Anda di halaman 1dari 4

NAMA : FARIZ NOOR HIDAYAT

NIM : 30301800156

MATA KULIAH : HUKUM PAJAK A

DOSEN PENGAMPU : Dr. H. Amin Purnawan SH., Sp.N.,M.Hum

LEMBAR JAWABAN

1. Ajaran Hutang Pajak Materil, Jika Tatbestand itu sudah dipenuhi, maka dengan sendirinya timbul
hutang pajak, walaupun belum ada surat ketetapan pajak.

Ajaran Hutang Pajak Formil, Jadi selama belum ada SKP, belum ada hutang pajak walaupun Tatbestand
sudah dipenuhi.

2. Sistematik Hukum Pajak

 Hukum Pajak Material memuat norma-norma yang menerangkan mengenai:

- Keadaan, perbuatan-perbuatan dan peristiwa-peristiwa hukum yang harus dikenai pajak (obyek
pajak) dan disebut juga tatbestand;

- Siapa-siapa yang harus dikenai pajak (subyek pajak/ wajib pajak/ penanggung pajak); dan

- Berapa tarif/besarnya pajak

 Sedangkan Hukum Pajak Formal adalah serangkaian norma yang mengatur mengenai cara untuk
menjelmakan Hukum Pajak Material menjadi suatu kenyataan. Agar Hukum Pajak Material dapat
berlaku efektif, maka Hukum Pajak Formal ini harus ada yang mengatur antara lain mengenai:

- Pendaftaran obyek pajak dan wajib pajak;

- Pemungutan pajak;

- Penyetoran pajak;

- Pengajuan keberatan;

- Permohonan banding;
- Permohonan pengurangan dan penundaan pembayaran.

3. Teori Asuransi Pembayaran pajak menurut teori asuransi di ibaratkan seperti pembayaran premi karena
mendapat jaminan dari negara. Negara bertugas melindungi orang dan/atau warganya dengan segala
kepentingan, yaitu keselamatan dan keamanan jiwa serta harta bendanya.

Teori Kepentingan. Pembagian beban pajak kepada negara didasarkan pada “kepentingan” atau
“perlindungan” masing-masing orang. Oleh karena itu, semakin besar “kepentingan” seseorang terhadap
negara,

Teori Daya pikul. Beban pajak untuk semua orang harus sama beratnya. Hal ini mengandung makna
bahwa pajak harus di bayarkan sesuai dengan “daya pikul” masing-masing orang. Pendekatan untuk
mengukur daya pikul ada dua yaitu (1) unsur objektif, yaitu dengan melihat besarnya penghasilan atau
kekayaan yang dimiliki oleh seseorang, (2) unsur subjektif, yaitu dengan memperhatikan besarnya
kebutuhan materiil yang harus dipenuhi.

Teori Bakti. teori ini secara sederhana menyatakan bahwa warga negara membayar pajak karena baktinya
kepada negara. Teori bakti disebut juga teori kewajiban mutlak

Teori Asas Daya Beli. Teori ini berpendapat bahwa fungsi pemungutan pajak adalah mengambil daya beli
dari rumah tangga masyarakat untuk rumah tangga negara, kemudian menyalurkan kembali ke masyarakat
dengan maksud untuk memelihara kehidupan masyarakat dan untuk membawa ke arah tertentu (misal
kesejahteraan).

4. Self Assessment System merupakan sistem pemungutan pajak yang membebankan penentuan
besaran pajak yang perlu dibayarkan oleh wajib pajak yang bersangkutan.

Contoh : Contohnya adalah jenis pajak PPN dan PPh

Official Assessment System merupakan sistem pemungutan pajak yang membebankan wewenang untuk
menentukan besarnya pajak terutang pada fiskus atau aparat perpajakan sebagai pemungut pajak.

Contoh : pajak yang satu ini yakni dalam pelunasan Pajak Bumi Bangunan (PBB) maupun jenis pajak
daerah lainnya.

Withholding System, besarnya pajak dihitung oleh pihak ketiga yang bukan wajib pajak dan bukan juga
aparat pajak/fiskus.
Contoh : pemotongan penghasilan karyawan yang dilakukan oleh bendahara instansi terkait.

5. Pajak Pusat, yakni pajak yang kewenangan pemungutannya berada pada pemerintah pusat, misalnya:
PPh, PPN dan PPnBM, Bea Materai dan cukai.

Pajak Daerah, kewenangan pemungutannya berada pada pemerintah daerah, baik pemerintah propinsi
maupun kota/kabupaten. Jenis pajak propinsi terdiri atas: Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama
Kendaraan Bermotor, Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, Pajak Air Permukaan, Pajak Rokok.
Sedangkan Pajak Kabupaten/kota terdiri atas: PBB Perdesaan dan Perkotaan, BPHTB, Pajak Hotel,
Restoran, Hiburan, Reklame, Penerangan Jalan, Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan, Pajak Sarang
Burung Walet, Pajak Air Tanah, Pajak Parkir.

6. Jumhur ulama Madzhab Hanbali menilai pajak yang diambil dari orang-orang yang mampu secara
ekonomis merupakan jihad harta. Sementara ulama-ulama kontemporer seperti Rashid Ridha, Mahmud
Syaltut, Abu Zahrah dan Yusuf Qardhawi berpendapat, pajak dihalalkan dalam Islam.

PERSAMAAN

 Sama-sama merupakan kewajiban => pajak adalah kewajiban warga negara kepada pemerintah dengan
pembayaran sejumlah setoran sesuai ketentuan. Sementara zakat juga merupakan suatu kewajiban yakni
umat Islam kepada Tuhannya.

 Sama-sama disetorkan kepada lembaga yang bersangkutan => pajak yang dibayarkan warga negara harus
dibayarkan kepada Dirjen Pajak sebagai lembaga resmi milik negara. Begitu juga dengan zakat.
Penyalurannya diberikan kepada lembaga yang disebut badan amil zakat.
 Sama-sama tidak mendapatkan imbalan => wajib pajak tidak mendapatkan imbalan secara langsung
setelah mereka menyetor uang. Begitu juga dengan pembayar zakat. Mereka tidak mendapatkan
penghargaan atau timbal balik secara langsung dari apa yang mereka bayarkan.

PERBEDAAN

 Zakat berpedoman pada al-Quran. Sedangkan pajak berpegangan pada Undang-undang perpajakan yang
berlaku di Indonesia.
 Zakat merupakan ibadah yang jika melanggarnya tidak akan dikenai hukuman secara langsung.
Sedangkan pajak merupakan kewajiban yang jika tidak dilaksanakan akan menerima sanksi dan hukuman
administratif serta pidana pajak secara langsung dari negara.
 Penentuan nisab pada zakat ditetapkan oleh Allah SWT dan Rasul-Nya dan tidak bisa berubah.
Sedangkan pada zakat, bersarannya ditentukan berdasarkan kebijakan pemerintah dan bisa berubah.

Anda mungkin juga menyukai