Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

NILAI TUKAR VALUTA ASING


PSAK 10

NAMA : SESILIA RUKTI PERTIWI


NIM : 1118070030

FAKULTAS AKUNTANSI
UNIVERSITAS PERBANAS BEKASI
2019
BAB I
PENDAHULUAN

Globalisasi ekonomi, bisnis dan investasi mempersubur tumbuh dan


berkembangnya perusahaan multinasional. Untuk memperkukuh pijakan usaha
globalnya perusahaan tersebut, dibeberapa negara luar tempat kedudukannya,
mengoperasikan cabang atau anak perusahaan atau instrumen bisnis lain dalam
berbagai bentuk. Selanjutnya untuk mengendalikan dan mengordinasikan bisnis
regionalnya, perusahaan membentuk holding company atau kantor perwakilan
sehingga semakin memperkuat untuk mempertahankan dan
menumbuhkankembangkan pangsa pasar ekspor dan impor berbagai negara.
Dalam suatu perusahaan yang organisasinya telah dibagi-bagi menjadi pusat-
pusat laba, transfer barang atau jasa antar pusat laba tersebut menimbulkan masalah
penentuan harga transfer, karena masing-masing pusat laba diukur kinerjanya
berdasarkan laba, sehingga setiap transfer barang atau jasa antar pusat laba akan
berdampak terhadap laba masing – masing pihak yang terkait
Transfer pricing dikenal dalam akuntansi manajemen sebagai kebijakan harga
yang diterapkan atas penyerahan barang atau jasa antar divisi di dalam suatu
perusahaan dengan tujuan untuk mengukur kinerja dari masing-masing divisi
tersebut. Seiring dengan perkembangan zaman, perusahaan multinasional yang
biasanya menerapkan desentralisasi operasi dengan cara membagi perusahaannya atas
pusat-pusat pertanggungjawaban baik itu pusat biaya maupun pusat penghasilan, dan
memanfaatkan transfer pricing sebagai alat untuk menghindari atau menggelapkan
pajak dengan cara meminimalkan beban pajak yang harus ditanggung perusahaan.
Dalam perdangangan dunia, lebih dari 60% dihasilkan dari transaksi yang
berhubungan dengan perusahaan muktinasional dengan menggunakan skema transfer
pricing. Skema dalam praktik transfer pricing yang biasa dilakukan oleh perusahaan
multinasional ini adalah dengan mengalihkan laba mereka dari negara yang tarif
pajaknya tinggi ke negara yang tarif pajaknya lebih rendah.
Masalah pengalokasian penghasilan dan biaya perusahaan multinasional ini
harus diatur dengan baik dan jelas oleh masing-masing negara yang terlibat dalam
transaksi internasional. Pengaturan yang baik dan jelas diharapkan dapat mencegah
dan mendeteksi tindakan-tindakan manipulasi pajak melalui transfer pricing yang
sering dilakukan perusahaan multinasional untuk melakukan penghindaran
penggelapan pajak.
Di Indonesia, praktik transfer pricing juga sudah marak dilakukan oleh
perusahaan multinasional. Isu transfer pricing telah menjadi isu global yang
kompleks dan tidak bisa diselesaikan secara parsial, khususnya menyangkut transaksi
internasional yang dilakukan oleh korporasi multinasional. Umumnya dilakukan
karena perushaan ingin mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya dengen
pengeluran yang minimum. Aturan mengenai transfer pricing di Indonesia secara
umum diatur dalam Pasal 18 UU No 36 Th 2008 UU PPh. Pasal tersebut
menyebutkan bahwa Ditjen Pajak berwenang untuk mengembalikan besarnya
penghasilan kena pajak bagi wajib pajak yang mempunyai hubungan istimewa
dengan wajib pajak lainya sesuai dengan kewajaran dan kelaziman usaha yang tidak
dipengaruhi oleh hubungan istimewa. Selain itu, aturan lebih lanjut dan detail tentang
transfer pricing. Aturan lebih lanjut tentang transfer pricing juga tertuang dalam
Peraturan Dirjen Pajak No 32 Tahun 2011, disebutkan pengertian arm’s length
principle yaitu harga atau laba atas transaksi yang dilakukan oleh pihak-pihak yang
tidak mempunyai hubungan istimewa ditentukan oleh kekuatan pasar, sehingga
transaksi tersebut mencerminkan harga pasar yang wajar.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Transfer Pricing


Secara umum, transfer pricing adalah suatu kebijakan perusahaan dalam
menentukan harga transfer suatu transaksi baik itu barang, jasa, harta tak
berwujud, ataupun transaksi finansial yang dilakukan oleh perusahaan. Transaksi
transfer pricing bisa dilakukan dalam satu negara (domestic transfer pricing),
maupun beda negara (internasional transfer pricing).
Transfer pricing juga disebut dengan intracompany pricing, intercorporate
pricing, interdivisional atau internal pricing yang merupakan harga yang
diperhitungkan untuk keperluan pengendalian manajemen atas transfer barang
dan jasa antar anggota.
Konsep transfer pricing diaplikasikan untuk tiga tujuan yang berbeda.
Pertama, dari sisi hukum perseoran, yaitu digunakan untuk meningkatkan
efisiensi dan sinergi antara perushaan dengan pemegang sahamnya. Kedua, dari
sisi akuntansi manajerial, digunakan untuk memaksimkan laba suatu perusahaan
melalui penentuan harga barang atau jasa oleh suatu unit organisasi dari suatu
perusahaan kepada unit organisasi lainnya dalam perusahaan yang sama. Ketiga,
yaitu perspektif perpajakan dimana suatu kebijakan harga dalam transaksi yang
dilakukan oleh pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa. Selain itu,
istilah transfer pricing sering dikonotasikan sebagao sesuatu yang tidak baik,
yaitu suatu pengalihan penghasilan dalam suatu negara dengan tariff pajak yang
lebih tinggi ke perusahaan lain dalam satu grup di negara dengan tariff pajak
yang lebih rendah sehingga mengurangi total beban pajak grup perusahaan
tersebut.
B. Tujuan Penetapan Harga Transfer/ Transfer Pricing
Tujuan penetapan harga transfer adalah untuk mentransmisikan data keuangan
diantara departemen-departemen atau divisi-divisi perusahaan pada waktu
mereka saling menggunakan barang dan jasa satu sama lain. Selain itu
transfer pricing terkadang digunakan untuk mengevaluasi kinerja divisi dan
memotivasi manajer divisi penjual dan divisi pembeli menuju keputusan-
keputusan yang serasi dengan tujuan perusahaan secara keseluruhan.
Dalam transaksi transfer princing antar perusahaan ada tujuan yang ingin dcapai
yakni sebagai berikut :
1. Memaksimalkan penghasilan global setelah dikurangi pajak
2. Mengamankan posisi kompetitif
3. Evaluasi kinerja anak/cabang perusahaan mancanegara.
4. Mengatur cash flow anak/cabang perusahaan yang memadai
5. Mengurangi resiko moneter
6. Mengurangi beban pengenaan pajak dan bea masuk
7. Mengurangi resiko pengambilalihan pemerintah
Dengan adanya hubungan istimewa transaksi transfer princing bisa dilakukan
antar perusahaan. Pada saat melakukan perhitungan laba kena pajak yang
menjadi hal terpenting ialah adanya indikasi hubungan istimewa dalam
memperoleh penghasilan.
C. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Transfer Pricing
1. Pertimbangan-pertimbangan pajak
Jika tidak ditiadakan oleh undang-undang, keuntungan perusahaan bisa
ditingkatkan dengan menetapkan harga pengiriman untuk memindahkan
keuntungan dari anak perusahaan yang berlokasi di negara-negara berpajak
tinggi ke anak perusahaan yang berlokasi di negara-negara berpajak rendah.
2. Perhitungan tarif
Tarif barang-barang impor juga mempengaruhi kebijakan penetapan harga
transfer perusahaan multinasional. Contoh, sebuah perusahaan
mengekspor barang kepada cabang perusahaannya yang berdomisili
disebuah negara bertarif tinggi bisa mengurangi tarifnya dengan menekan
harga barang dagangan yang dikirim kesana. Sebagai tambahan untuk
semua kaitan ini, perusahaan multinasional harus memperhitungkan
biaya dan keuntungan tambahan, ekternal dan internal.
3. Faktor-faktor kompetitif
Untuk memfasilitasi pendirian cabang perusahaan diluar negeri, perusahaan
induk bisa mendukung cabang perusahaan dengan memakai faktur
pada harga yang sangat rendah. Dampak persaingan secara tidak langsung
juga dapat terjadi. Untuk memperbaiki akses cabang perusahaan luar negeri
dengan pasar modal, ketetapan harga transfer rendah untuk input dan
ketetapan harga transfer tinggi untuk output bisa menyokong
laporan pendapatan dan posisi keuangannya. Kadang-kadang, harga transfer
dapat digunakan untuk melemahkan cabang perusahaan pesaing.
4. Resiko lingkungan
Mengingat perhitungan persaingan diluar negeri mungkin menuntut
beban biaya transfer yang rendah untuk cabang perusahaan diluar negeri,
resiko dari inflasi harga tinggi mungkin sebaliknya. Inflasi mengikis daya
beli kas perusahaan. Harga transfer barang yang lebih tinggi untuk
barang atau jasa membuat cabang perusahaan berhadapan dengan
inflasi tinggi yang bisa menghanguskan semua kas yang ada dari cabang
perusahaan.
5. Kontribusi akuntansi
Manajemen akuntan bisa berperan signifikan dalam mengukur sasaran dalam
strategi penetapan harga transfer. Rintangannya adalah menjaga
perspektif global ketika memetakan keuntungan dan biaya yang
sesuai dengan keputusan harga transfer.
D. Metode Penentuan Transfer Pricing
1. Metode Tradisional
a. Comparable Uncontrolled Price Method (CUPM)
adalah metode penentuan harga transfer yang dilakukan dengan
membandingkan harga dalam transaksi yang dilakukan antara pihak-
pihak yang mempunyai hubungan istimewa dengan harga dalam transaksi
yang dilakukan antara pihak-pihak yang tidak mempunyai hubungan
istimewa dalam kondisi atau keadaan yang sebanding.
b. Resale Price Method (RPM)
adalah metode penentuan harga transfer yang dilakukan dengan
membandingkan harga dalam transaksi suatu produk yang dilakukan
antara pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa dengan harga
jual kembali produk tersebut setelah dikurangi laba kotor wajar, yang
mencerminkan fungsi, aset dan risiko, atas penjualan kembali produk
tersebut kepada pihak lain yang tidak mempunyai hubungan istimewa
atau penjualan kembali produk yang dilakukan dalam kondisi wajar.
2. Metode Transactional Profit
a. Profit Split
Metode ini digunakan apabila data pembanding tidak cukup lengkap.
Laba dari transaksi antara pihak-pihak yang memiliki hubungan istimewa
dapat diketahui dengan cara melakukan analisis fungsi atas kegiatan
usaha yang dilakukannya.
b. Transactional Net Margin Method (TNMM)
Metode ini juga digunakan apabila data pembanding tidak cukup lengkap.
Membandingkan laba bersih dengan Harga Pokok Penjualan (HPP),
Penjualan atau aktiva yang dipergunakan untuk menghasilkan laba bersih
tersebut, setelah itu laba bersih atas transaksi antara pihak-pihak yang
mempunyai hubungan istimewa.
E. Problematika Praktik Penghindaran Pajak
Transfer pricing merupakan isu klasik di bidang perpajakan, khususnya
menyangkut transaksi internasional yang dilakukan oleh korporasi multinasional.
Dari sisi pemerintahan, transfer pricing diyakini mengakibatkan berkurangnya
potensi penerimaan pajak suatu negara karena perusahaan multinasional
cenderung menggeser kewajiban perpajakannya dari negara - negara yang
memiliki tarif pajak yang tinggi (high tax countries) ke negara - negarayang
menerapkan tarif pajak rendah (low tax countries). Di pihak lain dari sisi bisnis,
perusahaan cenderung berupaya meminimalkan biaya-biaya (cost efficiency)
termasuk didalamnya minimalisasi pembayaran pajak perusahaan (corporate
income tax).
Bagi perusahaan berskala global (multinational corporations), transfer
pricing dipercaya menjadi salah satu strategi yang efektif untuk memenangkan
persaingan dalam memperebutkan sumber daya yang terbatas. Dalam lingkungan
perusahaan multinasional, penentuan harga atas transaksi antar anggota korporasi
yang meliputi penjualan barang dan jasa, lisensi hak dan harta tak berwujud
lainnya, penyediaan pinjaman dan sebagainya dikenal dengan sebutan transfer
pricing (harga transfer).
Di Indonesia, transaksi antar anggota perusahaan multinasional tidak luput
dari rekayasa transfer pricing, terutama oleh wajib pajak penanaman modal
asing (PMA) dan cabang perusahaan asing di Indonesia yang termasuk dalam
kategori bentuk usaha tetap (BUT). Sebagian besar perusahaan tersebut bergerak
di bidang manufaktur dan mempunyai kaitan internal yang cukup substansial
dengan induk perusahaan atau afiliasinya di negara luar. Perusahaan di Indonesia
terutama dimanfaatkan sebagai manufaktur barang madya (intermediate goods)
atau bahan mentah (raw materials) mereka. Produk hasil pabrik Indonesia
tersebut dipasarkan ke pasar lokal atau diekspor ke negara ketiga.
Pengertian penghindaran pajak (tax avoidance) selalu diartikan sebagai
kegiatan meminimalkan beban pajak tanpa melanggar ketentuan perpajakan
(legal) sedangkan penyelundupan pajak (tax evasion) diartikan sebagai kegiatan
meminimalkan beban pajak dengan melanggar ketentuan perpajakan (ilegal).
Timbul pertanyaan, apakah penghindaran pajak dapat selalu dikatakan legal.
Menurut Roy Rohatgi dalam Darussalam dan Septriadi (2005), di banyak negara
penghindaran pajak dibedakan menjadi penghindaran pajak yang diperbolehkan
(acceptable tax avoidance/tax planning/tax mitigation) dan yang tidak
diperbolehkan (unacceptable tax avoidance). Dengan kata lain, penghindaran
pajak dapat saja dikategorikan sebagai kegiatan legal ataupun ilegal. Suatu
penghindaran pajak dikatakan ilegal apabila transaksi yang dilakukan semata-
mata untuk tujuan penghindaran pajak atau transaksi tersebut tidak mempunyai
tujuan usaha yang baik (bonafide business purpose). Oleh karena itu, untuk
mencegah praktik penghindaran pajak yang dilakukan oleh perusahaan
multinasional, sebagian besar negara telah mempunyai ketentuan anti
penghindaran pajak.
Untuk mencegah adanya pengalihan atas laba adalah dengan berbagai macam
cara antara lain:
1. Otoritas pajak di berbagai negara membuat aturan transfer pricing yang
ketat seperti penerapan hukuman atau sanksi
2. Persyaratan dokumen yang lengkap
3. Pemeriksaan pajak terhadap perusahaan yang melakukan praktik transfe
pricing
Di Indonesia, untuk menangkal skema transfer pricing, maka sudah dibuat
unit khusus (setingkat seksi) dalam jajaran Direktorat Jendral (Ditjen) Pajak. Tim
ini bertugas menyiapkan posisi Ditjen Pajak sekaligus melakukan koordinasi dan
melakukan supervise dengan unit-unit kerja. Tugas lain dari tim ini adalah
menjadi anggota delegasi perunding dalam pelaksanaan pertemuan konsultasi
kasus perundingan transfer pricing antara Wajib Pajak Dalam Negeri (WPDN)
dengan mitra luar negeri.
Pembentukan tim ini tercantum dalam Peraturan Direktur Jenderal
(Perdirejen) Pajak Nomor Per.48/PJ/2010 yang berlaku sejak 3 November 2010.
Kebijakan ini bertujuan untuk membenahi dugaan terjadinya kasus-kasus
transfer pricing. Berdasarkan Pasal 24, tim khusus ini terdiri dari perwakilan
Direktorat Peraturan Perpajakan II Ditjen Pajak, Direktorat Pemeriksaan dan
Penagihan, dan unit pelaksana pemeriksaan yang berkaitan degan koreksi
transfer pricing.
BAB III
KESIMPULAN

Transfer pricing adalah penentukan harga jual suatu transaksi baik itu barang,
jasa, harta tak berwujud, ataupun transaksi finansial yang dilakukan oleh antar divisi
dalam suatu perusahaan. Dalam aspek perpajakan, transfer pricing merupakan harga
yang dibebankan oleh perusahaan atas barang, jasa, harta tak berwujud kepada
perusahaan yang mempunyai hubungan istimewa.
Tujuan transfer pricing adalah untuk mentransmisikan data keuangan diantara
divisi-divisi perushaan pada waktu mereka saling menggunakan barang dan jasa satu
sama lain. Tujuan lainnya dapat digunakan untuk mengevaluasi kinerja divisi dan
memotivasi manajer divisi penjual ke divisi pembeli untuk mengambil keputusan
yang sesuai dengan tujuan perusahaan. Namun dalam praktik, banyak ditemukan
transaksi antar anggota perusahaan multinasional yang tidak luput dari rekayasa
transfer pricing.
Untuk mencegah praktik penghindaran pajak ini, di Indonesia telah dibuat tim
khusus dari Dirjen Pajak yang mengatur pedoman dan khusus menanganai kasus-
kasus transfer pricing.
DAFTAR PUSTAKA

https://www.academia.edu/31853606/makalah_konsep_transfer_pricing_hans.docx
https://www.ortax.org/ortax/?mod=berita&page=show&id=10503&q=&hlm=9
https://www.dictio.id/t/apa-yang-dimaksud-dengan-transfer-pricing/4050/2
https://news.ddtc.co.id/memahami-konsep-dasar-transfer-pricing-9394
https://economy.okezone.com/read/2015/09/16/20/1215476/praktik-transfer-pricing-
sebabkan-indonesia-rugi-rp100-t

Anda mungkin juga menyukai