Anda di halaman 1dari 41

MATA KULIAH :

PERPAJAKAN LANJUTAN
TOPIK BAHASAN:
TEORI DAN KONSEP
PERPAJAKAN

1
REFORMASI PERPAJAKAN
• Reformasi Undang-undang Perpajakan pada tahun
1983, yang juga disebut pembaharuan sistem
perpajakan, maka dimulailah era baru dalam
mengelola perpajakan Indonesia, dengan diubahnya
secara mendasar sistem perpajakan Indonesia dari
sistem official assessment menjadi sistem self
assessment.
• yang telah mengubah falsafah pajak sebagai iuran
wajib dari warga negara kepada pemerintah, di
mana baik penetapan administrasi maupun
penggunaannya sepenuhnya menjadi wewenang
pemerintah, ke suatu falsafah perpajakan yang
dilandasi UUD 1945. 2
REFORMASI PERPAJAKAN
• Ini berarti perpajakan harus mencerminkan
pelaksanaan UUD 1945 khususnya Pasal 23 berikut
Penjelasannya.
• Di samping penyusunannya yang harus demokratis,
perpajakan nasional harus didayagunakan sehingga
mencerminkan keadilan sosial. Titik pandang tsb
mengubah kedudukan masyarakat dan Wajib Pajak
yang semula hanya semata-mata menunggu penetapan
pejabat pajak ke suatu falsafah perpajakan yang
menempatkan masyarakat dan Wajib Pajak aktif dan
memegang peranan yang menentukan.

3
REFORMASI PERPAJAKAN
• Dengan kata lain, pajak merupakan perwujudan dan tanggung
jawab serta pengabdian masyarakat kepada negara, dan
secara garis besar pajak yang berasal dari rakyat harus
dikelola rakyat dan digunakan untuk meningkatkan
kesejahteraan, kemakmuran, dan melindungi rakyat
berdasarkan UUD 1945.
• Untuk mencapai tujuan tsb maka pemerintah telah mulai
melaksanakan reformasi (pembaharuan) terhadap Undang-
undang perpajakan Indonesia, yang dimulai pada tahun 1983,
yang secara periodik diubah sesuai dengan keperluan untuk
mengantisipasi perkembangan perekonomian nasional,
internasional, maupun perkembangan teknologi .
• Seperti kita ketahui UU Perpajakan sudah beberapa kali
diubah terakhir dengan UU Nomer 11 Tahun 2020 Tentang
CIPTA KERJA. 4
Azas-azas Pemungutan Pajak

• Menurut Adam Smith (1981) bahwa pemungutan pajak


yang sebaik-baiknya adalah yang memenuhi empat
syarat yang dikenal dengan nama "Four Canon of
Taxation" atau "The Four Maxims" yaitu:
Equality, Certainty, Convenience, dan Economy.

(1) Azas kesamaan (equality) atau keadilan (equity).


Pajak itu harus adil dan merata yaitu dikenakan pada
orang orang pribadi sebanding dengan kemampuannya
untuk membayar (ability-to-pay) pajak tsb, dan juga
sesuai dengan manfaat yang diterimanya.

5
Azas-azas Pemungutan Pajak
• Pembebanan pajak itu adil apabila setiap Wajib Pajak
menyumbangkan suatu jumlah untuk dipakai guna pengeluaran
pemerintah sebanding dengan kepentingannya dan dengan manfaat
yang diterimanya dari pemerintah. Suatu analogi: penyewa dari
suatu kompleks perumahan atau tempat usaha harus membayar
sebagian dari biaya-biaya yang dikeluarkan untuk memelihara
kompleks itu, sebanding dengan kepentingan penyewa, dengan
cara yang sama dengan penduduk yang wajib membayar pajak.
• Dengan cara yang sama penduduk harus membayar pajak
sebanding dengan penghasilan yang didapatnya atas perlindungan
pemerintah. Menurut prinsip ini pajak itu harus adil dan merata,
harus ada keserasian antara beban pajak dengan kemampuan
untuk membayar (ability-to-pay) dari Wajib Pajak. Dengan
demikian harus ada keadilan dalam pengenaan pajak baik keadilan
secara horizontal maupun keadilan secara vertikal.
6
Azas-azas Pemungutan Pajak
(2)Azas Pajak Dapat Tercapai
(The Revenue–Adequacy Principle)
• Azas yang juga penting dalam pemungutan pajak, namun azas ini tidak
termasuk yang disarankan oleh Adam Smith adalah The Revenue–adequacy
Principle, yang dikemukakan oleh Jesse Burkhead dalam tulisannya “TAX“
dalam Encyclopedia Americana Volume 26 tahun 1978 yang dikutip oleh
Mansury, yang menyatakan bahwa:
• “the revenue adequacy” adalah azas pajak dapat tercapai, dan oleh
pemerintah merupakan azas yang terpenting, karena tidak ada gunanya
memungut pajak kalau penerimaan yang diinginkan tidak memadai, dan
pemerintah memikirkan bagaimana berkeadilan, dan pajak jangan
menghambat pertumbuhan ekonomi masyarakat adalah dalam rangka untuk
mencapai rencana penerimaan yang telah ditetapkan, dan masalah ini
biasanya dihadapi oleh negara-negara berkembang, sedangkan untuk
negara maju masalah yang dihadapi bukan lagi revenue adequacy tetapi
bagai mana supaya pemungutan pajak adil, tidak menghambat kemajuan
ekonomi dan sebagainya . 7
Azas-azas Pemungutan Pajak
(3) . Azas Netralitas (Neutrality Principle)
• Sesuai dengan pendirian bahwa pemungutan pajak yang adil adalah apabila
diberlakukan secara umum kepada semua orang dan dibebankan secara
merata. Maka pengenaan pajak yang umum dan merata tsb juga akan
menciptakan suatu persaingan yang sehat dalam dunia usaha. Dengan
dipikulkan beban yang sama atas semua jenis penghasilan, maka setiap
kegiatan yang memberikan penghasilan akan dipilih oleh masyarakat atas
dasar insentif ekonomi, yaitu akan dipilih sektor usaha atau kegiatan yang
memberikan penghasilan tertinggi. Dengan demikian maka produksi
masyarakat juga mencapai keadaan optimal. Hal ini berlaku baik untuk Pajak
penghasilan maupun Pajak Pertambahan nilai.
• Mengenai azas netralitas yang dikemukakan oleh John F. Due dalam bukunya
Government Finance, An Economic Analysis (Homewood, Illionis: Richard D
Irwin, Inc, 1959), bahwa pajak itu seyogyanya adalah netral, artinya tidak
mempengaruhi pilihan masyarakat untuk melakukan konsumsi dan juga tidak
mempengaruhi produsen untuk menghasilkan barang-barang dan jasa, juga
pajak jangan sampai mengurangi semangat orang untuk bekerja, sehingga
mereka memilih untuk santai saja (=”leisure”=)
•  
8
Azas-azas Pemungutan Pajak
• dan yang perlu dijaga adalah jangan sampai pemindahan
sumber daya dari sektor swasta ke sektor publik menimbulkan
distorsi.Tujuan dari harus dijaganya azas netralitas dari
pungutan pajak adalah untuk menghindari pemungutan pajak
menghambat kemajuan ekonomi, mengurangi pertumbuhan
ekonomi, dan mengurangi efisiensi perekonomian nasional.

• Jadi agar pelaksanaan pajak dapat mencapai sasaran yang


ingin dituju, maka dalam pemungutan pajak yang bersangkutan
harus selalu dipegang teguh: Equality principle, revenue
Adequacy Principle, Neutraliy Principle, dan Certainty
Principle.
• Okun, Arthur M, Equality and Efficiency: The Big Tradeoff,
Washington D.C.: The Brooking Institution, 1975, halaman
65-120. 9
Azas-azas Pemungutan Pajak

4. Azas Kepastian (Certainty)


• Pengenaan pajak harus tegas, jelas,
dan pasti bagi setiap Wajib Pajak
sehingga mudah dimengerti. Kepastian
hukum sangat diperlukan, baik untuk
kepentingan Wajib Pajak maupun untuk
kepentingan negara. Dengan adanya
kepastian hukum tsb maka akan dapat
dihindarkan pemungutan pajak secara
sewenang-wenang. 10
Azas-azas Pemungutan Pajak
• Menurut Adam Smith kepastian lebih penting dari
keadilan. Jadi suatu sistem yang telah dirancang
menurut azas keadilan, apabila tanpa kepastian
adakalanya bisa tidak adil. Tanpa kepastian,
pelaksanaannya bisa tidak adil atau tidak selalu adil.
Namun demikian kiranya kurang tepat bagi Adam
Smith bahwa kepastian itu lebih penting dari pada
keadilan, seharusnya yang benar adalah bahwa
kepastian itu untuk menjamin keadilan dalam
pemungutan pajak yang diinginkan, kepastian tentang
subjek pajak, kepastian tentang objek pajak,
kepastian tentang tarif pajak dan kepastian prosedur
pajak harus menjamin keadilan.
11
Azas-azas Pemungutan Pajak

Mansury (1996) juga menekankan sangat pentingnya azas kepastian


ini, sebab tanpa kepastian keadilan yang telah dirancang kedalam
sistem perpajakan yang bersangkutan sulit bisa dicapai , kepastian
dapat diciptakan oleh perumusan kata-kata Undang-undang maupun
oleh materi ketentuan tsb. Kalau kepastian tsb dihubungkan dengan
empat pernyataan, maka akan menjadi sebagai berikut:
• a. Harus pasti, siapa siapa yang harus dikenakan
• pajak.
• b. Harus pasti, apa yang menjadi dasar
• dikenakannya pajak.
• c. Harus pasti, berapa jumlah yang harus dibayar
• berdasarkan ketentuan tentang tarif pajak.
• d. Harus pasti, bagaimana jumlah pajak yang terhutang
• tsb harus dibayar .
12
Azas-azas Pemungutan Pajak
Mengenai azas kepastian ini dikembangkan oleh
Sommerfeld, Anderseon, dan Brock, yang dalam bukunya
mengemukakan :
• “tax administrators have attempte to increase the
certainty of some aspects of income taxation by
providing detailed instructions, advance rulling,
regulations, and other interpretations of the law”

Menteri Keuangan dan pejabat yang mendapat delegasi


wewenang dari Menteri Keuangan menerbitkan keputusan
yang berisi interpretasi atas Ketentuan Undang-undang
pajak. Sommerfield. Ray M, Hersel M. Anderson, and
Horace R. Brock, An Intoduction to Taxation, New York :
1983,
13
Azas-azas Pemungutan Pajak
(5) Azas Kecocokan atau Kelayakan (Convenience)

Pemungutan pajak harus dilakukan pada saat yang sebaik-baiknya bagi


wajib pajak untuk membayarnya.
Pemungutan pajak harus dilakukan pada saat wajib pajak menerima dan
memperoleh penghasilan sehingga tidak memberatkan untuk melunasinya,
misalnya pada saat menerima gaji atau pada saat menerima bunga
deposito.
Berdasarkan azas tsb timbul dukungan yang kuat untuk menerapkan
sistem pemungutan yang disebut : PAY–AS–YOU-EARN (= P.A.Y.E.)

Dalam sistem P.A.Y.E. bukan hanya saatnya yang tepat, tetapi pajak
setahun dipotong secara berangsur-angsur, sehingga tidak terasa bagi
Wajib Pajak bahwa pajaknya telah lunas, bahkan tidak terasa bahwa
telah dipotong terlalu banyak, sehingga pada akhir tahun Wajib Pajak
masih memiliki kelebihan pembayaran pajak yang masih bisa direstitusi.
14
Azas-azas Pemungutan Pajak
(6) Azas ekonomi (Economy)
• Pemungutan pajak harus bersifat ekonomis, dimana biaya
pemungutan bagi Kantor Pajak, dan biaya pemenuhan
kewajiban pajak (compliance cost) tidak sampai melebihi
penerimaan pajak.
• Dan juga biaya yang dipikul oleh Wajib Pajak hendaknya
sekecil mungkin. Jadi sistem yang dipilih untuk
mengumpulkan pajak sejumlah yang diperlukan untuk
membiayai kegiatan pemerintah hendaknya adalah sistem
yang membebani masyarakat secara keseluruhan sekecil
mungkin.
• Pajak hendaknya tidak menghalangi Wajib Pajak untuk
terus melakukan kegiatan-kegiatan ekonominya. Pajak
harus memberikan manfaat yang lebih besar kepada
masyarakat dari pada beban yang dipikul oleh masyarakat.
15
JURISDIKSI PEMUNGUTAN PAJAK
• Menurut Rachmanto Surahmat dalam bukunya Persetujuan
Penghindaran Pajak Berganda Sebuah Pengantar, menjelaskan
bahwa prinsip-prinsip pengenaan pajak, setiap negara
memiliki prinsip sendiri dalam perundang-undangan perpajakan
yang digunakan sebagai acuan dalam memungut pajak. Dan
prinsip tsb mempengaruhi perlakuan pajak bagi subjek dan
objek pajak dari Luar Negeri, dan azas tsb merupakan azas
perpajakan internasional masing masing negara. Azas
perpajakan yang dikutip dari bukunya Rochmat Sumitro
sebagai berikut:
• a). Azas domisili, artinya bahwa seorang subjek pajak dikenai
pajak di negara ia berdomisili. Negara yang menganut azas
domisili biasanya menganut prinsip world wide income, mereka
yang berdomisili dikenakan pajak atas seluruh penghasilan
yang bersumber dari berbagai negara.

16
JURISDIKSI PEMUNGUTAN PAJAK
Seorang subjek pajak untuk dapat dianggap sebagai penduduk
dalam negeri (resident tax payer) apabila memenuhi syarat
(untuk Indonesia) sebagai berikut :
a. Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau orang
pribadi yang tinggal di Indonesia lebih dari 183 hari dalam
jangka waktu 12 bulan, orang pribadi yang dalam suatu tahun
pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk
bertempat tinggal di Indonesia.
b. Badan yang didirikan atau berkedudukan di Indonesia.
c. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan,
menggantikan yang berhak.

Setiap negara mempunyai definisi “penduduk“ sendiri sendiri


yang berbeda dengan negara lain tergantung dari falsafah yang
dianutnya. 17
JURISDIKSI PEMUNGUTAN PAJAK

b) Azas Sumber, artinya azas pengenaan pajak


berdasarkan sumber di negara tempat sumber
penghasilan berasal, penentuan sumber
penghasilan tergantung dari dua hal yang pokok
yaitu jenis penghasilan itu sendiri dan penentuan
sumber penghasilan berdasarkan Undang-undang
pajak dari suatu negara. Untuk menentukan letak
sumber penghasilan, jenis penghasilan dibagi
menjadi dua Penghasilan dari usaha (active
income) dan Penghasilan dari modal (pasive
income) seperti dividen, bunga, royalty, serta
penghasilan dari harta.
18
JURISDIKSI PEMUNGUTAN PAJAK
• Menurut Ritonga (2017) membagi azas-azas
pemungutan Pajak menjadi 3 macam adalah : azas
domisili, azas sumber dan azas kebangsaan .
• 1. Azas Domisili (domicilie residence principle)
suatu sistem pemungutan pajak yang digantungkan
pada domisili atau tempat kediaman Wajib Pajak di
suatu negara . Menurut azas ini yang berhak
memungut pajak adalah negara dimana Wajib Pajak
berdomisili dan meliputi seluruh penghasilan yang
diterima atau diperoleh baik di DN maupun LN
(wordl wide income)

19
JURISDIKSI PEMUNGUTAN PAJAK

2. Azas Sumber (Source Principle)


suatu sistem pemungutan pajak yang digantungkan
pada sumber penerimaan. Negara yang berhak
memungut pajak adalah negara dimana terdapat
sumber penghasilan.
3. Azas Kebangsaan adalah asas pemungutan pajak
dimana suatu negara mengenakan pajak
berdasarkan kebangsaan Seseorang. (Contoh
Amerika Serikat) mengenganut azas ini
4. Azas Campuran adalah suatu negara yang
mengenakan pajak campuran dari azas2 tersebut

20
AZAS KEADILAN
• Keadilan horizontal artinya pengenaan pajak
harus dilakukan secara umum dan merata, di
mana semua Wajib Pajak yang mempunyai
penghasilan atau tambahan kemampuan ekonomi
yang sama harus dikenakan pajak yang sama.

• Keadilan vertikal artinya pengenaan pajak harus


sesuai dengan daya pikul dari Wajib Pajak yang
bersangkutan, di mana semakin besar daya
pikulnya harus dikenakan beban pajak yang
semakin besar dengan penerapan tarif pajak yang
lebih besar (tarif progresif).
21
AZAS KEADILAN
• Menurut Adam Smith dalam bukunya “An Inquiry into the
Nature and Causes of The Wealth Of Nations,” azas
keadilan merupakan suatu azas yang harus dipegang teguh
oleh negara dalam melakukan pemungutan pajak. Apabila
pajak dibebankan atas dasar manfaat yang dinikmati oleh
masing masing Wajib Pajak, maka pembebanan pajak tsb
adil.
• Tetapi apabila kebutuhan untuk melakukan kegiatan
pemerintah tidak dapat dibiayai dari pajak bersangkutan
dipungut atas dasar manfaat yang dinikmati masing masing
Wajib Pajak, karena manfaat kegiatan pemerintah tidak
dapat dialokasikan untuk masing masing Wajib Pajak, maka
pajak tsb harus dibebankan kepada masyarakat
berdasarkan “Ability–to-Pay “ masing masing .
22
AZAS KEADILAN
• Dasar untuk menghitung besarnya pajak agar pajak
merata maka pajak itu pertama kali harus dibebankan
kepada masyarakat yang menikmati jasa pemerintah,
contohnya pelayanan jasa telepon, air minum, dan listrik
yang disediakan oleh pemerintah, maka anggota masyarakat
yang menggunakan atau menikmati public utilities atau jasa
tsb harus membayar pajak yang seimbang dengan jasa
pemerintah yang dinikmatinya.
• Cara ini disebut “Benefits Received Approach.“ Sedangkan
untuk membiayai kegiatan lain seperti untuk pertahanan dan
keamanan, bantuan untuk rakyat miskin, perlu dilakukan
pemungutan pajak yang dasarnya adalah kemampuan
membayar atau “Ability-to-Pay” dari masing-masing Wajib
Pajak. Pendekatan ini disebut dengan“Ability-to-Pay
Approach”. 23
AZAS KEADILAN
Konsep “ability-to-pay “ (Mansury 1999) ada tiga macam sebagai
berikut:
a. Kekayaan, yaitu kemampuan menguasai barang dan jasa yang
dimiliki seseorang pada suatu saat tertentu; pajak kekayaan
mengenakan pajak atas dasar kemampuan yang dimiliki seseorang
pada suatu saat, misalnya kekayaan yang dimiliki pada tanggal 1
Januari dari setiap tahun.
b. Penghasilan, yaitu tambahan kemampuan membayar yang mengalir
kepada seseorang selama satu jangka waktu, misalnya untuk satu
tahun takwim dari tanggal 1 Januari sampai dengan 31 Desember
setiap tahun. PPh adalah pajak yang dikenakan atas jumlah
tambahan kemampuan ekonomi yang diterima atau diperoleh
seseorang selama satu tahun.
c. Konsumsi, adalah kemampuan membayar yang dipergunakan untuk
membeli barang dan jasa untuk keperluan memenuhi kebutuhan orang
yang bersangkutan. Pengenaan pajak atas konsumsi yang dilakukan di
Indonesia adalah PPN Dan PPnBM. 24

AZAS KEADILAN
• Apabila diteliti lebih mendalam dalam pengenaan pajak
berdasar pada tiga kemampuan tsb, maka apabila
Kekayaan dipakai sebagai dasar pengenaan pajak (DPP)
maka akan menyebabkan Wajib Pajak yang bersangkutan
bertambah miskin kalau pajak yang dipungut melebihi
penghasilannya. Pengenaan pajak berdasar kekayaan
akan menimbulkan ketidakadilan apabila penduduk yang
memiliki kekayaan yang besar berupa tanah dan
bangunan tetapi berpenghasilan kecil, akan membayar
pajak yang lebih tinggi daripada penduduk yang
berpenghasilan jauh lebih tinggi. Pajak yang dasar
pengenaan pajaknya berdasar kekayaan adalah PBB.
Apabila pengenaan PBB melebihi 30% dari penghasilannya
maka akan menimbulkan proses pemiskinan .
25
AZAS KEADILAN
• DPP dihitung berdasar pada Penghasilan yang diperoleh. Hal
inilah yang dianut oleh UU PPh. UU PPh mengenakan pajak
atas tambahan kemampuan ekonomis, jadi kekayaan Wajib
Pajak tidak diusik sama sekali, dan pajak penghasilan ini
hanya merupakan sebagian kecil saja dari tambahan
kemampuan ekonomis yang diterima Wajib Pajak.
• Karena “tax base” nya adalah tambahan kemampuan
ekonomis sehingga semua pengeluaran yang dipergunakan
untuk mendapatkan, memelihara, dan mempertahankan
penghasilan tsb dapat dikurangkan dari penghasilan “tax
base” tsb. Dengan demikian, yang dikenakan pajak terhadap
seseorang hanya tambahan kemampuan yang tersedia untuk
dibelanjakan barang-barang dan jasa untuk meningkatkan
kesejahteraan orang tsb. Hal ini terasa lebih adil.
26
AZAS KEADILAN
• Apabila DPP penghasilan berasal dari Konsumsi, maka hanya
sebagian kecil dari tambahan kemampuan ekonomis yang
diperoleh, yaitu yang digunakan untuk membeli barang dan jasa,
dan pengenaan pajak ini menimbulkan ketidakadilan karena bagi
penduduk yang mempunyai penghasilan kecil akan dikenakan
pajak yang lebih besar karena seluruh penghasilannya
dikonsumsi, di lain fihak penduduk yang mempuyai penghasilan
besar hanya dikenakan pajak yang kecil karena hanya sebagian
kecil dari penghasilannya yang dikonsumsi, kenyataannya semakin
besar penghasilan seseorang maka semakin kecil penghasilan
yang dikonsumsi, sehingga makin besar tabungannya dan makin
banyak harta kekayaan yang lain dari orang tersebut.
• Maka pemungutan pajak atas konsumsi itu bersifat regresif,
yaitu semakin besar tambahan kemampuan ekonomis yang
diperoleh semakin kecil prosentasi pajak yang dibayar terhadap
seluruh tambahan kemampuan ekonomis. Oleh karenanya 27
pemungutan pajak atas dasar konsumsi itu tidak adil.
AZAS KEADILAN
• Richard Goode (The Individual Income Tax, Studies of
Government Finance. Washington D.C., 1976), menjelaskan
bahwa “Income Tax is the fairest among the major taxes ” .
Pajak penghasilan itu adalah suatu jenis pajak yang bisa
dibebankan secara adil, namun pada kenyataanya pajak
penghasilan yang adil adalah pajak penghasilan yang benar-benar
dipungut atas penghasilan atau atas tambahan kemampuan
ekonomis.
• Pemungutan pajak yang adil itu harus didasarkan pada “ability-
to-pay” yaitu penghasilan, kekayaan, dan konsumsi, atau ketiga-
tiganya. Apapun dasar yang akan dipilih sebagai “ ability-to-pay”
yang akan dijadikan Objek Pajak, tetapi ketentuan-ketentuan
yang mencakup Subjek Pajak, Objek Pajak, Tarif Pajak dan
Prosedur Pajak harus diterapkan secara umum dan merata
sehingga tercapai keadilan horizontal dan keadilan vertikal.
• 28
AZAS KEADILAN
David D, Hyman. (Public Finance. New York : CBS, College Publishing,
1993) menjelaskan tentang pengertian horizontal equity dengan
menyatakan : "Horizontal equity is achieved when individuals of the
same economic capacity (measured for example by income) pay the
same tax shares".
• Keadilan horizontal dicapai bila individu-individu pada kapasitas
ekonomi yang sama (misalnya diukur dengan penghasilan) membayar
pajak dengan andil yang sama. 

Lewis, Stephen R. Jr ( Taxation for Development. New York: Oxford


University Press Inc, 1984) mengemukakan tentang horizontal equity
yaitu :
• "Horizontal equity since two individuals equally situated with regard
to real income should be treated equally with regard to income
taxation, regardless of source or the disposition of their income".
• Keadilan horizontal bila dua individu mempunyai penghasilan yang
sama diperlakukan sama terhadap Pajak Penghasilan tanpa 29
AZAS KEADILAN
•Lewis, Stephen R. Jr (Taxation for Development. New York:
Oxford University Press Inc, 1984,) mengemukakan tentang
horizontal equity yaitu :

•"Horizontal equity since two individuals equally situated with regard


to real income should be treated equally with regard to income
taxation, regardless of source or the disposition of their income".

Keadilan horizontal bila dua individu mempunyai penghasilan yang


sama diperlakukan sama terhadap Pajak Penghasilan tanpa
memperhatikan sumber atau sifat dari penghasilan mereka.

30
AZAS KEADILAN

•Richard J.Aronson, (Public Finance. New York: MC


Graw -Hill Book Company, 1985,) mengutip pengertian
tentang horizontal equity yang ditulis oleh Buchanan

•"Horizontal equity requires that people who are


deemed to be in equal economic position should pay the
same amount in taxes”.

Keadilan horizontal menghendaki jika orang yang


dianggap pada posisi ekonomi yang sama akan
membayar jumlah pajak yang sama.

31
AZAS KEADILAN

• Menurut Adam Smith, untuk keadilan beban


pajak pertama-tama hendaknya dibebankan
kepada masyarakat berdasarkan manfaat
yang dinikmati oleh anggota masyarakat yang
bersangkutan. Apabila manfaat yang
dinikmati tersebut tidak dapat dipakai untuk
membagi beban pajak yang diperlukan, maka
anggota masyarakat harus dikenakan pajak
sebanding dengan kemampuan membayar
masing-masing, yaitu sebanding dengan
penghasilan yang diperoleh berkat
perlindungan pemerintah 32
Azas-azas Pemungutan Pajak
• Richard Goode (Government Finance in The
Developing Countries. Washington : The
Brooking Institutions, 1984), mengemukakan
prinsip pemungutan pajak yang hampir sama
dengan prinsip yang dikemukakan oleh Adam
Smith, yaitu:
• "There are three major principles of tax
design: equity, efficiency and
administrative feasibility".

33
AZAS KEADILAN
• Tahun 1896 Adolf Wagner dalam bukunya yang
berjudul Finanzwissenschaft yang dikutip oleh R.
Mansury (1999) menulis bahwa apabila diharapkan
pemungutan pajak itu adil maka ketentuan Undang-
undang tentang pajak harus didasarkan atas
“Allgemeinheit und Gleichmaszigkeit“, artinya secara
umum dan merata, yaitu Undang-undang Pajak harus
diperlakukan umum kepada semua warga masyarakat
tanpa kecuali dan beban pajaknya harus dipikulkan
secara merata kepada semua anggota masyarakat
yang mempunyai kemampuan untuk membayar pajak
dengan suatu tarif yang progresif, sehingga
pemungutan pajak yang demikian dapat
mendistribusikan penghasilan lebih adil . 34
AZAS KEADILAN
Selanjutnya di dalam pemungutan pajak yang paling penting
adalah adanya azas keadilan atau adil, dan adanya kepastian
hukum, menurut Mansury (1999) bahwa apabila dikehendaki
pajak atas penghasilan itu memenuhi azas keadilan, maka perlu
dipegang teguh hal hal sebagai berikut:
a.Memenuhi syarat syarat Keadilan Horizontal :
1. Definisi Penghasilan: Objek Pajak bagi semua orang harus
sama, yaitu yang didasarkan atas definisi penghasilan yang
ideal untuk dipakai untuk keperluan pemungutan pajak
artinya Penghasilan adalah tambahan kemampuan ekonomi
berupa tambahan kemampuan untuk menguasai barang dan
jasa.
2. Globality. Ukuran kemampuan membayar adalah jumlah
keseluruhan tambahan kemampuan ekonomis selama satu
tahun pajak dari sumber apapun dan berupa jenis penghasilan
apapun.
35
AZAS KEADILAN
3. Penghasilan Neto. Kemampuan membayar pajak tidak
mencakup penerimaan yang telah dikeluarkan untuk membiayai
perolehan penghasilan, oleh karena itu jumlah yang dipakai
sebagai dasar untuk menghitung besarnya pajak haruslah
jumlah neto yang sudah dikurangi dengan semua biaya atau
beban untuk memperoleh penghasilan yang bersangkutan.

4. Personal Exemption = PTKP, Untuk Wajib Pajak Orang


Pribadi, biaya hidup minimal yang diperlukan untuk diri wajib
Pajak dan anggota keluarga yang menjadi tanggunggannya.

5. Equal Treatment for the Equals. Wajib Pajak wajib Pajak


yang tambahan kemampuan ekonominya sama hendaknya
dikenakan pajak dengan tarif yang sama dan kepada semua
wajib Pajak hendaknya berlaku struktur tarif pajak yang sama.
36
AZAS KEADILAN
b. Memenuhi syarat syarat Keadilan Vertikal :
 1.Progression. Wajib Pajak yang tambahan kemampuan
ekonominya lebih besar dikenakan pajak dengan tarif pajak
yang lebih tinggi dengan menerapkan hanya satu struktur
tarif pajak progresif yang berlaku atas semua Wajib Pajak.

2. Unequal Treatment for the Unequals. Apabila kepada


semua Wajib Pajak diterapkan satu struktur tarif pajak
yang progressif, perbedaan perlakuan, yaitu perbedaan
tarif pajak yang diterapkan hendaknya didasarkan hanya
karena perbedaan dari seluruh jumlah penghasilan neto yang
diterima dalam tahun pajak yang bersangkutan. Wajib pajak
dengan keseluruhan penghasilan neto yang lebih besar
dikenakan tarif pajak yang lebih tinggi.
37
AZAS KEADILAN
 
• Perpajakan atas penghasilan yang memenuhi tujuh
syarat tersebut disebut “Global Taxation“ .Tujuh
syarat untuk suatu sistem pajak atas penghasilan
yang berkeadilan, sebagaimana disebut terdahulu
merupakan syarat-syarat yang disebutkan oleh
sebagian besar para ahli perpajakan. Perlu
ditegaskan bahwa untuk mencapai tujuan, bahwa
pemungutan pajak itu harus dilakukan dengan
membebankan pajak yang dipungut itu secara adil,
maka sistem perpajakan tersebut harus memenuhi
ketujuh syarat tersebut .
38
FUNGSI PAJAK
• Selanjutnya teori Adam Smith dikembangkan oleh Adolf
Wagner dalam bukunya Finanzwissenschaft, yang antara
lain membahas mengenai fungsi pajak menjadi dua yaitu
purely financial purpose = budget purpose dan regulator
purpose.
• a. Purely Financial Purpose = Budgetary Purpose, tujuan
pertama pemungutan pajak adalah untuk membiayai
pengeluaran belanja negara guna kepentingan dan
keperluan seluruh masyarakat tujuan ini juga disebut
sebagai “revenue adequacy” yaitu bahwa pemungutan
pajak tersebut ditujukan untuk mengumpulkan penerimaan
yang memadai atau yang cukup untuk membiayai belanja
negara.

39
FUNGSI PAJAK
• Dalam mengumpulkan penerimaan pajak yang cukup untuk
membiayai semua kegiatan pemerintah untuk membawa
seluruh masyarakat menuju masyarakat yang dicita-
citakan bersama, maka pemungutan pajak tersebut harus
dibebankan secara adil, keadilan dalam pemungutan
pajak ini menurut Wagner tercermin dalam pemungutan
pajak yang didasarkan pada “ Algemeinheit und
Gleichmaszigkeit “ atau yang diberlakukan secara umum
dan beban pajak itu harus dipikulkan merata kepada
seluruh Wajib Pajak yang mempunyai kemampuan
membayar. Hal ini mirip dengan azas The Revenue–
adequacy Principle, yang dikemukakan oleh Jesse
Burkhead diatas.

40
FUNGSI PAJAK

• b. Regulator purpose adalah fungsi


mengatur dari pajak adalah fungsi
redistribusi dari penghasilan, dan
kesejahteraan sehingga redistribusi
incomenya lebih adil, dan menggunakan
tarif progresif yang berarti lebih tinggi
objek pajaknya maka lebih tinggi tarifnya.
Di samping itu ada fungsi mengatur
kehidupan sosial yang lebih baik, contohnya
cukai rokok, alkohol.
41

Anda mungkin juga menyukai