Anda di halaman 1dari 7

Teori yang mendasari pemungutan pajak

Dasar teori pemungutan pajak timbul karena adanya pertanyaan saat dilakukannya
pemungutan pajak. Tidak ada seorang pun yang rela untuk membayar pajak negara, serta
tidak adanya manfaat yang langsung dirasakan. Berdasarkan situasi tersebut, maka dari itu
muncul beberapa dasar teori pemungutan pajak, sebagai berikut :

a.    Teori Asuransi
Teori ini diartikan dengan kepentingan masyarakat yang harus dilindungi oleh negara.
Masyarakat seakan mempertanggungkan keselamatan dan keamanan jiwa mereka kepada
negara dan masyarakat harus membayar “premi” kepada negara.

Teori ini pada dasarnya tidak tepat untuk melandasi pemungutan pajak, karena premi kurang
tepat diartikan dengan pajak. Premi sama dengan retribusi yang kontra prestasinya dapat
dirasakan langsung, sedangkan pajak tidak demikian. Jika masyarakat mengalami kerugian,
pihak negara tidak bisa memberikan pergantian dan jumlah premi tidak bisa dihitung dalam
jumlah yang seimbang.

b.    Teori Kepentingan

Teori ini dapat diartikan sebagai negara yang melindungi kepentingan harta benda dan jiwa
warga negara dengan memperhatikan pembagian beban pajak yang harus dipungut dari
seluruh penduduknya. Pengeluaran yang akan dikeluarkan oleh negara dibebankan kepada
seluruh warga berdasarkan kepentingan warga negara. Warga negara yang memiliki harta
sedikit maka membayar pajak juga lebih sedikit kepada negara. Begitu pula sebaliknya
dengan warga negara yang memiliki harta benda yang banyak, akan membayar pajak lebih
banyak. Landasan teori ini kurang tepat untuk digunakan sebagai dasar pemungutan pajak
karena ini lebih kearah retribusi dimana kontra prestasi langsung dirasakan oleh warga negara
yang mempunyai kepentingan serta kepentingan warga yang memiliki harta benda sedikit
secara social memiliki kepentingan lebih banyak dan seharusnya membayar pajak juga lebih
banyak.

c.     Teori Gaya Pikul

Dasar teori ini adalah asas keadilan, yaitu setiap orang yang dikenakan pajak harus sama
beratnya. Pajak yang harus dibayar adalah besarnya penghasilan dan besarnya pengeluaran
yang dilakukan. Kekuatan untuk membayar pajak baru dilakukan setelah kebutuhan primer
(yang merupakan asas minimum) seseorang telah terpenuhi. Dalam konteks UU PPh asas
minimum bisa disebut dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Jika seseorang
memiliki penghasilan di bawah batas PTKP berarti seseorang tersebut tidak perlun membayar
pajak. Namun jika penghasilan seseorang di atas batas PTKP, maka seseorang tersebut
membayar pajak sesuai dengan ketentuan berdasarkan asas keadilan yang ditentukan dalam
UU PPh.

d.    Teori Gaya Beli

Teori ini menekankan bahwa pembayaran pajak yang dilakukan kepada negara memiliki
tujuan untuk memelihara masyarakat dalam negara. Pembayaran pajak yang dilakukan
kepada negara lebih ditekankan pada fungsi mengatur (regulerent) dari pajak agar masyarakat
tetap eksis.

e.     Teori Bakti

Teori ini menekankan pada paham organische staatsleer yang mengajarkan bahwa sifat


negara sebagai organisasi dari individu maka timbul hak mutlak negara untuk memungut
pajak. Teori bakti ini bisa dikatakan sebagai adanya perjanjian dalam masyarakat untuk
membentuk negara, dimana negara memimpin masyarakat serta adanya kepercayaan yang
diberikan masyarakat kepada negara, maka pembayaran pajak yang dilakukan kepada negara
merupakan bakti dari masyarakat. Teori ini disebut juga teori kewajiban pajak mutlak.

Berbagai azas pemungutan pajak

 Asas Domisili (kependudukan)


Asas ini menjelaskan tentang pemungutan pajak diberlakukan kepada setiap wajib pajak
sesuai domisili mereka berada. Domisili diartikan sebagai tempat tinggal dari wajib pajak
tersebut. Asas domisili ini diartikan bahwa pemungutan pajak diberlakukan kepada setiap
warga negara yang berdomisili di negara tersebut. Tidak peduli dari mana pendapatan yang ia
dapatkan baik dari luar maupun dalam negeri selama ia masih berdomisili di negara tersebut
maka ia wajib untuk membayar pajak kepada negara. Hal ini diberlakukan kepada perorangan
maupun suatu lembaga. Misalnya ada suatu lembaga milik asing atau badan usaha yang
menetap di Indonesia, maka mereka wajib menyetorkan pajak kepada pemerintah Indonesia.

 Asas sumber
Maksud dari asas ini adalah perlakuan pemungutan pajak disesuaikan dengan sumber dimana
ia mendapatkan pendapatan. Jadi tidak peduli dimana atau darimana wajib pajak tersebut,
selama ia mendapatkan pendapatan atau sumber pendapatannya dari negara itu maka ia wajib
membayarkan pajak ke negara tersebut.  Contohnya : ada seorang asing atau tidak berasal
dari Indonesia, tapi ia bekerja di Indonesia dan mendapat gaji dari pemerintah Indonesia,
maka orang tersebut wajib membayar pajak ke negara Indonesia.

 Asas kebangsaan (nasionalitas)


Asas kebangsaan diartikan sebagai kewajiban seorang warga negara untuk tetap menyetorkan
kewajiban pajaknya kepada negara meskipun saat itu dia tidak berada di negaranya, bisa saat
dia bekerja ke luar, bisnis di luar dan sebagainya. Selama dia masih menjadi warga negara
tersebut secara resmi maka tetap dipungut pajak. Contohnya ada seorang pekerja asal
Indonesia yang bekerja di Malaysia selama 6 bulan. Dalam rentang itulah orang ini
mendapatkan penghasilan maka wajib membayar pajak ke negara ia berasal.

Dari tiga asas bisa diambil sebuah kesimpulan yang menunjukkan bahwa dua asas yakni asas
domisili dan asas kebangsaan memiliki makna yang sama yaitu fokus pemungutan pajak pada
subjeknya, yaitu dimana dia berdomisili dan apa kewarganegaraannya, di situlah ia wajib
membayar pajak. Berbeda dengan asas sumber, dalam asas ini tidak peduli siapa dia dan
darimana asalnya dia, yang menjadi fokus pemungutan pajak adalah dimana sumber dia
mendapatkan penghasilan, meskipun dia warga negara asing atau tidak berdomisili di tempat
kerjanya namun ia tetap dikenakan pajak. Selain itu ada lagi perbedaan diantara asas-asas
tersebut, yakni dalam asas domisili dan kebangsaan, penghasilan yang terkena pajak tidak
dibatasi mau didapat dari dalam maupun luar negeri, penghasilan tersebut akan dikenai pajak.
Sedangkan dalam asas sumber penghasilan yang terkena pajak terbatas hanya penghasilan
dari sumber itulah yang dikenakan pajak.

Jenis-jenis pajak

1. Jenis pajak menurut sifatnya

Pajak Subyektif

Pajak Subyektif ( Pajak yang Bersifat Perorangan ) yaitu jenis pajak yang dalam
pengenaannya memperhatikan keadaan atau kondisi pribadi wajib pajak ( status kawin atau
tidak kawin, mempunyai tanggungan keluarga atau tidak ). Jadi pada dasarnya setiap orang
yang menghuni wilayah di Indonesia memiliki kewajiban untuk membayar pajak tersebut.
Mulai dari anak kecil hingga orang dewasa. Sementara bagi warga negara asing yang tinggal
di Indonesia dikenakan wajib pajak jika memiliki keterikatan ekonomis dengan Indonesia,

Pajak objektif

pajak Obyektif ( Pajak yang Bersifat Kebendaan ) yaitu jenis pajak yang dalam
pengenaannya hanya memperhatikan sifat obyek pajaknya saja, tanpa memperhatikan
keadaan atau kondisi diri wajib pajak. Lebih tepatnya pajak objektif dikenakan pada seorang
warga negara Indonesia jika penghasilan yang dimiliki sudah memenuhi syarat sesuai dengan
undang-undang yang berlaku.

2. Menurut Sasaran/Objeknya 
 Pajak Subjektif 
Adalah Jenis pajak yang dikenakan dengan pertama-tama memperhatikan keadaan wajib
pajak (subjeknya). Setelah diketahui keadaan subjeknya barulah diperhatikan keadaan
objektifnya sesuai gaya pikul apakah dapat dikenakan pajak atau tidak, misalnya, pajak
penghasilan. 
 Pajak Objektif 
Adalah jenis pajak yang dikenakan dengan pertama-tama memperhatikan/melihat
objeknya baik berupa keadaan perbuatan atau peristiwa yang menyebabkan timbulnya
kewajiban membayar pajak. Setelah diketahui objeknya barulah dicari subjeknya yang
mempunyai hubungan hukum dengan objek yang telah diketahui,misalnya, pajak
pertambahan nilai.

3. Jenis pajak menurut lembaga pemungutan


Pajak menurut lembaga pemungutan terbagi menjadi 2 jenis pajak yaitu adalah Pajak pusat
yang biasanya dikelola oleh pemerintah pusat dalam hal ini adalah Direktorat jendral pajak
yang dibawah naungan Kementrian keuangan. Yang kedua adalah pajak daerah. Pajak daerah
adalah jenis pajak yang dipungut dan dikelola oleh dinas pendapatan daerah.
Contoh dari Pajak pusat adalah sebagai berikut:

1. Pajak Penghasilan (PPh)


2. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
3. Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)
4. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
5. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
6. Bea Materai.

Sedangkan unttuk Pajak daerah adalah sebagai berikut:

1. Pajak Kendaraan Bermotor (PKB)


2. Pajak Hotel dan Restoran
3. Pajak Hiburan dan tontonan
4. Pajak Reklame
5. Pajak Penerangan Jalan
6. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB)

Sistem Pemungutan Pajak

1. Self Assessment System

Self Assessment System merupakan sistem pemungutan pajak yang membebankan penentuan
besaran pajak yang perlu dibayarkan oleh wajib pajak yang bersangkutan. Dengan kata lain,
wajib pajak merupakan pihak yang berperan aktif dalam menghitung, membayar, dan
melaporkan besaran pajaknya ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau melalui sistem
administrasi online yang sudah dibuat oleh pemerintah.Peran pemerintah dalam sistem
pemungutan pajak ini adalah sebagai pengawas dari para wajib pajak. Self assessment system
diterapkan pada jenis pajak pusat.Contohnya adalah jenis pajak PPN dan PPh. Sistem
pemungutan pajak yang satu ini mulai diberlakukan di Indonesia  setelah masa reformasi

2. Official Assessment System

Official Assessment System merupakan sistem pemungutan pajak yang membebankan


wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang pada fiskus atau aparat perpajakan
sebagai pemungut pajak.Dalam sistem pemungutan pajak Official Assessment, wajib pajak
bersifat pasif dan pajak terutang baru ada setelah dikeluarkannya surat ketetapan pajak oleh
fiskus.Sistem pemungutan pajak ini bisa diterapkan dalam pelunasan Pajak Bumi Bangunan
(PBB) atau jenis pajak daerah lainnya.Dalam pembayaran PBB, KPP merupakan pihak yang
mengeluarkan surat ketetapan pajak berisi besaran PBB terutang setiap tahunnya.
Jadi, wajib pajak tidak perlu lagi menghitung pajak terutang melainkan cukup membayar
PBB berdasarkan Surat Pembayaran Pajak Terutang (SPPT) yang dikeluarkan oleh KPP
tempat objek pajak terdaftar.

3. Withholding System

Pada Withholding System, besarnya pajak dihitung oleh pihak ketiga yang bukan wajib pajak
dan bukan juga aparat pajak/fiskus.Contoh Witholding System adalah pemotongan
penghasilan karyawan yang dilakukan oleh bendahara instansi terkait. Jadi, karyawan tidak
perlu lagi pergi ke KPP untuk membayarkan pajak tersebut.Jenis pajak yang menggunakan
withholding system di Indonesia adalah PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, PPh Final
Pasal 4 ayat (2) dan PPN.Sebagai bukti atas pelunasan pajak dengan menggunakan sistem
pemungutan pajak ini biasanya berupa bukti potong atau bukti pungut.

Dalam beberapa kasus tertentu, bisa juga menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP). Bukti
potongan tersebut nantinya akan dilampirkan bersama SPT Tahunan PPh/SPT Masa PPN dari
wajib pajak yang bersangkutan.
TUGAS PERPAJAKAN
Teori Yang Mendasari Pemungutan Pajak ,
Berbagai Azas Pemungutan pajak

KELOMPOK 2

 Ni Putu Indah Regina Puspita Sari


 Kadek Wahyuhenyka
 Mega Yustika Dewi

Program Studi Diploma III


Fakultas Ekonomi Dan Bisnis
Universitas Udayana
Jln. PB Sudirman , Dangin Puri Kelod , Kec.Denpasar Barat, Denpasar

Anda mungkin juga menyukai