Anda di halaman 1dari 28

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Tinjauan Pustaka

2.1.1. Pengertian Pajak

Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang digunakan

untuk membiayai rumah tangga negara, yakni pengeluaran-pengeluaran yang

bermanfaat bagi masyarakat luas. ( Mulyanti dan Sugiharty, 2016:251) Pajak telah

menjadi prioritas utama meningkatkan kesejahteraan seluruh rakyat melalui

perbaikan dan penambahan pelayanan publik sektor, selain itu pajak dinilai pula

sebagai alternatif untuk mengurangi tingkat inflasi. (Bernardin, 2017:20)

Disampng itu manfaat penerimaan pajak untuk meningkatkan taraf hidup

masyarakatmaka semakin banyak pula pendapatan yang diperoleh negara dari

pajak. (Nurdin dan Riana, 2013:1-2)

Menurut Undang-undang No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum

dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP), pajak ialah sumbagan wajib dari

masyarakat kepada pemerintah negara yang di manfaatkan untuk membiayai

kepentingan atau bahkan kegiatan pemerintah negara dan dipungut berlandaskan

Undang-Undang serta berprilaku memaksa, dan tidak ada prestasi langsung yang

diberikan.

Menurut S. I. Djajadiningrat dalam resmi (2011:1) mengemukakan bahwa

“ Pajak sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagian dari kekayaan ke kas

negara yang sebabkan suatu keadaan, kejadian, dan perbuatan yang memberikan

11
12

kedudukan tertentu, tetapai bukan sebagai hukuman, menurut peraturan yang

ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa timbal balik

dari negara secara langsung, untuk memelihara kesejahteraan secara umum”.

Menurut Prof. Dr.Rochmat Soemitro, SH dalam Mardiasmo (2013:1)

berpendapat bahwa “ Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan

undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal

(kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukan dan yang digunakan untuk

membayar pengeluaran umum”.

Menurut Dr. N. J. Feldmann dalam Resmi (2011) mendefinisikan bahwa

“Pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh dan terhutang kepada

penguasa (menurut norma-norma yang ditetapkannya secara umum), tanpa adanya

kontraprestasi, dan semata-mata digunakan unutk menutup pengeluaran-

pengeluaran umum”.

Dari hasil pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa pajak adalah iuran

wajib dari masyarakat terhadap pemerintah bersifat memaksa yang digunakan

untuk pembiayaan menunjang kesejahteraan masyarakat umum dan tidak

mengharapkan jasa timbal balik secara langsung.

A. Fungsi Pajak

Pajak memiliki kegunaan pokok sebagai alat untuk menentukan politik

perekonomian, selain itu pajak juga memiliki kegunaan dalam meningkatkan

kesejahteraan umum. (Fajar, 2014:198)


13

Terdapat dua fungsi pajak menurut Mardiasmo (2013:1)

1. Fungsi Budgetair

Pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai

pengeluaran-pengeluarannya.

2. Fungsi Mengatur (regulerend)

Pajak sebagai alat untuk mengukur atau melaksanakan kebijaksanaan

pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi.

Menurut Burton dalam Toding (2016:216) menyatakan dua tambahan

fungsi pajak yaitu :

a. Fungsi Demokrasi dari pajak adalah suatu fungsi yang merupakan salah

satu penjelmaan atau wujud sistem gotong-royong, termasuk kegiatan

pemerintahan dan pembangunan demi kemaslahatan manusia.

b. Fungsi redistribusi, yaitu fungsi yang lebih menenkankan pada unsur

pemerataan dan keadilan dalam masyarakat.

B. Jenis Pajak

Menurut Resmi (2011:7) mengemukakan bahwa terdapat berbagai jenis

pajak,yang dapat dikelompokan menurut golongan, menurut sifat, dan menurut

lembaga pemungutannya.

1. Menurut Golongan

Pajak dikelompokan menjadi dua, yaitu :

a. Pajak Langsung yaitu pajak yang harus dipikul atau ditanggung sendiri

oleh wajib pajak dan tidak dapat dilimpahkan atau dibebankan kepada
14

orang lain atau pihak lain. Pajak harus menjadi beban wajib pajak yang

bersangkutan,

Contoh : Pajak penghasilan, Pajak Penghasilan dibayar atau ditanggung

oleh pihak-pihak tertentu yang memperoleh penghasilan tersebut.

b. Pajak Tidak Langsung yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan

atau dilimpahkan kepada orang lain atau pihak ketiga. Pajak tidak

langsung terjadi jika terdapat suatu kegiatan, peristiwa dan perbuatan

yang menyebabakan terutangnya pajak, misalnya misalnya terjadi

penyerahan barang atau jasa.

Contoh : Pajak Pertambahan Nilai (PPN). PPN terjadi karena terdapat

pertamban nilai terhadap barang atau jasa. Pajak ini dibayarkan oleh

produsen atau pihak yang menjual barang tetapi dapat dibebankan kepada

konsumen baik secara eksplisit maupun implisit (dimasukan dalam harga

jual barang atau jasa).

Untuk menentukan apakah sesuatu termasuk pajak langsung atau

pajak tidak langsung dalam arti ekonomis, yaitu dengan cara melihat

ketiga unsur yang terdapat dalam kewajiban pemenuhan perpajakannya.

Ketiga unsur tersebut terdiri atas :

1) Penanggungjawab pajak, adalah orang yang secara formal yuridis

diharuskan melunasi pajak .

2) Penanggung Pajak, adalah orang yang dalam faktanya memikul

terlebih dahulu beban pajaknya.

3) Pemikul pajak, adalah orang yang menurut undang-undang haarus

dibebani pajak.
15

Jika ketiga unsur tersebut ditemukan pada seseorang maka

pajaknya disebut pajak langsung, sedangkan jika ketiga unsur tersebut

terpisah atau terdapat pada lebih dari satu orang maka pajaknya disebut

pajak tidak langsung.

2. Menurut Sifat

Pajak dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu :

a. Pajak Subjektif adalah pajak yang pengenaannya memperhatikan keadaan

pribadi wajib pajak atau pengenaan pajak yang memperhatikan keadaan

subjeknya.

Contoh : Pajak Penghasilan

b. Pajak Objektif adalah pajak yang pengenaannya memperhatikan objeknya

baik berupa benda, keadaan, perbuatan, atau peristiwa yang

mengakibatkan timbulnya kewajiban membayar pajak, tanpa

memperhatikan keadaan pribadi subjek pajak (wajib pajak) maupun

tempat tinggal.

Contoh Pajak Pertambahan Nilan (PPN), dan pajak penjualan atas barang

mewah, serta pajak Bumi dan Bangunan (PBB).

3. Menurut Lembaga Pemungut

Pajak dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu:

a. Pajak Negara (Pajak Pusat): pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat

dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara pada umumnya.

Contoh: PPh, PPN, PPnBM, PBB serta BPHTB


16

b. Pajak Daerah: pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah baik daerah

tingkat I (pajak provinsi) maupun daerah tingkat II (pajak kabupaten/kota)

dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah masing-masing.

Contoh: Pajak Provinsi meliputi Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik

Nama Kendaraan Bermotor, Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor,

Pajak Air Permukaan, serta Pajak Rokok. Pajak Kabupaten/Kota meliputi

Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak

Penerangan Jalan, Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan, Pajak Parkir,

Pajak Air Tanah, Pajak Sarang Burung Walet, Pajak Bumi dan Bangunan

Perdesaan dan Perkotaan, serta Bea Perolehan Hak atas Tanah dan

Bangunan.

C. Asas Pemungutan Pajak

Adapun asas-asas pemungutan pajak yang menjadi pedoman pada proses

pemungutan pajak baik yang dikelola oleh pemerintah pusat maupun pemerintah

daerah. Menurut Mardiasmo (2013:7), asas-asas pemungutan pajak terdiri dari

tiga asas, yaitu:

1. Asas domisili (asas tempat tinggal)

Negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan Wajib Pajak yang

bertempat tinggal di wilayahnya, baik penghasilan yang berasal dari dalam negeri

maupun dari luar negeri. Asas ini berlaku untuk Wajib Pajak dalam negeri.

2. Asas sumber

Negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber di

wilayahnya tanpa memerhatikan tempat tinggal Wajib Pajak.


17

3. Asas kebangsaan

Pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu Negara.

D. Sistem Pemungutan Pajak

Dalam memungut pajak dikenal beberapa sistem pemungutan (Resmi,

2011: 9), yaitu :

1. Official Assesment System

Sistempemungutan pajak yang memberi kewenangan aparaturperpajakan

untuk menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiaptahunnya sesuai

dengan ketentuan undang-undang perpajakan yang berlaku.Dalam sistem ini,

inisiatif dan kegiatan menghitung dan memungut pajak sepenuhnya ditangan

aparatur perpajakan. Dengan demikian berhasil atau tidaknya

pelaksanaanpemungutan pajak banyak bergantung pada aparatur perpajakan

(peranandominan ada pada aparatur perpajakan).

2. Self Assesment System

Sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang Wajib Pajak dalam

menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai dengan

peraturan perundang-undang perpajakan yang berlaku. Dalam sistem ini, inisiatif

serta kegiatan menghitung dan memungut pajak sepenuhnya ditangan wajib pajak.

Wajib Pajak dianggap mampu menghitung pajak, mampu memahami undang-

undang perpajakan yang sedang berlaku, dan mempunyai kejujuran yang tinggi,

serta menyadari akan arti pentingnya membayar pajak. Dengan demikian, berhasil

atau tidaknya pelaksaan pemungutan pajak banyak tergantung pada Wajib Pajak

sendiri (peranan dominan ada pada Wajib Pajak).


18

3. With Holding System

Sistempemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihakketiga yang

ditunjuk untuk menentukan besarnya jumlah pajak yang terutang oleh Wajib

Pajak sesuai dengan peraturan perundang-undang perpajakan yang berlaku.

Penunjukan pihak ketiga ini dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undang

perpajakan, keputusn presiden, dan peraturan lainnya untuk memotong dan

memungut pajak, menyetor, dan mempertanggungjawabkan melalui sarana

perpajakan yang tersedia. Berhasil atau tidaknya pelaksanaan pemungutan pajak

banyak bergantung pada pihak ketiga yang ditunjuk.

E. Hambatan Pemungutan Pajak

Dalam proses pemungutan pajak akan terjadi beberapa kendala yang

dihadapi. Berikut menurut Mardiasmo (2013:8), hambatan terhadap pemungutan

pajak dikelompokkan menjadi:

1. Perlawanan pasif

Masyarakat enggan (pasif) membayar pajak, yang dapat disebabkan antara

lain:

a. Perkembangan intelektual dan moral masyarakat

b. Sistem perpajakan yang (mungkin) sulit dipahami masyarakat

c. Sistem kontrol tidak dapat dilakukan atau dilaksanakan dengan baik

2. Perlawanan aktif

Perlawanan aktif meliputi semua usaha dan perbuatan yang secara langsung

ditujukan kepada fiskus dengan tujuan untuk menghidari pajak. Bentuknya antara

lain:
19

a. Tax avoidance, usaha meringankan beban pajak dengan tidak melanggar

undang-undang

b. Tax evasion, usaha meringankan beban pajak dengan cara melanggar

undang-undang (menggelapkan pajak)

2.1.2. Pengertian Pajak Daerah

Pajak daerah merupakan salah satu penerimaan pajak daerah yang

diharapkan menjadi salah satu pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan dan

pembangunan daerah, untuk meningkatkan dan mensejahterakan masyarakat.

(Bernardin & Sofyan, 2017)

Menurut Peraturan Daerah Kabupaten Bandung Nomor 1 Tahun 2011

tentang pajak daerah dinyatakan bahwa, pajak daerah adalah kontribusi wajib

kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa

berdasarkan Undang-Undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung,

dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Pengertian pajak daerah menurut Abuyamin dalam Bernardin dan Sofyan

(2017:277)menyatakan bahwa “pajak daerah adalah kontribusi wajib pajak daerah

yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan

undang-undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan

digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.

Menurut Toding (2016:216) berpendapat bahwa “pajak daerah adalah

kontribusi yang wajib disetorkan oleh warga Negara di suatu daerah tertentu yang

akan digunakan oleh pemerintah di daerah tersebut untuk membiayai keperluan


20

rumah tangganya guna mendukung kemakmuran rakyat yang berdomisili di

daerah tersebut.”

Adapun pendapat lain terkait pengertian pajak daerah menurut Mardiasmo

(2013:12) mengemukakan bahwa “pajak daerah adalah kontribusi wajib kepada

daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa

berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung

dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Dari beberapa pendapat yang telah dikemukakan diatas dapat disimpulkan

bahwa pajak daerah yaitu kontribusi wajib pajak orang pribadi atau badan yang

kepada pemerintah daerah yang digunakan untuk kesejahteraan masyarakat daerah

tersebut dengan sifat memaksa sesuai dengan peraturan undang-undang yang

berlaku.

2.1.3. Pajak Restoran

A. Pengertian Pajak Restoran

Menurut (Mentari dan Rahayu, 2015) Pajak Restoran adalah pajak atas

pelayanan yang disediakan oleh restoran. Restoran adalah fasilitas penyedia

makanan atau mimiman dengan dipungut bayaran, yang mencakup juga rumah

makan, kafetaria, kantin, warung, bar dan sejenisnya termasuk juga jasa boga/

catering.

Pajak Restoran adalah pajak atas pelayanan. Untuk dapat memberlakukan

pemungutan pajak restoran,maka pemerintah harus terlebih dahulu menerbitkan

peraturan daerah atas pajak restoran itu sendiri. (Sulaiman, 2017) Dalam

pemungutan pajak Restoran terdapat beberapa terminology yang perlu di ketahui,


21

terminology tersebut menurut peraturan daerah no.5 Tahun 2010 dapat dilihat

sebagai berikut :

1. Restoran adalah tempat menyantap makanan dan/atau minuman yang

disediakan dengan dipungut bayaran, antara lain rumah

makan,pujasera,bar,cafe dan sejenisnya tidak termasuk usaha jasa boga dan

catering.

2. Pengusaha restoran adalah orang pribadi atau badan yang menyelengarakan

usaha restoran. Untuk dan atas namanya sendiri atau untuk dan atas nama

pihak lain yang menjadi tanggungan nya.

3. Pembayaran adalah jumlah yang diterima atau seharusnya diterima sebagai

imbalan atas penyerarahan barang dan/atau jasa sebagai pembayaran kepada

pengusaha restoran/rumah makan, cafe, bar dan sejenisnya.

4. Nota pesanan atau bon penjualan (bill) adalah bukti pembayaran, yang

sekaligus sebagai bukti pemungutan pajak, yang dibuat oleh Wajib Pajak saat

mengajukan pembayaran atas pelayanan restoran/rumah makan, cafe,bar dan

sejenisnya yang meliputi penjualan makanan dan/atau minuman termasuk

penyediaan penjualan makanan dan/atau minuman yang diantar dan/atau

dibawa pulang.

5. ObjekPajak Restoran Berdasarkan peraturan no, 5 tahun 2010 pasal 1 objek

pajak adalah :

a. Obyek pajak adalah pelayanan yang disediakan Restoran dengan

pembayaran.
22

b. Pelayanan yang disediakan Restoran sebagaimana dimaksud

meliputipelayanan penjualan makanan dan/atauminuman yang dikonsumsi

oleh pembeli, baikdikonsumsi ditempat pelayanan maupunditempat lain.

B. Bukan ObjekPajak Restoran.

Pada restoran, tidak semua pelayanan yang di berikan oleh restoran/rumah

makan dikenakan pajak. Ada beberapa pengecualian yang tidak termasuk objek

pajak, menurut perda No.5 Tahun 2010 Pasal 3. Pengecualian tersebut yaitu :

1. Pelayanan jasa boga atau katering.

2. Pelayanan yang disediakan oleh restoran atau rumah makan yang

nilaipenjualannya tidak melebihi Rp.10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah per

bulan.

C. Subjek Pajak Restoran.

Subjek pajak restoran menurut perda No.5 tahun 2010 pasal 4 dijelakan bahwa

subjek pajak adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pembayaran

kepada restoran /rumah makan, cafe, bar dan sejenisnya. Sedangkan Wajib Pajak

restoran menurut perda No. 5 Tahun 2010 pasal 4 Wajib Pajak Restoran adalah

orang pribadi atau Badan yang mengusahakan Restoran. Dengan demikian subjek

pajak dan Wajib pajak restoran tidak sama.

D. Dasar Pengenaan dan Tarif Pajak Restoran

1. Dasar pengenaan pajak restoran menurut perda No 5 tahun 2010 pasal 5

adalah jumlah pembayaran yang di lakukan kepada restoran, jika pembayaran

dipengaruhi oleh hubungan istimewa, harga jual atau harga pengganti dihitung

atas dasar harga pasar yang wajar pada saat pembelian makanan atau

minuman.
23

2. Tarif pajak restoran paling tinggi ditentukan sebesar sepuluh persen . dan

ditetapkan dengan peraturan daerah kabupaten/kota yang bersangkutan . hal

ini dimaksudkan untuk memberikan keleluasaan kepada pemerintah

kabupaten/kota untuk menetapkan tarif pajak restoran yang dipandang sesuai

dengan kondisi kabupaten/kota masing-masing. Untuk kabupaten bogor ini

bisa dilihat di perda No .5 tahun 2010 pasal 6 pajak restoran ditetapkan 10%

(sepuluh persen) dan berlaku pula untuk pelayanan kepada instansi

pemerintahan.

2.1.4. Pajak Hiburan

A. Pengertian Pajak Hiburan

Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Pasal 1 angka 24

dan 25, Pajak Hiburan adalah pajak atas penyelenggaraan hiburan. Sedangkan

yang dimaksud dengan hiburan adalah semua jenis tontonan, pertunjukan,

permainan, dan atau keramaian yang dinikmati dengan dipungut bayaran.

(Priskila, 2013:1052)

Menurut (Abuyamin, 2012:362) Pajak hiburan adalah pajak atas

penyelenggaraan hiburan, sedangkan yang dimaksud hiburan adalah semua

jenis tontonan, pertunjukan, permainan dan/atau keramian yang dinikmati

dengan dipungut bayaran. Sedangkan menurut (Siahan, 2005:297) Pajak

hiburan adalah pajak atas penyelenggaraan hiburan.Selain itu pajak hiburan

dapat pula diartikan sebagai pungutan daerah ata penyelenggaraan hiburan.


24

B. Dasar Hukum Pemungutan Pajak Hiburan

Menurut Dasar hukum pemungutan Pajak Hiburan pada suatu kabupaten

atau kota adalah, Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah

dan Retribusi Daerah, Undang-Undang No. 34 Tahun 2000, yang merupakan

perubahan atas Undang- Undang No. 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan

Retribusi Daerah, Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak

Daerah, Peraturan daerah kabupaten / kota yang mengatur tentang Pajak

Hiburan, dan Keputusan bupati / walikota yang mengatur tentang Pajak

Hiburan sebagai aturan pelaksana peraturan daerah tentang Pajak Hiburan pada

kabupaten / kota dimaksud.

C. Subjek dan Objek Pajak Hiburan

Undang-Undang No 28 tahun 2009 tentang pajak daerah dan retribusi

daerah Pasal 43, menyebutkan subjek pajak hiburan yaitu sebagai berikut.

1. Subjek pajak hiburan adalah orang pribadi atau badan yang menikmati

hiburan.

2. Wajib pajak hiburan adalah orang pribadi atau badan yang

menyelenggarakan hiburan.

Undang-Undang No 28 tahun 2009 tentang pajak dan retribusi daerah Pasal

4,2 disebutkan sebagai berikut.

1. Objek pajak hiburan adalah jasa penyelenggaraan hiburan dengan

dipungut bayaran.

2. Hiburan tersebut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah tontonan

filmpagelaran kesenian, musik, tari dan busanakontes kecantikan,


25

binaraga, dan sejenisnyapamerandiskotik, karaoke, klab malam, dan

sejenisnyasirkus, akrobat, dan sulappermainan bilyar, golf, dan

bolingpacuan kuda, kendaraan bermotor, dan permainan ketangkasanpanti

pijat, refleksi, mandi uap/spa, dan pusat kebugaran (fitness center) dan

pertandingan olahraga.

3. Penyelenggaraan hiburan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat

dikecualikan dengan peraturan daerah.

D. Masa Pajak, Tahun Pajak, saat Terutang Pajak, dan Wilayah

Pemungutan Pajak hiburan

Menurut (Priskila, 2013:1052)masa pajak, tahun pajak, saat terutang pajak

dan wilayah pemungutan pajak hiburan yaitu :Pada pajak hiburan, masa pajak

merupakan jangka waktu yang lamanya sama dengan satu bulan takwim atau

jangka waktu lain yang ditetapkan dengan keputusan bupati/walikota. Dalam

pengertian masa pajak bagian dari bulan dihitung satu bulan penuh. Tahun

pajak adalah jangka waktu yang lamanya satu tahun takwim, kecuali apabila

wajib pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun takwim.

Penetapan jangka waktu lain selain satu bulan takwim sebagai masa pajak.

Pajak yang terutang merupakan pajak hiburan yang harus dibayar oleh

wajib pajak pada suatu saat, dalam masa pajak, atau dalam tahun pajak

menurut ketentuan peraturan daerah tentang pajak hiburan yang ditetapkan

oleh pemerintah daerah kabupaten/kota setempat. Saat pajak terutang dalam

masa pajak terjadi pada saat penyelenggaraan hiburan. Jika pembayaran

diterima penyelenggara hiburan sebelum hiburan diselenggarakan, pajak

hiburan terutang dalam masa pajak terjadi pada saat pembayaran.


26

Pajak hiburan yang terutang dipungut di wilayah kabupaten/kota tempat

hiburan diselenggarakan. Hal ini terkait dengan kewenangan pemerintah

kabupaten/kota yang hanya terbatas atas setiap tempat hiburan yang berlokasi

dan terdaftar dalam lingkup wilayah administrasinya.

2.1.5. Pajak Reklame

A. Pengertian Pajak Reklame

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009

tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dan Peraturan Daerah Kota

Bandung Nomor 08 Tahun 2003 tentang Pajak Reklame, yang dimaksud

dengan pajak reklame adalah pajak atas penyelenggaraan reklame sedangkan

menurut Peraturan Walikota Bandung Nomor 407 Tahun 2007 sebagaimana

telah diubah terakhir menjadi Peraturan Walikota Bandung Nomor 054 Tahun

2010 tentang Petunjuk Penyelenggaraan Reklame, yang dimaksud dengan

pajak reklame adalah pajak atas penyelenggaraan reklame dengan pembayaran

pajak dibayar sekaligus dimuka.

Pengertian reklame menurut Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 08

Tahun 2003 tentang Pajak Reklame dan Peraturan Pemerintah Republik

Indonesia Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah adalah benda, alat,

perbuatan atau media yang menurut bentuk dan corak ragamnya untuk tujuan

komersil, dipergunakan untuk memperkenalkan, menganjurkan atau

memujikan suatu barang, jasa atau orang, ataupun untuk menarik perhatian

umum kepada suatu barang, jasa atau orang yang ditempatkan atau yang dapat

dilihat, dibaca dan/atau didengar dari suatu tempat oleh umum, kecuali yang
27

dilakukan oleh Pemerintah, sedangkan menurut Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah,

yang dimaksud dengsn reklame adalah benda, alat, perbuatan, atau media yang

bentuk dan corak ragamnya dirancang untuk tujuan komersial

memperkenalkan, menganjurkan, mempromosikan, atau untuk menarik

perhatian umum terhadap barang, jasa, orang, atau badan, yang dapat dilihat,

dibaca, didengar, dirasakan, dan/atau dinikmati oleh umum.

B. Objek Pajak Reklame

Menurut (Triantoro, 2010) Objek Pajak Reklame adalah semua

penyelenggaraan reklame, yaitu meliputi:

1. Reklame papan/billboard/vidiotron/megatron Reklame yang terbuat dari

papan, kayu, termasuk seng atau bahan lain yang sejenis, dipasang atau

digantung atau dibuat pada bangunan, tembok, dinding, pagar, pohon,

tiang, dan sebagainya baik yang bersinar maupun yang disinari.

2. Reklame megatron/videotron/Large Electronic Display (LED) Reklame

yang menggunakan layar monitor besar berupa program reklame atau iklan

bersinar dengan gambar dan atau tulisan berwarna yang dapat berubah-

ubah, terprogram, dan difungsikan dengan listrik.

3. Reklame kain Reklame yang diselenggarakan menggunakan kain, termasuk

kertas, plastik, karet, atau bahan lainnya yang sejenis dengan itu.

4. Reklame melekat/stiker Reklame yang berbentuk lembaran yang lepas,

diselenggarakan denga cara disebarkan, dipasang atau digantung pada suatu

benda dengan ketentuan luasnya tidak lebih dari 200 cm2 per lembar.
28

5. Reklame selebaran yaitu Reklame yang berbentuk lembaran lepas,

diselenggarakan dengan cara disebarkan, diberikan, atau dapat diminta

dengan ketentuan tidak untuk ditempelkan, diletakkan, dipasang, atau

digantungkan pada suatu benda lain.

6. Reklame berjalan termasuk pada kendaraan Reklame yang ditempatkan

atau ditempelkan pada kendaraan yang diselenggarakan dengan

mengunakan kendaraan atau dengan cara dibawa oleh orang.

7. Reklame udara yaitu Reklame yang diselenggarakan di udara dengan

menggunakan gas, laser, pesawat, atau alat lain yang sejenis.

8. Reklame suara Reklame yang diselenggarakan dengan mengunakan kata-

kata yang diucapkan atau dengan suara yang ditimbulkan dari atau oleh

peralatan lain.

9. Reklame film/slade Reklame yang diselenggarakan dengan menggunakan

klise berupa kaca atau flim, ataupun bahan yang sejenisnya, sebagai alat

untuk diproyeksikan dan atau dipancarkanpada layar atau bencda lainnya

yang ada di ruangan.

10. Reklame peragaan Reklame yang diselenggarakan dengan cara peragaan

suatu barang denag atau tanpadisertai suara.

Sedangkan yang bukan menjadi objek Pajak Reklame menurut

(Perda No 8 pasal 2 ayat 3) adalah penyelenggaraan Reklame melalui

internet, televisi, radio, warta harian, warta mingguan, warta bulanan, dan

Reklame yang diadakan khusus untuk kegiatan sosial, pendidikan,

keagamaan, dan politik tanpa sponsor.


29

C. Subjek Pajak Reklame

Subjek Pajak Reklame adalah orang pribadi atau badan yang

menyelenggarakan atau melakukan pemesanan reklame. Subjek pajak adalah

“orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan reklame atau melakukan

pemesanan reklame”. Sementara itu, “wajib pajak adalah orang pribadi atau

badan yang menyelenggarakan reklame”. Jika reklame diselenggarakan

langsung oleh orang pribadi atau badan yang memanfaatkan reklame untuk

kepentingan sendiri, wajib Pajak Reklame adalah orang pribadi atau badan

tersebut. Apabila penyelenggaraan reklame dilaksanakan melalui pihak ketiga

(perusahaan jasa periklanan), maka pihak ketiga tersebut menjadi wajib Pajak

Reklame. (Triantoro. 2010)

D. Dasar Pengenaan Pajak Reklame

Dasar pengenaan Pajak Reklame menurut Perda pasal 4 ayat 1, adalah nilai

sewa reklame (NSR), yaitu nilai yang ditetapkan sebagai dasar perhitungan

penetapan besarnya Pajak Reklame. NSR diperhitungkan dengan

memerhatikan lokasi penempatan, jenis, jangka waktu penyelenggaraan, dan

ukuran media reklame. NSR dihitung berdasarkan :

1. Besarnya biaya pemasangan reklame

2. Besarnya biaya pemeliharaan reklame

3. Lama pemasangan reklame

4. Nilai strategis lokasi

5. Jenis reklame
30

2.2. Penelitian Terdahulu

Untuk menunjang analisis dan landasan teori yang ada, maka

diperlukan penelitian terdahulu sebagai pendukung dalam penelitian ini. Dalam

penelitian ini, peneliti akan membahas tentang pajak dengan judul “ Dampak

Penerimaan Pajak Restoran, Pajak Hiburan dan Pajak Reklame Terhadap

Penerimaan Pajak Daerah Di Kabupaten Bandung” Berikut tabel yang

menjelaskan kaitannya dengan beberapa penelitian yang telah dilakukan

sebelumnya,

Tabel II.1

Penelitian Terdahulu

Metode
Nama Judul Hasil
yang Persamaan Perbedaan
Peneliti Penelitian Penelitian
digunakan
Hasil penelitian
menunjukan
pajak hotel
memiliki Terdapat
pengaruh persamaan Perbedaan
Penerimaan signifikan variabel X penelitian
(Deden
Pajak Daerah Metode dengan arah yang dibahas pada variabel
Edward dan
Melalui Deskriptif positif terhadap yaitu pajak X tidak
Iwan
Kontribusi dan penerimaan hiburan dan membahas
Sofyan,
Pajak Hotel Verifikatif pajak daerah. variabel Y pajak hiburan
2017)
dan Hiburan Sedangkan pajak yaitu dan pajak
hiburan Penerimaan reklame.
memiliki Pajak Daerah
pengaruh yang
negatif dan tidak
signifikan
Berbedaan
Kontribusi penelitian
Hasil penelitian
Pajak pada variabel
menunjukan
Restoran Terdapat X tidak
bahwa
Terhadap pesamaan membahas
(Dede kontribusi pajak
Pendapatan Metode pada variabel pajak hiburan
Sulaiman, retoran cukup
Asli Daerah Deskriptif X yang dan pajak
2017) berpengaruh
(PAD) dibahas yaitu rekalame dan
terhadap
Dispenda pajak restoran juga pada
pendapatan asli
Kabupaten variabel Y
daerah.
Bogor tidaka
membahas
31

penerimaan
pajak daerah
Perbedaan
Hasil Penelitian
Pengaruh penelitian
menunjukan
Pajak Hotel, Terdapat pada variabel
bahwa pajak
Pajak persamaan X tidak
(Wahyu hotel, pajak
Restoran Dan pada variabel membahas
Indro Metode restoran dan
Pajak Hiburan X yang pajak hotel
Widodo dan Deskriptif pajak hiburan
Terhadap dibahas yaitu dan pada
Bambang dan ada pengaruh
Pendapatan pengaruh variabel Y
Guritno Verifikatif yang signifikan
Asli Daerah pajak restoan tidak
2017) terhadap
(PAD) Di dan pajak membahas
pendapatan asli
Kota hiburan Pendapatan
daerh (PAD) di
Yogyakarta asli daerah
Kota Yogyakarta
(PAD)
Hasil Penelitian
menunjukan
bahwa
pemungutan
pajak reklame
tidak
berpengaruh
Terdapat
terhadap
Pengaruh persamaan Perbedaan
penerimaan
Pemungutan variabel X penelitian
(Sri Watini Pajak Metode
pajak daerah
yang dibahas pada variabel
dan Ita Kota Bandung
Reklame Deskriptif yaitu pajak X tidak
Salsalina dan antara
Terhadap dan reklame dan membahas
Lingga pemungutan
Penerimaan Verifikatif variabel pajak restoran
2010) pajak reklame
Pajak Daerah Yyaitu dan pajak
dengan
Kota Bandung penerimaan hiburan
penerimaan
pajak daerah
pajak daerah
Kota Bandung
memiliki
hubungan yang
sangat lemah
dan positif atau
searah.
Efektivitas Metode Hasil Penelitian Terdapat Perbedaan
Pengumutan Deskriptif menunjukan persamaan penelitiaan
Pajak bahwa variable X pada variable
Reklame Dan efektivitas dan yang dibahas X tidak
(Arvian Kontibusinya kontribusi pajak yaitu pajak membahas
Triantoro Terhadap reklame reklame dan pajak restoran
2010) Penerimaan terhadap pada variable dan pajak
Pajak Daerah penerimaan Y penerimaan hiburan
Di Kota pajak daerah di pajak daerah
Bandung kota bandung
cukup
berpengaruh.
Sumber : diolah penulis, 2019

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis sebelumnya

bahwa masing-masing variable bebas memiliki pengaruh maupun hubungan


32

tarhadapvariabel terkait baik secara positif maupun secara negatif. Dari lima

penelitian tersebut penulis menemukan adanya relevansi dari penelitian

terdahulu dengan penelitian yang akan dilakukan oleh penulis. Hal tersebut

dapat dilihat sebagai berikut :

1. Pengaruh Penerimaan Pajak Restoran Terhadap Penerimaan Pajak

Daerah

(Wijaya dan Sudiana, 2012) mengemukakan bahwa “Pajak restoran

merupakan salah satu jenis pajak daerah yang potensinya semakin berkembang

seiring dengan makin diperhatikannya komponen pendukung yaitu sektor jasa

dan pariwisata dalam kebijakan pembangunan daerah”. Hal ini diperkuat

dengan penelitian (Widodo da Guritno, 2017) di Kota Yogyakarta menyatakan

bahwa “Pertumbuhan kunjungan wisata ke Provinsi D.I. Yogyakarta, khusunya

Kota Yogyakarta dalam beberapa tahun ini meningkat secara signifikan,

sehingga dalam memenuhi kebutuhan akomodasi bagi para wisatawan maka

tingkat pertumbuhan hotel, restoran dan tempat hiburan berbanding lurus

dengan permintaan yang juga otomatis makin meningkatkan jumlah besaran

pajak”.

2. Pengaruh Penerimaan Pajak Hiburan Terhadap Penerimaan Pajak

Daerah

(Bernardin dan Sofyan, 2017) Berpendapat bahwa pajak hiburan tidak

memiliki pengaruh yang signifikan terhadap penerimaan pajak daerah. Jika

pajak hiburan meningkat, maka penerimaan pajak daerah perusahaan tidak

serta merta akan mengalami peningkatan, bisa saja tetap atau bahkan

mengalami penurunan. Hal ini diperkuat dengan penelitian (Widodo dan


33

Guritno, 2017) di Kota Yogyakarta bahwa pajak hiburan tidak mempunyai

pengaruh secara positif dan signifikan terhadap pendapatan asli daerah.

3. Pengaruh Pajak Reklame Terhadap Penerimaan Pajak Daerah

(Watini dan Salsalina, 2010) berpendapat bahwa “Salah satu strategi yang

dilakukan perusahaan dalam memperkenalkan dan memasarkan produknya

sehingga penjualan (pendapatan) perusahaan meningkat serta dapat

memperluas pangsa pasar perusahaan adalah melalui media periklanan

(reklame).Dengan demikian penerimaan pajak reklame di Kota Bandung

diproyeksikan akan selalu mengalami peningkatan dengan bertambah

banyaknya perusahaan yang menggunakan media periklanan (reklame) untuk

tujuan komersial”. Hal ini diperkuat dengan penelitian (Triantoro, 2010)

mengemukakan bahwa Bandung merupakan tempat yang sangat strategi untuk

pemasang reklame suatu produk ataupun jasa. Sedangkan (Watini dan

Salsalina, 2010) bahwa pajak reklame tidak berpengaruh terhadap penerimaan

pajak daerah Kota Bandung dan antara pemungutan pajak reklame dengan

penerimaan pajak daerah Kota Bandung memiliki hubungan yang sangat lemah

dan positif atau searah.

2.3. Kerangka Pemikiran

Menurut Peraturan Daerah Peraturan Daerah Kabupaten Bandung Nomor

1 Tahun 2011 tentang pajak daerah dinyatakan bahwa, pajak daerah adalah

kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan

yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang dengan tidak

mendapatkan imbalan secara langsung, dan digunakan untuk keperluan daerah


34

bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Adapun pengertian pajak daerah

menurut (Bernardin dan Sofyan, 2017) bahwa “Pajak daerah merupakan salah

satu penerimaan pajak daerah yang diharapkan menjadi salah satu pembiayaan

penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah, untuk meningkatkan

dan mensejahterakan masyarakat”. Sedangkan penerimaan pajak daerah

merupakan suatu penerimaan dari pemungutan semua jenis pajak daerah dan

juga merupakan sumber pendapatan daerah yang digunakan oleh masing-

masing daerah untuk menyelenggarakan kegiatan pemerintahan dan

pembangunan daerah sesuai dengan kepentingannya. (Perda Nomor 20 Tahun

2011)

Menurut Peraturan Daerah Kabupaten Bandung Nomor 1 Tahun 2011

Tentang Pajak Daerah, berikut jenis-jenis pajak daerah Kabupaten yaitu pajak

hotel, pajak hiburan, pajak reklame, pajak penerangan jalan, pajak mineral

bukan logam dan batuan, pajak parkir, pajak air tanah, pajak sarang burung

walet, pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan, serta bea perolehan

hak atas tanah dan bangunan.

Kabupaten Bandung merupakan salah satu daerah yang hampir

metropolitan, hal tersebut memungkinkan Bandung mendapatkan penerimaan

atas pajak sangat tinggi, yang ditandai dengan banyaknya kantor-kantor

pemerintahan, lembaga-lembaga pendidikan, perusahaan-perusahaan, hingga

wirausaha-wirausaha yang serta merta akan memberikan kontribusi atas

penerimaan pajak Kabupaten Bandung yaitu pajak hotel, pajak restoran, pajak

hiburan, pajak reklame, pajak parkir, PPJ, pajak mineral bukan logam, pajak air

tanah , PBB dan BPHTB.


35

Pajak Restoran adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh

restoran. Restoran adalah fasilitas penyedia makanan atau mimiman dengan

dipungut bayaran, yang mencakup juga rumah makan, kafetaria, kantin,

warung, bar dan sejenisnya termasuk juga jasa boga/ catering. (Mentari dan

Rahayu, 2015) Bandung merupakan salah satu pusat kuliner di Indonesia,

sesuai dengan penerimaan pajak restoran Kabupaten Bandung yang mengalami

peningkatan setiap tahunnya. Pajak restoran merupakan salah satu mata pajak

berpengaruh signifikan terhadap penerimaan pajak daerahnya. Selain itu ada

beberapa jenis pajak lain yang juga secara garis besar mengalami peningkatan

setiap tahunnya.

Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Pasal 1 angka 24 dan 25,

Pajak Hiburan adalah pajak atas penyelenggaraan hiburan. Sedangkan yang

dimaksud dengan hiburan adalah semua jenis tontonan, pertunjukan,

permainan, dan atau keramaian yang dinikmati dengan dipungut bayaran.

Priskila (2013:1052)

Berkembangnya industri pariwisata di Kabupaten Bandung telah

mampumenggerakkan sektor–sektor yang mempunyai keterkaitan langsung

denganindustri pariwisata, seperti sektor industri hiburan yang mana kini

penerimaan pajaknya mengalami peningkatan setiap tahunnya.

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009

tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dan Peraturan Daerah Kota

Bandung Nomor 08 Tahun 2003 tentang Pajak Reklame, yang dimaksud

dengan pajak reklame adalah pajak atas penyelenggaraan reklame sedangkan

menurut Peraturan Walikota Bandung Nomor 407 Tahun 2007 sebagaimana


36

telah diubah terakhir menjadi Peraturan Walikota Bandung Nomor 054 Tahun

2010 tentang Petunjuk Penyelenggaraan Reklame, yang dimaksud dengan

pajak reklame adalah pajak atas penyelenggaraan reklame dengan pembayaran

pajak dibayar sekaligus dimuka.

Salah satu strategi yang dilakukan perusahaan dalam memperkenalkan dan

memasarkan produknya sehingga penjualan (pendapatan) perusahaan

meningkat serta dapat memperluas pangsa pasar perusahaan adalah melalui

media periklanan (reklame).Dengan demikian penerimaan pajak reklame di

Kabupaten Bandung diproyeksikan akan selalu mengalami peningkatan dengan

bertambah banyaknya perusahaan yang menggunakan media periklanan

(reklame) untuk tujuan komersial.

Uma Sekaran dalam Sugiono (2018:60) mengemukakan bahwa, “ kerangka

pikiran merupakan model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan

dengan berbagai factor yang lebih diidentifikasi sebagai masalah yang

penting”.

Hasil dari penelitian sebelumnya sebagian besar semua variable yang berk

aitan tidak memiliki pengaruh yang signifikan baik hubungan yang positif

maupun negative.

Dengan melihat landasan teori dan beberapa penelitian terdahulu yang yang

telah dipaparkan sebelumnya, maka dapat digambarkan kerangka pemikiran

dari penelitian ini yaitu sebagai berikut :


37

Penerimaan Pajak Restoran


(X1)

Indikator :
Realisasi Penerimaan
pajak restoran Penerimaan Pajak
Daerah (Y)
(Mentari dan Rahayu,
2015) Indikator:
1. Pajak Hotel
Penerimaan Pajak Hiburan 2. Pajak Restoran
(X2) 3. Pajak Hiburan
4. Pajak Reklame
5. Pajak Parkir
Indikator : 6. PPJ
Realisasi Penerimaan pajak 7. Pajak Mineral bukan
hiburan Logam
8. Pajak Air Tanah
(Watini da Salsalina, 2010) 9. PBB
10. BPHTB

Penerimaan Pajak Reklame (Peraturan Daerah


(X3) Kabupaten Bandung No
6 Tahun 2016)
Indikator :
Realisasi Penerimaan pajak
reklame

(Watini dan Salsalina,


2010)

Gambar II.1 Kerangka Pemikiran

2.4. Hipotesis

Hipotesis menurut Suharsaputra (2014:63) menyatakan bahwa “hipotesis

merupakan penjelasan tentatif (jawaban sementara) yang perlu diverifikasi oleh

fakta-fakta dilapangan yang akan dikumpulkan menjadi data penelitian untuk

kemudian dianalisis”.
38

Adapun hipotesis yang dibuat oleh peneliti adalah sebagai berikut :

1. Penerimaan pajak restoran di Kabupaten Bandung tahun 2009-2018 cukup

baik.

2. Penerimaan pajak hiburan di Kabupaten Bandung tahun 2009-2018 cukup

baik.

3. Penerimaan pajak reklame di Kabupaten Bandung tahun 2009-2018 cukup

baik.

4. Penerimaan pajak daerah di Kabupaten Bandung tahun 2009-2018 cukup

baik.

5. Penerimaan pajak restoran berpengaruh signifikan terhadap penerimaan

pajak daerah di Kabupaten Bandung secara parsial.

6. Penerimaan pajak hiburan berpengaruh signifikan terhadap penerimaan

pajak daerah di Kabupaten Bandung secara parsial

7. Penerimaan pajak reklame berpengaruh signifikan terhadap penerimaan

pajak daerah di Kabupaten Bandung secara parsial

8. Penerimaan pajak restoran, pajak hiburan dan pajak reklame berpengaruh

signifikan terhadap penerimaan pajak daerah di Kabupaten Bandung

secara parsial.

Anda mungkin juga menyukai