Anda di halaman 1dari 7

Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 Pasal 1 ayat 2 mendefinisikan Wajib Pajak adalah

Orang Pribadi atau Badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak
yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan Peraturan
Perundang-undangan perpajakan.

1. Teori-Teori Pemungutan Pajak


Beberapa teori yang menjelaskan atau memberikan justifikasi pemberian hak
kepada negara untuk memungut pajak, menurut Mardiasmo (2011) teori-teori tersebut
sebagai berikut :
a) Teori Asuransi
Negara melindungi keselamatan jiwa, harta benda, dan hak-hak
rakyatnya.Oleh karena itu rakyat harus membayar pajak yang diibaratkan sebagai
suatu premi asuransi karena memperoleh jaminan perlindungan tersebut.
b) Teori Kepentingan
Pembagian beban pajak kepada rakyat didasarkan pada kepentingan (misalnya
perlindungan) masing-masing orang, semakin besar kepentingan seseorang terhadap
negara, makin tinggi pajak yang harus dibayar.
c) Teori Daya Pikul
Beban pajak untuk semua orang harus sama beratnya, artinya pajak harus
dibayar sesuai dengan daya pikul masing-masing orang. Untuk mengukur daya pikul
dapat digunakan 2 pendekatan yaitu:
 Unsur objektif, dengan melihat besarnya penghasilan atau kekayaan yang dimiliki
oleh seseorang.
 Unsur subjektif, dengan memperhatikan besarnya kebutuhan materiil yang harus
dipenuhi.
d) Teori Bakti
Dasar keadilan pemungutan pajak terletak pada hubungan rakyat dapat
negaranya.Sebagai warga negara yang berbakti, rakyat harus selalu menyadari bahwa
pembayaran pajak adalah sebagai suatu kewajiban.
e) Teori Asas Daya Beli
Dasar keadilan terletak pada akibat pemungutan pajak. Maksudnya memungut
pajak berarti menarik daya beli dari rumah tangga masyarakat untuk rumah tangga
negara. Selanjutnya negara akam menyalurkannya kembali ke masyarakat dalam
bentuk pemeliharaan kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian kepentingan
seluruh masyarakat lebih diutamakan.

Dalam memungut pajak, institusi pemungut pajak hendaknya memerhatikan berbagai faktor
yang selanjutnya dikenal sebagai asas pemungutan pajak. Adapun berbagai asas pemungutan
pajak menurut para ahli ekonomi.

1. Adam Smith
a. Asas Equality, pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara harus sesuai dengan
kemampuan dan penghasilan wajib pajak. Negara tidak boleh bertindak diskriminatif
terhadap wajib pajak.
b. Asas Certainty, semua pungutan pajak harus berdasarkan UU, sehingga bagi yang
melanggar akan dapat dikenai sanksi hukum.
c. Asas Convinience of Payment, pajak harus dipungut pada saat yang tepat bagi wajib
pajak (saat yang paling baik), misalnya disaat wajib pajak baru menerima
penghasilannya atau disaat wajib pajak menerima hadiah.
d. Asas Efficiency, biaya pemungutan pajak diusahakan sehemat mungkin, jangan
sampai terjadi biaa pemungutan pajak lebih besar dari hasil pemungutan pajak.
2. W.J. Langen
a. Asas Daya Pikul, besar kecilnya pajak yang dipungut harus berdasarkan besar
kecilnya penghasilan wajib pajak. Semakin tinggi penghasilan maka semakin tinggi
pajak yang dibebankan.
b. Asas Manfaat, pajak yang dipungut oleh negara harus digunakan untuk kegiatan-
kegiatan yang bermanfaat untuk kepentingan umum.
c. Asas Kesejahteraan, pajak yang dipungut oleh negara digunakan untuk meningkatkan
kesejahteraan rakyat.
d. Asas Kesamaan, dalam kondisi yang sama antara wajib pajak yang satu dengan yang
lain harus dikenakan pajak dalam jumlah yang sama (diperlakukan sama).
e. Asas Beban Yang Sekecil-kecilnya, pemungutan pajak diusahakan sekecil-kecilnya
(serendah-rendahnya) jika dibandingkan dengan nilai obyek pajak sehingga tidak
memberatkan para wajib pajak.
3. Adolf Wagner
a. Asas Politik Finansial, pajak yang dipungut negara jumlahnya memadai sehingga
dapat membiayai atau mendorong semua kegiatan negara.
b. Asas Ekonomi, penentuan obyek pajak harus tepat, misalnya: pajak pendapatan, pajak
untuk barang-barang mewah
c. Asas Keadilan, pungutan pajak berlaku secara umum tanpa diskriminasi, untuk
kondisi yang sama diperlakukan sama pula.
d. Asas Administrasi, menyangkut masalah kepastian perpajakan (kapan, dimana harus
membayar pajak), keluwesan penagihan (bagaimana cara membayarnya) dan
besarnya biaya pajak.
e. Asas Yuridis, segala pungutan pajak harus berdasarkan undang-undang.

Asas yang berlaku di Indonesia diantaranya :

a. Asas Domisili (kependudukan)

Pemungutan pajak dikenakan kepada setiap wajib pajak sesuai domisili tempat
tinggal masing-masing. Asas domisili diberlakukan kepada setiap warga Negara yang
berdomisili di Negara tersebut. Tidak peduli melihat dari mana pendapatan didapatkan,
baik dari luar maupun dalam negeri. Asas domisili juga diberlakukan kepada perorangan
maupun suatu lembaga, baik lokal maupun asing, yang menetap di Indonesia wajib
menyetorkan pajak kepada pemerintah Indonesia.

b. Asas Sumber

Perlakuan pemungutan pajak disesuaikan dengan negara tempat sumber pendapatan


Anda dapatkan. Tidak peduli berada di mana atau dari mana wajib pajak tersebut, maka
Anda wajib membayarkan pajak. Misalnya, ada orang asing bekerja di Indonesia dan
mendapat gaji dari pemerintah Indonesia, maka berkewajiban membayar pajak ke
pemerintah Indonesia.

c. Asas Kebangsaan (nasionalitas)

Asas kebangsaan diartikan sebagai kewajiban setiap warga Negara untuk tetap
menyetorkan pajak kepada negara meskipun sedang berada di luar negeri karena suatu
kepentingan dan sebagainya. Contohnya, gaji seorang Tenaga Kerja Indonesia (TKI)
yang bekerja di Arab Saudi selama 1 tahun, wajib membayar pajak ke pemerintah
Indonesia.

Asas domisili dan asas kebangsaan memiliki persamaan fokus pemungutan pajak pada
subjeknya, yaitu domisili tempat tinggal dan status kewarganegaraan. Sedangkan fokus
pemungutan pajak asas sumber adalah di mana sumber pendapatan yang didapatkan.
Tidak peduli siapa dan dari mana wajib pajak, meskipun warga negara asing atau tidak
berdomisili di tempat kerja tetap dikenakan pajak. Selain itu perbedaan diantara asas-asas
tersebut, yakni dalam asas domisili dan kebangsaan pendapatan yang terkena pajak tidak
dibatasi mau didapat dari dalam maupun luar negeri. Sedangkan dalam asas sumber,
penghasilan yang terkena pajak terbatas hanya penghasilan dari sumber itulah yang
dikenakan pajak.

Contoh Kasus:

kasus 1

Kasus Pajak, Direktur di Semarang Dihukum 7 Bulan Penjara

Direktur sebuah perusahaan jasa transportasi, CV. Bumi Raya dihukum 7 bulan penjara dan
denda Rp 11,74 miliar terkait tindak pidana perpajakan. Terdakwa bernama Soetijono (64) itu
menyampaikan surat pemberitahuan (SPT) masa pajak pertambahan nilai (PPN) dengan isi
yang tidak sesuai kenyataan.

Hukuman tersebut diketok majelis hakim yang diketuai hakim Moh. Zaenal Arifin di
Pengadilan Negeri Semarang, Rabu (9/11/2016). Hakim menilai Soetijono terbukti
menyampaikan SPT masa PPN masa pajak Januari-Desember 2007 dengan tidak benar.
Perbuatan curang ini dilakukan Soetijono dengan membuat faktur pajak yang tidak
berdasarkan transaksi ekonomi yang sebenarnya. Selain itu berdasarkan keterangan saksi dari
pihak-pihak perusahaan, tidak ada yang melakukan transaksi jual beli dengan CV Bumi Raya
dalam perkara itu.

Soetijono terbukti melakukan tindak pidana melanggar Pasal 39 ayat (1) huruf c jo pasal 43
Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
yang telah diubah dengan UU RI Nomor 16 tahun 2000.

"Perbuatannya merugikan negara sebesar Rp 5,8 miliar," kata pelaksana tugas Kepala Kanwil
Direktorat Jenderal Pajak Jawa Tengah I, Dasto Ledyanto dalam siaran pers yang diterima
detikcom, Kamis (10/11/2016).
Dasto mengatakan tidak hanya perkara tersebut yang prosesnya terus berlanjut. Saat ini
Kanwil DJP Jawa Tengah I sedang melaksanakan pemeriksaan bukti permulaan terhadap 16
wajib pajak.
"Kami juga melaksanakan penyidikan terhadap 8 wajib pajak," kata Dasto.
Dasto menjelaskan, dengan berlakunya UU RI nomor 11 tahun 2016 tentang Pengampunan
Pajak, setiap wajib pajak berhak mendapatkan pengampunan pajak.
Namun hal ini tidak berlaku bagi wajib pajak yang sedang menjalani penyidikan dan berkas
penyidikan sudah dinyatakan lengkap oleh kejaksaan. Pengampunan pajak juga tidak berlaku
terhadap wajib pajak yang sedang dalam proses peradilan, atau wajib pajak yang sedang
menjalani hukuman pidana atas tindak pidana bidang perpajakan.
"Oleh sebab itu diimbau kepada wajib pajak baik yang sedang dilakukan proses pemeriksaan
bukti permulaan maupun penyidikan untuk memanfaatkan Undang-Undang Pengampunan
Pajak," jelas Dasto.

kasus 2

Kasus Upah Pungut Pajak Bakal Seret Banyak Pejabat


Kasus upah pungut pajak bumi dan bangunan (PBB) di DKI Jakarta berbuntut panjang.
Setelah memeriksa Ketua DPRD DKI Ade Surapriatna, Selasa (13/1), Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) akan memeriksa sejumlah pejabat instansi terkait, di antaranya sejumlah
pejabat di Biro Keuangan dan Dinas Pelayanan Pajak DKI Jakarta. Tak hanya itu, Gubernur
DKI Jakarta Fauzi Bowo, Menteri Keuangan RI Sri Mulyani, dan Menteri Dalam Negeri
Mardiyanto juga akan diperiksa KPK untuk dimintai keterangan.

"Bukan cuma saya saja," kata Fauzi Bowo di Balaikota, Rabu (14/1). Menkeu dan Mendagri
mengeluarkan peraturan pengelolaan dana upah pungut PBB. Pada Pasal 3 Keputusan
Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) No 35 Tahun 2002 tentang Pedoman Alokasi Biaya
Pemungutan Pajak diatur bahwa penerima upah pungut hanya gubernur, wakil gubernur,
sekretaris daerah, dan Dinas Pendapatan Daerah serta unsur penunjang yakni Polda Metro
Jaya. Kepmendagri itu merupakan peraturan turunan dari Peraturan Menteri Dalam Negeri
(Permendagri) No 60 Tahun 2002 tentang Retribusi Daerah dan Peraturan Pemerintah No 66
Tahun 2001 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

Oleh karena itu, kalau KPK meminta keterangan dari Fauzi selaku Gubernur DKI Jakarta,
Fauzi menyatakan tidak ada masalah. "Bukan suatu yang aneh. Itu tidak masalah buat saya.
Saya siap diperiksa,” ujarnya. Tetapi ketika ditanya apakah 75 anggota DPRD DKI termasuk
penerima upah pungut, Fauzi mengatakan, "Saya tidak bisa berkomentar itu."
Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi DKI Muhayat menjelaskan, dalam Kepmendagri No 35
Tahun 2002 tercantum anggaran upah pungut untuk pajak daerah dan PBB yang ditentukan
pemerintah pusat, yaitu maksimal 5 persen. Namun, untuk DKI, melalui peraturan gubernur,
ditetapkan sebesar 3,75 persen. "Daerah berhak menentukan upah pungut kedua pajak itu.
Dan DKI menetapkan di bawah angka maksimal dalam Kepmendagri itu," kata Muhayat.

Terkait pembagian jatah upah pungut kepada anggota dewan, Muhayat membenarkan aturan
itu tidak tercantum dalam Kepmendagri. Namun, saat Sutiyoso menjadi Gubernur Jakarta
telah dikeluarkan peraturan gubernur yang memperbolehkan anggota dewan menerima upah
pungut, dengan rincian anggota dewan mendapatkan porsi 5 persen dari 3,75 persen upah
pungut yang ditetapkan Pemprov DKI melalui Pergub No 28 Tahun 2005 dan Pergub No 118
Tahun 2005.

Ketua DPRD DKI diperiksa KPK kemarin, selama 9,5 jam, mengenai pengelolaan upah
pungut pajak daerah serta pajak bumi dan bangunan pada 2005-2007. Ade merupakan orang
pertama yang diperiksa dalam kasus ini.

Dalam pemeriksaan itu, Ade menerangkan dirinya menerima insentif dari pungutan pajak
daerah sebesar Rp 5 juta serta PBB Rp 2 juta setiap tiga bulan. Menurutnya, penyelenggara
negara boleh menerima dana dari pungutan pajak berdasarkan Perda No 16 Tahun 2004
tentang Pemberian Biaya Pemungutan Pajak Daerah Kepada Instansi Pemungut dan
Instansi/Penunjang lainnya. Penyelenggara negara adalah perangkat pemerintah daerah
(pemda) dan perangkat daerah, termasuk anggota DPRD.

Anda mungkin juga menyukai