Anda di halaman 1dari 34

HUKUM PAJAK

Maria Emelia Retno. K


HUKUM PAJAK

Pajak dapat ditinjau dari :


- Ekonomi : mempelajari pajak dalam dampak ekonominya terhadap masyarakat,
misalnya : pengaruh pajak terhadap penghasilan seseorang, pengaruh pajak
terhadap pola konsumsi dan lainnya.
- Sosial : mempelajari pajak dan pengaruhnya di bidang sosial, misalnya : pengaruh
pajak terhadap sosial budaya, pengaruh pajak terhadap sosial politik, dan lain-lain.
- Agama : mempelajari kaitan pajak dengan agama.
- Hukum  dari 2 aspek, yaitu :
a. Teori :
Filsafat Pancasila, dasar-dasar Hkm Pajak, gejala sosial dan fungsi pajak, asas-
asas pajak.
b. Hukum Positif :
- Hukum Pajak Material : Subjek pajak, objek pajak, wajib pajak.
- Hukum Pajak Formal : SPT, SKP, Keberatan
 hukum pajak positif : PPh, PBB, BPHTB, PPN & PPnBM

Pajak hubungannya dengan Kepentingan Umum :


- Individu mempunyai kepentingan pribadi, demikian juga dengan masyarakat
mempunyai kepentingan umum.
- Organ Theori dari Otto von Giergke menyebutkan bahwa : Individu tidak mungkin ada
atau hidup tanpa masyarakat sehingga individu tidak dapat dipisahkan dari
masyarakat.

Kesimpulan :
Munculnya pajak adalah untuk membiayai kepentingan masyarakat atau negara,
sehingga Pajak merupakan salah satu sumber pendapatan negara.
Penghasilan Negara :
1. Penghasilan dari perusahaan-perusahaan negara.
2. Barang-barang milik atau yang dikuasai pemerintah.
3. Denda-denda dan perampasan-perampasan untuk kepentingan umum
4. Hak-hak waris atas harta peninggalan yang terlantar.
5. Hibah wasiat dan hibah lainnya.
6. Pajak, Retribusi, Sumbangan.

Pengertian Pajak :
Perikatan yg timbul karena UU yg mewajibkan seseorang yg memenuhi syarat yg diten
tukan oleh UU utk membayar sejumlah uang ke kas negara, yg dapat dipaksakan (sifat
memaksanya umum-nya lebih kuat dari pada sumbangan) tanpa mendapat imbalan yg
secara langsung dapat ditunjuk, yang digunakan untuk membiayai segala pengeluaran
negara dan sebagai alat untuk mencapai tujuan lain di luar bidang keuangan.
Secara garis besar ciri-ciri yang ada pada pajak adalah :
1. Perikatan pajak hanya dapat timbul karena UU  jadi perikatan pajak tidak bisa
timbul karena perjanjian.
2. Pemungutan pajak dapat dipaksakan dan pihak yang membayar pajak tidak
langsung mendapat kontra prestasi.
3. Pajak dipungut oleh negara, baik oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah.
4. Pajak digunakan untuk membiayai pengeluaran pemerintah dan jika ada kelebihan
digunakan untuk investasi publik. Selain itu, pajak juga dapat digunakan untuk
tujuan lain di luar bidang keuangan.

Perbedaan pajak dengan pungutan lainnya :


 Retribusi :
Pungutan yg dilihat dari kontra prestasinya dpt dirasakan langsung (secara perorang-
an) berdasarkan peraturan yg berlaku umum dan utk pentaatannya dapat dipaksakan
(paksaannya bersifat ekonomis).
Contoh : retribusi parkir, rekening telepon, rekening listrik.

“Retribusi daerah” yang selanjutnya disebut Retribusi adalah pungutan daerah sebagai
pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau
diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan (Pasal
1 angka 27 UU PDRD).

Jadi perbedaan Pajak dan Retribusi tampak pada :


1. Kontra prestasi.
2. Sifat pemungutannya.
3. Sifat paksaannya.

 Sumbangan :
Biaya yg dikeluarkan oleh warga masyarakat untuk mendapatkan prestasi tertentu dari
pemerintah (prestasi pemerintah itu ditujukan tidak untuk seluruh penduduk, melainkan
hanya untuk sebagian penduduk tertentu saja).
Contoh : pajak kendaraan bermotor.

Jadi perbedaan Pajak dan Sumbangan tampak pada :


1. Kontra prestasi.
2. Bentuk prestasinya, pada sumbangan langsung diketahui oleh pembayar
sumbangan, sedangkan pada pajak; pembayar pajak tidak mengetahui bahkan tidak
mendapatkan secara langsung kontra prestasinya.

Pengertian Unsur Pajak :


Suatu hal yg jika tidak ada maka tdk mungkin ada pajak, dan unsur pajak ini terdiri dari :
3. Ada masyarakat yang mempunyai kepentingan umum.
4. Ada UU untuk memunculkan perikatan pajak.
.
Inggris : No Taxation without Representation.
Amerika Serikat : Taxation without representation is robbery.
3. Pemungut pajak – penguasa masyarakat dalam hal ini adalah Pemerintahan yang
sah.
4. Subjek pajak  Wajib pajak. Perbedaan subjek pajak dan wajib pajak terutama
terletak pada kewajiban perpajakannya. Subjek pajak masih bersifat potensial untuk
dikenakan pajak, sedangkan wajib pajak sudah memiliki kewajiban perpajakkan.
5. Objek pajak  tatbestand.
6. “Surat Ketetapan Pajak atau SKP” (fakultatif)  surat resmi yang dibuat oleh kantor
pajak yang digunakan untuk menetapkan besarnya hutang pajak.

Pengertian Ciri-ciri Pajak :


Hal-hal yang menunjukkan bahwa pungutan tersebut adalah pajak, terdiri dari :
1. Peralihan kekayaan dari orang atau badan ke masyarakat.
2. Tanpa imbalan yang secara langsung dapat ditunjuk.
3. Dapat dipaksakan.
4. Berulang-ulang atau sekaligus.
5. Untuk membiayai pengeluaran pemerintah

Pendekatan Pajak :
1. Dari segi Ekonomi.
- Mikro Ekonomi :
Peralihan kekayaan individu ke pemerintah tanpa imbalan yg secara langsung dpt
ditunjuk.
- Makro Ekonomi :
Peralihan kekayaan dari swasta ke pemerintah yang dapat dipaksakan utk penge-
luaran negara
2. Dari segi Keuangan.
Pajak hanya ditinjau sebagai alat untuk memasukan uang ke kas negara, sehingga
pajak digunakan sebagai :
- Sumber pembiayaan pembangunan.
- Mencegah atau menghambat inflasi.
- Memberi insentif kepada para penanam modal.
- Meratakan pendapatan dengan penerapan tarif progresif.

3. Dari segi Hukum.


Menitik-beratkan pada hubungan hukum antara wajib pajak dan fiscus. Pajak adalah
perikatan yang timbul karena UU, yang mewajibkan seseorang yang memenuhi
syarat dalam UU untuk membayar sejumlah uang ke kas Negara, yang dapat
dipaksakan, tanpa imbalan yang secara langsung dapat ditunjuk.
Dapat dipersoalkan :
- Kapan hutang pajak timbul atau hapus.
- Bagaimana cara pembayaran pajak.
- Sanksi-sanksi dalam Hukum Pajak.
- Penyidikkan, Penuntutan tindak pidana perpajakan.

4. Dari segi Sosiologi :


Melihat pajak dari sisi masyarakat dengan mempertanyakan :
- Apa akibat pajak terhadap masyarakat
- Apa hasil yang diberikan untuk masyarakat.
- Bagaimana sikap masyarakat terhadap pajak.

5. Dari segi Pembangunan :


- Pembangunan dibiayai dengan tabungan (Publik saving dan Private saving)
- Besar-kecilnya Publik saving, ditentukan dari hasil pajak, hasil dari sumber alam dan
pengaruh jumlah Private Saving.
- Pajak baru bermanfaat untuk pembangunan jika pajak-pajak itu setelah digunakan utk
membiayai pengeluaran rutin masih ada cukup sisa (Publik Saving) yg dpt digunakan
untuk membiayai pembangunan melalui investasi publik.

Pengertian Hukum Pajak


Keseluruhan peraturan yang mengatur hubungan antara Negara sebagai pemungut
pajak dengan masyarakat sebagai pembayar pajak.

Hukum Pajak dibagi menjadi :


1. Hukum Pajak Material
Keseluruhan peraturan yg mengatur tentang subjek pajak, objek pajak, tarif pajak,utang
pajak UU No.36/2008 tentang Perubahan Keempat Atas UU No.7/1983 tentang PPh,
UU No.18/2000 - PPN dan PPnBM, UU No.20/2000 tentang BPHTB, UU No.12/1994
tentang PBB.
2. Hukum Pajak Formal :
Keseluruhan peraturan perpajakan dari segi formalnya UU No.28/2007 – KUP, UU
No.19/2000 - Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa, UU No.14/2002 - Pengadilan
Pajak.

Fungsi Pajak :
1. Budgeter :
Fungsi utk memasukan uang sebanyak mungkin ke kas negara guna memenuhi keperlu
an negara.
2. Reguleren :
Fungsi utk mengatur, sebagai alat utk mencapai tujuan tertentu di luar bidang keuangan
Contoh : pajak tabungan, pajak minuman keras, pengenaan PPnBM.
3. Stabilitas :
Fungsi ini berhubungan dgn kebijakan Pemerintah utk menjaga stabilitas harga, sehing
ga laju inflasi dapat dikendalikan.
4. Redistribusi :
Pada penerapan fungsi ini lebih ditekankan unsur pemerataan dan keadilan dlm masya-
rakat. Fungsi ini tampak dari adanya lapisan tarif dalam pengenaan pajak penghasilan.
5. Demokrasi :
Fungsi ini dikaitkan dengan tingkat pelayanan pemerintah kepada masyarakat pembayar
pajak.

Perikatan Pajak :
Ada 2 macam perikatan pajak, yaitu :
1. Perikatan Pajak yang timbul karena UU saja.
2. Perikatan Pajak yang timbul karena UU dan perbuatan manusia.

Dari 2 macam perikatan tersebut menimbulkan 2 ajaran, yaitu :


1. Ajaran Material :
Hutang pajak timbul karena UU pada saat dipenuhinya tatbestand. Jadi bila tatbestand
sudah dipenuhi maka dengan sendirinya timbul hutang pajak, walaupun belum ada
“SKP”
Contoh : Pajak Penghasilan (PPh).

2. Ajaran Formal :
Hutang pajak baru timbul pada saat dikeluarkannya “SKP”. Jadi selama belum ada
“SKP” belum ada hutang pajak walaupun tatbestand sudah dipenuhi.
Contoh : PBB.

Kesimpulan dari 2 ajaran tersebut :


- “SKP” dalam ajaran material merupakan ketetapan yang bersifat Deklaratur, sebab
tidak menimbulkan hutang pajak.
- “SKP” dalam ajaran formal merupakan ketetapan yang bersifat Konstitutif, sebab
“SKP” tersebut merupakan syarat mutlak untuk adanya hutang pajak.

Tatbestand dapat dikatakan sebagai sasaran yang akan dikenai pajak  dapat
berupa :
1. Keadaan
Contoh : dalam PPh ditetapkan PTKP Rp.54.000.000,- per-tahun.
2. Perbuatan
Contoh : Balik nama kendaraan bermotor – Pajak Bea Balik Nama, BPHTB.
3. Peristiwa
Contoh : Pajak untuk harta warisan yang belum dibagi dikenakan PPh.

Penggolongan Pajak :
1. Berdasarkan Kewenangan Memungut
a. Pajak Pusat : kewenangan memungut ada pada Pemerintah Pusat, dikelola oleh
Dep.Keu – Dirjen Pajak.
b. Pajak Daerah : kewenangan memungut ada pada Pemda :
- Pemda Provinsi : Pajak Kendaraan Bermotor.
- Pemda Kabupaten/Kota : Pajak reklame, pajak kuburan, pajak tontonan.

2. Berdasarkan Sifat Pajak :


b. Pajak Pribadi : pajak yang dipungut dengan memperhatikan keadaan diri dan
keluarga wajib pajak, disesuaikan dengan daya pikul wajib pajak.
c. Pajak Kebendaan: pajak yang dipungut tanpa memperhatikan diri dan keadaan
wajib pajak.

3. Berdasarkan Cara Pemungutannya


a. Dilihat dari segi yuridis :
- Pajak langsung : dipungut secara periodik dan berkohir.
- Pajak tidak langsung : dipungut secara insidental.
b. Dilihat dari segi ekonomi :
- Pajak langsung : pembayarannya tidak dapat dilimpahkan kepada pihak lain.
- Pajak tidak langsung : pembayarannya dapat dilimpahkan kepada pihak lain.

Pelimpahan tersebut dapat berupa :


- Substitusi : pemungutan PPh Pasal 21
- Shifting : pemungutan PPN 10%

4. Penggolongan menurut pendapat Prof. Adriani :


a. Pajak Subjektif
Pemungutan pajak yang berpangkal pada menetapkan orangnya, kemudian ditentukan
syarat objektifnya, selalu dipungut berdasarkan asas domisili dan asas nasionalitas.
b. Pajak Objektif :
Pemungutan pajak yang berpangkal pada menetapkan objeknya dulu, selanjutnya
ditentukan subjeknya, dipungut berdasarkan asas sumber.

Asas-Asas atau Prinsip-Prinsip dalam Hukum Pajak :


Asas atau Prinsip dalam Hukum Pajak merupakan dasar umum pemungutan pajak
yang dapat dijadikan pedoman, fundamen, patokan ataupun syarat dalam penyusunan
undang-undang perpajakan.

Terdapat beberapa asas yg dapat dipakai oleh negara dlm menggunakan wewenang-
nya untuk mengenakan pajak, khususnya untuk pengenaan pajak penghasilan.
Asas-asas itu antara lain :
1. Asas Domisili
- Negara yang berwenang memungut pajak adalah negara tempat subjek pajak
berdomisili.
- Wajib pajak adalah orang atau badan usaha yg berdomisili di negara tersebut.
- Objek pajaknya adalah penghasilan yang didapat subjek pajak di manapun (world
wide income).

2. Asas Nasionalitas
- Negara yang berwenang memungut pajak adalah negara tempat asal kebangsaan
orang tersebut.
- Wajib pajaknya adalah orang yang berkebangsaan negara tersebut dimana pun
mereka berada.
- Objek pajaknya adalah seluruh penghasilan dimanapun didapat.

3. Asas Sumber
- Negara yang berwenang memungut pajak adalah negara tempat sumber
penghasilan itu berada.
- Wajib pajaknya adalah orang/badan usaha yang mempunyai sumber penghasilan
dimanapun mereka berada.
- Objek pajaknya adalah penghasilan yang sumbernya terletak di negara tersebut.

4. Asas Yuridis
Hukum Pajak harus dapat memberi jaminan hukum baik untuk negara maupun untuk
warga, karenanya menyangkut pajak haruslah ditetapkan dalam UU.

5. Asas Ekonomis
Selain fungsi budgeter, pajak juga digunakan sebagai alat untuk menentukan politik
perekonomian. Berikut ini merupakan politik pemungutan pajak, yaitu :
a. Harus diusahakan agar pemungutan pajak jangan sampai menghambat lancarnya
produksi dan perdagangan.
b. Harus diusahakan agar pemungutan pajak jangan menghalangi rakyat dalam
usahanya menuju pada kebahagiaan dan jangan sampai merugikan kepentingan
umum.

6. Asas Finansial
Biaya untuk memungut pajak harus lebih kecil dari hasil pemungutan pajak tersebut dan
jika pembuat UU Pajak ingin menghapuskan satu macam pajak, ia perlu menilik dulu
keadaan keuangan negara.

Untuk dapat mencapai tujuan pemungutan pajak ada asas-asas pemungutan pajak
yang harus diperhatikan. Berikut ini asas-asas pemungutan pajak yang dikemukakan
oleh beberapa orang ahli.
1. Menurut Adam Smith dengan ajarannya “The Four Maxims” :
a. Syarat Equality
Dalam keadaan yang sama wajib pajak harus dikenakan pajak yang sama.
Contoh :
PPh dikenakan terhadap Penghasilan Kena Pajak (PKP) yang sama, bukan terhadap
penghasilan yang sama, karena dalam PKP sudah diperhitungkan dengan PTKP yang
tidak sama bagi setiap wajib pajak.
b. Syarat Certainty (Kepastian)
Kepastian hukum yang dipentingkan adalah kepastian hukum yang menyangkut
subjek, objek, besarnya pajak dan juga ketentuan mengenai waktu pembayarannya.
c. Syarat Convenience of Payment
Pajak hendaknya dipungut pada saat yang paling baik bagi wajib pajak.
d. Syarat Efisiensi
Biaya atau ongkos pemungutan pajak harus lebih rendah daripada hasil pajak yang
dipungut.

2. Menurut W. J. Langen, asas pemungutan pajak adalah sebagai berikut :


a. Asas Daya Pikul : besar kecilnya pajak yang dipungut harus berdasarkan besar
kecilnya penghasilan wajib pajak. Semakin tinggi penghasilan maka semakin tinggi
pajak yang dibebankan  berkembang menjadi Teori Daya Pikul.
b. Asas Manfaat : pajak yang dipungut oleh negara harus digunakan untuk kegiatan-
kegiatan yang bermanfaat untuk kepentingan umum.
c. Asas Kesejahteraan : pajak yang dipungut oleh negara digunakan untuk
meningkatkan kesejahte-raan rakyat.
d. Asas Kesamaan : dalam kondisi yang sama antara wajib pajak harus diperlakukan
yang sama  tampak dalam PPh.
e. Asas Beban yang sekecil-kecilnya : pemungutan pajak diusahakan sekecil-kecilnya
apabila dibandingkan dengan nilai objek pajak, sehingga tidak memberatkan wajib
pajak  tampak dalam pemungutan PBB-PP.

3. Menurut Adolf Wagner, asas pemungutan pajak adalah sebagai berikut :


f. Asas Politik Finansial : pajak yang dipungut oleh negara jumlahnya harus memadai
sehingga dapat membiayai semua kegiatan negara.
Berikut ini merupakan politik pemungutan pajak, yaitu :
1. Harus diusahakan agar pemungutan pajak jangan sampai menghambat lancarnya
produksi dan perdagangan.
2. Harus diusahakan agar pemungutan pajak jangan menghalangi rakyat dlm usaha-
nya menuju pada kebahagiaan dan jangan sampai merugikan kepentingan umum.
b. Asas Ekonomi : asas ini berkaitan dengan penentuan objek pajak yang haruslah
tepat, contohnya dalam penentuan objek yang akan dikenakan PPnBM.
c. Asas Keadilan : pungutan pajak berlaku secara umum tanpa diskriminasi.
d. Asas Administrasi : menyangkut masalah kepastian perpajakkan.
e. Asas Yuridis : segala pungutan pajak harus berdasarkan UU.

Berdasarkan asas-asas pemungutan pajak dapat disimpulkan syarat-syarat pe-


mungutan pajak :
1. Pemungutan pajak harus adil.
2. Pemungutan pajak harus berdasarkan UU.
3. Pemungutan pajak tidak boleh mengganggu perekonomian.
4. Pemungutan pajak harus efisien.
5. Sistem pemungutan pajak harus sederhana.

Pembenaran Terhadap Pemungutan Pajak :


1. Teori Asuransi
Pembayaran pajak disamakan dgn pembayaran premi kepada perusahaan asuransi.
2. Teori Kepentingan
Teori ini hanya memperhatikan pembagian beban pajak yang harus dipungut dari
penduduk seluruhnya. Pembagian beban ini harus didasarkan atas kepentingan tiap
orang, termasuk juga perlindungan atas jiwa orang-orang itu beserta harta bendanya.

3. Teori Bakti
Negara mempunyai hak mutlak untuk memungut pajak dan warganya harus
membayar pajak sebagai perwujudan tanda bakti kepada negaranya.

4. Teori Daya Pikul


Menurut Prof. W.J. de Langen daya pikul adalah besarnya kekuatan seseorang untuk
dapat mencapai pemuasan kebutuhan setinggi-tingginya, setelah dikurangi dengan
yang mutlak untuk kebutuhan yang primer.
5. Teori Daya Beli
Dasar pemikiran teori ini adalah mengambil daya beli dari rumah tangga dalam
masyarakat untuk rumahtangga negara dan kemudian menyalurkannya kembali ke
masyarakat dengan tujuan memelihara hidup masyarakat dan membawanya ke arah
tertentu.

Dasar Hukum Pemungutan Pajak di Indonesia


1. Pasal 23 ayat (2) UUD 1945 : “Segala pajak untuk keperluan negara berdasarkan
UU”
2. Pasal 16 dan 17 ICW S.1925 : 448  UU No.1 Tahun 2004 Perbendaharaan
Negara :
Pasal 16 : UU tentang pemungutan pajak baru, penambahan atau pengurangan pa-
jak tidak mungkin berlaku sebelum hasil penambahan atau pengurangan atau peru-
bahan UU Pajak tersebut dimasukan dalam APBN tahun yang bersangkutan
Pasal 17 : Semua penghapusan dan pengurangan pajak harus dilakukan sesuai
ketentuan formal UU.
3. UU Perpajakan beserta peraturan pelaksanaannya :
- UU No.36/2008 tentang Perubahan Ke empat Atas UU No.7 Tahun 1983 – PPh.
- UU No.18/2000 - PPN dan PPnBM.
- UU No.28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagai payung hukum
bagi Peraturan Daerah untuk BPHTB dan PBB-PP
- UU No.16/2009 tentang KUP.
- UU No.19/2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.
- UU No.14/2002 - Pengadilan Pajak.

Tempat Hukum Pajak Dalam Hukum Umum :


Hukum dibagi :
a. Hukum Privat.
b. Hukum Publik :
- HTN
- Hukum Pidana
- HTUN – Hukum Pajak.

Cara Pengenaan Pajak :


1. Sasaran Pengenaan Pajak.
a. Dikenakan pada sumber yang mengeluarkan objek pajak  Pajak atas sumber.
Contoh : PPN, Pajak atas bunga.
b. Dikenakan pada subjek pajak – wajib pajak
Contoh : PPh.

2. Saat Pengenaan Pajak


a. Pajak dipungut di muka (Voorheffing)
Pajak dikenakan pada permulaan tahun, dipungut sebelum tahun pajak yg bersang-
kutan berakhir, contoh : PBB.
b. Pajak dipungut setelah tahun pajak yg bersangkutan berakhir didasarkan pada stelsel
riil, contoh : Pajak Perseroan.

Stelsel Pajak :
1. Stelsel Riil
Sistem pemungutan pajak yang mengenakan pajak atas hasil yang sebenarnya
didapat dalam 1 tahun pajak, biasanya dikenakan di belakang.
Contoh : Pajak thn 2010 baru dapat dipungut setelah tahun 2010 berakhir.
2. Stelsel Fiksi
Pajak dikenakan atas suatu hasil yg besarnya ditentukan berdasarkan suatu anggap-
an atau fiksi  Ada 2 bentuk anggapan atau fiksi yaitu :
a. Dianggap sama dengan penghasilan yang sesungguhnya didapat dalam tahun yang
lalu.
b. Dianggap 12 kali hasil yang didapat pada bulan Januari dari tahun berjalan.
Karena pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan, maka besarnya hasil
yang didapat segera dapat diketahui jumlahnya.

3. Stelsel Campuran
Pengenaan pajak mula-mula didasarkan pada Stelsel Fiksi, kemudian setelah tahun
pajak berakhir dilakukan koreksi dengan menggunakan Stelsel Riil.

Sistem Tarif :
1. Tarif Tetap.
Tarif pajak yang besarnya tetap, tidak berubah walaupun jumlah yang dijadikan dasar
perhitungan-nya berubah, contoh : bea meterai.
2. Tarif Proporsional
Tarif yang prosentase pemungutannya tetap, tetapi pajak yang harus dibayar selalu
akan berubah sesuai dengan jumlah yang dikenakan.
Contoh : PPN – tarifnya sebesar 10%

3. Tarif Progresif
Tarif dengan prosentase yang semakin meningkat dengan semakin besarnya jumlah
yang dikenai pajak, contoh : PPh, semakin besar penghasilan wajib pajak, semakin
besar juga tarif pajaknya

Perbedaan tarif Proporsional dan tarif Progresif :


- Tarif Proporsional :
Jumlah pajaknya semakin naik jika dasar yg dikenakan pajak semakin besar dgn
prosentase tetap.
- Tarif Progresif :
Jumlah pajaknya semakin naik dgn naiknya jumlah penghasilan wp dan naiknya
prosentase tarif.

4. Tarif Degresif :
Tarif yang besar prosentasenya semakin menurun bila semakin besar jumlah yang
harus dikenakan pajak.

Anda mungkin juga menyukai