Anda di halaman 1dari 31

•Kelompok IV :

PPh Pasal 24 dan


•Vivian Regita – 123012001096
Perkembangan •Andrew Jonathan Jaya – 123012001012
Model Perjanjian •Muhamad Aghi Gumelar – 123012001061
Penghindaran •Muhammad Fachturrahman – 123012001063
Pajak Berganda •Ari Minarwan - 123012011054
UU Nomor 36 Tahun 2008
tentang Pajak Penghasilan:
Pasal 24 ayat (1) :
“Pajak yang dibayar atau
Pendahulua terutang di luar negeri atas
penghasilan dari luar negeri
n PPh yang diterima atau diperoleh
Pasal 24 Wajib Pajak dalam negeri
boleh dikreditkan terhadap
pajak yang terutang
berdasarkan Undang-undang
ini dalam tahun pajak yang
sama.”
PPh Pasal 24
Ayat (2)
“Besarnya kredit pajak sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) adalah sebesar pajak penghasilan
yang dibayar atau terutang di luar negeri tetapi
tidak boleh melebihi penghitungan pajak yang
terutang berdasarkan Undang-undang ini.”


Ayat (6)
“Ketentuan mengenai pelaksanaan
pengkreditan pajak atas penghasilan dari luar
negeri diatur dengan atau berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan.”
PPh Pasal 24

Keputusan Menteri Keuangan 164/KMK.03/2002 Peraturan Menteri Keuangan 192/PMK.03/2018


Pasal 4 ayat (1): Pasal 8 ayat (1):
“Untuk melaksanakan pengkreditan pajak luar negeri, “Bukti pemenuhan pembayaran PPh Luar Negeri bagi
Wajib Pajak wajib menyampaikan permohonan kepada WPDN yang mengkreditkan PPh Luar Negeri
Direktur Jenderal Pajak dengan dilampiri: sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dapat
a. Laporan Keuangan dari penghasilan yang berasal berupa:
dari luar negeri; a. salinan bukti pembayaran atau bukti pemotongan
b. Foto Kopi Surat Pemberitahuan Pajak yang PPh Luar Negeri; atau
disampaikan di luar negeri; dan b. salinan bukti lainnya yang dapat menunjukkan
c. Dokumen pembayaran pajak di luar negeri. adanya pembayaran atau pemotongan PPh Luar
Negeri.”
Pasal 8 ayat (2):
“Bukti pemenuhan pembayaran PPh Luar Negeri
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-
kurangnya memuat data atau informasi sebagai berikut:
c. nama WPDN; dan
d. jumlah PPh Luar Negeri.”
PPh Pasal 24
PPh Pasal 24

Dengan demikian, Jumlah PPh Luar Negeri yang dapat dikreditkan oleh PT
Indologo Tiga terhadap Pajak Penghasilan yang terutang di dalam negeri
adalah sebesar Rp 700.000.000 (250.000.000 + 450.000.000). Kerugian dari
negara Z tidak dapat digabungkan dalam menghitung Penghasilan Kena
Pajak
PPh Pasal 24

Keputusan Menteri Keuangan 164/KMK.03/2002 Peraturan Menteri Keuangan 192/PMK.03/2018


Pasal 1 ayat (2): Pasal 5 ayat (1):
“Penggabungan penghasilan yang berasal dari luar negeri dilakukan sebagai “Penggabungan penghasilan yang diterima atau diperoleh dari sumber
berikut : penghasilan di luar negeri dengan penghasilan yang diterima atau diperoleh dari
a. untuk penghasilan dari usaha dilakukan dalam tahun pajak diperolehnya sumber penghasilan di Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1)
penghasilan tersebut; dilakukan pada Tahun Pajak diterimanya atau diperolehnya penghasilan dari
b. untuk penghasilan lainnya dilakukan dalam tahun pajak diterimanya sumber penghasilan di luar negeri tersebut.”
penghasilan tersebut;
Pasal 5 ayat (2):
Tahun Pajak diterimanya atau diperolehnya penghasilan dari sumber penghasilan
di luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan sebagai berikut:
a. untuk penghasilan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2)
huruf a merupakan Tahun Pajak diperolehnya penghasilan tersebut;
b. …
c. untuk penghasilan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2)
huruf c merupakan Tahun Pajak diterimanya penghasilan tersebut.
PPh Pasal 24
PT ABC memberikan pinjaman pada 1 Mei 2019 dengan Bunga
kepada XYZ Ltd (Malaysia). Bunga diterima setiap tanggal 31
Oktober dan 30 April selama Tahun 2019 – 2022. Besar nya
bunga yang diterima adalah 12.000.000 selama 1 Tahun.
Pembayaran dilakukan sebesar masing-masing 6.000.000. PT A
memiliki Tahun Buku Januari – Desember. Atas Bunga yang
diterima, dilakukan Pemotongan Pajak Penghasilan oleh XYZ.
Ltd sesuai ketentuan perundang-undangan di Malaysia.
Pembayaran Bunga pertama kali dilakukan pada November
PPh Pasal 2019. Besarnya PPh yang dipotong di Malaysia sebesar
2.000.000
24 - Kasus Berdasarkan hal diatas maka :
PT A selama Tahun buku 2019 akan membukukan Penghasilan
Bunga sebesar Rp 8.000.000 (Mei – Desember), akan tetapi
bunga yang diterima hanya sebesar 6.000.000 (cash basis).

Dalam menghitung PPh Pasal 24 yang dapat dikreditkan,


berapakah besarnya penghasilan yang boleh diakui dalam
perhitungan PPh Pasal 24 oleh PT ABC?
PPh Pasal 24

Perhitungan I – Accrual Basis Perhitungan II – Cash Basis


Penghasilan DN : 20.000.000 Penghasilan DN : 20.000.000
Penghasilan LN : 8.000.000 Penghasilan LN : 6.000.000

Total Penghasilan : 28.000.000 Total Penghasilan : 26.000.000

PPh terutang 25%: 7.000.000 PPh terutang 25%: 6.500.000

PPh Pasal 24 yang boleh dikreditkan : PPh Pasal 24 yang boleh dikreditkan :

8.000.000/28.000.000*7.000.000 = 2.000.000 6.000.000/26.000.000*6.500.000 = 1.500.000

PPh Pasal 24 yang dipotong di Malaysia = 2.000.000 PPh Pasal 24 yang dipotong di Malaysia = 2.000.000
Pendahuluan

• Perjanjian bilateral berupa perjanjian penghindaran pajak berganda (P3B)


bersumber pada suatu model yang telah diterima oleh negara- negara di dunia.
• Beberapa organisasi internasional , yaitu OECF dan PBB , memiliki peranan
penting dalam mengembangkan model P3B , yaitu OECD model dan PBB Model
atau dikenal dengan nama UN Model. Selain OECD dan PBB , terdapat beberapa
negaa dan kelompok Kerjasama Kawasan regional lainnya yang juga mempunyai
perhatian khusus dalam merancang model P3B
• LBB atau PBB
B. Peranan • Pada pertengahan tahun 1920 , setelah Perang Dunia
Organisasi I , Situasi ekonomi cenderung telah pulih dan
hubungan ekonomi antar negara mengalami
Internasional dalam peningkatan . Namun , pemulihan dan peningkatan
hubungan ekonomi tersebut ternyata diikuti dengan
Pembentukan timbulnya isu pajak berganda. Untuk mencegah
terjadinya pajak berganda tersebut , muncul niat dari
Model P3B beberapa organisasi internasional untuk membuat
standar P3B , salah satunya adalah League of Nations
atau Liga Bangsa- Bangsa ( selanjutnya disebut
dengan LBB). LBB adalah organisasi internasional
yang dibentuk sebagai hasil dari Paris Peace
Conference pada tahun 1919/1920. Organisasi ini
merupakan cikal bakal dari PBB. Misi utama dari LBB
pada dasarnya adalah menjaga perdamaian dunia
dan menjaga stabilitas ekonomi.
OEEC atau OECD

1948 1961
Organization for European Pada tanggal 30 September
Economic Co- operation 1961 , nama OEEC berubah
( selanjutnya disebut dengan menjadi Organization Economic
OEEC) dibentuk pada tahun and Cooperatio Development
1948. Pendiri dari OEEC adalah ( Selanjutnya disebut dengan
prancis , United Kingdom (UK) , OECD) yang memasukkan
dan Austria. Amerika Serikat dan kanada
menjadi negara anggota.

Kemudian pada tahun 1971 ,


Fiscal Committee OECD berubah
menjadi Cmmittee on Fiscal
Affairs ( Selanjutnya disebut
dengan CFA) dengan mandat
yang lebih luas

1971
Tugas CFA :

Bertanggung jawab terhadap


penelitian atas sistem perpajakan Mengusulkan cara untuk Secara struktual , Perwakilan dari
yang dapat digunakan untuk meningkatkan efektivitas pajak CFA adalah Perjabat senior
mendukung peningkatan alokasi sebagai instrument kebijakan pemerintah yang secaa umum
dan penggunaan sumber daya untuk mencapai tujuan bertannggung jawab terhadap
ekonomi , baik domestic maupun pemerintah. kebijakan pajak internasional.
internasional , dan
International Chamber Of Commerce

International Chamber of Commerce Pada tahun 1954 , ICC secara Formal


( Selanjutnya disebut dengan ICC) memintal kepada OEEC untuk
merupakan organisasi yang melakukan harmonisasi serta
memfasilitasi diskusi seputar merekomendasikan kepada semua
perdagangan internasional dan anggota dari OEEC untuk melakukan
investasi . ICC ini dibentuk pada tahun negosiasi P3B sebagai upaya untuk
1919 oleh 15 negara. menghindari terjadinya pajak berganda.
•Perkembangan dan Jenis Model P3B
PERKEMBANGAN MODEL P3B

Model P3B yang dihasilkan : P3B Saxony dan Prusia (1869/1870)

1. Dihasilkannya P3B yang 2. Dihasilkannya P3B yang


Awal Perkembangan P3B bersifat domestik pertama bersifat internasional yang
Antara Perang Dunia I dan
(Periode Sebelum kalinya antar negara pertama kalinya (1899) 1. Berdirinya LBB (1920)
II
Terjadinya Perang Dunia I) bagian di Jerman dan P3B internasional
(1869/1870); lainnya.
Model P3B yang dihasilkan : P3B Austria/Hungaria dan Prusia (1899), P3B Saxony dan Austria/Hungaria (1903), P3b Bavaria dan
Austria/Hungaria (1903), P3B Prusia dan Luksemburg (1909), P3B Prusia dan Basle City (1911), P3B Hessen dan Austria/Hungaria
(1912), P3B Jerman dan Yunani (1912)

Model P3B yang dihasilkan : P3B Czechslovakia dan Jerman (1921), P3B Jerman dan Italia
(1925)
2. Terbitnya Resolusi Roma (1923)

Model P3B yang dihasilkan : Resolusi Roma (1923)

3. Terbitnya Model P3B 1928 yang dianggap sebagai Model P3B pertama di dunia
(1928)
Model P3B yang dihasilkan : Draf (1927), Model P3B 1928 (1928), Draf 1933, Draf 1935, Draf Meksiko (1940), Draf London (1946).
P3B Lainnya diantaranya yaitu Jerman (21 P3B), Hungaria (14 P3B), Austria (11 P3B), Denmark (9 P3B), Prancis (8 P3B)

 Setelah Perang Dunia II


1. Didirikannya program the Marshall Plan;
2. Dibentuknya OEEC (1948);
3. Dibentuknya Fiscal Commitee dari OEEC (1956);
4. Terjadinya perubahan nama dari OEEC menjadi OECD (1961);
5. Publikasi pertama dari Draft Double Taxation Convention on Income and on
Capital (Draf 1963)
Model P3B yang dihasilkan : Draft Double Taxation Convention on Income and on Capital
(Draf 1963)

 Setelah Terbitnya Draf 1963


1. Terjadinya perubahan pada Draf 1963

Model P3B yang dihasilkan : OECD Model dan perubahannya

2. Terbitnya UN Model (1980)

Model P3B yang dihasilkan : UN Model dan perubahannya


PENGELOMPOKKAN MODEL-MODEL P3B
DILUAR OECD MODEL DAN UN MODEL

• Berdasarkan kepentingan suatu negara


•Misalnya US Model (diterbitkan di tahun 1996 dan diperbarui terakhir kali pada tanggal 15 November 2006)
dan beberapa negara lainnya seperti Malaysia (2000), Meksiko (2000), dan Peru (2001).
• Berdasarkan kawasan negara tertentu (Multilateral Treaty)
•Misalnya Intra-ASEAN Model Double Tax Convention on Income (ASEAN Model) yang diterbitkan pada tahun
1987. Selain ASEAN Model, terdapat pula Nordic Multilateral Income and Capital Tax Convention (Nordic
Convention 1988) yang terdiri dari Denmark Finlandia, Islandia, Norwegia, dan Swedia. Contoh lain, yaitu
Caricom Agreement (1994) yang terdiri dari Antigua, Babuda, Belize, Dominika, Grenada, Guyana, Jamaika,
Montserrat, St. Kitts dan Nevis, St. Lucia, St. Vincent, dan Grenadines, serta Trinidad dan Tobago.
P3B sebagai - Untuk dianggap sebagai sumber hukum di suatu negara, P3B harus
melalui proses ratifikasi atau pengesahan.

sumber - Proses ratifikasi ini dilakukan atas dasar ketentuan hukum perjanjian

hukum international di masing-masing negara yang mengadakan perjanjian.

- Ketika P3B sudah diratifikasi oleh suatu negara maka ratifikasi


tersebut harus diberitahukan kepada negara mitranya. Apabila masing-
masing negara telah meratifikasi P3B, dapat dikatakan bahwa telah
terdapat proses pertukaran nota ratifikasi
Proses Pemberlakuan P3B
Ratifikasi P3B di Indonesia

• Pasal 32A UU No.7 Tahun 1983 sebagaimana diubah terakhir dengan No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak
Penghasilan (”UU PPh”) telah mengatur secara khusus (lex spesialis) mengenai penghindaran pajak berganda
dan pencegahan pengelakan pajak melalui adanya Penghindaran Pajak Berganda (P3B). P3B ini diperlukan
dalam suatu perangkat hukum yang berlaku khusus untuk mengatur hak-hak pemajakan dari masing-masing
negara guna memberikan kepastian hukum dan menghindarkan pengenaan pajak berganda serta mencegah
pengelakan pajak.
• Berdasarkan Pasal 11 ayat (1) UU No. 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional, proses ratifikasi P3B
tidak melalui persetujuan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), tetapi cukup dilakukan oleh penerbitan
Keputusan Presiden yang kemudian diberitahukan kepada DPR.
• Pengesahan P3B yang tidak melalui persetujuan DPR ini sebenarnya bertentangan dengan Pasal 11 UUD 1945
yang menyatakan bahwa Presiden dengan persetujuan DPR menyatakan perang, membuat perdamaian, dan
perjanjian dengan negara lain.
Ratifikasi P3B di Indonesia
P3B vs UU Domestik

Apabila terdapat benturan antara P3B dan ketentuan pajak domestik terhadap ketentuan yang mengatur hal-hal yang sama, yang
diberlakukan adalah ketentuan yang terdapat dalam P3B. Alasan yang bisa dikemukakan di sini adalah sebagai berikut :

I. P3B adalah perjanjian international yang mengikat pihak-pihak yang mengadakan perjanjian yang tunduk dengan hukum
perjanjian international. Oleh karena itu, ketentuan – ketentuan yang disepakati bersama dalam P3B harus dilaksanakan
dengan niat baik (good faith)
II. P3B pada dasarnya merupakan rekonsiliasi antara ketentuan pajak domestik masing-masing negara yang mengadakan
perjanjian. Tujuan dari P3B adalah untuk membatasi ketentuan yang terdapat dalam ketentuan pajak domestik masing-
masing negara.
III. P3B adalah bentuk kompromi masing-masing negara yang mengadakan perjanjian.
IV. P3B pada dasarnya merupakan ketentuan yang bersifat lex specialis. lex specialis derogat legi generali
P3B di Negara Lain

• Secara umum, terdapat 3 jenis hubungan antara P3B dan ketentuan


domestik.
1. P3B secara otomatis menjadi bagian dari ketentuan domestik Ketika
P3B tersebut berlaku (Austria, Jepang, Amerika Serikat)
2. Diperlukan persetujuan parlemen agar P3B menjadi bagian dari
ketentuan domestik. (Jerman dan Italia)
3. Diperlukan suatu undang-undang untuk memasukkan P3B ke dalam
ketentuan domestik. (Australia, Kanada, Irlandi dan Denmark)
Tujuan penerapan model P3B

Suatu Model P3B , Baik OECD Model atau pun UN Model merupakan acuan atau referensi bagi masing-masing negara
Yang akan melakukan perjanjian dalam rangka penghidaran pajak berganda atau dengan kata lain sebagai “starting point”
Bagi masing- masing negara yang hendak melakukan negosiasi .

Sebagai suatu model P3B , OECD model maupun UN model bukan merupakan instrument yang harus dipergunakan
Dalam negosisasi P3B , jadi tetap bergantung pada masing-masing negara apakah bersedia atau tidak menggunakan
Model yang disusun OECD ataupun UN.
STRUKTUR P3B-OECD
MODEL
Pasal Judul Jenis
1 Personal Scope Scope
2 Taxes Covered Scope
3 General Definitions Definisi
4 Resident Definisi
5 Permanent Establishment Definisi
6 Immovable Property Substansi
7 Business Profits Substansi
8 Shipping Substansi
9 Associated Enterprise Anti-avoidance
10 Dividend Substansi
11 Interest Substansi
12 Royalties Substansi
13 Capital Gain Substansi
14 [Independent Personal Services] Substansi
15 Dependent Personal Services Substansi
28
16 Directors Substansi
STRUKTUR P3B-OECD
MODEL
Pasal Judul Jenis
17 Artistes & Sportsmen Substansi
18 Pensions Substansi
19 Government Services Substansi
20 Students Substansi
21 Other Income Substansi
22 Capital Substansi
23 Elimination of Double Taxation Metode menghilangkan pajak berganda
24 Non Discrimination Lain-Lain
25 Mutual Agreement Procedure Metode menghilangkan pajak berganda
26 Exchange of Information Anti-avoidance
27 Diplomats Lain-Lain
28 Territorial Extension Lain-Lain
29 Entry into Force Scope
30 Termination Scope
P3B Terima
Kasih

Anda mungkin juga menyukai