Anda di halaman 1dari 2

Nama : Satrio Hari Pengestu

Nim : 044608964

1. a. Beberapa alasan yang mendasari mengapa hukum pajak diatur sebagai disiplin ilmu
tersendiri yang terlepas dari hukum administrasi negara, akan tetapi tetap menjadi
kelompok dalam hukum publik?
- Jangkauan yang dimiliki hukum pajak sangat luas mulai dari lingkup pemerintah
daerah kabupaten/kota hingga pajak internasional.
- Dalam postur APBN, pajak diartikan sebagai penerimaan perpajakan yang terdiri
dari pajak pusat, bea dan cukai hingga Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNPB).
- Hukum pajak juga dimanfaatkan sebagai instrumen politik perekonomian.
- Bersifat administrasi, pengaturan (regulasi) dan hinting-hitungan (akuntansi).
- Memiliki aturan dan istilah tersendiri yang bersifat khusus.
- Sanksi yang diatur lebih luas dari segi jenis dan objek.
b. Pajak dibebankan kepada orang pribadi atau badan yang telah memenuhi persyaratan
subjektif dan objektif dengan tujuan sebagai sumber pendapatan negara dan digunakan
untuk pemerataan atau peremajaan segala macam sarana dan prasarana umum yang
dapat dinikmati oleh semua warga negara. Kita ambil contoh Asas Adam Smith yang
mengemukakan bahwa
Dengan berdasar pada bukunya yang berjudul “Wealth of Nations”, Adam Smith
dikenal dengan 4 asas pemungutan pajak menurut pendapatnya sendiri, yaitu:
1. Asas Equality (Keseimbangan atau Keadilan)
Pada asas ini menyatakan bahwa dalam hal pemungutan pajak, negara harus
menyesuaikan dengan kemampuan dan juga penghasilan yang diperoleh atau
diterima dari Wajib Pajak. Negara tidak boleh bertindak diskriminatif atau seenaknya
sendiri dalam hal melakukan pemungutan pajak terhadap Wajib Pajak.
Jadi, dalam asas ini menyiratkan bahwa Wajib Pajak yang memiliki kemampuan
lebih dan harta yang dimiliki juga banyak, maka pemungutan pajak yang dibebankan
kepadanya juga dengan tarif yang tinggi disesuaikan dengan kemampuan ekonomis
yang dimilikinya.
2. Asas Certainty (Kepastian Hukum)
Asas ini menunjukkan bahwa semua pungutan pajak harus didasarkan pada Undang-
Undang (UU) yang berlaku, sehingga bagi pihak-pihak yang melanggar atas
pungutan pajak ini akan dikenakan sanksi hukum yang sesuai dengan Undang-
Undang (UU).
Penetapan pajak harus dilakukan secara transparan sesuai dengan hukum yang
berlaku, yaitu Undang-Undang (UU).
3. Asas Convinience of Payment (Tepat Waktu)
Dalam asas ini, pungutan pajak harus berdasarkan dengan saat yang tepat bagi Wajib
Pajak (saat yang paling baik). Misalnya adalah disaat wajib pajak baru menerimakan
penghasilannya atau menerima hadiah.
Hal ini bertujuan agar Wajib Pajak tidak merasa dibebani atau keberatan atas pajak
yang dipungut.
4. Asas Efficiency (Efisiensi atau Ekonomis)
Asas ini terkait dengan biaya pemungutan pajak yang diusahakan untuk dapat
sehemat mungkin. Asas ini menjadi patokan agar tidak terjadi biaya pemungutan
pajak yang lebih besar dari hasil pemungutan pajak.
Hal ini menunjukkan bahwa dalam pemungutan pajak harus dilakukan secara tepat
dan benar agar tujuan dari pemungutan pajak ini dapat tercapai.

Sesuai dengan Teori Daya pikul. Beban pajak untuk semua orang harus sama
beratnya. Hal ini mengandung makna bahwa pajak harus di bayarkan sesuai dengan
“daya pikul” masing-masing orang. Pendekatan untuk mengukur daya pikul ada dua
yaitu (1) unsur objektif, yaitu dengan melihat besarnya penghasilan atau kekayaan
yang dimiliki oleh seseorang, (2) unsur subjektif, yaitu dengan memperhatikan
besarnya kebutuhan materiil yang harus dipenuhi. Jadi, mungkin sama-sama
berpenghasilan Rp10.000.000, namun pembayaran pajak penghasilannya.
Penghasilan sama, namun juga harus melihat jumlah tanggungan (misal status kawin
dan jumlah tanggungannya).

Anda mungkin juga menyukai