menghitung harga wajar dari suatu transaksi.

2.3 Arm’s Length Method

Transfer Pricing yang sesuai menurut kebiasaan internasional, adalah yang


memenuhi standar yang disebut arm's length. Standar ini dipenuhi jika seorang wajib
pajak menentukan harga transfernya dalam transaksi dengan orang-orang terkait
sehingga harga-harga itu sama dengan harga yang digunakan dalam transaksi yang
sebanding dengan orang-orang yang tidak terkait.
Pernyataan tujuan standar-standar di atas hanya memberikan sedikit panduan
tentang bagaimana harga transfer harus ditetapkan dalam situasi konkret. Ringkasan
di bawah ini adalah beberapa aturan yang telah diadopsi oleh berbagai negara untuk
memberikan konten sesuai standar yang ditentukan.

6
Pedoman OECD tentang transfer pricing sangat mendukung standar arm's
length. Pada saat yang sama, mereka mengakui terus terang bahwa penerapan standar
itu terkadang menghadirkan kesulitan serius bagi pembayar pajak dan administrasi
pajak. Pedoman ini memberikan diskusi yang berharga tentang faktor-faktor yang
harus dipertimbangkan dalam menentukan apakah transaksi antara orang yang tidak
terkait sebanding dengan transaksi yang sebenarnya dilakukan oleh anggota grup
perusahaan. Akan tetapi, seperti kebanyakan literatur tentang pendekatan jangka
panjang, Pedoman OECD lebih baik menyoroti masalah membangun komparabilitas
transaksi yang terkontrol dan tidak terkontrol daripada memberikan saran praktis
kepada administrator pajak tentang cara mengatasi masalah ini.
Di Indonesia, penerapan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha dalam
transaksi antara wajib pajak dengan pihak yang mempunyai hubungan istimewa

2.3.1. Sales of Tangible Personal Property


Banyak metode yang digunakan di seluruh dunia pajak untuk
menentukan harga wajar pada penjualan properti pribadi berwujud. Lima
metode dibahas di bawah ini. Tiga metode pertama yaitu metode harga tidak
terkendali yang sebanding (comparable uncontrolled price method), metode
harga jual kembali (resale price method), dan metode biaya plus (cost plus
method) yang diterima secara luas oleh komunitas pajak internasional.
Metode-metode ini, kadang-kadang disebut sebagai metode tradisional,
dipromosikan oleh Amerika Serikat dalam pasal 482 peraturan yang diadopsi
pada tahun 1968. Sayangnya metode ini sangat sulit, jika bukan tidak
mungkin, untuk diterapkan dalam banyak kasus penting, terutama dalam
kasus-kasus di mana produk yang dijual menggabungkan properti tak
berwujud yang berharga.
Dua metode Arm’s Length lainnya dapat diterapkan dalam lebih
banyak situasi. Metode pembagian laba sering digunakan secara informal oleh
otoritas pajak dalam menyelesaikan perselisihan dengan pembayar pajak
melalui prosedur banding internal. Transactional Net Margin Method
(TNMM), juga dikenal sebagai metode laba sebanding (CPM), secara resmi
disetujui oleh Amerika Serikat dalam revisi ke bagian 482 peraturan yang
difinalisasi pada tahun 1994. OECD, dalam laporan 1995 tentang harga

7
transfer, menyarankan bahwa metode yang terakhir ini harus digunakan hanya
sebagai upaya terakhir.

a) Traditional method
Comparable Uncontrolled Price Method(CUP) yang Dapat
Dibandingkan yang sebanding menetapkan harga yang wajar dengan
mengacu pada penjualan produk serupa yang dibuat antara orang yang
tidak terkait dalam keadaan yang serupa. Ini adalah metode yang disukai
jika ada penjualan yang sebanding. Metode ini banyak digunakan untuk
menentukan harga minyak, bijih besi, gandum, dan barang lainnya yang
dijual di pasar komoditas publik. Hal ini juga berguna untuk menentukan
harga barang-barang manufaktur yang tidak terlalu tergantung pada
nilainya pada pengetahuan khusus atau nama merek. Ini tidak diadaptasi
dengan baik untuk menentukan harga banyak barang setengah jadi, seperti
suku cadang mobil yang dibuat khusus, yang umumnya tidak dijual kepada
pihak yang tidak terkait. Juga tidak cocok untuk menetapkan harga pada
penjualan barang yang sangat bergantung pada nilainya pada nama rade
dari produsen. Pengoperasian metode ini diilustrasikan oleh contoh
berikut.
Asumsikan bahwa PT. A adalah perusahaan yang diselenggarakan
di Negara X. Perusahaan ini memproduksi kursi kayu di Negara X dengan
biaya 40 dan menjualnya kepada distributor asing yang tidak terkait
dengan harga 47. Ia juga menjual kursi yang hampir identik dengan PT. B,
sebuah subsidiar asing yang dikendalikan, yang menjual kembali kursi
tersebut kepada konsumen yang tidak terkait dengan harga 70. Jika kondisi
penjualan ke PT. B dan distributor yang tidak terkait pada dasarnya setara,
maka harga jual arm’s length pada penjualan ke PT. B adalah 47. Dengan
demikian PT. A akan memiliki laba sebesar 7 yaitu dari (47-40), dan PT. B
akan memiliki laba sebesar 23 (70 - 47) Jika perbedaan dalam kondisi
penjualan ke PT. B dan distributor yang tidak terkait adalah bahwa
penjualan ke distributor yang tidak terkait tidak termasuk biaya
pengiriman, sedangkan penjualan ke PT. B termasuk biaya pengiriman,
penjualan mungkin dianggap sebanding, walaupun harus dilakukan
penyesuaian untuk biaya pengiriman dan penanganan.

8
Fakta dari Studi Kasus: Transaksi terkontrol dalam gambar ini
melibatkan transfer sepeda antara Associated Enterprise 1, produsen
sepeda di Negara 1, dan Associated Enterprise 2, importir sepeda di
Negara 2, yang membeli, mengimpor dan menjual kembali sepeda ke
dealer sepeda yang tidak terkait di Negara 2. Perusahaan Terkait 1 adalah
perusahaan induk dari Perusahaan Terkait 2.
Dalam menerapkan Metode CUP untuk menentukan apakah harga
yang dikenakan untuk sepeda yang ditransfer dalam transaksi terkendali
ini cukup panjang, informasi berikut diasumsikan tersedia untuk
dipertimbangkan:
 Harga yang dikenakan untuk sepeda yang ditransfer dalam
transaksi yang tidak terkendali yang sebanding antara Perusahaan Terkait
1 dan Pihak Tidak Terkait C (mis. Transaksi # 1);

9
 Harga yang dikenakan untuk sepeda yang ditransfer dalam
transaksi yang tidak terkendali yang sebanding antara Perusahaan Terkait
2 dan Pihak Tidak Terkait A (mis. Transaksi # 2); dan
 Harga yang dibayarkan untuk sepeda yang ditransfer dalam
transaksi yang tidak terkontrol yang sebanding antara Pihak Tidak Terkait
A dan Pihak Tidak Terkait B (mis. Transaksi # 3).
Transaksi tidak terkendali yang sebanding, seperti transaksi # 1
atau # 2, yang melibatkan transaksi antara pihak yang diuji dan pihak yang
tidak terkontrol, disebut sebagai perbandingan internal. Transaksi tak
terkendali yang sebanding seperti transaksi # 3, yang melibatkan transaksi
antara dua pihak yang keduanya bukan merupakan perusahaan terkait,
disebut sebagai pembanding eksternal. Penerapan Metode CUP melibatkan
perbandingan transaksional terperinci di mana transaksi yang dikendalikan
dan tidak terkontrol dibandingkan berdasarkan lima faktor komparabilitas.

Resale Price Method atau Metode harga jual kembali menetapkan


harga wajar untuk penjualan barang antara pihak-pihak terkait dengan
mengurangi harga yang sesuai dari harga dimana barang akhirnya dijual
kepada pihak-pihak yang tidak terkait. Kasus paradigma untuk
penerapannya adalah penjualan oleh wajib pajak atas barang-barang yang
diproduksi kepada pihak terkait yang bertindak sebagai distributor, diikuti
oleh penjualan kembali kepada pelanggan yang tidak terkait tanpa
pengolahan lebih lanjut dari barang, Markup yang sesuai adalah laba kotor,
dinyatakan sebagai persentase dari harga jual kembali, yang biasanya
diperoleh distributor dari transaksi serupa dengan pihak yang tidak terkait.
Asumsikan bahwa PT. A dalam contoh sebelumnya tidak membuat
penjualan furnitur ke pihak yang tidak terdaftar dan tidak ada penjualan
yang sebanding antara pihak ketiga yang tidak terkait. Asumsikan juga
bahwa satu-satunya kegiatan yang dilakukan oleh PT. B adalah menjual
kembali kursi di pasar asing. Berdasarkan asumsi-asumsi ini, metode harga
jual kembali mungkin memberikan harga arm’s length yang sesuai. Untuk
menggunakan metode itu, perlu untuk menentukan persentase markup
normal dari distributor yang terlibat dalam kegiatan yang serupa dengan
yang dilakukan oleh PT. B. Jika ditentukan bahwa perusahaan distribusi

10
ekspor yang beroperasi secara independen mendapatkan komisi 20 persen
atas pembelian dan penjualan produk yang sebanding dengan kursi kayu,
angka markup 20 persen dapat digunakan dalam menghitung harga jual
lengan panjang pada penjualan dari PT. A ke PT. B. Jika harga jual
kembali kursi terakhir adalah 70 ketika PT. B melakukan penjualan ke
pelanggan asing yang tidak terkait, maka harga wajar dari penjualan
terkontrol antara PT. A dan PT. B berdasarkan metode harga jual kembali
adalah 56 (70 minus 20% dari 70) Dengan demikian, PT. A akan memiliki
keuntungan sebesar 16 (56-40) berdasarkan metode harga jual kembali,
dan PT. B akan mendapat untung 14 (70-56).

Metode Harga Penjualan Kembali menganalisis harga suatu


produkbahwa perusahaan penjualan terkait (mis. Perusahaan Terkait 2
dalam Gambar diatas) membebankan biaya kepada pelanggan yang tidak
terkait (mis. harga penjualan kembali) untuk menentukan suatu
Margin kotor lengan panjang, yang tetap dipertahankan oleh
perusahaan penjualan biaya penjualan, umum dan administrasi (SG&A),
dan masih menghasilkan keuntungan yang sesuai. Tingkat keuntungan
yang tepat didasarkan pada fungsi yang dijalankannya dan risiko yang
ditimbulkannya. Sisa dari produk harga dianggap sebagai harga wajar
untuk transaksi antar perusahaan antara perusahaan penjualan (yaitu
Perusahaan Terkait 2) dan perusahaan terkait (mis. Perusahaan Terkait 1).
Karena metode ini didasarkan panjang lebar laba kotor daripada langsung
menentukan lengan harga panjang (seperti dengan Metode CUP) Metode

11
Harga Penjualan Kembali membutuhkan lebih sedikit komparasi
transaksional (produk) langsung dari pada Metode CUP.

Metode Biaya Plus Metode biaya plus menggunakan biaya


pembuatan dan biaya lain dari penjual terkait sebagai titik awal dalam
menetapkan harga jual wajar. Jumlah laba yang tepat ditambahkan ke
biaya-biaya ini dengan mengalikan biaya penjual dengan persentase
keuntungan yang sesuai. Persentase ini ditentukan dengan mengacu pada
persentase laba kotor yang diperoleh penjual dalam transaksi dengan pihak
yang tidak terkait atau dengan pihak yang tidak terkait yang sebanding
dalam transaksi dengan pihak yang tidak terkait. Kasus paradigma untuk
penerapan metode biaya plus adalah penjualan oleh wajib pajak barang
yang telah diproduksi kepada pihak terkait, dengan pihak terkait
menempelkan nama mereknya ke barang dan menjualnya kepada
pelanggan yang tidak terkait.
Asumsikan, misalnya, bahwa PT. A dalam contoh sebelumnya
menjual furnitur ke PT. B tanpa merek nane ditempelkan. PT. B
membubuhkan nama mereknya yang berharga pada furnitur dan menjual
furnitur tersebut kepada pelanggan di pasar luar negeri. Dalam keadaan
seperti itu, metode biaya plus dapat memberikan harga arm’s length yang
sesuai. Ditentukan bahwa praktik dalam industri yang mirip dengan
pembuatan kursi kayu adalah memperoleh laba kotor sebesar 25 persen
dari biaya produksi. Biaya rata-rata PT. A untuk memproduksi kursi,
ditentukan berdasarkan prinsip akuntansi yang diterima secara umum
(GAAP), adalah 40. Berdasarkan asumsi ini, harga wajar lengan di bawah
biaya ditambah metode penjualan kursi dari PT. A ke PT. B adalah 50
(125% dari 40) . Beberapa penambahan atau pengurangan dari 50 mungkin
sesuai untuk memperhitungkan setiap perbedaan material dalam
peningkatan laba untuk penjualan kursi kayu dan penjualan di industri
serupa.
Perbandingan Metode Tradisional Dalam contoh di atas, PT. A dan
PT. B terlibat dalam kegiatan kewirausahaan yang mungkin menghasilkan
keuntungan keseluruhan atau kerugian keseluruhan. Di bawah metode
CUP, keuntungan atau kerugian kewirausahaan dialokasikan antara PT. A

12
dan PT. B dengan merujuk pada aktivitas pasar perusahaan yang
sebanding. Dalam metode harga jual kembali, perusahaan penjualan, PT.
B, dijamin untung dan semua keuntungan atau kerugian kewirausahaan
dialokasikan ke PT. A, perusahaan manufaktur Dalam metode biaya plus,
PT. A dijamin untung dan keuntungan atau kerugian wirausaha adalah
dialokasikan untuk PT. B. Tabel berikut merangkum pendapatan yang
dikaitkan dengan PClo dan PT. B di bawah tiga metode tradisional.

Diasumsikan bahwa COGS pada Gambar diatas adalah $ 500.


Jika diasumsikan juga bahwa mark-up laba kotor arm’s length yang
seharusnya diperoleh Associated Enterprise 1 adalah 50 persen, harga
transfer yang dihasilkan antara Associated Enterprise 1 dan Associated
Enterprise 2 adalah $ 750 (mis. $ 500 x (1 + 0,50)).
Seperti Metode Harga Penjualan Kembali, Metode Biaya Plus
adalah metode margin kotor; yaitu, ia mencoba untuk menurunkan
jumlah laba kotor arm’s length, dalam hal ini melalui mark-up arm’s
length pada COGS.
Gambar diatas menjelaskan hal ini lebih lanjut. Associated
Enterprise 1, produsen barang-barang listrik di Negara 1, memproduksi
berdasarkan kontrak untuk Associated Enterprise 2. Associated
Enterprise 2 menginstruksikan Associated Enterprise 1 mengenai
jumlah dan kualitas barang yang akan diproduksi. Perusahaan Asosiasi
1 akan dijamin penjualannya kepada Perusahaan Asosiasi 2 dan akan
menghadapi risiko kecil. Karena Perusahaan Asosiasi 1 kurang
kompleks dalam hal fungsi dan risiko dibandingkan Perusahaan
Asosiasi 2, analisis berdasarkan Metode CUP akan berfokus pada

13
Perusahaan Terkait 1 sebagai pihak yang diuji. Karena Associated
Enterprise 1 adalah produsen yang sederhana, Metode Biaya Plus
mungkin menjadi metode analisis terbaik dalam kasus ini. Metode Cost
Plus menganalisis apakah mark-up laba kotor yang diperoleh oleh
Associated Enterprise 1 cukup panjang dengan mengacu pada margin
laba kotor yang diperoleh oleh perusahaan yang memproduksi barang
yang sebanding untuk (atau menyediakan layanan yang sebanding
dengan) pihak yang tidak terkait. Metode Cost Plus dengan demikian
tidak secara langsung menguji apakah harga transfer berada di lengan
panjang dengan membandingkan harga. Dengan demikian, ini adalah
metode (transaksional) yang kurang langsung dibandingkan dengan
Metode CUP.

b) Additional method
Metode Preft-Splat Di bawah metode profitplit, pendapatan pihak-
pihak terkait di seluruh dunia yang terlibat dalam lini bisnis yang sama
dihitung. Penghasilan kena pajak kemudian dialokasikan di antara pihak-
pihak terkait secara proporsional dengan kontribusi yang mereka anggap
telah menghasilkan laba. Metode ini biasanya digunakan ketika tidak satu
pun dari tiga metode tradisional dapat diterapkan. Jika sekelompok
perusahaan afiliasi memiliki lebih dari satu lini produk, metode pembagian
laba dapat diterapkan secara terpisah untuk setiap lini produk. Memang,
ada berbagai cara metode proft-split dapat diterapkan. Ciri khas dari
metode ini adalah bahwa metode ini berlaku untuk mengumpulkan laba
dari serangkaian transaksi dan bukan untuk transaksi individu. Metode
tradisional, sebaliknya, semua didasarkan pada transaksi individu. Contoh
berikut menggambarkan penerapan metode profitsplit.

PT. A dan PT. B adalah perusahaan terkait yang bergerak dalam


produksi dan penjualan obat-obatan. PT. A terlibat dalam operasi
penelitian yang luas dan menggunakan proses yang dipatenkan untuk
memproduksi produk farmasi, yang dijual ke PT. B. PT. B mengemas
ulang produk untuk penjualan eceran, menempelkan nama dagangnya
yang berharga, dan menjualnya kembali melalui operasi pemasaran yang

14
luas. PT. A tidak melakukan penjualan ke pihak yang tidak terkait, dan
tidak ada penjualan produk setara yang sebanding dengan pihak tidak
terkait lainnya. Produk dikemas ulang yang dijual oleh PT. B tidak
sebanding dengan produk yang dijual oleh pihak yang tidak terkait.
Dalam kondisi ini, beberapa negara mungkin menggunakan metode
pembagian laba untuk menetapkan harga transfer yang sesuai untuk obat-
obatan. Asumsikan PT. A memiliki biaya 300 dan PT. B memiliki biaya
100. Asumsikan juga bahwa hasil penjualan dari penjualan agregat oleh
PT. B kepada pelanggan yang tidak terkait adalah 600. Berdasarkan fakta-
fakta ini, grup perusahaan memiliki laba bersih sebesar 200 (600 - (300 +
100 JIKA kontribusi PT. A ke perusahaan menyumbang sekitar 75 persen
dari total laba bersih, maka pembagian laba 75/25 mungkin tepat. Dengan
demikian, PT. A akan mendapat untung 150 dan PT. B akan mendapat
untung 50 di bawah laba. metode split.
Ada banyak kemungkinan variasi metode pembagian laba. Satu
variasi adalah menggabungkannya dengan satu atau lebih metode
tradisional. Metode tradisional dapat digunakan untuk mengalokasikan
laba rata-rata dari kegiatan rutin dan metode untung-split mungkin
dicadangkan untuk membagi keuntungan kewirausahaan dari eksploitasi
properti tak berwujud yang berharga.
Asumsikan dalam contoh di atas bahwa PT. A terlibat dalam
kegiatan produksi rutin dan PT. B terlibat dalam kegiatan penjualan rutin.
PT. A memiliki biaya produksi 300, dan perusahaan tidak terkait yang
terlibat dalam kegiatan manufaktur yang sebanding mendapatkan
pengembalian 20 persen dari biaya. Berdasarkan fakta-fakta ini, PT. A
akan memiliki keuntungan 60 (20% dari 300) dialokasikan untuk itu
dengan metode biaya plus. PT. B memiliki pendapatan penjualan kotor
sebesar 600, dan perusahaan yang tidak terkait yang terlibat dalam
kegiatan serupa memiliki margin laba kotor 10 persen. Di bawah metode
harga jual kembali, PT. B akan mengalokasikan laba sebesar 60 (10% dari
600). Sisa laba 80 (200- (60 + 60) akan dialokasikan berdasarkan metode
pembagian laba. Dengan asumsi pembagian 75/25 yang sama diterapkan,
maka PT. A memiliki laba 60 73% dari 80 berdasarkan metode pembagian

15
laba, untuk total keuntungan 120 (60 + 60) PT. B memiliki laba 20 (25%
dari 80) dengan metode proft-split, dengan total keuntungan 80 (20 + 60).
Agar metode pembagian keuntungan beroperasi secara adil dan
efektif, beberapa metode yang adil dan efektif harus diterapkan untuk
menentukan pembagian laba yang sesuai. Salah satu pendekatan yang
direkomendasikan oleh peraturan AS dan OECD adalah untuk melihat cara
keuntungan dibagi antara orang-orang yang tidak terkontrol yang terlibat
dalam kegiatan yang sebanding. Sayangnya, informasi tersebut biasanya
tidak tersedia Karena metode pembagian keuntungan kemungkinan besar
diterapkan ketika properti tak berwujud yang berharga terlibat, pembagian
keuntungan berdasarkan kontribusi relatif dari pihak-pihak terkait untuk
pengembangan properti tak berwujud itu mungkin tepat.

Metode Net Margin Transaksional (TNMM) dan Metode Laba


Sebanding (CPM) Metode margin bersih transaksional CrNMMO, kadang-
kadang disebut sebagai metode laba profparable (CPM, adalah metode
yang dapat digunakan dalam keadaan tertentu dalam menentukan harga
transter untuk penjualan berwujud. dan properti tidak berwujud. Di bawah
TNMM, wajib pajak harus menetapkan, untuk dirinya sendiri atau pihak
terkait terkait pihak yang diuji, rentang keuntungan yang sangat besar pada
serangkaian transaksi. Jika pihak yang diuji melaporkan keuntungan pada
transaksi tersebut berada dalam kisaran tersebut, maka harga transfer akan
diterima oleh otoritas pajak. Jika keuntungannya berada di luar kisaran itu,
otoritas pajak dapat menyesuaikan harga transfer sehingga laba berada
dalam kisaran tersebut, biasanya di titik tengah.

Dalam istilah yang sangat umum, keuntungan dari pihak yang diuji
ditentukan di bawah TNMM dengan menentukan rasio laba untuk
beberapa indikator ekonomi untuk orang yang tidak terkait dan kemudian
menerapkan rasio tersebut untuk menghitung keuntungan dari pihak yang
diuji. Asumsikan, misalnya, bahwa orang yang tidak terkait memiliki
penghasilan kena pajak 80 dan modal investasi 800 dan bahwa modal
investasi adalah indikator ekonomi yang digunakan dalam penerapan
TNMM. Raio penghasilan kena pajak untuk modal yang diinvestasikan

16
untuk orang yang tidak terkait adalah 80: 800, atau IO persen. Jika pihak
yang diuji telah menginvestasikan modal soo, maka di bawah versi yang
disederhanakan dari TNMM, prois arm’s length ts adalah 50 (500 X
80/800)
Untuk memperbaiki penerapan TNMM, wajib pajak atau
pemerintah akan diminta untuk membuat perhitungan TNMM untuk lebih
dari satu orang yang tidak terkait. Semakin banyak perhitungan seperti itu
dibuat, semakin besar kemungkinan hasil resuit. Lengan panjang dari
pihak yang diuji akan menjadi jumlah yang menyatu dalam kisaran
keuntungan yang ditentukan dalam beberapa perhitungan. Teknik statistik
mungkin diterapkan untuk memilih titik dalam rentang yang akan
dianggap sebagai keuntungan panjang pihak yang diuji. Jika pihak yang
diuji adalah perusahaan terkait dan bukan dari pembayar pajak, maka
keuntungan dari wajib pajak akan ditentukan dengan mengurangi
keuntungan dari orang yang diuji, sebagaimana ditentukan di bawah
TNMM, dari keuntungan gabungan dari kedua perusahaan.
Apakah pembayar pajak atau orang terkait digunakan sebagai pihak
yang diuji tergantung pada fakta dan keadaan kasus tertentu. Tujuannya
adalah untuk memiliki, sebagai pihak yang diuji, korporasi terkait yang
paling mirip sehubungan dengan fungsi bisnisnya dengan korporasi yang
tidak terkait yang digunakan sebagai pembanding. Sebagai contoh,
asumsikan bahwa ACo memproduksi barang-barang di Negara A, menjual
barang-barang ke BCo, anak perusahaan yang sepenuhnya dimiliki, dan
BCo memasarkan barang-barang di Negara B setelah membubuhkan nama
dagang yang berharga untuk barang-barang tersebut. Informasi yang
diperlukan untuk menerapkan metode penetapan harga tradisional tidak
tersedia, juga tidak tersedia untuk menerapkan T'NMM ke ACo. Namun,
informasi yang diperlukan untuk menerapkan TNMM ke BCo tersedia.
Dalam hal ini BCo akan menjadi pihak yang diuji, apakah itu pembayar
pajak atau tidak.
Selama bertahun-tahun, Internal Revenue Service Amerika Serikat
menggunakan CPM tanpa otoritas formal dalam menyelesaikan
perselisihan penentuan harga transfer dengan pembayar pajak. Revisi
terhadap peraturan AS pasal 482 yang diterbitkan pada tahun 1994

17
memberikan persetujuan khusus kepada otoritas pajak AS dan pembayar
pajak untuk menggunakan CPM. Metode ini juga didukung oleh OECD
dalam laporannya tahun 1995 tentang transfer pricing sebagai "metode
margin bersih transaksional." Rupanya beberapa anggota OECD bersikeras
nama ini untuk menyarankan bahwa metode ini, seperti tiga metode
tradisional, adalah metode transaksional. Bahkan, CPM selalu diterapkan
untuk menentukan keuntungan yang timbul dari agregasi transaksi.
Untuk menerapkan TNMM, wajib pajak harus menentukan kisaran
keuntungan yang diharapkan diperoleh orang tidak terkait dari terlibat
dalam transaksi yang sebanding. Wajib pajak dapat menetapkan kisaran ini
dalam berbagai cara. Salah satu cara, diilustrasikan di atas, adalah untuk
menentukan tingkat pengembalian modal yang digunakan oleh dua atau
lebih pihak yang tidak terkait yang terlibat dalam kegiatan yang secara
luas mirip dengan kegiatan wajib pajak. Tingkat pengembalian modal
untuk masing-masing orang yang tidak terkait ini kemudian dikalikan
dengan jumlah modal wajib pajak (atau pihak yang diuji sesuai dengan
kasusnya, Cara kedua adalah bagi wajib pajak untuk menentukan rasio
laba operasi terhadap penerimaan penjualan bruto untuk dua orang terkait
atau lebih yang dapat dibandingkan dan kemudian menerapkan rasio ini
untuk penjualannya sendiri (atau pihak yang diuji). Cara ketiga adalah
menentukan rasio laba kotor terhadap biaya operasi untuk dua orang
terkait atau lebih dan kemudian menerapkan rasio ini pada miliknya
sendiri. biaya operasional.Indikator ekonomi lainnya juga dapat
digunakan.untuk dua orang terkait atau lebih dan kemudian menerapkan
rasio ini pada miliknya sendiri. biaya operasional.Indikator ekonomi
lainnya juga dapat digunakan.
Asumsikan, misalnya, bahwa TCo, pihak yang diuji, terlibat dalam
kegiatan bisnis yang memiliki kompleksitas dan karakter yang sama
dengan kegiatan ACo dan BCo, yang merupakan perusahaan yang tidak
terkait dengan TCo dan satu sama lain. ACo dan BCo memiliki rasio laba
operasi untuk penerima bruto 02 dan 0,3, masing-masing TCo memiliki
penerimaan bruto sebesar 200.000. Di bawah TNMM, kisaran arm’s length
T dari 40.000 (200.000 x 0,2) hingga 60,00 (200.000 X 0,3). Dengan

18
asumsi berbagai persyaratan untuk penerapan TNMM terpenuhi, laba
arm’s length TCO akan dianggap berada di kisaran 40.000 hingga 60.000.
Setelah rentang TNMM telah ditetapkan, perlu untuk memilih
beberapa jumlah dalam kisaran tersebut untuk keuntungan jangka panjang
dari pihak yang diuji Secara umum, otoritas pajak AS menerima harga
ranster yang ditunjukkan pada buku rekening pembayar pajak jika laba
ditentukan oleh menggunakan harga itu termasuk dalam kisaran TNMM.
Jika wajib pajak melaporkan keuntungan di luar kisaran tersebut, maka
otoritas pajak AS memperlakukan titik tengah kisaran tersebut sebagai
keuntungan dari selisih pendapat. Jika data untuk lebih dari dua orang
yang tidak terkait digunakan untuk menetapkan rentang I'NMM, maka
rata-rata tertimbang dari angka laba yang dihasilkan akan digunakan untuk
menetapkan titik tengah kisaran. TNMM dan CPM dapat dimanipulasi,
oleh wajib pajak dan otoritas pajak, melalui pilihan perusahaan yang
sebanding. Untuk mencegah bias sistemik yang menguntungkan pembayar
pajak atau pemerintah, kriteria perlu dikembangkan untuk memilih
perusahaan yang sebanding yang sesuai. Selain itu, aturan netral harus
diterapkan untuk menghilangkan perusahaan yang sebanding yang
menghasilkan hasil yang tidak masuk akal dan untuk memilih lengan
panjang dari dalam kisaran TNMM.

Distributor pihak terkait: Dalam menerapkan Metode Harga


Penjualan Kembali untuk menetapkan harga transfer arm’s length,
harga pasar produk yang dijual kembali oleh distributor pihak terkait
ke pelanggan yang tidak terkait (harga jual) diketahui, sedangkan

19
margin laba kotor arm’s length ditentukan berdasarkan analisis
pembandingan. Harga transfer atau harga pokok penjualan dari
distributor pihak terkait adalah variabel yang tidak diketahui. Dengan
asumsi harga jual kembali $ 10.000 dan margin laba kotor 25 persen,
harga transfer berjumlah $ 7.500:
Pabrikan pihak terkait: Dalam menerapkan Metode Cost Plus
untuk menetapkan transfer Pricing arm’s length, harga pokok
penjualan oleh produsen pihak terkait diketahui. Mark-up laba kotor
arm’s length didasarkan pada analisis benchmarking. Harga transfer
atau pendapatan penjualan dari produsen pihak terkait adalah variabel
yang tidak diketahui. Dengan asumsi harga pokok penjualan $ 5.000
dan mark-up laba kotor 50 persen, harga transfer berjumlah $ 7.500:
TNMM harus diterapkan dengan menggunakan transaksi atau
fungsi perusahaan independen yang sebanding dengan transaksi yang
dikendalikan atau fungsi yang sedang diperiksa. Selain itu, hasil yang
dikaitkan dengan transaksi antara pihak yang diuji dan perusahaan
independen harus dikecualikan saat mengevaluasi transaksi yang
dikendalikan. Poin terakhir diilustrasikan dalam Tabel 6.7 di bawah
ini. Dalam contoh ini, Distributor Pihak Terkait membeli produk dari
Produsen Pihak Terkait dan Produsen Tidak Terkait dan menjual
kembali produk-produk ini kepada pelanggan. Otoritas pajak di negara
Distributor Pihak Terkait menerapkan TNMM untuk menentukan
apakah harga transfer dari Distributor Pihak Terkait berada di tangan
panjang. Sebuah studi pembandingan yang dilakukan oleh otoritas
pajak menunjukkan bahwa distributor yang sebanding mendapatkan
margin laba operasi antara dua dan enam persen.
Otoritas pajak menerapkan TNMM pada laporan laba rugi
(P&L) Distributor Pihak Terkait secara keseluruhan. Margin laba
operasi yang diperoleh Distributor Pihak Terkait adalah dua persen
berdasarkan pada transaksi agregat dan karenanya berada dalam
kisaran yang wajar. Transaksi agregat tampaknya berada di lengan
panjang. Namun jika TNMM hanya diterapkan pada transaksi yang
dikendalikan, kesimpulannya akan sangat berbeda. Margin laba operasi
yang diperoleh Distributor Pihak Terkait pada transaksi yang dikontrol

20
adalah minus tiga persen, yang berada di luar kisaran komparatif yang
sebanding dan perlu penyesuaian. Tampaknya dari P&L bahwa dalam
contoh ini transaksi terkontrol menghasilkan kerugian operasi, yang
menghasilkan hasil konsolidasi yang lebih rendah untuk perusahaan
secara keseluruhan.

2.3.2. Sharing of Corporate Resources

Hubungan korporasi sering berbagi dana, jalur kredit, kepala


perusahaan tempat tinggal, pengetahuan, nama dagang, karyawan, dan sumber
daya perusahaan lainnya. Standar arm’s length mengharuskan pemilik sumber
daya Bersama menagih pihak terkait biaya lengan panjang untuk penggunaan
mereka. Secara teori, bayarannya harus sama dengan jumlah yang akan
dimiliki oleh pemilik sumber daya yang setara menagih pihak yang tidak
terdaftar untuk penggunaannya. Dalam praktiknya, arm’s length yang sesuai
harga sulit ditentukan. Kesulitan timbul sebagian karena tidak berhubungan
korporasi tidak sering berbagi sumber daya yang sebanding.

A. Pinjaman atau Denda


Orang yang terlibat dalam bisnis membuat pinjaman komersial
seharusnya wajib menggunakan suku bunga pinjaman atau uang muka
kepada pihak terkait itu mencerminkan biaya pinjaman saat ini. Untuk
pihak terkait tidak dalam bisnis dalam memberikan pinjaman, banyak
negara memberikan tingkat suku bunga yang aman sehingga tingkat bunga
yang dikenakan pada pinjaman tidak akan disesuaikan jika itu di dalam
pelabuhan yang aman. Misalnya, suatu negara dapat mengizinkan
pembayar pajak untuk menggunakan suku bunga dipatok dengan biaya
rata-rata pinjaman pemerintah
B. Kinerja Layanan
Jika pemasaran, manajerial, administrasi, teknis, atau layanan
lainnya dilakukan oleh satu pihak terkait untuk kepentingan pihak lain,
orang tersebut menerima ing layanan harus diminta untuk membayar biaya
yang sama dengan biaya penyediaan ing layanan ditambah keuntungan
yang sesuai. Jika layanan juga dijual di Internet pasar ke pihak yang tidak

21
terkait, harga untuk layanan dapat ditentukan dengan mengacu pada harga
yang dikenakan untuk penjualan tersebut. Ketika layanan tidak jadi dijual,
masalah pengaturan harga arm’s length yang sesuai adalah formidable.
Beberapa negara telah menyimpulkan bahwa yang terbaik yang dapat
mereka lakukan adalah meminta biaya setidaknya sama dengan biaya
langsung dan tidak langsung dari penyediaan layanan.

C. Penggunaan Properti Berwujud


Jika properti berwujud, seperti kantor atau peralatan, disediakan
untuk satu pihak terkait dengan yang lain, pemilik properti harus diminta
untuk membebankan biaya sewa lengan panjang kepada pengguna. Aturan
yang sama harus berlaku untuk pnyewaan kembali properti berwujud.

D. Gunakan atau Transfer Properti Tak Berwujud


Jika properti tak berwujud, seperti hak paten, disediakan untuk
pihak terkait, pemilik properti harus meminta biaya berapa pun jumlah
yang akan dibebankan kepada orang yang tidak terkait untuk penggunaan
properti dalam keadaan serupa. Biaya ini mungkin ditetapkan oleh
referensi untuk tarif royalti yang dikenakan pada properti yang sama atau
serupa yang tersedia untuk pihak yang tidak terkait. Harga lengan panjang
pada penjualan properti tidak berwujud biasanya diatur dengan mengacu
pada nilai diskon arm’s length royalti diantisipasi selama umur properti.
Diperlukan data untuk menentukan arm’s length yang tepat, royalti
seringkali sulit, baik untuk pemerintah dan untuk pembayar pajak.
Perusahaan multinasional pada umumnya dituduh menghindari pajak
melalui penggunaan tarif royalti yang tidak sesuai.
Pada tahun 1986, Amerika Serikat mengadopsi undang-undang
yang mewajibkan royalti itu tarif yang dibebankan antara pihak-pihak
terkait sepadan dengan pendapatan dari properti tak berwujud. Di bawah
standar arm’s length, royalty tarif umumnya didasarkan pada fakta yang
diketahui atau diketahui pada saat royalty kontrak selesai. Standar sepadan
dengan penghasilan mengharuskan penyesuaian berkala dalam tarif royalti
untuk memengaruhi pengalaman aktual

22
pihak dalam memanfaatkan properti tidak berwujud Misalnya, jika
PT. A, perusahaan AS ransum, transfer paten dan pengetahuan ke anak
perusahaan Irlandia-nya yang memungkinkan untuk membuat lensa kontak
plastik, para pihak mungkin diharuskan standar sepadan dengan
penghasilan untuk membuat penyesuaian berkala di royalti yang
dibebankan untuk penggunaan properti itu untuk mencerminkan tingkat
keuntungan diperoleh oleh anak perusahaan Irlandia dari pembuatan dan
penjualan kontak lensa. Peraturan AS diadopsi pada tahun 1994 untuk
mengimplementasikan dengan standar penghasilan ditarik sangat sempit
dan tidak mungkin berlaku di Kebanyakan kasus. OECD, dalam
laporannya tahun 1995 tentang harga transfer, telah disetujui penerapan
terbatas standar sepadan dengan penghasilan. Bahwa standar dapat
diterapkan ketika jelas berdasarkan fakta dan keadaan dari kasus tertentu
yang akan dilakukan oleh orang-orang yang tidak berhubungan, yang
bekerja dengan jarak dekat tidak melakukan penjualan langsung atau
lisensi jangka panjang dari properti tidak berwujud tetapi sebaliknya akan
masuk ke dalam pengaturan yang memberi transfer-menelepon orang
bagian substansial dari keuntungan aktual yang diperoleh melalui
penggunaan properti tak berwujud yang ditransfer

2.3.3. Cost Contribution Arrangements


Ketentuan Perjanjian Model OECD tidak berurusan dengan masalah
penetapan harga transfer dengan cara terperinci apa pun. Pasal 9 (1) Perjanjian
Model OECD mengesahkan penyesuaian atas laba perusahaan yang
diasosiasikan dengan perusahaan lain jika "kondisi dibuat atau diberlakukan
antara kedua perusahaan yang berbeda dari yang akan dibuat antara
perusahaan independen. "Karena itu, Pasal 9 (1) berfokus pada keuntungan
perusahaan, bukan pada harga yang dibebankan dalam transaksi tertentu.
Tidak jelas apakah bahasa Pasal 9 (1) sepenuhnya konsisten dengan
penggunaan metode berbasis laba seperti metode pembagian keuntungan dan
metode perbandingan parabola (CPM). Referensi untuk keuntungan dalam
Pasal 9 (1) dapat menjadi referensi untuk semua keuntungan atau hanya untuk
keuntungan dari transaksi atau jenis bisnis tertentu. Dalam hal apa pun,
Pedoman Penentuan Harga Transfer OECD, dengan mengesahkan metode

23
berbasis laba, mengklarifikasi bahwa metode tersebut dapat diterima dalam
keadaan tertentu berdasarkan Pasal 9.

2.3.4. Treaty Aspects of Transfer Pricing Methods


Ketentuan Perjanjian Model OECD tidak berurusan dengan masalah
penetapan harga transfer dengan cara terperinci apa pun. Pasal 9 (1) Perjanjian Model
OECD mengesahkan penyesuaian atas laba perusahaan yang diasosiasikan dengan
perusahaan lain jika "kondisi dibuat atau diberlakukan antara kedua perusahaan yang
berbeda dari yang akan dibuat antara perusahaan independen. "Karena itu, Pasal 9 (1)
berfokus pada keuntungan perusahaan, bukan pada harga yang dibebankan dalam
transaksi tertentu.
Tidak jelas apakah bahasa Pasal 9 (1) sepenuhnya konsisten dengan
penggunaan metode berbasis laba seperti metode pembagian keuntungan dan metode
perbandingan parabola (CPM). Referensi untuk keuntungan dalam Pasal 9 (1) dapat
menjadi referensi untuk semua keuntungan atau hanya untuk keuntungan dari
transaksi atau jenis bisnis tertentu. Dalam hal apa pun, Pedoman Penentuan Harga
Transfer OECD, dengan mengesahkan metode berbasis laba, mengklarifikasi bahwa
metode tersebut dapat diterima dalam keadaan tertentu berdasarkan Pasal 9.

2.4 Determining the Income of a Branch or Permanent Establishment of a


Corporation

Korporasi asing yang terlibat dalam kegiatan bisnis substansial di suatu negara
biasanya dikenakan pajak di negara tersebut atas pendapatan yang diperoleh melalui
aktivitas tersebut atau melalui aset perusahaan apa pun yang digunakan sehubungan
dengan aktivitas tersebut. Kehadiran perusahaan di suatu negara pada umumnya
disebut sebagai "cabang." Dalam bahasa pajak, cabang sering dibahas seolah-olah itu
adalah entitas dengan keberadaan yang terpisah. Lebih mudah, misalnya, untuk
mendiskusikan bagaimana cabang dikenai pajak, untuk menghitung pendapatannya
dan mengelola pembukuan untuknya. Namun, dalam semua situasi ini, istilah
"cabang" digunakan secara metaforis. Berbeda dengan anak perusahaan, cabang
bukan badan hukum dan tidak dapat mengambil tindakan sendiri. Properti dan
kegiatan cabang adalah properti dan kegiatan korporasi yang menjadi bagiannya.
Ketika perusahaan asing terlibat dalam kegiatan bisnis di dua atau lebih
negara, akan bermanfaat untuk menggambarkannya sebagai memiliki cabang di

24
masing-masing negara tersebut. Korporasi berpotensi terkena pajak berdasarkan
sumber di masing-masing negara di mana ia memiliki cabang. Untuk menentukan
jumlah penghasilan kena pajak di masing-masing negara, perusahaan harus membagi
pendapatan kena pajaknya di antara cabang-cabangnya. Perusahaan asing, tentu saja,
secara resmi wajib pajak sehubungan dengan pendapatan cabang-cabangnya.
Negara sumber tidak seragam dalam perlakuan mereka atas pendapatan yang
diperoleh melalui cabang. Namun demikian, sebagian besar negara mengharuskan
cabang untuk memenuhi ambang minimum sebelum mengenakan pajak. Jika
perusahaan asing di mana cabang merupakan bagian memiliki hak berdasarkan
perjanjian pajak berdasarkan Perjanjian Model OECD, negara sumber dapat
mengenakan pajak penghasilan cabang hanya jika cabang tersebut merupakan bentuk
usaha tetap (BUT) dari perusahaan asing. Dalam banyak kasus, ambang batas yang
lebih rendah akan berlaku tanpa adanya perjanjian pajak
Ada dua metode yang secara umum digunakan untuk membagi pendapatan
perusahaan asing di antara cabang-cabangnya. Salah satu metode adalah menghitung
pendapatan kena pajak di seluruh dunia dari perusahaan asing dari garis bisnis yang
dilakukan di negara sumber dan kemudian membagi bagian yang sesuai dari
penghasilan kena pajak tersebut ke negara tersebut. Bagian itu mungkin dibuat
melalui penggunaan formula pembagian. Amerika Serikat, misalnya, umumnya
membagi-bagikan pendapatan antara cabang manufaktur dan cabang penjualan
melalui formula yang menghubungkan setengah dari pendapatan dengan tempat
penjualan dan setengah lainnya ke tempat di mana aset produksi wajib pajak berada.
Metode lainnya adalah dengan menerapkan, secara analogi, penetapan harga
transfer berlaku untuk transfer antar orang terkait. Cabang yang berlokasi di negara
sumber akan diperlakukan seolah-olah itu adalah perusahaan terafiliasi, dan
penghasilan kena pajak di negara sumber akan ditentukan dengan memperkirakan,
melalui asumsi yang serius, jumlah pendapatan yang akan diperoleh cabang jika
memang itu adalah perusahaan independen
Tidak ada negara yang mengembangkan aturan terperinci untuk memperluas
aturan penetapan harga transfer ke cabang. Dalam praktiknya, negara-negara yang
mengikuti pendekatan entitas-terpisah menghitung pendapatan entitas hipotetis
dengan menggunakan pendapatan cabang yang diperlihatkan dalam pembukuan para
pembayar pajak dan dalam situasi ini membuat suatu penyesuaian terhadap buku-
buku itu ketika hasilnya tampak tidak konsisten dengan standar arms length method

25
Kesulitan konseptual dan praktis yang serius muncul dalam menerapkan BUT.
Aturan-aturan itu secara harfiah berlaku untuk transaksi antara orang-orang terkait
Dengan ketentuan mereka sendiri, aturan tersebut tidak berlaku untuk cabang karena
cabang bukan orang, terkait atau tidak, dan transfer tidak terjadi antara cabang dari
perusahaan yang sama. Sebagai masalah hukum, pemindahan memerlukan perubahan
kepemilikan dari satu orang ke orang lain, dan cabang tidak dapat memiliki atau
memiliki properti. Apa yang sering digambarkan secara metaforis sebagai transfer
properti antara cabang-cabang perusahaan asing hanyalah perubahan dalam
penggunaan properti yang dimiliki oleh korporasi itu.
Untuk menerapkan The Arm’s Length Approach secara sistematis ke PE dari
korporasi, otoritas pajak suatu negara harus membuat dua asumsi. Asumsi yang
pertama, mereka harus mengasumsikan bahwa PE dan bagian lain dari korporasi
secara terpisah merupakan entitas, masing-masing dengan beberapa bagian nosional
dari total aset perusahaan dan masing-masing memiliki hak hukum nosional tertentu
dan kewajiban hukum yang mengatur transaksi mereka dengan satu sama lain. Kedua,
mereka harus berasumsi bahwa "entitas" ini telah terlibat dalam tindakan trans
tertentu dengan satu sama lain. Atas dasar asumsi-asumsi ini, ikatan otoritas pajak
dapat menentukan harga yang akan dibebankan entitas satu sama lain untuk barang
dan jasa dan berbagi sumber daya perusahaan jika mereka beroperasi sepenuhnya
secara mandiri sebagai perusahaan yang tidak terkontrol
Mengisi detail dari asumsi-asumsi ini kemungkinan akan sulit bahkan dalam
keadaan yang paling sederhana. Misalnya, asumsikan bahwa ACo, perusahaan yang
berdomisili di Negara A, memproduksi widget di Negara A dan menjualnya di Negara
B melalui PE yang terletak di dalamnya. Bagaimana seharusnya Negara B
menentukan keuntungan PE berdasarkan pendekatan yang wajar? Misalnya, haruskah
diasumsikan bahwa PE beroperasi sebagai agen penjualan, sebagai distributor, atau
dalam kapasitas lain? Jika asumsi dibuat bahwa PE adalah agen, maka di bawah
pendekatan The Arm’s Length itu akan berhak atas komisi penjualan yang sama
dengan komisi yang diperoleh oleh agen yang tidak terkait yang melakukan kegiatan
serupa. Namun, jika PE diasumsikan beroperasi sebagai distributor, maka pendekatan
The Arm’s Length mensyaratkan bahwa keuntungannya ditentukan dengan
mengurangi harga grosir arm’s length untuk widget dari harga di mana widget
tersebut sebenarnya dijual di Negara B.

26
Komentar OECD untuk Pasal 7 menunjukkan bahwa otoritas pajak dapat
membuat beberapa kesimpulan yang masuk akal tentang bagaimana memanfaatkan
pendekatan The Arm’s Length dalam kasus-kasus tertentu dengan meneliti
pembukuan perusahaan untuk PE. Akan tetapi, seperti yang ditunjukkan oleh contoh
di atas, buku-buku tipikal yang disiapkan oleh perusahaan tidak akan banyak
membantu dalam banyak kasus penting dalam menerapkan pendekatan yang wajar
untuk mengatur pengaturan intra-perusahaan. Bahkan jika pembukuan akun memang
berisi entri yang akan memungkinkan jenis kesimpulan yang dibayangkan dalam
OECD Commentary, kesimpulan ini mungkin tidak dapat diandalkan. Rekening
cabang hampir sepenuhnya di bawah kendali wajib pajak. Jika suatu Negara pihak
pada Persetujuan menawarkan keuntungan pajak untuk cabang-cabang yang
beroperasi di dalam perbatasannya, para wajib pajak kemungkinan akan mengklaim
keuntungan tersebut dalam pembukuan cabang-cabang mereka.
Sebagaimana dibahas dalam bagian 4, B, pemerintah dan pembayar pajak
menghadapi kesulitan besar dalam menerapkan pendekatan yang wajar bagi
perusahaan terkait kapan pun laba perusahaan sangat bergantung pada penggunaan
properti tak berwujud yang berharga. Mengalokasikan dan membagi keuntungan
antara cabang dan bagian yang tersisa dari korporasi bahkan lebih sulit dalam keadaan
seperti itu karena tidak ada bagian dari perusahaan yang membedakan hak
kepemilikan dengan properti tidak berwujud.
OECD Commentary mengakui kesulitan menghubungkan kepemilikan
properti tak berwujud dengan PE dan menyimpulkan bahwa royalti intra-perusahaan
tidak boleh dikurangkan dalam menghitung pendapatan PE.
Karena istilah "laba" tidak didefinisikan dalam perjanjian pajak apa pun,
undang-undang perpajakan domestik harus diterapkan untuk menentukan bagaimana
pendapatan kotor dan pengurangan akan dialokasikan untuk PE perusahaan asing.
Undang-undang domestik ini, yang umumnya tidak ditimpa oleh ketentuan perjanjian
pajak, jauh dari seragam. Oleh karena itu, perusahaan multinasional yang beroperasi
melalui cabang asing cenderung menghadapi risiko substansial dari pajak berganda
dalam banyak keadaan. Risiko ini sangat besar ketika Negara Peserta menggunakan
aturan yang tidak konsisten untuk menentukan sumber pengurangan bunga, biaya
kantor pusat, biaya penelitian dan pengembangan, dan pembayaran lainnya yang tidak
mudah dikaitkan dengan item tertentu dari pendapatan kotor.

27
Selain dari perusahaan-perusahaan di industri jasa keuangan, kebanyakan
perusahaan nasional beroperasi melalui anak perusahaan dan korporasi terafiliasi
daripada melalui cabang. Dalam beberapa kasus, mereka mungkin memiliki alasan
bisnis untuk mendukung penggunaan anak perusahaan. Pertimbangan pajak,
bagaimanapun, cenderung menjadi pertimbangan penting. Sebagaimana dibahas
dalam Bab 7, B, perusahaan multinasional mungkin dapat melipatgandakan manfaat
pajaknya dengan menggunakan entitas hibrida yang diperlakukan sebagai cabang oleh
satu negara dan sebagai anak perusahaan oleh negara lain.
Bank internasional, perusahaan asuransi, dan perusahaan jasa keuangan
lainnya sering mengoperasikan bisnis global mereka melalui cabang. Seringkali
alasan untuk menggunakan cabang adalah untuk memenuhi persyaratan cadangan
modal yang diberlakukan di banyak negara untuk melindungi investor dan pelanggan.
Berdasarkan Komentar terhadap Pasal 7 (2) Perjanjian Model OECD, PE bank, dalam
menghitung pendapatan kena pajaknya, diizinkan untuk mengurangi pembayaran
bunga nosional ke kantor pusatnya dan diharuskan membebankan bunga nosional atas
uang muka kepada perusahaan. kantor pusat. Menurut Commentary, 'perlakuan
khusus terhadap bank dan lembaga keuangan lainnya adalah tepat "mengingat fakta
bahwa membuat dan menerima uang muka berkaitan erat dengan bisnis biasa
perusahaan-perusahaan tersebut." Pada tahun 2001, OECD mengedarkan untuk
membahas proposal untuk benar-benar memperlakukan cabang-cabang bank sebagai
korporasi terpisah, masing-masing memiliki modal nosional sendiri. Apakah inisiatif
OECD ini akan menghasilkan kesepakatan di antara negara-negara OECD mengenai
perlakuan yang tepat terhadap bank-bank cabang tidak pasti

2.5 Formulary apportionment and the future of the arm’s length method.

Standar arm’s length telah menerima banyak kritik dari komentator akademik
dari wajib pajak yang terkena dampak langsung oleh standar dan dari administrator
pajak. wajib pajak mengeluh bahwa sering membebankan beban pembuktian yang
tidak masuk akal pada mereka, hal itu memberikan mereka masalah pajak berganda
yang tidak diselesaikan oleh mekanisme otoritas yang kompeten dalam perjanjian
pajak, dan bahwa seringkali tidak diikuti oleh pejabat pemerintah dalam audit. Pejabat
pemerintah mengeluh bahwa, seperti yang dipahami saat ini, standar tersebut

28
mentolerir pengurangan pajak yang cukup besar dari para wajib pajak yang terlibat
dalam transaksi lintas batas, yang mendorong para wajib pajak untuk mengambil
posisi agresif dalam pengembalian pajak mereka dengan harapan menghindari deteksi
atau melakukan tawar-menawar yang menguntungkan dalam audit, dan bahwa itu
sangat memakan waktu dan sulit untuk ditegakkan. beberapa akademisi berpendapat
bahwa metode arm’s length tentu menghasilkan hasil yang tidak patut dalam beberapa
kasus karena tidak dapat menjelaskan keuntungan yang biasanya dinikmati
perusahaan terkait dari melakukan bisnis yang terintegrasi. ada kebenaran substansial
untuk semua kritik ini.
alternatif untuk pendekatan arm’s length method, disukai oleh beberapa
komentator, pendekatan kesatuan atau sistem pembagian formularium global. dalam
sistem pembagian formularium, entitas terafiliasi yang terlibat dalam perusahaan
bersama adalah pajak seolah-olah mereka adalah perusahaan tunggal. pendapatan
perusahaan di seluruh dunia terlibat dalam kegiatan ekonomi yang berarti. dengan
asumsi bahwa semua negara dapat menyetujui penggunaan sistem ini dan juga dapat
menyetujui definisi pendapatan kena pajak yang seragam, perusahaan multinasional
hanya akan sekali dan sekali saja atas penghasilan mereka di seluruh dunia
misalnya, dalam kasus perusahaan multinasional yang bergerak di bidang
produksi dan penjualan barang, formula pembagian dapat digunakan yang akan
mengalokasikan sebagian mungkin setengah dari pendapatan perusahaan di antara
negara-negara sesuai dengan penjualannya di negara-negara tersebut. bagian yang
tersisa dari pendapatan akan dibagi di antara negara-negara di mana manucfacturing
dilakukan, dengan alokasi berdasarkan total aset manufaktur atau penggajian
perusahaan, atau kombinasi dari dua faktor ini. sedikit atau tidak ada pendapatan yang
akan dibagikan kepada perusahaan tax haven mana pun yang membentuk bagian dari
perusahaan itu kecuali tax haven itu adalah tempat penjualan kegiatan-kegiatan
manufaktur.
jelas ada banyak masalah dengan penggunaan pembagian formularium sebagai
cara mengalokasikan keuntungan di antara perusahaan terkait. kewenangan formula
yang telah ditentukan membuat sulit untuk mencerminkan keadaan khusus dari
masing-masing perusahaan multinasional. metode itu juga sangat bergantung pada
akses ke informasi berbasis asing. hampir menjamin bahwa jumlah laba yang
diatribusikan kepada masing-masing anggota kelompok multinasional akan berbeda,
kadang-kadang secara nyata, dari pendapatan yang ditunjukkan pada pembukuannya,

29
jika buku-buku itu disimpan dengan itikad baik dan sesuai dengan metode akuntansi
yang disetujui. kerjasama besar di antara pemerintah akan diperlukan untuk
menyelesaikan masalah ini.
meskipun buku-buku tersebut sudah di susun dengan baik dan sesuai dengan
metode akuntasi yg diakui. kerjasama yg substansial (yg baik/yg kuat/yg besar) antara
pemerintah tetap dibutuhkan untuk memecahkan masalah tersebut.
Tidak perlu dikatakan (sudah sangat jelas bahwa), sistem pembagian
formularium memang memiliki beberapa fitur yang menurut para analis menarik.
Sebuah sistem yang dirancang dengan baik dapat menghilangkan keuntungan pajak
dari tax havens tanpa perlu aturan perusahaan asing yang kompleks dan sulit dikelola.
Ini secara langsung membahas masalah-masalah ekuitas antar bangsa, yang
memungkinkan negara-negara yang lebih lemah dan lebih kecil untuk mendapatkan
bagian yang adil dari pendapatan pajak, dan secara substansial mengurangi risiko
persaingan pajak yang berbahaya di antara mitra dagang. juga menghindari beberapa
masalah audit yang sulit yang sering muncul di dalam pendekatan the arms length.
Tidak seperti pendekatan The arm’s length, itu (sistem pembagian formularium) tidak
memerlukan perjanjian terpisah tentang sumber pendapatan kotor dan pemotongan
untuk menghindari pajak berganda karena aturan sumber ini secara implisit
dimasukkan ke dalam formula aplikasi.
perbandingan metode aplikasi formularium dengan metode The arm’s length,
adalah berguna untuk membandingkan perlakuan pendapatan dari properti tidak
berwujud dalam dua pendekatan. Dalam metode aplikasi formularium, semua
pendapatan, termasuk pendapatan yang berasal dari barang tidak berwujud, diekspor
ke negara produksi atau negara penjualan. Sebaliknya, dalam aplikasi metode the
arm’s lenght (lengan panjang) seperti pendapatan untuk korporasi (perusahaan)
memiliki kepemilikan atas properti tak berwujud. Namun, hak kepemilikan dalam
grup perusahaan biasanya memiliki signifikansi ekonomi yang kecil. Akibatnya,
seringkali perusahaan multinasional dapat menghindari pajak atas pendapatan yang
berasal dari properti tidak berwujud dengan menggunakan metode the arm’s lenght
dengan cara mengalihkan kepemilikan barang tak berwujud ke perusahaan yang
terafiliasi yang diatur dalam tax haven.
Berdasarkan pembahasan dalam bagian 4, C, OECD telah mengusulkan agar
negara-negara harus menerapkan metode the arm's length untuk pendapatan yang
diperoleh melalui PE perusahaan asing. OECD mengakui, bagaimanapun, bahwa

30
metode the arm’s length tidak dapat beroperasi sehubungan dengan PE dari suatu
perusahaan tanpa membuat beberapa asumsi tentang hak kepemilikan atas properti tak
berwujud yang dimiliki oleh perusahaan itu. Asumsi yang diusulkan adalah untuk
menggunakan hak-hak tersebut sebagai milik PE yang menggunakannya. Aturan
asumsi yang diusulkan ini memiliki efek yang mirip dengan pembagian metode
formularium. Dengan begitu, jika aturan itu diterapkan tidak hanya pada PE dari
sebuah perusahaan tetapi juga untuk perusahaan-perusahaan afiliasinya, peluang
untuk penghindaran pajak dengan metode the arm's length akan berkurang secara
signifikan.
Meskipun perumusan metode formularium merupakan mekanisme untuk
semua pendapatan keperluan pajak, namun kadang-kadang metode formularium juga
digunakan oleh perusahaan dalam buku persiapan mereka. Ini adalah metode standar
persediaan akuntansi, sebagai contoh, yaitu untuk menentukan harga pokok penjualan
berdasarkan formula alokasi pro rata. Perusahaan juga menggunakan formula dalam
beberapa keadaan untuk mengalokasikan pengeluaran kantor pusat, pengeluaran
untuk departemen hukum, dan biaya pengembangan produk baru.
Metode formularium memiliki reputasi yang sangat buruk, terutama untuk
alasan politik. Diskusi yang masuk akal tentang metode itu dan alternatifnya harus
melampaui label dan mitologi. Metode the arm’s lenght dan metode formularium
harus dilihat sebagai bagian dari rangkaian metode yang di mulai dari harga yang
tidak terkendali yang dapat diandalkan hingga formula yang telah ditentukan
sebelumnya.
Dalam beberapa keadaan, metode pembagian formularium menggunakan
pendekatan the arm’s length dan pendekatan the arm’s length sering menggunakan
formula. Perbaikan baru-baru ini dalam pendekatan the arm’s length semakin
bergantung pada formula, dan tren itu tampaknya mendapatkan penerimaan
internasional. Akibatnya, tidak diketahui dengan jelas di mana metode the arm’s
length berhenti dan dimana metode pembagian formularium dimulai. Hal ini membuat
terjadinya kesalahpahaman untuk kedua pendekatan (metode) ini.
Terlepas dari kritikan tersebut, metode the arm’s lenght kemungkinan akan
terus menjadi pendekatan (metode) yang diterima secara internasional untuk
menyelesaikan masalah harga transfer kecuali dalam keadaan khusus. Namun,
berdasarkan diskusi sebelumnya tentang metode penetapan harga metode, standar
arm’s length tidak jelas dan telah ditafsirkan untuk mengakomodasi metodologi

31
penetapan harga, seperti metode pembagian laba dan TNMM, yang tampaknya lebih
dekat dengan metode pembagian formularium daripada metode the arm’s lenght.
Metode pembagian formal digunakan oleh beberapa yurisdiksi subnasional,
khususnya oleh provinsi Kanada dan negara bagian Amerika Serikat. Telah diusulkan
untuk penggunaan internal dalam Perjanjian Perdagangan Bebas Amerika Utara dan
Uni Eropa. Uni Eropa saat ini sedang menjajaki kemungkinan mengadopsi beberapa
jenis metode pembagian formularium untuk menangani masalah-masalah rumit yang
dihadapi negara-negara anggota dalam menentukan jumlah pendapatan yang
diperoleh oleh perusahaan dari kegiatan yang terjadi di dalam perbatasan mereka.
Lihat Kertas Staf Komisi Uni Eropa, Perpajakan Perusahaan di Pasar Internal (2001).
OECD, dengan persetujuan peserta utama dalam industri jasa keuangan, baru-baru ini
mengesahkan penggunaan formula untuk membagi-bagi pendapatan kelompok
perusahaan yang terlibat dalam perdagangan global instrumen keuangan. Mengingat
kekuatan potensialnya dan masalah yang didokumentasikan dengan baik oleh metode
the arm’s length dan metode pembagian formularium, kemungkinan akan terus
menjadi bagian penting dari kancah perpajakan internasional.

2.6 Transfer Pricing Document


Mulai tahun pajak 2017, otoritas pajak Indonesia mewajibkan pelaporan TP Doc dan
DER(Debt Equity Ratio) sebagai lampiran SPT Tahunan badan. TP Doc merupakan istilah
“pasar” untuk Dokumen Penentuan Harta Transfer. Sedangkan DER merupakan perbandingan
antara utang dan modal. Kewajiban dua dokumen tersebut ditegaskan lagi dalam S-
03/PJ/2018 tentang kebijakan penerimaan dan pengolahan SPT Tahunan di tahun 2018.
Aturan domestik terkait TP doc adalah Peraturan Menteri Keuangan
nomor 213/PMK.03/2016. Di sini, TP doc disebut Dokumen Penentuan Harga Transfer.
Dokumen Penentuan Harga Transfer adalah dokumen yang diselenggarakan oleh Wajib Pajak
sebagai dasar penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha dalam Penentuan Harga
Transfer yang dilakukan oleh Wajib Pajak.
Pada dasarnya, TP doc ada 3 jenis yaitu:

 Dokumen induk (master file);


 Dokumen lokal (local file); dan/ atau
 Laporan per negara (CbCR).

Dari 3 jenis tersebut, Wajib Pajak dibagi 2 kelompok:

32
 Wajib Pajak yang wajib membuat master file dan local file, dan
 Wajib Pajak yang wajib membuat CbCR.

Kelompok Wajib Pajak yang wajib membuat master file dan local file salah


satunya karena Wajib Pajak tersebut memiliki transaksi dengan pihak afiliasi atau
transaksi hubungan istimewa sekurang-kurangnya Rp 5 miliar.

Secara lengkap, persyaratan Wajib Pajak yang wajib membuat master file dan
local file sebagai berikut:
 Memiliki omzet Rp50 miliar setahun dan memiliki transaksi afiliasi;
 Memiliki transaksi afiliasi lebih dari Rp20.000.000.000,00 (dua puluh
miliar rupiah) untuk transaksi barang berwujud;
 Memiliki transaksi afiliasi lebih dari Rp5.000.000.000,00 (lima miliar
rupiah) untuk masing-masing penyediaan jasa, pembayaran bunga,
pemanfaatan barang tidak berwujud, atau Transaksi Afiliasi lainnya; atau
 Pihak Afiliasi yang berada di negara atau yurisdiksi dengan tarif Pajak
Penghasilan lebih rendah dari pada tarif Pajak
Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun

33
2008 tentang Perubahan Keempat Undang-Undang Nomor 7 Tahun
1983 tentang Pajak Penghasilan.
Keempat syarat tersebut adalah syarat alternatif. Salah satu saja cocok, maka
wajib pajak sudah harus membuat TP doc berupa master file dan local
file. Baik master file maupun local file wajib dibuatkan ikhtisar.

Kelompok kedua, Wajib Pajak yang wajib membuat dokumen CbCR. CbCR
adalah dokumen TP doc yang dibuat “terkait” dengan induk perusahaan. Si induk
dibagi dua:
 Induk perusahaan yang berdomisili di Indonesia (didirikan berdasarkan
hukum Indonesia);
 Induk perusahaan yang berdomisili di luar.

Untuk induk perusahaan yang berdomisili di Indonesia wajib membuat CbCR


jika memiliki omzet setahun sekurang-kurangnya Rp11 triliun.
Persyaratan CbCR diatur di Pasal 2 ayat (3) Peraturan Menteri Keungan nomor
213/PMK.03/2016:

34
“Wajib Pajak yang merupakan Entitas Induk dari suatu Grup Usaha yang
memiliki peredaran bruto konsolidasi pada Tahun Pajak bersangkutan paling sedikit
Rp 11.000.000.000.000,00 (sebelas triliun rupiah), wajib menyelenggarakan dan
menyimpan Dokumen Penentuan Harga Transfer sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a, huruf b, dan huruf c sebagai bagian dari kewajiban menyimpan dokumen
lain sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di
bidang perpajakan.”

Dalam rangka pengisian SPT Tahunan PPh Badan, Wajib Pajak diwajibkan
untuk mengisi, menandatangani dan melampirkan Lampiran Khusus 3A jika terdapat
transaksi dalam hubungan istimewa (transaksi afiliasi). Adapun hubungan istimewa
ini dapat terjadi karena ketergantungan atau keterikatan satu dengan yang lain yang
disebabkan karena:

1. Kepemilikan atau penyertaan modal

35
Hubungan istimewa dianggap ada apabila terdapat hubungan
kepemilikan yang berupa penyertaan modal sebesar 25% (dua puluh lima
persen) atau lebih secara langsung ataupun tidak langsung.

2. Adanya penguasaan melalui manajemen atau penggunaan teknologi.

Hubungan istimewa di antara Wajib Pajak dapat juga terjadi karena


penguasaan melalui manajemen atau penggunaan teknologi, walaupun tidak
terdapat hubungan kepemilikan. Hubungan istimewa dianggap ada apabila
satu atau lebih perusahaan berada di bawah penguasaan yang sama. Demikian
juga hubungan di antara beberapa perusahaan yang berada dalam penguasaan
yang sama tersebut.

Salah satu hal yang cukup krusial dalam pengisian Lampiran Khusus
3A adalah pengisian metode penetapan harga (metode Transfer Pricing) dan
alasannya. Menurut Undang-Undang Pajak Penghasilan, jenis metode Transfer
Pricing yang dapat dipilih dalam rangka penerapan prinsip Kewajaran dan
Kelaziman Usaha (Arm's length principle/ALP) dalam transaksi afiliasi adalah
sebagai berikut :

 Metode Perbandingan Harga antara Pihak yang tidak mempunyai


Hubungan Istimewa (Comparable Uncontrolled Price/CUP);
 Metode Harga Penjualan Kembali (Resale Price Method/RPM);
 Metode Biaya-Plus (Cost Plus Method);
 Metode Pembagian Laba (Profit Split Method/PSM); atau
 Metode Laba Bersih Transaksional (Transactional Net Margin
Method/TNMM).

Berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER -


32/PJ/2011 bahwa dalam rangka menentukan metode Transfer Pricing yang
paling sesuai (The Most Appropiate Method), Wajib Pajak wajib
memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. Kelebihan dan kekurangan setiap metode,

36
b. Kesesuaian metode Transfer Pricing dengan sifat dasar transaksi antar
pihak afiliasi, yang ditentukan berdasarkan analisis fungsional,
c. Ketersediaan informasi yang handal (sehubungan dengan transaksi
afiliasi) untuk menerapkan metode yang dipilih dan/atau metode lain,
d. Tingkat kesebandingan antara transaksi afiliasi dengan transaksi
independen, termasuk kehandalan penyesuaian yang dilakukan untuk
menghilangkan pengaruh yang material dari perbedaan yang ada.

Bagi Wajib Pajak yang memiliki kewajiban untuk menyediakan


Dokumen Lokal sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
213/PMK.03/2016, seyogyanya pengisian metode Transfer Pricing beserta
alasannya pada Lampiran 3A sama dengan apa yang dimuat pada Dokumen
Lokal yang telah disediakan agar tidak menimbulkan dispute di kemudian hari.

2.7 Kriteria Wajib Pajak Yang Wajib Membuat Transfer Pricing Document
Mereka yang Wajib membuat Transfer Pricing Document diatur dalam PMK
RI NOMOR 213/PMK.03/2016 pasal 2 ayat (2), (3) dan (4) dikelompokan menjadi
2(dua) yaitu :
1. Kewajiban membuat dokumen induk dan dokumen lokal adalah Wajib Pajak
yang melakukan transaksi afiliasi dengan :

a. nilai peredaran bruto Tahun Pajak sebelumnya dalam satu Tahun Pajak
lebih dari Rp 50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) ;
b. nilai Transaksi Afiliasi Tahun Pajak sebelumnya dalam satu Tahun
Pajak:
 lebih dari Rp 20.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah)
untuk transaksi barang berwujud; atau
 lebih dari Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) untuk
masing-masing penyediaan jasa, pembayaran bunga,
pemanfaatan barang tidak berwujud, atau Transaksi Afiliasi
lainnya; atau

37
c. Pihak Afiliasi yang berada di negara atau yurisdiksi dengan tarif Pajak
Penghasilan lebih rendah dari pada tarif Pajak Penghasilan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 UU PPh.

2. Kewajiban membuat dokumen induk, dokumen lokal dan laporan per


negara yaitu :

a. Wajib Pajak yang merupakan Entitas Induk dari suatu Grup U saha
yang memiliki peredaran bruto konsolidasi pada Tahun Pajak
bersangkutan paling sedikit Rp 11.000.000. 000. 000,00 (sebelas triliun
rupiah)

b. Dalam hal Wajib Pajak dalam negeri berkedudukan sebagai anggota


Grup Usaha dan entitas induk dari Grup Usaha merupakan subjek
pajak luar negeri, Wajib Pajak dalam negeri wajib menyampaikan
laporan per negara sepanjang negara atau yurisdiksi tempat Entitas
Induk berdomisili:

 tidak mewajibkan penyampaian laporan per negara;

 tidak memiliki perjanjian dengan pemerintah Indonesia


mengenai perpajakan; atau

 memiliki perjanjian dengan pemerintah Indonesia mengenai


pertukaran informasi perpajakan, namun laporan per negara
tidak dapat diperoleh pemerintah Indonesia dari negara atau
yurisdiksi tersebut.

2.8 Studi kasus


Contoh 1 :

PT. A memiliki 25% saham PT. B. Atas penyerahan barang PT. A ke PT. B, PT. A
membebankan harga jual Rp. 160,- per unit, berbeda dengan harga yang
diperhitungkan atas penyerahan barang yang sama kepada PT. X (tidak ada
hubungan istimewa) yaitu Rp. 200,- per unit.

Perlakuan Perpajakan :
Dalam contoh tersebut, harga pasar sebanding (comparable uncontrolled price)
atas barang yang sama adalah yang dijual kepada PT. X yang tidak ada hubungan

38
istimewa. Dengan demikian harga yang wajar adalah Rp. 200,- per unit. Harga ini
dipakai sebagai dasar perhitungan penghasilan dan/ atau pengenaan pajak. Kalau
PT. A adalah Pengusaha Kena Pajak (PKP), ia harus menyetor kekurangan PPN-
nya (dan PPn BM kalau terutang). Atas kekurangan tersebut dapat diterbitkan SKP
dan PT. A tidak boleh menerbitkan faktur pajak atas kekurangan tersebut, sehingga
tidak merupakan kredit pajak bagi PT. B.

Contoh 2 :

PT. A memiliki 25% saham PT. B. Atas penyerahan barang ke PT. B, PT. A
membebankan harga jual Rp. 160,- per unit. PT. A tidak melakukan penjualan
kepada pihak ketiga yang tidak ada hubungan istimewa.

Perlakuan Perpajakan :
Dalam contoh di atas, maka harga yang wajar adalah harga pasar atas barang
yang sama (dengan barang yang diserahkan PT. A) yang terjadi antar pihak-pihak
yang tidak ada hubungan istimewa. Apabila ditemui kesulitan untuk mendapatkan
harga pasar sebanding untuk barang yang sama (terutama karena PT. A tidak
menjual kepada pihak yang tidak ada hubungan istimewa), maka dapat
ditanggulangi dengan menerapkan harga pasar wajar dari barang yang sejenis atau
serupa, yang terjadi antar pihak-pihak yang tidak ada hubungan istimewa. Dalam
hal terdapat kesulitan untuk mendapatkan harga pasar sebanding untuk barang yang
sejenis atau serupa, karena barang tersebut mempunyai spesifikasi khusus, misalnya
semi finished products, maka pendekatan harga pokok plus (cost plus method)
dapat digunakan untuk menentukan kewajaran harga penjualan PT. A.
Misalnya diketahui bahwa PT. A memperoleh bahan baku dan bahan
pembantu produksinya dari para pemasok yang tidak mempunyai hubungan
istimewa. Harga pokok barang yang diproduksi per unit adalah Rp. 150,- dan laba
kotor yang pada umumnya diperoleh dari penjualan barang yang sama antar pihak
yang tidak mempunyai hubungan istimewa (comparable mark up) adalah 40% dari
harga pokok.
Dengan menerapkan metode harga pokok plus maka harga jual yang wajar
atas barang tersebut dari PT. A kepada PT. B untuk tujuan penghitungan
penghasilan kena pajak/dasar pengenaan pajak adalah Rp. 210 {Rp. 150 + (40% x
Rp. 150)}.

39
BAB IV

PENUTUP

a. Kesimpulan
Praktik transfer pricing identik dengan transaksi antar perusahaan dalam satu
grup (ada hubungan istimewa) berupa pengalihan penghasilan kena pajak dari
perusahaan di negara yang tarif pajaknya tinggi ke negara dengan tarif pajak
rendah dalam rangka untuk mengurangi total beban pajak yang dibayar grup
perusahaan tersebut.
Adanya transaksi transfer pricing yang dilakukan antar perusahaan biasanya
terjadi dimulai dengan suatu hubungan istimewa antara perusahaan tersebut.
Sehingga, hubungan istimewa dalam memperoleh penghasilan menjadi indikasi
terpenting untuk menghitung laba kena pajak. Hubungan istimewa diatur dalam
pasal 18 (4) UU PPh.
Transfer Pricing yang sesuai menurut kebiasaan internasional, adalah yang
memenuhi standar yang disebut arm's length. Pernyataan tujuan standar-standar di
atas hanya memberikan sedikit panduan tentang bagaimana harga transfer harus
ditetapkan dalam situasi konkret. Ringkasan di bawah ini adalah beberapa aturan
yang telah diadopsi oleh berbagai negara untuk memberikan konten sesuai standar
yang ditentukan. Pedoman OECD tentang transfer pricing sangat mendukung
standar arm's length.
Standar arm's length telah menerima banyak kritik dari komentator akademi
dari wajib pajak yang terkena dampak langsung oleh standar dan dari adminitrator
pajak. Oleh karena itu standar arm's length ini masih mempunyai kelemahan.
Untuk itu pendekatan alternatif yang dapat digunakan adalah formulary
approtianment

40

Anda mungkin juga menyukai