Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI


Tentang
ASPEK HUKUM LEASING

Disusun Oleh:
APRISA ANGRARIANI ( 2030403007 )
FAJRI OKTA TRI MILENIAWAN( 2030403018)

Dosen Pengampu:
NURHIKMA,S.Sy., M.Sy

JURUSAN AKUNTANSI SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
BATUSANGKAR
2021M/1441H
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, karena rahmat dan karunia-Nya,
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah Aspek Hukum Leasing di Indonesia, untuk
memenuhi tugas mata kuliah Aspek Hukum dalam Ekonomi.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada Dosen Mata Kuliah Aspek Hukum dalam
Ekonomi yang telah membimbing kami dengan penuh ketelitian dalam memberikan ide dan petunjuk
untuk menyelesaikan makalah ini, serta telah memberikan kepercayaan kepada kami untuk
menyelesaikan tugas ini dengan baik dan lancar, sehingga makalah ini dapat terselesaikan tepat waktu
sesuai dengan yang diharapkan. Begitu juga kepada saudara atau rekan-rekan yang telah mendukung
dan membantu kami dalam pembuatan makalah ini.

Makalah ini merupakan bentuk tugas dari Mata Kuliah Aspek Hukum dalam Ekonomi di
semester III pada Prodi Akuntansi Syariah, IAIN BATUSANGKAR. Dalam penyusunan makalah ini
kami masih merasa memiliki kekurangan. Untuk itu kami sangat mengharapkan saran-saran dan
kritikan dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Kami berharap semoga makalah ini dapat
bermanfaat dan menjadi salah satu sumber pengetahuan bagi pembaca sekalian.

Batusangkar, 20 Oktober 2021

Pemakalah

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................ i

DAFTAR ISI ....................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang ......................................................................................................... 1


B. Rumusan masalah ................................................................................................... 1
C. Tujuan ..................................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian leasing ................................................................................................... 3


B. Ciri-ciri leasing ....................................................................................................... 4
C. Elemen-elemen leasing ........................................................................................... 6
D. Landasan hukum leasing ......................................................................................... 7
E. Tata cara dalam leasing ........................................................................................... 9

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ............................................................................................................. 11
B. Saran ....................................................................................................................... 11

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Saat ini semakin banyak orang yang mendirikan suatu lembaga pembiayaan yang
bergerak di bidang penyediaan dana ataupun barang yang akan dipergunakan oleh pihak lain di
dalam mengembangkan usahanya. Lembaga pembiayaan tersebut merupakan lembaga
keuangan nonbank, yang membedakan lembaga pembiayaan dengan bank adalah bank
mengambil dana secara langsung dari masyarakat sedangkan lembaga pembiayaan tidak
mengambil dana secara langsung dari masyarakat.
Salah satu lembaga pembiayaan yang berkembang pesat saat ini adalah sewa guna
usaha atau bisa disebut juga dengan Leasing. Saat ini, leasing merupakan salah satu cara
perusahaan memperoleh asset atau kepemilikan tanpa harus melalui proses yang
berkepanjangan. Semuanya telah diatur oleh perusahaan leasing yang disediakan oleh berbagai
perusahaan. Leasing juga merupakan salah satu langkah penghindaran resiko tinggi yang saat
ini sudah disadari oleh para usahawan yang ada. Kegiatan utama perusahaan sewa guna usaha
adalah bergerak di bidang pembiayaan untuk keperluan barang-barang modal yang diinginkan
oleh nasabah. Pembiayaan di sini maksudnya jika seorang nasabah membutuhkan barang-
barang modal seperti peralatan kantor atau mobil dengan cara disewa atau dibeli secara kredit
dapat diperoleh di perusahaan leasing. Pihak leasing dapat membiayai keinginan nasabah sesuai
dengan perjanjian yang telah disepakati kedua belah pihak.
Leasing sebagai salah satu sistem pembiayaan mempunyai peranan dalam peningkatan
pembangunan perekonomian Nasional. Usaha Leasing dapat membantu badan-badan dan
pengusaha-pengusaha Indonesia, terutama pengusaha industri kecil, dalam mengatasi cara
pembiayaan untuk memperoleh alat-alat perlengkapan maupun barang-barang modal yang
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari leasing ?
2. Apa Ciri-ciri serta jenis leasing?
3. Apa elemen-elemen dari leasing?
4. Landasan Hukum apakah leasing itu?
5. Bagaimana tata cara dalam leasing?
C. Tujuan Penulisan
Makalah ini bertujuan untuk memberikan pemahaman tentang Aspek Hukum Leasing
di Indonesia serta memperkenalkan kepada pembaca sekalian salah satu lembaga pembiayaan
sewa guna usaha / Leasing tersebut. Penjelasan mengenai pengertian leasing. Penjelasan
mengenai ciri-ciri serta jenis dari leasing, Penjelasan mengenai elemen-elemen leasing,

1
Penjelasan mengenai landasan hukum apa yang digunakan oleh leasing, Tata cara leasing,
Pembahasan mengenai masalah yang timbul dari leasing.

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian leasing
Istilah leasing sebenarnya berasal dari kata lease yang berarti sewa-menyewa. Karena
dasarnya artinya memang sewa-menyewa. Jadi leasing adalah derevatif dari sewa-menyewa.
Kemudian dalam dunia bisnis berkembanglah sewa-menyewa yang disebut leasing itu kadang-
kadang disebut saja sebagai lease, dan telah berubah menjadi salah satu jenis pembiayaan.
Dalam bahasa Indonesia leasing sering di istilahkan dengan “sewa guna usaha.”
Leasing (Sewa Guna Usaha/SGU) menurut KMK No. 1169/KMK.01/1991 adalah
kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara sewa-guna-usaha
dengan hak opsi (finance lease) maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease) untuk
digunakan oleh Lessee selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala.
Surat Keputusan Bersama Menteri Keuangan, Menteri Perdagangan dan Menteri Perindustrian
No. Kep-1221MK/2/1974, No. 321MISKI 2/1974 dan No. 30/Kpb/l/74 tanggal 7 Pebruari 1974
tentang “Perijinan Usaha Leasing” menyatakan: “Leasing ialah setiap kegiatan pembiayaan
perusahaan dalam bentuk penyediaan barang-barang modal untuk digunakan oleh suatu
perusahaan untuk suatu jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran-pembayaran secara
berkala disertai dengan hak pilih (optie) bagi perusahaan tersebut untuk membeli barang-barang
modal yang bersangkutan atau memperpanjang jangka waktu leasing berdasarkan nilai sisa
yang telah disepakati bersama.”
Leasing sebagai salah satu sistem pembiayaan mempunyai peranan dalam peningkatan
pembangunan perekonomian Nasional. Usaha Leasing dapat membantu badan-badan dan
pengusaha-pengusaha Indonesia, terutama pengusaha industri kecil, dalam mengatasi cara
pembiayaan untuk memperoleh alat-alat perlengkapan maupun barang-barang modal yang
Pihak -pihak yang terlibat dalam leasing:
1. LESSOR
Perusahaan leasing atau pihak yang memberikan jasa pembiayaan kepada
pihak lessee dalam bentuk barang modal.
2. LESSEE
Perusahaan atau pihak yang memperoleh pembiayaan dalam bentuk barang
modal dari lessor.
3. SUPPLIER
Perusahaan atau pihak yang mengadakan atau menyediakan barang untuk
disewakan kepada lessee dengan pembiayaan tunai dari lessor.
4. BANK
Pihak yang tidak terlibat secara langsung dalam leasing, tetapi menyediakan
dana bagi lessor atau supplier Mekanisme Leasing.

3
Penggolongan perusahaan leasing :
1. Independent Leasing Company
Perusahaan leasing yang berdiri sendiri atau independent dari supplier/
produsen. Perusahaan dapat memperoleh barang dari berbagai supplier/ produsen.
Contoh : Adira, WOM, SOF (Summit Oto Finance), FIF (Federal International Finance
– Honda)
2. Captive lessor
Sering juga disebut two party lessor yang melibatkan dua pihak. Perusahaan
leasing yang didirikan sendiri oleh produsen untuk membiayai penjualan produk-
produknya. Contoh : ACC (Astra Credit Company, BAF (Busan Auto Finance –
Yamaha) Indomobil Finance – Suzuki, Lease Broker/ Packager, Toyota Astra.
3. Financial Services
Perusahaan leasing yang mempertemukan calon lessee dengan pihak lessor
yang membutuhkan barang dengan cara leasing. Perusahaan ini juga dapat memberikan
jasa-jasa yang dibutuhkan dalam leasing seperti pendanaan dan barang, tetap dalam
fungsinya sebagai penghubung.
Contoh : Era, Mentari, Ray White, Columbia, Columbus.
B. Ciri-ciri dan Jenis Leasing
Ciri-ciri adalah sebagai berikut:
1. Biasanya ada hubungan jangka waktu lease dan masa kegunaan benda lease tersebut.
2. Hak milik benda lease ada pada lessor.
3. Benda yang menjadi objek leasing adalah benda-benda yang digunakan dalam suatu
perusahaan.

Jenis dari leasing meliputi:

1. Finance Leasing (sewa guna usaha pembiayaan)


Dalam sewa guna usaha ini, perusahaan sewa guna usaha (lessor) adalah pihak
yang membiayai penyediaan barang modal. Penyewa guna usaha (lessee) biasanya
memilih barang modal yang dibutuhkan dan atas nama perusahaan sewa guna usaha,
sebagai pemilik barang modal tersebut, melakukan pemesanan, pemeriksaan dan
pemeliharaan barang modal yang menjadi objek transaksi leasing. Lessor akan
mengeluarkan dananya untuk membayar barang tersebut kepada supplier dan
kemudian barang tersebut diserahkan kepada lessee. Sebagai imbalan atau jasa
penggunaan barang tersebut lesse akan membayar secara berkala kepada lessor
sejumlah uang yang berupa uang rental untuk jangka waktu tertentu yang telah
disepakati bersama. Jumlah rental ini secara keseluruhan akan meliputi harga barang

4
yang dibayar oleh lessor ditambah faktor bunga serta keuntungan pihak lessor.
Selanjutnya capital atau finance lease masih bisa dibedakan menjadi 2, yaitu :
a. Direct finance lease.
Transaksi ini terjadi jika lessee sebelumnya belum pernah memiliki
barang yang dijadikan objek lease. Secara sederhana bisa dikatakan bahwa
lessor membeli suatu barang atas permintaan lesse dan akan dipergunakan
oleh lessee.
b. Sale and lease back
Dalam transaksi ini lesse menjual barang yang telah dimilikinya
kepada lessor. Atas barang yang sama ini kemudian dilakukan suatu
kontrak leasing antara lesse dengan lessor. Dengan memperhatikan
mekanisme ini, maka perjanjian ini memiliki tujuan yang berbeda
dibandingkan direct finance lease. Di sini lesse memerlukan cash yang bisa
dipergunakan untuk tambahan modal kerja atau untuk kepentingan
lainnya. Bisa dikatakan bahwa dengan sistem sale and lease back
memungkinkan lessor memberikan dana untuk keperluan apa saja kepada
kliennya dan tentu saja dana yang dibutuhkana sesuai dengan nilai objek
barang lease.
2. Operating lease (sewa menyewa biasa)
Dalam sewa guna usaha ini, perusahaan sewa guna usaha membeli barang
modal dan selanjutnya disewagunakan kepada penyewa guna usaha. Berbeda dengan
finance lease, jumlah seluruh pembayaran sewa guna usaha berkala dalam operating
lease tidak mencakup jumlah biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh barang modal
tersebut berikut dengan bunganya. Perbedaan ini disebabkan perusahaan sewa guna
usaha mengharapkan keuntungan justru dari penjualan barang modal yang disewa guna
usahakan atau melalui beberapa kontrak sewa guna usaha lainnya. Perusahaan sewa
guna usaha dalam operating lease biasanya bertanggung jawab atas biaya – biaya
pelaksanaan sewa guna usaha seperti asuransi, pajak maupun pemeliharaan barang
modal yang bersangkutan.
3. Sales – Typed Lease (sewa guna usaha penjualan)
Suatu transaksi sewa guna usaha, dimana produsen atau pabrikan juga berperan
sebagai perusahaan sewa guna usaha sehingga jumlah traksaksi termasuk bagian laba
sudah diperhitungkan oleh produsen atau pabrikan.
4. Leveraged Lease
Suatu transaksi sewa guna usaha, selain melibatkan lessor dan lessee juga
melibatkan bank atau kreditor jangka panjang yang membiayai bagian terbesar
transaksi.

5
5. Cross Border Lease
Transaksi pada jenis ini merupakan suatu transaksi leasing yang dilakukan
dengan melewati batas suatu negara. Dengan demikian antara lessor dan lesse yang
dilakukan dengan melewati batas suatu negara. Dengan demikian antara lessor dan
lesse terletak pada dua negara berbeda.
C. Elemen-Elemen Leasing
Elemen-elemen dari suatu leasing adalah sebagai berikut ;
1. Suatu pembiayaan perusahan Awal mulanya leasing memang dimaksudkan sebagai
usaha memberikan Kemudahan pembiyaan kepada perusahaan tertentu yang
memerlukannya. Tetapi dalam perkembangan kemudian bahkan leasing dapat juga
diberikan kepada individu dengan peruntukkan barang belum tentu untuk kegiatan
usaha.
2. Penyediaan barang modal Unsur selanjutnya dari leasing adalah adanya penyediaan
barang modal, biasanya oleh pihak supplier atas biaya dari lessor. Barang modal
tersebut akan dipergunakan oeh lessee umumnya untuk kepentingan bisnisnya. Barang
modal ini sangat bervariasi. Dapat misalnya berupa mesin-mesin, pesawat terbang,
peralatan kantor seperti komputer, mesin fotocopy, kendaraan bermotor dan
sebagainya.
3. Keterbatasan jangka waktu Salah satu unsur penting dari lembaga leasing adalah
adanya jangka waktu yang terbatas. Sehingga , apabila ada deal-deal yang tidak terbatas
jangka waktunya, ini belumlah di katakan leasing. Melainkan sewa menyewa biasa.
Biasanya dalam kontrak leasing ditentukan untuk berapa tahun leasing tersebut
dilakukan. Selanjutnya setelah jangka waktu tertentu tersebut berakhir, ditentukan pula
bagaimana status kepemilikan dari barang tersebut. Misalnya pada saat itu kepada
lessee diberikan “hak opsi” yakni pilihan apakah lessee akan membeli barang tersebut
pada harga yang terlebih dahulu disepakati bersama, atau lessee tetap menyewa,
ataupun mengembalikan barang kepada pihak lessor.
4. Pembayaran kembali secara berkala Karena lessor telah membayar lunas harga barang
modal kepada pihak penjual/supplier,maka adalah kewajiban lessee kemudian untuk
mengangsur pembayaran kembali harga barang modal kepada lessor. Besarnya dan
lamanya angsuran sesuai dengan angsuran pembayaran ini, maka leasing mirip dengan
suatu kredit bank, dengan barang itu sendiri sebagai agunannya.
5. Hak opsi untuk membeli barang modal.Hak opsi yang dimiliki oleh lessee untuk
membeli barang modal pada saat tertentu pada syarat tertentu pula, juga merupakan
salah satu unsur dari leasing. Artinya, di akhir masa leasing, diberikan hak (bukan
kewajiban) kepada lessee untuk apakah membeli barang modal tersebut dengan harga
yang bersangkutan. Sungguhpun diakui pula bahwa tidak semua jenis leasing

6
memberikan hak opsi ini. Karena ada juga jenis leasing yang sama sekali tidak
memberikan hak opsi tersebut kepada lessee, melainkan harus menyerahkan kembali
barang modal tersebut kepada pihak lessornya di akhir masa leasing. Tetapi ada juga
leasing yang justru memberi hak kepemilikan kepada pihak lessee diakhir masa leasing
tanpa perlu memberikan hak opsinya.
6. Nilai Sisa (Residu). Nilai sisa merupakan besarnya jumlah uang yang harus dibayar
kembali kepada lessor oleh lessee diakhir masa berlakunya leasing atau pada saat lessee
mempunyai hak opsi. Nilai sisa biasanya sudah terlebih dahulu ditentukan bersama
dalam kontrak leasing.
D. Dasar Hukum Leasing
Seperti yang kita ketahui pengaturan leasing dalam hal ini masih sangat sederhana, dan
pelaksanaan sehari-hari didasarkan kepada kebijaksanaan yang tidak bertentangan dengan
Surat Keputusan Menteri yang ada. Surat Keputusan Tiga Menteri Tahun 1974 mengenai
leasing Adalah peraturan pertama yang khusus dikeluarkan untuk itu. Surat Keputusan itu dan
lain -lain peraturan yang di keluarkan belakangan untuk mengatur perihal perjanjian-perjanjian
dan kegiatan leasing di Indonesia, terutama bersifat administratif dan obligatory atau bersifat
memaksa. Sumber hukum yang lebih luas dan mendalam yang melandasi dan mendasari
kegiatan leasing dewasa ini di Indonesia antara lain :
1. Umum (General)
a. Asas concordantie hukum berdasarkan pasal II aturan peralihan Undang-
Undang Dasar 1945 pasca amandemen atas hukum perdata yang berlaku
bagi penduduk eropa.
b. Pasal 1338 KUH Perdata mengenai asas kebebasan berkontrak serta asas-
asas persetujuan pada umumnya sebagaimana tercantum dalam bab I Buku
III KUH Perdata. Pasal ini memberikan kebebasan kepada semua pihak
untuk memilih isi pokok perjanjian mereka sepanjang hal ini tidak
bertentangan dengan Undang -Undang, kepentingan atau kebijaksanaan
umum.
c. Pasal 1548 sampai 1580 KUHPerdata (Buku III sampai dengan Buku IV),
yang berisikan ketentuan mengenai sewa-menyewasepanjang tidak ada
dilakukan penyimpangan oleh para pihak. Pasal ini membahas hak dan
kewajiban lessee.
2. Khusus
a. Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Keuangan, Menteri
Penindustrian dan Menteri Perdagangan No.
KEP.122/MK/IV/2/1974,No.32/M/SK/1974, No.30/KPB/1974
tertanggal 7 Pebruari 1974 tentang perizinan usaha leasing

7
b. Surat keputusan (SK) Menteri Keuangan RI No.
KEP/649/MK/IV/5/1974, tertanggal 6 Mei 1974 tentang perizinan
usaha keasing.
c. Surat keputusan Menteri keuangan RI No.KEP/649/MK/IV/5/1974,
tertanggal 6 Mei 1974 tentang penegasan ketentuan pajak penjualan
dan besarnya bea materi terhadap usaha leasing
d. Surat Edaran Direktorat Jendral Moneter No. PENG-307/DJM/IIL
7/7/1974 tertanggal 8 Juli 1974, tentang :Tata cara perizinan ,
Pembatasan usaha, Pembukaan, Tingkat suku bunga, Perpajakan,
Pengawasan dan Pembinaan
e. Surat Keputusan Menteri Perdagangan No.34/KP/II/B1980 tertanggal
1 Februari 1980, mengenai lisensi/perizinan untuk kegiatan usaha
sewa-beli (hire purchase), jual-beli dengan angsuran atau cicilan dan
sewa-menyewa.
f. Surat Edaran Dirjen Moneter dalam negeri No.SE.4835/1983 tanggal
31 Agustus 1983 tentang ketentuan perpanjangan izin usaha
perusahaan leasing dan perpanjangan penggunaan tenaga warga
negara asing pada perusahaan leasing.
g. Surat Edaran Dirjen Moneter dalam negeri No.SE.4835/1983 tanggal
1 September 1983 tentang tata cara dan prosedur pendirian kantor
cabang dan kantor perwakilan perusahaan leasing.
h. Surat Keputusan SK Menteri Keuangan RI No.S.742/MK.011/1984
tanggal 12 Juli 1984 mengenai PPh pasal 23 atas usaha financial
leasing.
i. Surat Edaran Direktur Jendral Pajak No.SE.28/PJ.22/1984 tanggal 26
Juli 1984 mengenai PPh pasal 23 atas usaha financial leasing.
j. Keputusan Menteri Keuangan RI No.1169/KMK.01/1991 tentang
kegiatan sewa guna usaha.
k. Surat Dit.Jen.Pajak No. D. 15.4/II/8/34-3/1976 tanggal 23 desember
1976 tentang ketentuan PPS dan PBDR.
l. Keputusan Menteri Keuangan RI No.448/KMK.017/2000 Tentang
Perusahaan Pembiayaan.
m. Peraturan Menteri Keuangan No 84/PMK.012/2006 Tentang
Perusahaan Pembiayaan. Peraturan Presiden No. 9 Tahun 2009
Tentang Lembaga Pembiayaan.

8
E. Tata Cara Dalam Leasing
Syarat-syarat bagi lessee untuk mendapatkan fasilitas sewa guna usaha atau
leasing adalah:
1. Akta pendirian perusahaan penyewa guna usaha beserta perubahannya.
2. Surat pengesahan pendirian perusahaan dari Departemen Kehakiman Hak
Asasi Manusia dan Berita Negara.
3. Surat Ijin Usaha Perusahaan (SIUP)
4. Tanda Daftar Perusahaan (TDP)
5. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
6. Laporan Keuangan 3 Tahun terakhir.
7. Bank statement account untuk 3 bulan terakhir.
8. Profesional background dari direksi dan/atau komisaris.
9. Struktur organisasi perusahaan penyewa guna usaha.
10. Data lain yang diminta kemudian jika diperlukan.

Dalam melakukan perjanjian leasing terdapat prosedur dan mekanisme yang harus
dijalankan yang secara garis besar dapat diuraikan sebaga berikut:

1. Lesse bebas memilih dan menentukan peralatan yang dibutuhkan, mengadakan


penawaran harga dan menunjuk supplier peralatan yang dimaksudkan.
2. Setelah lesse mengisi formulir permohonan lease, maka dikirimkan kepada
lessor disertai dokumen lengkap.
3. Lessor mengevakuasi kelayakan kredit dan memutuskan untuk memberikan
fasilitas lease dengan syarat dan kondisi yang disetujui lesse (lama kontrak
pembayaran sew lease), setelah ini maka kontrak lease dapat ditandatangani.
4. Pada yang sama, lesse dapat menandatangani kontrak asuransi untuk peralatan
yang dilease dengan perusahaan asuransi yang disetujui lessor, seperti yang
tercantum dalam kontrak lease. Antara lessor dan perusahaan asuransi terjalin
perjanjian kontrak utama. Kontrak pembelian peralatan akan ditandatangani
lessor dengan supplier peralatan tersebut.
5. Supplier dapat mengirimkan peralatan yang dilease ke lokasi lesse. Untuk
mempertahankan dan memelihara kondisi peralatan tersebut, supplier akan
menandatangani perjanjian purna jual.
6. Lessee menandatangani tanda terima peralatan dan menyerahkan kepada
supplier.
7. Supplier menyerahkan tanda terima (yang diterima dari lesse), bukti pemilikan
dan pemindahan pemilikan kepada supplier.
8. Lessor membayar harga peralatan yang dilease kepada supplier.

9
9. Lesse membayar sewa lease secara periodik sesuai dengan jadwal pembayaran
yang telah ditentukan dalam kontrak lease. Perjanjian yang dibuat antara lessor
dengan lessee disebut lease agrement, dimana didalam perjanjian tersebut
memuat kontrak kerja bersyarat antara kedua belah pihak. Isi kontrak yang
dibuat secara umum memuat antara lain ;
a. Nama dan alamat lease
b. Jenis barang modal yang diinginkan
c. Jenis atau jumlah barang yang dileasekan
d. Syarat-syarat pembayaran
e. Syarat kepemilikan atau syarat lainnya
f. Biaya-biaya yang dikenakan
g. Sangsi-sangsi apabila lesse ingkar janji

Setiap fasilitas leasing yang diberikan oleh perusahaan leasing kepada pemohon (Lessee) akan
dikenakan berbagai macam biaya yang dibebankan terhadap lesse tidaklah sama. Tentunya syarat-
syarat yang telah ditentukan di atas haruslah dilakukan secara konsekwen sehinga meminimalisisr
terjadinya masalah terkait dengan perjanjian itu kedepannya seperti pembayaran yang macet
maupun hal lain yang tidak diinginkan.

10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bentuk perjanjian leasing adalah tertulis dan bersifat baku atau standar artinya hanya
salah satu pihak saja yang membuat perjanjian sedangkan pihak lain hanya menyetujui atau
tidak menyetujui kontrak yang dibuat. Pengikatan setiap perjanjian dapat berbentuk akta
dibawahtangan, perjanjian dengan saksi notaris, maupun dibuat dengan akta notaris.
Penerapan asas keseimbangan (Proporsionalitas) dalam perjanjian leasing lebih
diartikan bahwa para pihak yang membuat perjanjian leasing yaitu lessor dan lessee harus
mengetahui, dan memahami kedudukannya serta melaksanakan hak dan kewajibannya
sebagaimana yang telah diatur dan tertulis dalam kontrak sewa guna usaha/leasing tersebut.
Penerapan Prinsip itikhad yang baik dalam perjanjian leasing dapat diartikan bahwa
para pihak yang membuat perjanjian melaksanakan dengan penuh kejujuran dan tetap
berpegangteguh serta melaksanakan setiap pasal-pasal yang terdapat di dalam kontrak terutama
yang berkaitan dengan hak dan kewajiban para pihak. Terutama di dalam perjanjian leasing
pihak lessor dan lessee harus menjalankan hak dan kewajiban yang telah diatur di dalam
kontrak dengan konsekwen dan jujur sehingga tidak ada yang merasa dirugikan.
Secara umum penyelesaian sengketa yang ditempuh oleh para pihak dalam perjanjian
leasing adalah secara nonlitigasi, jika kemudian tidak dapat diselesaikan dengan cara
nonlitigasi, maka para pihak akan menempuh penyelesaian sengketa secara litigasi atau melalui
pengadilan yang berwenang untuk itu.
B. Saran
Perkembangan kelembagaan leasing dari tahun 1973 sampai sekarang belum memadai.
Karena banyak pergesaran-pergesaran atau perubahan yang sosok kelembagaanya yang kurang
memberikan kontribusi yang baik bagi pengusaha-pengusaha. Pemerintah harus lebih giat
mensosialisasi setiap perubahan peraturan yang dibuat, khususnya dalam hal perusahaan
pembiayaan infrastruktur karena pada kenyataanya masyarakat masih banyak yang kurang
mengetahui tentang peraturan mengenai Lembaga Pembiayaan. Dengan hal ini pada masa
mendatang perlu dipikirkan pembentukan peraturan perundang-undangan yang khusus
mengatur tentang leasing. Jadi, dengan adanya undang-undang tersebut akan menjamin
kepastian hukum para pihak dalam melakukan kontrak berdasarkan prinsip leasing

11
DAFTAR PUSTAKA

Achmad Anwari, 1987, Leasing Di Indonesia, Jakarta Timur: Ghalia Indonesia, hal.14

Budi Rachmat 2002, Multi Finance:Sewa guna usaha, Anjak piutang, Pembiayaan Konsumen,Jakarta:

Cv Novindo Pustaka Mandiri. hal 52

Soerjono Soekanto, 1988, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: Sinar Grafika.

12

Anda mungkin juga menyukai