Anda di halaman 1dari 17

TUGAS MANAJEMEN PAJAK

KONSEP DAN PENDEKATAN PERPAJAKAN

OLEH :

Roy efrandi sipayung (210304186)


Lianda Grace Kella (210304097)
Theresia Simbolon (210304040)
Michael Jekson Hutagaol (210304100)
Abram Jordan Purba (210304069)
Atanasius P. N. Bangun (210304194)

DOSEN PENGAMPU :

Sri Fajar Ayu, S.P., M.M, D.B.A.

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2024
1. KONSEP PAJAK
A. Pengertian Pajak
Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada Kas Negara
untuk membi ayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk preblic
saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public investment.
Menurut, Sommerfeld Ray M, Anderson Herschel M., & Brack Horace R Pajak
adalah suatu pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah, bukan
akibat pelanggaran hukum, namun wajib dilaksanakan, berdasarkan ketentuan
yang ditetapkan lebih dahulu, tanpa mendapat imbalan yang langsung dan
proporsional, agar pemerintah dapat melaksanakan tugas-tugasnya untuk
menjalankan pemerintahan. Maka dari pengertian pajak diatas bahwa ada dua
hal penting yang terdapat pada pengertian pajak yaitu :
1) luran yang dapat dipaksakan, artinya luran yang mau tidak mau harus
dibayar oleh rakyat yang dikenakan kewajiban membayar iuran tersebut.
Kalau rakyat atau badan hukum yang oleh pemerintah dikenakan kewajiban
membayar iuran tersebut (lazim disebut wajib pajak) tidak melaksanakan
pembayaran tersebut, maka wajib pajak yang bersangkutan dapat dikenakan
tindakan hukum oleh Pemerintah berdasarkan undang-undang atau dengan
perkataan lain wajib pajak tersebut dapat dipaksa oleh pemerintah untuk
memenuhi kewajiban perpajakan- nya dengan menggunakan surat paksa
dan sita.
2) Tanpa jasa timbal/kontra prestasi/imbalan langsung, yang dapat ditunjukkan
mengandung arti bahwa wajib pajak yang membayar luran kepada negara
tidak ditunjukkan secara langsung imbalan apa yang diperolehnya dari
pemerintah atas pembayaran iuran tersebut. Berbeda dengan pembayaran
iuran kebersihan, kita akan langsung ditunjukkan atau diberikan imbalan
berupa diangkutnya pada waktu-waktu tertentu sampah yang kita tempatkan
pada tempat sampah di depan rumah kita atau di tempat pembuangan
sampah umum pada suatu kompleks. perumahan. Contoh lain, misalnya kita
bersekolah, maka kita harus bayar uang sekolah, sedang mereka yang tidak
bersekolah tidak harus bayar uang sekolah. Imbalan yang secara tidak
langsung diperoleh wajib pajak adalah berupa pelay anan pemerintah
kepada seluruh anggota masyarakat, baik yang membayar pajak maupun
yang dibebaskan dari pengenaan pajak, yaitu antara lain penyelenggaraan
bidang keamanan, kesejahteraan, pembuatan jalan, saluran irigasi,
pencegahan penyakit menular.
B. Ciri-ciri Dalam Pengertian Pajak
Dari berbagai definisi tersebut, baik pengertian secara ekonomis (pajak
sebagai pen galihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah) atau
pengertian secara yuridis (pajak adalah iuran yang dapat dipaksakan) dapat
ditarik kesimpulan tentang ciri-ciri yang terdapat pada pengertian pajak
antara lain sebagai berikut:
1) Pajak dipungut oleh negara baik oleh pemerintah pusat maupun
pemerintah daerah berdasarkan atas undang-undang serta aturan
pelaksanaannya.
2) Pemungutan pajak mengisyaratkan adanya alih dana (sumber daya) dari
sektor swasta (wajib pajak membayar pajak) ke sektor negara (pemungut
pajak/admin- istrator pajak).
3) Pemungutan pajak dialokasikan untuk kebutuhan pembiayaan
pemerintah secara umum dalam rangka pelaksanaan fungsi
pemerintahan, baik rutin maupun pembangunan.
4) Tidak dapat ditunjukkan adanya imbalan (kontraprestasi) individual oleh
pemer intah terhadap pembayaran pajak yang dilakukan oleh para wajib
pajak.
5) Selain fungsi budgeter (anggaran) yaitu fungsi mengisi Kas
Negara/Anggaran Negara yang diperlukan untuk menutup pembiayaan
penyelenggaraan pemerin tahan, pajak juga berfungsi sebagai alat untuk
mengatur atau melaksanakan kebi- jakan negara dalam lapangan
ekonomi dan sosial (fungsi mengatur/regulati
C. Tujuan Pajak
Begitu banyak manfaat yang dirasakan oleh negara dari pajak yang
dipungutnya tersebut. Manfaat pajak tak hanya dirasakan oleh negara namun
juga dirasakan oleh rakyatnya. Adapun manfaat pajak adalah sebagai berikut:
1) Membiayai Pengeluaran Negara. Pajak memiliki manfaat dengan
membiayai pengeluaran negara yang bersifat self liquiditing, contohnya
pengeluaran untuk proyek produktif barang ekspor.
2) Membiayai Pengeluaran Produktif. Pajak dapat membiayai pengeluaran
produktif dimana pengeluaran produktif adalah pengeluaran yang
memberikan keuntungan ekonomis bagi masyarakat seperti pengeluaran
untuk pengairan dan pertanian.
3) Pembiayaan produksi yang bersifat self-likuidasi dan non-reproduksi,
seperti produksi untuk pendirian monumen dan objek rekreasi.
4) Membiayai pengeluaran yang tidak produktif dimana contohnya adalah
pengeluaran untuk membiayai pertahanan negara atau perang dan
pengeluaran untuk penghematan di masa yang akan datang yaitu
pengeluaran bagi yatim piatu.

D. Jenis-jenis Pajak
Menurut Resmi (2011) jenis pajak dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu :
1) Menurut Golongan
a) Pajak langsung
Pajak langsung adalah pajak yang harus dipikul sendiri atau
ditanggung oleh Wajib Pajak dan tidak dapat dilimpahkan atau
dibebankan kepada orang lain atau pihak lain. Pajak harus menjadi
beban Wajib Pajak bersangkutan.
b) Pajak Tidak Langsung
Pajak tidak langsung adalah pajak yang pada akhirnya dapat
dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain atau pihak ketiga.
Pajak tidak langsung terjadi jika terdapat suatu kegiatan, peristiwa
atau perbuatan yang menyebabkan terutangnya pajak.

2) Menurut Sifat
Menurut sifatnya pajak dapat digolongkan menjadi dua, yaitu:
a) Pajak Subjektif
Pajak subjektif adalah pajak yang pengenaannya memerhatikan.
keadaan pribadi Wajib Pajak atau pengenaan pajak yang
memerhatikan keadaan subjeknya.
b) Pajak Objektif
Pajak objektif adalah pajak yang pengenaannya memerhatikan
objeknya baik berupa benda, keadaan, perbuatan, atau peristiwa yang
mengakibatkan timbulnya kewajiban membayar pajak, tanpa
memerhatikan keadaan pribadi Subjek Pajak (Wajib Pajak) maupun
tempat tinggal.
3) Menurut Lembaga Pemungut
Menurut lembaga pemungut pajak dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
a) Pajak Negara (Pajak Pusat)
Pajak negara (pusat) adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah
pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara pada
umumnya. Contoh dari pajak negara adalah pajak penghasilan (PPh),
pajak pertambahan nilai (PPN), pajak penjualan atas barang mewah
(PPnBM), pajak bumi dan bangunan (PBB), bea materai, dan pajak
bumi dan bangunan (PBB) tertentu, dikutip dari laman Ditjen Pajak
Kemenkeu
b) Pajak Daerah
Pajak daerah adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah baik
daerah tingkat I (pajak provinsi) maupun daerah tingkat II (pajak
kabupaten/kota) dan digunakan untuk membiayai rumah tangga
daerah masing-masing. Jenis Pajak Daerah Berdasarkan Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD) antara lain:
• Pajak Kendaraan Bermotor (PKB).
• Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB).
• Pajak Alat Berat (PAB).
• Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB).
• Pajak Air Permukaan (PAP).
E. Sistem Pajak
Menurut Resmi (2011) mengemukakan dalam pemungutan pajak
dikenal beberapa sistem pemungutan, antara lain:
1. Official Assesment System
Sistem pemungutan pajak yang memberi kewenangan aparatur
perpajakan untuk menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap
tahunnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang
berlaku. Dalam sistem ini, inisiatif serta kegiatan menghitung dan
memungut pajak sepenuhnya berada di tangan para aparatur perpajakan.
Dengan demikian, berhasil atau tidaknya pelaksanaan pemungutan pajak
banyak tergantung pada aparatur perpajakan (peranan dominan ada pada
aparatur).
2. Self Assesment System
Sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang Wajib Pajak dalam
menentukan sendiri jumlah pajak terutang setiap tahunnya sesuai dengan
peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Dalam sistem ini,
inisisatif serta kegiatan menghitung dan memungut pajak sepenuhnya
berada di tangan Wajib Pajak. Wajib Pajak dianggap mampu menghitung
pajak, mampu memahami undang-undang yang sedang berlaku dan
mempunyai kejujuran yang tinggi, serta menyadari akan arti pentingnya
membayar pajak. Oleh karena itu, Wajib Pajak diberi kepercayaan untuk:
(a) Menghitung sendiri pajak terutang.
(b) Memperhitungkan sendiri pajak yang terutang
(c) Membayar sendiri jumlah pajak terutang
(d) Melaporkan sendiri jumlah pajak yang terutang
(e) Mempertanggungjawabkan pajak yang terutang.

Dengan demikian, berhasil atau tidaknya pelaksanaan pemungutan.


pajak banyak bergantung pada Wajib Pajak sendiri (peranan dominan ada
pada Wajib Pajak).

3. With Holding System


Sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak
ketiga yang ditunjuk untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh
Wajib Pajak sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang
berlaku. Penunjukkan pihak ketiga ini dilakukan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan perpajakan, keputusan presiden dan peraturan lainnya
untuk memotong dan memungut pajak, menyetor dan
mempertanggungjawabkan melalui sarana perpajakan yang tersedia.
Berhasil atau tidaknya pelaksanaan pemungutan pajak hayak tergantung
pada pihak ketiga yang ditunjuk.

F. Peraturan Pajak
1. Peraturan perundang-undangan perpajakan yang mengatur tentang
ketentuan umum dan tata cara perpajakan yang berlaku sejak 1 Januari
1984 adalah Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983
ini dilandasi falsafah Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945, yang di
dalamnya tertuang ketentuan yang menjunjung tinggi hak warga negara
dan menempatkan kewajiban perpajakan sebagai kewajiban kenegaraan
dan merupakan sarana peran serta rakyat dalam pembiayaan negara dan
pembangunan nasional. Undang-undang ini sebagian besar memuat
ketentuan umum dan tata cara yang berlaku untuk Pajak Penghasilan,
sedangkan ketentuan umum dan tata cara untuk Pajak Pertambahan Nilai
Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, banyak diatur
dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan
Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.
2. Dalam pelaksanaan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983, disadari bahwa
banyak masalah dihadapi yang ternyata belum diatur dalam Undang-
undang ini sehingga menuntut perlunya penyempurnaan. Penyempurnaan
tersebut sejalan dengan arah dan tujuan pembangunan nasional serta
kebijaksanaan Pemerintah dalam Pembangunan. Jangka Panjang Tahap II
yang antara lain berbunyi "Sistem perpajakan terus disempurnakan,
pemungutan pajak diintensifkan dan aparat perpajakan harus makin
mampu dan bersih". Harapan masyarakat terhadap adanya aparatur
perpajakan yang makin mampu dan bersih, dituangkan dalam berbagai
ketentuan yang bersifat pengawasan dalam Undang-undang ini.
3. Falsafah dan landasan yang menjadi latar belakang dan dasar Undang-
undang ini tercermin dalam ketentuan-ketentuan yang mengatur sistem dan
mekanisme pemungutan pajak. Sistem dan mekanisme tersebut menjadi
ciri dan corak tersendiri dalam sistem perpajakan Indonesia, karena
kedudukan Undang-undang ini yang akan menjadi "ketentuan umum" bagi
perundang-undangan perpajakan yang lain. Ciri dan corak tersendiri dari
sistem pemungutan pajak tersebut adalah :
a) Bahwa pemungutan pajak merupakan perwujudan dari pengabdian
dan peran serta Wajib Pajak untuk secara langsung dan bersama-
sama melaksanakan kewajiban perpajakan yang diperlukan untuk
pembiayaan negara dan pembangunan nasional ;
b) Tanggung jawab atas kewajiban pelaksanaan pemungutan pajak,
sebagai pencerminan kewajiban di bidang perpajakan berada pada
anggota masyarakat Wajib Pajak sendiri. Pemerintah, dalam hal ini
aparat perpajakan sesuai dengan fungsinya berkewajiban melakukan
pembinaan, pelayanan dan pengawasan terhadap pemenuhan
kewajiban perpajakan berdasarkan ketentuan yang digariskan dalam
peraturan perundang-undangan perpajakan;
c) Anggota masyarakat Wajib Pajak diberi kepercayaan untuk dapat
melaksanakan kegotongroyongan nasional melalui sistem
menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri
pajak yang terutang (self assessment), sehingga melalui sistem ini
administrasi perpajakan diharapkan dapat dilaksanakan dengan lebih
rapi, terkendali, sederhana dan mudah untuk dipahami oleh anggota
masyarakat Wajib Pajak.

Sistem pemungutan pajak tersebut mempunyai arti bahwa penentuan


penetapan besarnya pajak yang terutang dipercayakan kepada Wajib Pajak
sendiri dan melaporkannya secara teratur jumlah pajak yang terutang dan yang
telah dibayar sebagaimana ditentukan dalam peraturan perundang-undangan
perpajakan. Dengan sistem ini diharapkan pula pelaksanaan administrasi
perpajakan yang berbelit-belit dan birokratis akan dapat dihindari. Sejalan
dengan harapan tersebut, wewenang Direktur Jenderal Pajak yang bersifat
teknis administratif dapat dilimpahkan kepada aparat bawahannya.
Menurut ketentuan Undang-undang ini, administrasi perpajakan aktif
dalam melaksanakan pengendalian administrasi pemungutan pajak yang
meliputi tugas-tugas pembinaan, pelayanan, pengawasan, dan penerapan
sanksi perpajakan. Pembinaan masyarakat Wajib Pajak dapat melakukan
melalui berbagai upaya, antara lain pemberian penyuluhan pengetahuan
perpajakan baik melalui media massa maupun penerangan langsung kepada
masyarakat.
4. Dengan berpegang teguh pada prinsip kepastian hukum, keadilan, dan
kesederhanaan, maka arah dan tujuan penyempurnaan Undang-undang
perpajakan ini adalah dalam memenuhi amanat Garis-garis Besar Haluan
Negara 1993 yang mengacu pada kebijaksanaan pokok sebagai berikut :
a) Menuju kemandirian bangsa dalam pembiayaan negara dan
pembiayaan pembangunan yang sumber utamanya berasal dari
penerimaan pajak;
b) Menunjang usaha pembangunan secara merata, mendorong investasi
secara merata di seluruh wilayah Republik Indonesia, terutama untuk
mendorong pembangunan di daerah terpencil yang selama ini dirasakan
terbelakang atau terlambat perkembangannya, baik dalam rangka
pemerataan pembangunan dan pendayagunaan sumber daya alam
maupun dalam rangka peningkatan penerimaan pajak dalam jangka
panjang;
c) Menunjang usaha peningkatan ekspor, terutama ekspor non migas,
barang hasil olahan, dan jasa-jasa dalam rangka meningkatkan
perolehan devisa;
d) Menunjang usaha pengembangan usaha kecil untuk mengoptimalkan
pengembangan potensinya, dan dalam rangka pengentasan sebagian
masyarakat dari kemiskinan;
e) Menunjang usaha pengembangan sumber daya manusia, ilmu
pengetahuan, dan teknologi;
f) Menunjang usaha pelestarian ekosistem, sumber daya alam, dan
lingkungan hidup;
g) Menunjang usaha meningkatkan keadilan dalam partisipasi masyarakat
dalam pembiayaan pembangunan sesuai dengan kemampuannya;
h) Menunjang usaha terciptanya aparat perpajakan yang makin mampu
dan makin bersih, peningkatan pelayanan kepada Wajib Pajak termasuk
penyederhanaan dan kemudahan prosedur dalam pemenuhan
kewajiban perpajakan, peningkatan pengawasan atas pelaksanaan
pemenuhan kewajiban perpajakan tersebut, serta peningkatan
penegakan pelaksanaan hukum yang berlaku.
2. PENDEKATAN PAJAK
A. Pendekatan dari Segi Hukum
Pendekatan hukum dalam konteks perpajakan melibatkan studi tentang
legalitas, peraturan perundang-undangan, serta implikasi hukumnya
terhadap pemerintah, aparaturnya, dan wajib pajak, baik badan maupun
individu. Fokus utamanya adalah pada aspek hukum yang mengatur hak dan
kewajiban fiskus dan wajib pajak, prosedur pemenuhan kewajiban
perpajakan, serta penanganan utang pajak dan sanksi administratif dan
pidana. Ini mencakup berbagai masalah, mulai dari kewenangan
pemungutan pajak, hak dan kewajiban pemungut pajak dan wajib pajak,
hingga prosedur penyelesaian sengketa pajak di Pengadilan Pajak.
Pendekatan pajak dari segi hukum menekankan pentingnya memahami
kerangka hukum yang mengatur perpajakan, termasuk undang-undang,
peraturan, dan keputusan administratif yang berkaitan dengan pajak. Dalam
konteks ini, beberapa aspek penting dari pendekatan pajak dari segi hukum
termasuk:
a) Ketentuan Hukum Pajak: Memahami secara menyeluruh ketentuan
hukum yang berlaku terkait dengan perpajakan, seperti undang-
undang pajak penghasilan, undang-undang pajak pertambahan nilai,
peraturan mengenai pajak properti, dan sebagainya.
b) Hak dan Kewajiban Pajak: Mengidentifikasi hak dan kewajiban para
pihak yang terlibat dalam sistem perpajakan, termasuk hak dan
kewajiban wajib pajak, hak dan kewajiban petugas pajak, serta
kewenangan dan tanggung jawab lembaga-lembaga terkait.
c) Tata Cara Perpajakan: Memahami prosedur administratif yang
terkait dengan perpajakan, seperti tata cara pelaporan, pembayaran,
dan penyelesaian sengketa pajak. Hal ini mencakup juga penafsiran
dan aplikasi hukum dalam konteks kasus-kasus spesifik.
d) Sanksi dan Penegakan Hukum: Mengetahui sanksi administratif dan
pidana yang berlaku dalam pelanggaran aturan perpajakan serta
proses penegakan hukum terhadap pelanggaran-pelanggaran
tersebut.
e) Kepatuhan dan Konsultasi Hukum: Mendorong kepatuhan terhadap
ketentuan perpajakan melalui penyediaan informasi yang jelas dan
konsultasi hukum bagi para wajib pajak. Ini juga melibatkan
pemahaman tentang hak wajib pajak untuk memperoleh
perlindungan hukum dan mendapatkan klarifikasi atas ketentuan
perpajakan yang kompleks
f) Interpretasi dan Penafsiran Hukum: Memahami dan menerapkan
interpretasi hukum yang relevan dalam konteks perpajakan. Ini
melibatkan penafsiran istilah-istilah khusus dalam undang-undang
perpajakan, keputusan pengadilan terkait, serta interpretasi yang
diberikan oleh otoritas pajak.
g) Kepentingan Umum dan Keadilan: Menilai implikasi kebijakan
perpajakan terhadap kepentingan umum dan aspek keadilan, serta
memastikan bahwa sistem perpajakan tidak hanya memenuhi
kebutuhan fiskal negara tetapi juga berperan secara adil bagi semua
pihak yang terlibat.
h) Pemantauan dan Evaluasi Hukum: Melakukan pemantauan
terhadap perkembangan hukum terkait perpajakan, termasuk
perubahan undang-undang, kebijakan, dan interpretasi hukum, serta
melakukan evaluasi terhadap dampaknya terhadap sistem
perpajakan dan masyarakat.
i) Perlindungan Hak Asasi Manusia: Memastikan bahwa sistem
perpajakan tidak melanggar hak asasi manusia individu atau
kelompok tertentu, seperti hak atas privasi, non diskriminasi, dan
perlakuan yang adil di hadapan hukum.
j) Kolaborasi dan Kerja Sama Internasional: Mengikuti dan
berpartisipasi dalam kerja sama internasional dalam hal perpajakan,
termasuk pertukaran informasi, perjanjian pajak ganda, dan upaya
bersama untuk mengatasi praktik penghindaran pajak dan pencucian
uang lintas batas.

B. Pendekatan dari Segi Ekonomi


Pajak merupakan salah satu alat yang penting bagi pemerintah dalam
mencapai tujuan ekonomi, politik dan sosial yang mengandung berbagai
sasaran sebagai berikut:
1. Pengalihan sumber dana dari sektor swasta ke sektor pemerintah
2. Pendistribusian beban pemerintah secara adil dalam kelas-kelas
penghasilan (vertical eqity) dan secara merata bagi masyarakat yang
berpenghasilan sama (horizontal equity)
3. Mendorong pertumbuhan ekonomi, stabilisasi harga dan perluasan
kesempatan kerja
Sommerfeld Ray M, Anderson Herschel M., & Brock Horace R.
menyatakan “Pajak adalah suatu pengalihan sumber dari sektor swasta ke
sektor pemerintah, bukan akibat pelanggaran hukum, namun wajib
dilaksanakan, berdasarkan ketentuan yang ditetapkan lebih dahulu, tanpa
mendapat imbalan yang langsung dan proporsional, agar pemerintah dapat
melaksanakan tugas-tugasnya untuk menjalankan pemerintahan.
Pendekatan pajak dari segi ekonomi merujuk pada analisis dan
pemahaman tentang bagaimana kebijakan perpajakan mempengaruhi
perekonomian suatu negara. Pendekatan ini melibatkan penelitian tentang
efek ekonomi dari berbagai jenis pajak, seperti pajak penghasilan, pajak
konsumsi, pajak properti, dan lain sebagainya.
Ada beberapa pendekatan yang umum digunakan dalam menganalisis pajak
dari perspektif ekonomi:
1. Efisiensi: Pendekatan ini mempertimbangkan sejauh mana sistem
perpajakan mendorong alokasi sumber daya yang efisien dalam
perekonomian. Pajak yang berlebihan atau tidak seimbang dapat
menghambat pertumbuhan ekonomi dengan mengurangi insentif untuk
berinvestasi, menyimpan, atau bekerja.
2. Pemerataan: Pendekatan ini mempertimbangkan bagaimana pajak
mempengaruhi pemerataan pendapatan dan kekayaan di antara individu dan
kelompok dalam masyarakat. Pajak dapat digunakan untuk mengurangi
kesenjangan ekonomi dengan memungut lebih banyak pajak dari mereka
yang mampu dan memberikan bantuan kepada mereka yang kurang mampu.
3. Efektivitas: Pendekatan ini menilai sejauh mana kebijakan perpajakan
berhasil mencapai tujuan-tujuan tertentu, seperti mengumpulkan
pendapatan yang cukup untuk mendanai layanan publik atau mengurangi
defisit anggaran negara.
4. Elastisitas: Pendekatan ini mempertimbangkan seberapa responsif perilaku
ekonomi terhadap perubahan dalam tarif pajak. Misalnya, apakah
peningkatan pajak akan menyebabkan pengurangan dalam pengeluaran
konsumen atau penurunan dalam penawaran tenaga kerja.
5. Distribusi: Pendekatan ini memperhatikan dampak distribusi pajak
terhadap berbagai kelompok penduduk, termasuk efek distribusi secara
langsung dan tidak langsung. Ini melibatkan penelitian tentang apakah
pajak memberikan beban yang adil kepada berbagai kelompok sosial dan
ekonomi.
Pendekatan-pendekatan ini sering digunakan oleh ahli ekonomi, pembuat
kebijakan, dan peneliti untuk mengevaluasi dan merancang kebijakan
perpajakan yang sesuai dengan tujuan ekonomi dan sosial negara tersebut.
3. CONTOH KASUS
Penurunan tarif PPh orang pribadi, seperti yang diatur dalam Undang-
Undang Nomor 36 Tahun 2008, merupakan contoh pendekatan pajak dari
bidang ekonomi yang bertujuan untuk menstimulasi aktivitas ekonomi dan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat, seperti yang terjadi pada tahun 2009-
2011. Penurunan tarif PPh orang pribadi berdampak positif, terutama dalam hal
peningkatan penerimaan PPh dan pertumbuhan ekonomi. Meskipun terjadi
penurunan persentase jumlah wajib pajak orang pribadi, namun hal ini tidak
menyurutkan minat wajib pajak untuk membayar PPh terutangnya. Hal ini
terbukti dengan meningkatnya persentase penerimaan pajak pada tahun 2010
dan 2011. Penurunan tarif PPh orang pribadi telah memberikan insentif bagi
wajib pajak untuk melaporkan penghasilan mereka, yang pada akhirnya
meningkatkan penerimaan pajak
Dengan demikian, penurunan tarif PPh orang pribadi telah memberikan
dampak positif, yaitu merangsang pertumbuhan ekonomi termasuk untuk
mendanai pembangunan nasional, meningkatkan daya beli individu,
mendorong investasi dan konsumsi, serta meningkatkan motivasi kerja dan
produktivitas, juga meningkatkan kepatuhan perpajakan dan mengoptimalkan
penerimaan pajak.
DAFTAR PUSTAKA

Andriani, S.2019.Tinjauan Atas Prosedur Pengembalian Lebih Bayar Pajak


Pertambahan Nilai Pada Seksi Pelayanan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama
Bnadung Cibeunying. Bandung :Universitas Komputer Indonesia.

Faried, M. Husni. 2023. ANALISIS PENGARUH PENURUNAN TARIF PPH


ORANG PRIBADI TERHADAP TINGKAT PERTUMBUHAN WAJIB
PAJAK, PENERIMAAN PPH, DAN PERTUMBUHAN EKONOMI
NEGARA. Universitas Negeri Surabaya

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1994


TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN
1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN.

Zain,Mohammad. 2008. Manajemen Perpajakan Edisi 3. Jakarta : Selemba Empat

Anda mungkin juga menyukai