Anda di halaman 1dari 30

MANAJEMEN PAJAK DAN PEMILIHAN BENTUK BADAN USAHA

Makalah ini dibuat untuk memenuhi nilai tugas dalam mata kuliah Manajemen
Pajak

Disusun Oleh:
Ahmad Faiz (NPM: 123012001004)
Daniel Alusinsing (NPM: 123012001025)
Erin (NPM: 123012001038)
Tjie Hendra (NPM: 123012001091)

Dosen Pengampu:
Dr. Yosef Agus, SE., MM.

MAGISTER AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA
2021
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang telah memberikan nikmat
sehat kepada penulis sehingga penulis mampu melaksanakan tugas kuliah dalam
pembelajaran dengan lancar dan sukses tanpa ada kendala yang mempersulit
kelancaran proses pembelajaran.
Shalawat serta salam penulis limpahkan kepada Nabi Muhammad Shallallahu
‘Alaihi Wasallam yang telah membawa risalah Ilahi dengan kalimat-kalimat-Nya
sehingga membawa perubahan zaman semakin lebih terang benderang hingga saat
kini. semoga mendapatkan menjadi umat yang taat dan mendapatkan syafa’at di
yaumul akhir kelak. Aamiin
Salam dan hormat penulis limpahkan kepada Dosen Pengampuh dalam
pembelajaran mata kuliah “Manajemen Pajak” yakni Bapak Dr. Yosef Agus, SE.,
MM. Semoga ilmu yang diberkan bermanfaat dan berguna dalam kehidupan dan
penerapannya secara akademik serta praktisi.
Akhir kata penulis menyadari bahwasanya masih terdapat kekurangan dalam
penyusunan ini terdapat berbagai literature sebagai refrensi penulisan serta jauh
dalam kata sempurna maka silakan atas saran dan kritiknya dan mohon dibukakan
maaf bila terdapat kesalahan dan kekhilafan. Atas perhatiannya penulis ucapkan
terima kasih.

Jakarta, 22 September 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................ ii


DAFTAR ISI ...................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ................................................................................ 1
1.2. Perumusan Masalah ........................................................................ 3
1.3. Tujuan ............................................................................................ 3
1.4. Manfaat........................................................................................... 4
BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................... 5
2.1. Pajak dan Pengambilan Keputusan .................................................. 5
2.2. Petunjuk Pelaksanaan Perencanaan Pajak ........................................ 7
2.3 Pemilihan Bentuk Badan Usaha dalam Manajemen Pajak ............. 17
BAB III STUDI KASUS .................................................................................. 20
3.1 Kasus Penggelapan Pajak Pt. Indosat Multi Media (Im3) ........ Error!
Bookmark not defined.
BAB IV PENUTUP ........................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 27

iii
1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Dari segi ekonomi, pajak merupakan pemindahan sumber daya dari
sektor privat (perusahaan) ke sektor publik. Pemindahan sumber daya
tersebut akan mempengaruhi daya beli atau kemampuan belanja dari sektor
privat (perusahaan). Agar tidak terjadi gangguan yang serius terhadap
jalannya perusahaan, maka pemenuhan kewajiban perpajakan harus dikelola
dengan baik. Dalam praktik bisnis, keputusan yang diambil pengusaha akan
dipengaruhi oleh pajak baik secara langsung maupun tidak langsung.
Keputusan bisnis yang baik sebaiknya mempertimbangkan hubungan bisnis
dengan pajak.
Keputusan bisnis yang akan diambil oleh pengusaha tidak dapat
dipisahkan dari risiko yang harus dipikul ketika hendak melakukan investasi,
pengusaha harus memperhitungkan penghasilan setelah pajak atas investasi
yang dilakukannya. Salah satu risiko ini adalah pengenaan pajak yang tiba-
tiba muncul akibat adanya koreksi-koreksi yang dilakukan pada saat
pemeriksaan. Pada umumnya, dalam pengambilan keputusan bisnis,
pengusaha akan mempertimbangkan pembayaran pajak, sehingga pengusaha
mengidentifikasikan pembayaran pajak sebagai beban yang mengurangi laba
perusahaan. Oleh karena itu, pengusaha akan berusaha mengurangi atau
meminimalkan beban pajak guna mengoptimalkan laba.
Dalam rangka meningkatkan efisiensi dan daya saing perusahaan
maka pengusaha atau khususnya manajer wajib menekan biaya seoptimal
demikian pula dengan dengan kewajiban membayar pajak karena biaya pajak
akan menurunkan after tax profit, rate of return, dan cash flow.
Meminimalkan beban pajak dapat dilakukan dengan berbagai cara,
mulai dari yang masih berada dalam bingkai peraturan perpajakan sampai
dengan yang melanggar peraturan perpajakan. Upaya meminimalkan pajak
secara eufimisme sering disebut dengan perencanaan pajak (tax planning)
2

atau tax sheltering. Umumnya, perencanaan pajak merujuk kepada proses


merekayasa usaha dan transaksi Wajib Pajak supaya utang pajak berada
dalam jumlah minimal tetapi masih dalam bingkai peraturan perpajakan.
Pengelolaan kewajiban pajak sering diasosiasikan dengan suatu elemen
dalam manajemen dalam perusahaan yang disebut dengan tax management.
Secara garis besar, perencanaan pajak (tax planning) adalah proses
mengorganisasi usaha wajib pajak atau kelompok wajib pajak sedemikian
rupa sehingga utang pajaknya, baik pajak penghasilan maupun pajak-pajak
lainnya, berada dalam posisi yang paling minimal, sepanjang hal ini
dimungkinkan baik oleh ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan maupun secara komersial (Zain, 2007: 43).
Perencanaan pajak adalah langkah awal dalam manajemen pajak. Pada
tahap ini dilakukan pengumpulan dan penelitian terhadap peraturan
perpajakan agar dapat diseleksi jenis tindakan penghematan pajak yang
dilakukan. Pada umumnya penekanan perencanaan pajak adalah untuk
meminimumkan kewajiban pajak. Hal ini dapat dilihat dari dua definisi
perencanaan pajak (tax planning) dibawah ini:
a. Tax Planning is the systematic analysis of deferring tax options aimed
at the minimization of tax liability in current and future tax periods
(Crumbley D. Larry, Friedman Jack P., Anders Susan B.:1994). Tax
planning is arrangements of a person’s business and/or private affairs
in order to minimize tax liability (Lyons Susan M.:1996). Dengan
demikian tujuan perencanaan pajak adalah merekayasa agar beban
pajak dapat ditekan serendah mungkin dengan memanfatkan peraturan
yang ada. Namun perencanaan pajak ini sering dikonotasikan secara
negatif sebagai upaya dari Wajib Pajak dalam merekayasa usaha dan
transaksi yang ditujukan agar utang pajak berada dalam jumlah yang
seminimal mungkin, padahal sebenarnya perencanaan pajak
merupakan cara untuk melakukan pemenuhan kewajiban perpajakan
yang optimal dengan tidak melanggar aturan perpajakan. Optimal di
sini diartikan bahwa Wajib Pajak membayar pajaknya, tetapi tidak
3

melebihi jumlah yang seharusnya dibayar. Sebagai seorang pengusaha


dalam pengambilan keputusan bisnis tentu akan berusaha untuk
meminimalkan beban pajak yang harus dibayarkannya dengan
melakukan perencanaan pajak (tax planning) dan pemilihan bentuk
badan usaha.
b. Bentuk badan usaha dapat ditentukan pada awal berdirinya perusahaan
atau dapat juga ketika perusahaan tersebut telah berkembang pesat.
Sehingga pengusaha perlu mempertimbangkan bentuk usaha mana
yang dapat menguntungkan baginya baik dari segi laba maupun biaya
yang dikeluarkan.
Sistem perpajakan di hampir semua negara mempunyai perlakuan
yang berbeda atas kewajiban perpajakannya tergantung dari bentuk usaha
Wajib Pajak, apakah perorangan, persekutuan(partnership), perseroan atau
bentuk usaha lainnya, yang pada akhirnya akan mempengaruhi kewajiban
perpajakannya. Menurut Erly Suandy (2008:15) masing-masing bentuk
badan Wajib Pajak akan memperoleh perlakuan yang berbeda mulai dari
beban pajak, pengurangan-pengurangan yang diberikan, maupun tarif yang
dikenakan.

1.2. Perumusan Masalah


1. Bagaimana dalam pengambilan keputusan untuk memilih bentuk
usaha?
2. Bagaimana manajemen pajak dalam mengambil keputusan?

1.3. Tujuan
1. Untuk mengetahui dan memahami pengambilan keputusan untuk
memilih bentuk usaha.
2. Untuk mengetahui dan memahami manajemen pajak dalam mengambil
keputusan.
4

1.4. Manfaat
1. Akademik
Untuk memberikan informasi dan menambahkan wawasan khazanah
ilmu pengetahuan secara jelas dan nyata sehingga menghadirkan
manfaat bagi mahasiswa/i serta para penggarap ilmu pengetahuan yang
dapat menambahkan kualitas jati diri.
2. Khalayak Umum
Untuk memberikan informasi dan menambahkan wawasan khazanah
ilmu pengetahuan kepada masyarakat luas secara umum sehingga ilmu
pengetahuan tersebut dapat diterapkan dalam ruang lingkup kerja
maupun secara praktisi.
5

BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pajak dan Pengambilan Keputusan


Bagi manajer, tugas pengambilan keputusan dan pemecahan masalah
merupakan bagian penting dari pekerjaannya. Berapa besar pajak yang harus
dibayar bagaimana caranya agar pembayaran tersebut efisien, bagaimana cara
melakukan penghindaran pajak yang tidak melanggar ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan, bagaimana hasil penghematan pajak
digunakan dan untuk keperluan apa, merupakan masalah-masalah yang harus
diputuskan oleh seorag manajer. Keputusan manajer tersebut akan
memberikan kerangka bagi anggota lainnya dalam organisasi itu untuk
bertindak.
Pada hakikatnya, pengambilan keputusan merupakan proses
mengevaluasi beberapa alternatif yang tersedia. Ditinjau dari segi perpajakan
alternatif tersebut, pada umumnya menyangkut masalah keuntungan dan
biaya, dan oleh karena itu pemilihan alternatif jatuh kepada alternatif yang
menyajikan keuntungan yang terbesar. Sebagian besar dari tindakan yang
diambil dalam rangka perpajakan dapat dikatagorikan sebagai keuntungan
pajak (tax benefit) atau biaya pajak (tax cost). Oleh sebab itu, seorang
pengambil keputusan hendaknya mampu mengidentifikasi konsekuensi
potensi pajak yang terkait dengan alternatif-alternatif yang sedang
dipertimbangkan tersebut dan hal ini tidak berarti bahwa alternatif yang
dipilih adalah alternatif yang beban pajaknya paling efesien yang harus
dibayar, akan tetapi lebih cenderung bagaimana memaksimalkan penghasilan
setelah pajak (after tax profit).
Perbedaan ini adalah penting, sebab para pengambil
keputusan hendaknya merumuskan masalah yang menyangkut biaya setelah
pajak (after-tax cost) dan keuntungan setelah pajak (after-tax profit) secara
bersamaan tanpa mengabaikan masalah kepatuhan memenuhi kewajiban
perpajakan.
6

Beberapa contoh yang menyangkut pajak dikaitkan dengan


pengambilan keputusan tersebut dapat terlihat pada beberapa illustrasi berikut
ini:
1. Pemberian dalam bentuk natura dan kenikmatan
Sebagai ilustrasi, biaya penggantian atau imbalan sehubungan
dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura
dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dan minuman bagi
seluruh pegawai sebesar Rp.300.000.000,- (tiga ratus juta)
setahun, merupakan biaya fiscal yang tidak dapat dikurangkan
dari penghasilannya. Aspek pajak yang muncul akibat koreksi
fiskal terhadap pemberian dalam bentuk natura dan kenikmatan
tersebut, harus diperhitungkan oleh perusahaan, yang dapat
terlihat dari tampilan di bawah ini:

Perhitungan Perhitungan Koreksi


Uraian Komersial Fiskal Fiscal
(Rp) (Rp) (Rp)
Penghasilan 52.000.000.000,00 52.000.000.000,00
Biaya 30.000.000.000 27.000.000.000,00 3.000.000.000,00
(komersial
termasuk
biaya natura &
Kenikmatan)
Penghasilan 22.000.000.000,00
sebelum Pajak 5.500.000.000,00 25.000.000.000.00 3.000.000.000,00
Pajak
Penghasilan 6.250.000.000.00 750.000.000,00
(Badan)
Penghasilan 16.500.000.000,00
setelah Pajak 750.000.000,00 18.750.000.000,00
Koreksi PPh _____________
Koreksi Biaya 15.750.000.000,00 3.000.000.000,00
Penghasilan
setelah 15.750.000.000,00
Pajak setelah
koreksi fiskal
7

Apabila pengambil keputusan tidak memperhatikan kemungkinan


adanya koreksi fiskal atas perhitungan yang dilakukan oleh wajib
pajak sendiri dan hanya memperhitungkan penghasilan setelah
pajak secara komersiil, maka jelas terlihat bahwa perkiraan
pengambil keputusan terhadap penghasilan setelah pajak akan
keliru (Rp. 157.500.000,00) dan pada akhirnya berpengaruh pula
terhadap kegiatan termasuk perencanaan investasi dan pembagian
labanya.

2.2. Petunjuk Pelaksanaan Perencanaan Pajak


1. Umum
Perhitungan pajak terutang (final) merupakan fungsi dari 3 (tiga) variabel
yaitu:
a. Variabel ketentuan peraturan perundang-undangan pajak (tax law);
b. Variabel fakta; dan
c. Variabel proses administrasi dan kadang-kadang juga proses
pengadilan.
Dari ketiga variabel tersebut, sedikit sekali perhatian terhadap peranan
kritis dari suatu fakta dan betapa pentingnys peranan suatu fakta dalam
menentukan setiap sen utang pajak. Hal itu terbukti dari kenyataan bahwa
fakta adalah salah satu variabel yang setiap orang dapat berbuat sesuatu
terhadapnya, berbeda dengan Undang-Undang Pajak yang merupakan
variabel yang sudah pasti setiap orang atau badan harus mematuhinya
sesuai dengan ketentuan yang terdapat di dalamnya. Apabila seseorang
tidak puas, baik terhadap Undang-undang Pajak maupun terhadap
administrasi dan proses pengadilan, maka relatif sedikit sekali yang dapat
diperbuat seseorang untuk memenuhi tuntutan ketidakpuasannya
tersebut.
Pada umumnya fakta dapat dimodifikasi, dan apabila orang atau badan
tersebut bijaksana untuk dapat mengerti kapan dan bagaimana
memodifikasi fakta, hal ini berarti bahwa orang atau badan tersebut akan
8

dapat mengefisienkan pembayaran pajak yang cukup berarti, melalui


beberapa alternative-alternatif penstrukturan lebih dulu fakta tersebut.

2. Prinsip Taxable (Dapat Dipajaki) dan Deductible (Dapat Dikurangi)


Prinsip taxable dan deductible merupakan prinsip yang lazim dipakai
dalam perencanaan pajak, yang pada umumnya mengubah biaya yang
tidak boleh dikurangkan menjadi biaya yang boleh dikurangkan atau
sebaliknya mengubah penghasilan yang merupakan objek pajak menjadi
penghasilan yang tidak objek pajak, dengan konsekuensi terjadinya
perubahan pajak terutang akibat pengubahan tersebut. Dalam hal ini
tentunya harus dipertimbangkan mana yang lebih menguntungkan
perusahaan, apakah perubahan jumlah pajak terutang akan menjadi lebih
besar atau lebih kecil atau sama dengan jumlah pajak terutang akibat
koreksi fiskal, apabila tidak dilakukan pengubahan tersebut. Sebagai
ilustrasi pemberian natura dan kenikmatan dalam bentuk natura dan
kenikmatan kepada para pegawai, berdasarkan pasal 4 ayat (3) huruf d
Undang-undang Pajak Penghasilan, bukan merupakan objek pajak
(penghasilan), sehingga tidak dipajaki atas penghasilan tersebut.
Sebaliknya dari sudut pandangan perusahaan yang mengeluarkan biaya
tersebut, secara komersial merupakan baya yang dapat dikurangkan dari
penghasilan perusahaan, tetapi berdasarkan pasal 9 ayat (1) huruf e
Undang-undang Pajak Penghasilan merupakan biaya yang tidak boleh
dikurangkan.
Apabila pemberian dalam bentuk natura dan kenikmatan, seperti dokter
dan obat misalnya, diubah menjadi tunjangan kesehatan, maka
berdasarkan pasal 4 ayat (1) huruf a Undang-undang Pajak Penghasilan,
tunjangan kesehatan yang diberikan dalam bentuk uang tersebut
merupakan penghasilan yang akan dipajaki, dan dilain pihak
berdasarkan pasal 6 ayat (1) huruf a biaya tunjangan kesehatan tersebut
dapat dikurangkan dari penghasilan brutto perusahaan.
9

a. Sebagai ilustrasi, dalam rangka pemeliharaan kesehatan para


pegawai harian lepas atau tetap yang bekerja di pabrik yang
berjumlah 1000 (seribu) orang, Perusahaan A menyediakan dokter
dan pemberian obat-obatan dengan cuma-cuma untuk seluruh
pegawainya, termasuk ongkos melahirkan berjumlah Rp.
180.000.000,- (seratus delapan puluh juta Rupiah) setahun atau
rata-rata biaya untuk pemeliharaan kesehatan setiap pegawai setap
bulannya berjumlah Rp 15.000.000,- (lima belas juta Rupiah).
b. Oleh karena biaya tersebut merupakan biaya fiskal yang tidak
boleh dikurangkan, maka akibat koreksi fiskal yang dilakukan oleh
Direktorat Jenderal Pajak, akan ada tambahan pajak sebesar: 25%
X Rp 180.000.000,00 = Rp 45.000.000,-.
c. Untuk menghindari koreksi fiskal tersebut, penyediaan dokter dan
pemberian obat dengan cuma-cuma tersebut, diganti dengan
tunjangan kesehatan yang merupakan penghasilan pegawai yang
besangkutan yang akan dipajaki (taxable), serta di lain pihak, bagi
Perusahaan A jumlah Rp. 180.000.000,- (seratus delapan puluh juta
Rupiah) tersebut merupakan biaya yang boleh dikurangkan
(deductible).

3. Formula Umum Perhitungan Pajak Penghasilan


Dalam rangka mendesain suatu perencanaan pajak, ada beberapa alternatif
pendekatan sistematis yang dapat dilakukan, tetapi kesemuanya itu
bertolak dari formula perhitungan pajaknya, seperti misalnya formula
umum perhitungan pajak penghasilan.
Oleh karena sasarannya adalah mengefisienkan beban pajak (pajak
terutang) yang berada pada lapisan bawah dari perhitungan tersebut, maka
secara aritmatika untuk memperoleh lapisan bawah yang minimal
tersebut, pengaturan harus dilakukan dengan melibatkan semua
komponen yang di atasnya secara maksimal, sehingga dengan demikian
perencanaan pajak mencakup hal-hal seperti meminimalkan tarif pajak
10

dan memaksimalkan biaya fiskal yang dapat dikurangkan serta


memaksimalkan penghasilan yang ditangguhkan atau dikecualikan dari
pengenaan pajak.
Komponen-komponen dari formula umum tersebut kita sebut sebagai
“variabel-variabel” perencanaan pajak dan hampir seluruh komponen-
komponen yang terdapat pada nomor genap formula tesebut merupakan
“variabel kritis (critical variables)” yang akan diolah dalam perencanaan
pajak.
Formula umum perhitungan pajak penghasilan seperti tampil pada tabel
sebagai berikut:
1. Jumlah seluruh penghasilan Pasal 4 ayat (1)
2. (-) Penghasilan tidak objek Pajak
Pasal 4 ayat (3)
Penghasilan
3. (=) Penghasilan Brutto (1-2)
4. (-) Biaya Fiskal boleh dikurangkan
Pasal 6 ayat (1)
Koreksi : Biaya fiscal tidak boleh Pasal 11
dikurangkan
Pasal 11 A
9 ayat (1)
Dan ayat (2)
5. (=) Penghasilan Neto (3-4)
6. (-) Kompensasi Kerugian
Pasal 6 ayat (2)
7. (-) Penghasilan Tidak Kena Pajak(WP
orang pribadi) Pasal 7 ayat (1)
8. (=) Penghasilan Kena Pajak (5-6-7)
9. (X) Tarif
Pasal 17
10. (=) Pajak Penghasilan yang terutang (8x9)
11. (-) Kredit Pajak
Pasal 21 (WP orang pribadi)
Pasal 22,23 24, 25)
12. (=) Pajak Penghasilan Kurang (10-11)
Bayar/Lebih Bayar/Nihil
Pasal 28,28a,29
Bayar
11

4. Variabel kritis (critical Variables)


Untuk membantu pengolahan “variabel kritis” tersebut ada beberapa
petunjuk yang dapat digunakan antara lain:
a. Usahkan agar terdapat penghasilan yang stabil untuk menghindarkan
pengenaan pajak dari kelas penghasilan yang tarifnya tinggi (top rate
brackets).
b. Percepat atau tunda beberapa penghasilan dan biaya-biaya untuk
memperoleh keuntungan dari kemungkinan perubahan tariff pajak
yag tinggi atau rendah, seperti penangguhan pengenaan PPN, PPN
yang ditanggung oleh pemerintah dan seterusnya.
c. Sebarkan penghasilan menjadi penghasilan dari beberapa wajib
pajak, seperti pembentukan grup-grup perusahaan.
d. Sebarkan penghasilan menjadi penghasilan beberapa tahun untuk
mencegah penghasilan tersebut termasuk dalam kelas penghasilan
yang tarifnya tinggi dan tunda pembayaran pajaknya, seperti
penjualan cicilan, kredit, dan seterusnya.
e. Transformasikan penghasilan biasa menjadi “capital gain” jangka
panjang.
f. Ambil keuntungan sebesar-besarnya dari ketentuan-ketentuan
mengenai pengecualian dan potongan-potongan.
g. Pergunakan uang dari hasil pembebasan pengenaan pajak untuk
keperluan perluasan perusahaan yang mendapatkan kemudahan-
kemudahan.
h. Pilihlah bentuk usaha yang terbaik untuk opersional usahanya.
i. Dirikanlah perusahaan dalam satu jalur usaha sedemikian rupa,
sehingga dapat diatur secara keseluruhan penggunaan tariff pajak,
potensi menghasilkan, kerugian-kerugian dan asset yang dihapus.
Petunjuk-petunjuk ini hanyalah merupakan pengantar saja tentang ide-ide
dan teknik-teknik perencanaan pajak, begitu juga interaksi dengan
undang-undang pajak yang menyangkut pokok-pokok umum pendekatan
12

internal dan alternatif-alternatif yang dapat mengarahkan


pada meminimalkan beban pajak.
Keahlian dalam bidang perencanaan pajak hanya akan didapat dengan
cara berkesinambungan mendalami dan mempelajari masalah-
masalahnya serta berkesinambungan melakukan penelitian-penelitian,
karena perencanaan pajak itu sendiri pada hakikatnya merupakan hasil
penelitian yang didesain untuk suatu kejadian atau transaksi-transaksi
yang akan tejadi. Perencanaan pajak meliputi penstrukturan fakta yang
harus dilakukan secara berhati-hati sebelum peristiwanya terjadi.
Oleh karena itu, langkah pertama yang harus diambil adalah mempelajari
apa sesungguhnya yang menjadi permasalahannya. Mungkin saja ada
keinginan untuk mencapai tujuan perusahaan dengan pengeluaran pajak
yang paling minimal atau berupa keuntungan bebas pajak melalui
tindakan-tindakan atau persyaratan tertentu. Sekali sudah ditentukan
masalahnya hendaknya, hendaknya diusahakan agar diperoleh data
sebanyak mungkin berkenaan dengan permasalahan tersebut untuk
selanjutnya diteliti fakta-fakta yang relevan, kemudian fakta apa yang
harus diperoleh lagi atau asumsi-asumsi yang harus disusun dan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan mana yang sesuai
dengan situasi yang semacam itu.

5. Faktor Pajak
Faktor pajak yang terlibat dalam setiap situasi sangat terbatas sekali dan
apabila misalnya diinginkan suatu beban pajak penghasilan yang efisien,
maka harus:
a. Usahakan penghasilan tersebut tidak termasuk pengertian
penghasilan yang dikenakan pajak penghasilan atau penghasilan
yang kena pajak diganti dengan penghasilan yang tidak kena pajak
atau pengenaan pajaknya ditangguhkan.
13

b. Tingkatkan biaya-biaya yang dapat dikurangkan atau biaya tertentu


yang tidak dapat dikurangkan dari penghasilan kena pajak dikurangi
dan dialihkan ke biaya-biaya yang dapat dikurangkan.
c. Perpanjang jangka waktu pengenaan pajak atas penghasilan atau
perpendek jangka waktu biaya-biaya yang dapat dikurangkan.
d. Pertimbangkan antara naiknya penghasilan dengan beban pajak yang
meningkat, atau naiknya biaya tertentu dengan berkurangnya beban
pajak, dan hasil akhir (netto) harus memperbesar laba setelah pajak
penghasilan.

6. Memaksimalkan Pengecualian-pengecualian (Maximizing Exclusions)


Pengalihan penanaman dalam surat-surat berharga ke dalam deposito
berjangka. Oleh karena dividen merupakan penghasilan yang dapat
dikenakan pajak, sedangkan bunga deposito ditangguhkan pengenaan
pajaknya, maka dengan pemindahan tersebut penghasilan kena pajaknya
menurun, yang dengan sendirinya akan menurunkan pula beban pajaknya
dengan catatan bahwa harus pula dilihat mana di antara kedua penanaman
tersebut yang lebih menguntungkan dengan cara membandingkan
penghasilan setelah dikurangi pajak penghasilan, masing-masing cara
tersebut.

7. Tari Pajak
Pertimbangan tarif marginal merupakan hal yang penting dalam
menentukan alternatif-altrnatif yang membawa dampak adanya kenaikan
penghasilan kena pajak. Apabila beban pajak tersebut dilihat secara
keseluruhan, maka pertimbangan tarif rata-rata lebih memuaskan dari
pada pertimbangan tarif marginal.

8. Pemecahan Satu Perusahaan Menjadi Beberapa perusahaan


Kesimpulan lain yang dapat ditarik dari tampilan tersebut bahwa makin
tinggi penghasilan kena pajak, maka tarif rata-ratanya makin mendekati
14

tarif marjinalnya dan hal ini berarti pula bahwa tarif tersebut akan lebih
menyempitkan rangsangan untuk membagi perusahaan ke dalam
perusahaan-perusahaan yang lebih kecil guna meminimalkan beban
pajaknya.

9. Memaksimalkan Pengurangan (Maximizing Deductions)


Pengalihan pemberian dalam bentuk natura ke bentuk tunjangan-
tunjangan yang dapat dikurangkan sebagai biaya sesuai prinsip dapat
dipajaki (taxable) dan dapat dikurangkan (deductible) yang dianut
ketentuan peraturan perudang-undangan perpajakan. Di samping petunjuk
pelaksanaan perencanaan pajak seperti telah diuraikan di atas,
akan diuraikan pula tahapan dalam membuat perencanaan pajak.
Dalam arus globalisasi dan tingkat persaingan yang semakin tinggi,
seorang manajer dalam membuat suatu perencanaan pajak harus
memperhitungkan adanya kegiatan yang bersifat local maupun
internasional. Agar perencanaan pajak dapat berhasil sesuai dengan yang
diharapkan maka rencana itu seharusnya dilakukan melalui berbagai
urutan tahapan dalam membuat perencanaan pajak.
Adapun Tahapan Dalam Membuat Perencanaan Pajak sebagai berikut:
a. Menganalisis informasi yang ada;
b. Membuat satu model atau lebih rencana kemungkinan besarnya
pajak;
c. Mengevaluasi pelaksanaan rencana pajak;
d. Mencari kelemahan dan kemudian memperbaiki kembali rencana
pajak; dan
e. Memutakhirkan rencana pajak.

10. Menganalisis Informasi (Basis Data) Yang Ada


Tahap pertama dari proses pembuatan perencanaan pajak adalah
menganalisis komponen yang berbeda pengakuannya antara komersial
dan fiskus atau komponen pajak yang berbeda dalam suatu proyek dan
15

menghitung seakurat mungkin beban pajak yang harus ditanggung


perusahaan.
Analisis ini dilakukan dengan mempertimbangkan masing-masing elemen
pajak, baik secara sendiri-sendiri maupun total pajak yang nantinya akan
dirumuskan sebagai perencanaan pajak yang paling effisien.
Data base yang harus dianalisis antara lain meliputi:
a. Apakah terdapat kejanggalan atau komponen-komponen yang
berbeda:
i. Dalam pembayaran dan pelaporan pajak bulanan PPh pasal 21,
PPh Badan dan PPN.
ii. Dalam pemotongan dan pelaporan pajak bulanan (PPh pasal
23/26), PPh pasal 4 ayat (2).
iii. Dalam SPT tahunan PPh pasal 21 dan PPh badan, dengan
senantiasa mengkaitkannya atau merekonsiliasikannya dengan
pembukuan perusahaan

Tahapan Pertama
Analisis implikasi fiscal atas suatu proyek yang sedang ditangani atau
yang akan datang.
Penting juga untuk memperhitungkan kemungkinan besarnya penghasilan
dari suatu proyek yang mungkin terjadi. Oleh karena itu seorang manajer
perpajakan harus memperhatikan factor-faktor baik internal maupun
eksternal, yaitu:
1. Fakta yang relevan;
2. Faktor pajak; dan
3. Faktor non pajak lainnya.

Tahapan Kedua
Setelah melakukan tahapan awal, harus dibuat beberapa model
perencanaan pajak yang akan dilakukan. Pembuatan model-model
perncanaan pajak tersebut dimaksudkan sebagai alternatif untuk
16

menentukan tax plan mana yang applicable dan paling efisien dan efektif
untuk diimplementasikan. Contoh:
Pemilihan Bentuk Usaha
Pada saat seorang investor akan memulai suatu usaha, dia akan
memilih bentuk usaha apa saja yang bisa memberikan hasil akhir
(net profit after tax) yang lebih besar buat dia, apakah perseroan
terbatas (PT), usaha perorangan atau firma /CV.
Bagi badan usaha yang merupakan perusahaan multinasional,
treaty shopping dapat dilakukan oleh para pengusaha dengan
memanfaatkan tarif pajak dan fasilitas perpajakan yang
terdapat dalam berbagai tax treaty yang telah disetujui masing-
masing Kepala Negara, yang lebih menguntungkan mereka.

Tahapan Ketiga
Tahap evaluasi yang sekaligus merupakan tahap pengendalian pajak ini
merupakan langkah akhir dalam manajemen pajak.
Pengendalian pajak bertujuan untuk memastikan bahwa kewajiban pajak
telah dilaksanakan sesuai dengan yang telah direncanakan dan telah
memenuhi persyaratan formal maupun material, Pengendalian pajak dapat
dilakukan melalui penelaahan pajak (tax review).
Dengan memperhatikan contoh di atas, pengendalian pajak dapat
dilakukan sebagai berikut:
1. Melakukan review atas perkreditan Pajak Masukan, apakah Faktur
Pajak yang diterima memenuhi syarat sebagai Faktu Pajak Standar.
2. Melakukan review apakah Faktur Pajak telah dibuat dan dilaporkan
tepat waktu.
3. Melakukan review apakah retur yang telah dicatat dan dilaporkan
telah benar, baik secara formal maupun materil.
Dalam tahap evaluasi perencanaan, misalnya, dapat mengimplementasikan
program Tax Diagnostic Review (TDR), semacam program untuk
17

menangani kepatuhan wajib pajak yang dapat disusun sendiri oleh tax
manager atau tax consultant dari masing-masing perusahaan.

Tahapan Keempat
Dalam konsep manajemen, pengawasan atau pengendalian dapat dilakukan
dengan dua cara, pengawasan preventif dan pengawasan represif. Mencari
kelemahan dan memperbaiki kembali rencana pajak (tax plan) adalah
bentuk pengawasan represif.
Perencanaan pajak yang telah diimplementasikan harus dimonitor dan
direview terus dan dicari kelemahan dan kekurangannya. Terkadang ada
hal yang menyebabkan suatu rencana pajak memiliki kekurangan, baik
yang disebabkan adanya perubahan peraturan perpajakan atau faktor
lainnya, sehingga rencana pajak tersebut harus dikaji ulang dan bila
ditemukan kelemahan harus segera dimodifikasi untuk keberhasilan tax
plan tersebut agar rencana dan tindakan dapat dilakukan tepat waktu.

Tahapan Kelima
Dalam melaksanakan perencanaan pajak, perlu diproyeksikan perubahan
yang terjadi saat ini dan yang akan datang dalam tax plan. Tax plan
tersebut harus dimutakhikan sesuai dengan ketentuan terkini, sehingga
akibat yang merugikan dan adanya perubahan dan perkembangan tersebut
dapat sedini mungkin diantisipasi. Dengan pemutakhiran, diharapkan
perencanaan pajak yang sedang berjalan tidak akan mengalami hambatan
yang berarti.

2.3. Pemilihan Bentuk Badan Usaha dalam Manajemen Pajak


Beberapa factor pajak yang secara principal harus dipertimbangkan dalam
melakukan pemilihan bentuk usaha:
1. Bagaimana hubungan antara tarif pajak penghasilan wajib pajak
orang pribadi dan tarif pajak penghasilan wajib pajak badan
termasuk ketentuan khusus yang mengatur hal ini.
18

2. Pengenaan pajak penghasilan secara berganda, baik atas laba brutto


usaha maupun penghasilan dari pembagian keuntungan (dividen)
kepada para pemegang sahamnya.
3. Kesempatan untuk dapat menunda pengenaan pajak pada tarif pajak
penghasilan lebih kecil/besar apabila dibandingkan dengan
kesempatan yang terdapat pada tarif pajak penghasilan dan
akumulasi penghasilan perusahaan.
4. Adanya ketentuan-ketentuan mengenai kerugian hasil usaha neto
(kompensasi kerugian) dan kredit investasi yang berlaku bagi bentuk
usaha tertentu.
5. Kemungkinan pengajuan perlakuan khusus terhadap pajak atas
akumulasi laba, pajak atas penghasilan personal holding company
dan seterusnya.
6. Liberalisasi ketentuan-ketentuan yang mengatur fringe benefit
dan/atau payment in kind.

2.4. Penggunaan Metode Akuntansi dan Periode Akuntansi Dalam


Perencanaan Pajak
Metode akuntansi terbaik yang akan dipergunakan oleh wajib pajak, sangat
bergantung kepada bentuk usaha dan ukuran besarnya perusahaan yang
bersangkutan serta sesuai dengan kebutuhannya masing-masing.
Dalam undang-undang pajak tidak terdapat pasal yang mengharuskan
Wajib Pajak untuk menggunakan metode akuntansi tertentu, tetapi hanya
mengharuskan bahwa:
“Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau
pekerjaan bebas dan Wajib Pajak badan di Indonesia, wajib
menyelenggarakan pembukuan”.
Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) Undang-undang Nomor 6
Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-undang
Nomor 16 Tahun 2009.
19

Pasal 4 ayat (4) Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan menyebutkan
bahwa:
“Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak
yang wajib menyeleng-garakan pembukuan harus dilampiri dengan
laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi serta
keterangan lain yang diperlukan untuk menghitung besarnya
Penghasilan Kena Pajak”.
Dari uraian di atas jelas terlihat bahwa untuk kepentingan perpajakan,
Wajib pajak harus menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan tanpa
mempersoalkan prinsip pembukuan apa yang dipergunakan. Apabila telah
dipilih salah satu prinsip pembukuan tersebut, maka sesuai bunyi Pasal 28
ayat (5) Ketentuan Umum dan Tata cara perpajakan berbunyi:
“Pembukuan diselenggarakan dengan prinsip taat asas dan dengan
stelsel akrual atau stelsel kas”.

Periode Akuntansi
Pemakaian tahun pajak, baik berdasarkan tahun takwim atau tahun buku
harus taat asas (konsisten). Hal ini terutama untuk mencegah kemungkinan
adanya penggeseran laba atau rugi, apabila Wajib Pajak diberi kebebasan
untuk setiap saat berganti tahun pajaknya. Oleh karena itu, apabila wajib
pajak ingin mengadakan perubahan tahun pajak, maka kepadanya
diwajibkan untuk terlebih dahulu meminta persetujuan dari Direktur
Jenderal Pajak.
20

BAB III
STUDI KASUS

3.1 Contoh Perhitungan Bentuk Usaha Tetap

Tn. A di Tahun 2021 ingin mendirikan usaha yang bergerak dalam bidang
pendingin udara, disamping menjualan unit pendingin juga melayani jasa
pemasangan dan perawatan dengan perkiraan omset dalam setahun sebagai
berikut :
Target Penjualan Unit 45.000.000.000
Target Penyerahan Jasa 20.000.000.000
Total Target Omset 65.000.000.000
21

UKM PT, CV, UKM PT, CV,


Perseroan CV, Firma,
Keterangan Perseorangan Firma, Kongsi, Firma, Kongsi,
Terbatas Kongsi
Penjualan Unit Penyerahan Jasa

Income Tahun 2021 65.000.000.000 65.000.000.000 65.000.000.000 45.000.000.000 20.000.000.000


COGS 48.750.000.000 48.750.000.000 48.750.000.000 33.750.000.000 15.000.000.000
Gross Income 16.250.000.000 16.250.000.000 16.250.000.000 11.250.000.000 5.000.000.000
Operating Expenses 8.125.000.000 8.125.000.000 8.125.000.000 5.625.000.000 2.500.000.000
Net Income 8.125.000.000 8.125.000.000 8.125.000.000 5.625.000.000 2.500.000.000
PTKP 54.000.000
Penghasilan Kena Pajak 8.125.000.000 8.125.000.000 8.071.000.000 5.625.000.000 2.500.000.000
Tax 22% 1.787.500.000 1.787.500.000 2.366.300.000 **) 1.171.500.000 ***) 484.000.000 ***)

Income After Tax 6.337.500.000 6.337.500.000 5.758.700.000 4.453.500.000 2.016.000.000


Pajak Atas Dividen 0% *) - - - - -
Return yang di terima Pemegang Saham 6.337.500.000 6.337.500.000 5.758.700.000 4.453.500.000 2.016.000.000
% Beban Pajak 22% 22% 29% 21% 19%
20%

*) Dividen tidak terhutang PPh apabila di investasikan kembali dan wajib melaporkan laporan realisasi penempatan
22

**) sesuai tarif pajak Progresif PPh Pasal 17

5% X 50.000.000 = 2.500.000

15% X 200.000.000 = 30.000.000

25% X 250.000.000 = 62.500.000

30% X 7.571.000.000 = 2.271.300.000


Jumlah Pajak Terhutang 2.366.300.000

***) sesuai Pasal 31E UU PPh


Bisnis Penjualan Unit
4.800.000.000
5.625.000.000 600.000.000 50% x 22% 66.000.000
45.000.000.000 X

5.625.000.000 - 600.000.000 5.025.000.000 22% 1.105.500.000

Jumlah PPh Terhutang 1.171.500.000

Bisnis Penyerahan Jasa


4.800.000.000
2.500.000.000 600.000.000 50% x 22% 66.000.000
20.000.000.000 X

2.500.000.000 - 600.000.000 1.900.000.000 22% 418.000.000

Jumlah PPh Terhutang 484.000.000


23

Tn. A di tahun 2021 ingin mendirikan usaha yang bergerak dalam bidang
pendingin udara, disamping menjualan unit juga melayani jasa pemasangan dan
perawatan dengan perkiraan omset dalam setahun sebagai berikut

Target Penjualan Unit 4.500.000.000


Target Penyerahan Jasa 2.000.000.000
Total Target Omset 6.500.000.000
24

UKM PT, CV, UKM PT, CV,


Perseroan CV, Firma,
Keterangan Perseorangan Firma, Kongsi, Firma, Kongsi,
Terbatas Kongsi
OP OP
Penyerahan
Penjualan Unit Jasa
Income Tahun 2021 6.500.000.000 6.500.000.000 6.500.000.000 4.500.000.000 2.000.000.000
COGS 4.875.000.000 4.875.000.000 4.875.000.000 3.375.000.000 1.500.000.000
Gross Income 1.625.000.000 1.625.000.000 1.625.000.000 1.125.000.000 500.000.000
Operating Expenses 812.500.000 812.500.000 812.500.000 562.500.000 250.000.000
Net Income 812.500.000 812.500.000 812.500.000 562.500.000 250.000.000
PTKP 54.000.000
Penghasilan Kena Pajak 812.500.000 812.500.000 758.500.000 562.500.000 250.000.000

Tax 22% x 50% ***) 89.375.000 89.375.000 172.550.000 **) 22.500.000 ****) 10.000.000 ****)

Income After Tax 723.125.000 723.125.000 639.950.000 540.000.000 240.000.000


Pajak Atas Dividen 0% *) - - - - -
Return yang di terima Pemegang Saham 723.125.000 723.125.000 639.950.000 540.000.000 240.000.000
% Beban Pajak 11% 11% 21% 4% 4%
4%

*) Dividen tidak terhutang PPh apabila di investasikan kembali dan wajib melaporkan laporan realisasi penempatan
25

**) sesuai tarif pajak Progresif PPh Pasal 17

5% X 50.000.000 = 2.500.000

15% X 200.000.000 = 30.000.000

25% X 250.000.000 = 62.500.000

30% X 258.500.000 = 77.550.000


Jumlah Pajak Terhutang 172.550.000

***) Sesuai Pasal 31E UU PPh

****) Sesuai Ketentuan yang diatur dalam PP.23 Tahun 2018


26

BAB IV
PENUTUP

Pemilihan bentuk usaha yang tepat guna menjalankan bisnisnya merupakan


faktor yang penting dalam rangka meminimalkan beban pajak.
Hendaknya diperhatikan bahwa sebelum keputusan mengenai bentuk usaha apa
yang akan diambil, haruslah terlebih dahulu diadakan studi perbandingan
mengenai jumlah pajak yang harus dipikul pada setiap bentuk usaha tersebut,
termasuk pula pertimbangan berbagai factor non tax.
Walaupun pertimbangan faktor pajak sudah memenuhi, namun
pertimbangan factor non tax seperti terbatasnya kredit yang akan diperoleh,
kesinambungan usaha dan dapat ditransfernya bunga, merupakan hal-hal yang
penting untuk dibahas. Selanjutnya apabila diperkirakan bahwa sejumlah besar
penenemuan modal (investor) akan menjadi pemegang saham/pemilik dari usaha
tersebut, maka bentuk perseroan terbatas merupakan bentuk usaha yang lebih baik
dari pada bentuk firma, kongsi, dan persekutuan.
Apabila dikaitkan dengan Pasal 4 ayat (3) huruf f Undang-undang Nomor 7
Tahun 1983 tentang pajak penghasilan sebagaimana telah beberapa kali dirubah,
terakhir dengan Undang-undang nomor 36 tahun 2008, yang dikecualikan dari
objek pajak adalah dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh
perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik
Negara, atau badan usaha milik daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha
yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat:
1. Deviden berasal dari laba yang ditahan; dan
2. Bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan badan usaha
milik daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan
yang memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen)
dari jumlah modal yang disetor.
DAFTAR PUSTAKA

Maranatha, R. (2021, September 20). Repository maranatha. Retrieved from


Repository maranatha Web Site: http://repository.maranatha.edu
Mukhanah, R. (2021, September 21). Mercu Buana. Retrieved from Mercu Buana
Web Site: https://modul.mercubuana.ac.id

Anda mungkin juga menyukai