TAXN6042
Introduction to
Taxation (Minor)
Week 1
General Provisions and
Tax Procedures Part 1
1. Definition
2. Function of tax
3. Classification
4. Collection Proscedures
5. Right and obligation of Taxpayer
6. Tax Law
Defenition /
Definisi
Pajak adalah kontribusi wajib dari orang dan badan kepada pemerintah untuk membiayai suatu
pengeluaran yang ditujukan dalam rangka kepentingan umum, tanpa referensi untuk
mendapatkan manfaat khusus (Edwin R.A. Seligman dalam Essey in Taxation, New York, 1925,
sebagaimana dikutip oleh Santoso Brotodiharjo).
Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib
membayarnya menurut peraturan perundang-undangan, dengan tidak mendapat prestasi kembali,
yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran umum
berhubung dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan (P.J.A Adriani, Profesor
Hukum Pajak Amsterdam University, sebagaimana dikutip oleh Santoso Brotodiharjo, 1978).
Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara (peralihan kekayaan dari sector swasta ke sector
pemerintah) berdasarkan undang-undang (dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal
(kontra prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk membiayai pengeluaran
umum (Rochmat Soemitro, Profesor Hukum Pajak Universitas Padjajaran, 1979).
Pajak adalah kontribusi wajib untuk dukungan pemerintah yang dipungut atas orang, properti,
penghasilan, komoditas, transaksi dll. saat ini dengan tarif tetap yang sebagian besar
proporsional dengan jumlah, di mana kontribusi tersebut dipungut atasnya (Oxford English
Dictionary, Onions 1992, sebagaimana dikutip oleh Gitte Heij dalam Asia pacific Tax Bulletin,
2001).
Pajak adalah sejumlah uang wajib tanpa imbalan yang dapat diterima oleh unit pemerintah dari
unit institusi (IMF, 2014).
Pajak adalah pembayaran wajib tanpa adanya imbalan kepada pemerintah. Pajak tanpa adanya
imbalan berarti manfaat yang diberikan pemerintah kepada wajib pajak umumnya tidak
proporsional terhadap pembayaran mereka (OECD, 2016).
Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang
bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara
langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat
(Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007)
Dari berbagai definisi, terdapat lima elemen yang umumnya ditemukan (Heij, 2001) sebagai
dikutip oleh kristiaji dalam Meredefinisi ‘Pajak’ yang Lebih Ramah.
Pertama, pajak haruslah bersifat wajib atau compulsory. Perspektif ini menegaskan bahwa
pembayaran pajak sulit diwujudkan jika hanya bersifat kesukarelaan. Atau dengan kata lain,
memisahkan antara iuran-iuran yang bersifat altruism seperti halnya kontribusi sosial yang
bersifat filantropi, dan sebagainya. Sifat paksaan ini juga lekat dengan teori benefit principle,
bahwa pajak adalah suatu hal yang harus dibayar untuk memeroleh manfaat atau barang publik.
Kedua, kontribusi dalam bentuk uang atau sejenisnya. Atau dengan kata lain, pajak bukanlah
kontribusi dari masyarakat yang berupa tenaga atau fisik (wajib militer), berbentuk benda lain
yang juga memiliki manfaat ekonomis (dalam masyarakat Indonesia, misalkan ada tradisi
‘jumputan beras’), dan sebagainya.
Ketiga, adanya frasa “oleh individu, badan, atau entitas lainnya”. Elemen ini memberikan
penjelasan mengenai siapa-siapa yang dikenakan beban pajak.
Keempat, harus diterima oleh pemerintah. Artinya, arus pembayaran yang bersifat wajib
tersebut harus masuk sebagai kas pemerintah dan bukan dikelola oleh pihak lain. Elemen ini
Kelima, dipergunakan untuk tujuan kepentingan umum dan tidak memiliki imbalan langsung
kepada pihak yang membayar. Ada dua poin penting dalam elemen ini, sebagai berikut: (i)
adanya komitmen bahwa pembayaran yang telah dikumpulkan akan ditujukan sebesar-besarnya
untuk kepentingan publik; serta (ii) imbal hasil atau manfaatnya tidak diatribusikan secara
langsung
Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan
pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan.
Masa Pajak adalah jangka waktu yang menjadi dasar bagi Wajib Pajak untuk menghitung,
menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang dalam suatu jangka waktu tertentu sebagaimana
ditentukan dalam Undang-Undang ini.
Tahun Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun kalender kecuali bila Wajib Pajak
menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender.
Sebagai hukum pajak formal UU KUP mengatur mengenai prosedur (tata cara) pemenuhan hak
dan kewajiban perpajakan serta sanksi-sanksi bagi yang melanggar kewajiban perpajakan.
Dengan kata lain UU KUP mengatur ketentuan formal dalam melaksanakan hukum pajak materil
seperti UU Pajak Penghasilan (PPh), UU Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah (PPN & PPnBM), UU Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), UU Bea Perolehan Hak
atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), UU Bea Meterai UU Penagihan Pajak dengan Surat Paksa
(PPSP) dan UU Pengampunan Pajak.
Pada mempunyai peran yang cukup besar dalam kehidupan bangsa. Ada beberapa fungsi
pajak.
a. Fungsi Anggaran (Budgetair):
Fungsi budgetair disebut sebagai fungsi utama pajak atau fungsi fiskal (fiscal function),
yaitu suatu fungsi dimana pajak dipergunakan sebagai alat untuk memasukkan dana
secara optimal ke kas negara berdasarkan undang-undang perpajakan yang berlaku.
Fungsi ini disebut fungsi utama karena fungsi inilah yang secara historis pertama kali
timbul. Di sini pajak merupakan sumber pembiayaan negara yang terbesar.
Tax Collection /
Pemungutan Pajak
1. Stelsel Pajak
a. Stelsel Nyata
Stelsel ini menyatakan bahwa pengenaan pajak didasarkan pada objek yang sesungguhnya
terjadi (untuk PPh, maka objeknya adalah penghasilan). Oleh karena itu, pemungutan pajaknya
baru dapat dilakuakan pada akhir tahun pajak, yaitu setelah seluruh penghasilan yang
sesungguhnya dalam suatu tahun pajak diketahui. Contoh: Pajak Penghasilan Pasal 21, Pasal 22,
Pasal 23, Pasal 4 ayat 2, dan Pasal 26. Kelebihan dari stelsel nyata adalah perhitungan pajaknya
didasarkan pada penghasilan yang sesungguhnya sehingga lebih akurat dan realistis. Kekurangan
stelsel nyata adalah pajak baru dapat diketahui pada akhir periode sehingga:
• Wajib pajak akan dibebani jumlah pembayaran pajak yang tinggi pada akhir tahun,
sementara pada waktu tersebut belum tentu tersedia jumlah kas yang memadai untuk
membayar pajak tersebut; dan
• Seluruh wajib pajak akan membayar pada akhir tahun sehingga jumlah uang beredar
secara makro akan terpengaruh.
Contoh:
Tuan Bambang bertempat tinggal di Indonesia dalam jangka waktu tertentu yang menurut
peraturan perpajakan Indonesia telah memenuhi ketentuan sebagai Wajib Pajak dalam Negeri.
Pada tahun 2018, Tuan Bambang memperoleh penghasilan dari Indonesia sebesar Rp
500.000.000 dan dari luar negeri sebesar Rp 650.000.000. Maka, Penghasilan Tuan Bambang
yang dikenakan pajak di Indonesia selama tahun 2018 adalah sebesar Rp 1.150.000.000.
b. Asas Sumber
Asas ini menyatakan bahwa negara memiliki hak untuk mengenakan pajak atas penghasilan yang
bersumber dari wilayahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal dari wajib pajak. Setiap orang
yang menerima penghasilan dari Indonesia akan dikenakan pajak atas penghasilannya yang
diterimanya tersebut.
c. Asas Kebangsaan
Asas ini menyatakan bahwa pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan dari suatu
negara. Contohnya, pajak bangsa asing di Indonesia dikenakan atas setiap orang asing yang
bukan berkebangsaan Indonesia, tetapi bertempat tinggal di Indonesia.
Contoh : Pajak Bumi Bangunan (PBB) dimana besarnya pajak yang terutang dihitung dan
ditetapkan oleh fiskus melalui Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT).
Contoh: PPh Orang Pribadi, PPh Badan, Cicilan PPh yaitu PPh Pasal 25 yang dihitung,
dibayar dan dilaporkan secara mandiri oleh wajib pajak.
Contoh : perusahaan atau pemberi kerja berkewajiban untuk menghitung berapa PPh yang
harus dipotong atas penghasilan yang diterima pegawai. Kemudian perusahaan atau pemberi
kerja tersebut harus menyetorkan PPh yang telah dipotong ke kas negara dan melaporkan PPh
pegawainya tersebut melalui SPT Masa PPh Pasal 21 ke Kantor Pelayanan Pajak tempat
perusahaan terdaftar.
Dalam setiap aktivitas pemungutan pajak, penerapan sekian syarat tersebut punya arti yang
penting. Sebab, tanpa syarat tersebut, aktivitas pemungutan pajak bisa menghadapi kendala
bahkan melenceng dari target yang ditetapkan.
Hukum publik adalah hukum yang mengatur hubungan antara negara dengan warga negara atau
dengan kata lain, hukum yang mengatur kepentingan umum. Hukum publik ini berurusan dengan
hal-hal yang berhubungan dengan masalah kenegaraan serta bagaimana negara melaksanakan
tugasnya.
Hukum privat, terdiri atas 1) Hukum Perjanjian, 2) Hukum Kewarisan; 3) Hukum Perkawinan;
4) Hukum Keluarga; 5) Hukum Dagang; dan 6) Hukum Publik, yang meliputi hukum pidana;
hukum tata negara; hukum administrasi negara; hukum lingkungan; hukum pajak; dan lain-lain.
Pada umumnya, hukum pajak dimasukkan sebagai bagian dan hukum publik yang mengatur
hubungan hukum antara penguasa dengan rakyatnya. Hal tersebut dapat dimengerti, karena di
dalam hukum pajak diatur mengenai hubungan antara penguasa/Pemerintah dalam fungsinya
selaku fiscus (pemungut pajak) dengan rakyat dalam kaptasitasnya sebagal wajib pajak.
Hukum pajak merupakan bagian dan hukum administrasi negara karena itu sekarang ada yang
menghendaki agar hukum pajak itu bisa berdiri sendiri. Kenyataannya sampai saat ini hukum
pajak sudah berdiri sendiri di samping hukum administrasi negara, karena hukum pajak juga
mempunyai tugas yang bersifat lain dari pada hukum administtasi negara pada umumnya, yaitu
hukum pajak juga dipergunakan sebagai alat untuk menentukan politik perekonomian Negara.
Selain itu, umumnya hukum pajak juga mempunyai tata tertib dan istilah-istilah tersenditi untuk
lapangan pekerjaannya.
Hubungan antara hukum pajak dengan hukum perdata ini mungkin sekali timbul karena banyak
dipergunaknya istilah-itilah hukum perdata dalam pajak. Walaupun harus dipegang teguh prinsip
bahwa pengertian pengertian yang dianut oleh hukum perdata tidak selalu dianut oleh hukum
pajak.
Dalam penerapannya LEX SUPERIORI DEROGAT LEGI INFERIORI “ketentuan peraturan (UU) yang
mempunyai derajat lebih tinggi didahulukan pemanfaatannya/penyebutannya daripada ketentuan yang
mempunyai derajat lebih rendah.
Adam Smith
1. Asas Equality, pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara harus sesuai dengan
kemampuan dan penghasilan wajib pajak. Negara tidak boleh bertindak diskriminatif
terhadap wajib pajak.
2. Asas Certainty, semua pungutan pajak harus berdasarkan UU, sehingga bagi yang
melanggar akan dapat dikenai sanksi hukum.
3. Asas Convinience of Payment, pajak harus dipungut pada saat yang tepat bagi wajib
pajak (saat yang paling baik), misalnya disaat wajib pajak baru menerima penghasilannya
atau disaat wajib pajak menerima hadiah.
4. Asas Efficiency, biaya pemungutan pajak diusahakan sehemat mungkin, jangan sampai
terjadi biaya pemungutan pajak lebih besar dari hasil pemungutan pajak.
W.J. Langen
1. Asas Daya Pikul, besar kecilnya pajak yang dipungut harus berdasarkan besar kecilnya
penghasilan wajib pajak. Semakin tinggi penghasilan maka semakin tinggi pajak yang
dibebankan.
2. Asas Manfaat, pajak yang dipungut oleh negara harus digunakan untuk kegiatan-kegiatan
yang bermanfaat untuk kepentingan umum.
3. Asas Kesejahteraan, pajak yang dipungut oleh negara digunakan untuk meningkatkan
kesejahteraan rakyat.
4. Asas Kesamaan, dalam kondisi yang sama antara wajib pajak yang satu dengan yang lain
harus dikenakan pajak dalam jumlah yang sama (diperlakukan sama).
5. Asas Beban Yang Sekecil-kecilnya, pemungutan pajak diusahakan sekecil-kecilnya
(serendah-rendahnya) jika dibandingkan dengan nilai obyek pajak sehingga tidak
memberatkan para wajib pajak.
Adolf Wagner
1. Asas Politik Finansial, pajak yang dipungut negara jumlahnya memadai sehingga dapat
membiayai atau mendorong semua kegiatan negara.
1. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dapat memberikan pemahaman berkaitan
Hak dan Kewajiban setiap Wajib Pajak
2. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dibuat bertujuan agar setiap Wajib Pajak
memahami pentingnya pajak untuk pembangunan dan sebagai panduan baik dalam
memahami istilah, tata cara pelaksanaannya untuk mempermudah setiap Wajib Pajak
dalam memenuhi kewajiban pajaknya.
3. Hukum pajak merupakan hukum publik tetapi hukum pajak mempunyai hubungan
yang erat dengan hukum perdata (privat) dan saling bersangkutan.
4. Setiap Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan obyektif sesuai
dengan peraturan perundang – undangan perpajakan wajib mendaftarkan diri
memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
1. Siti Resmi. (2017). Perpajakan : Teori dan Kasus (Buku 1). Edisi 10. Salemba
Empat. Jakarta. ISBN: 978-979-061-715-5.
2. Undang – Undang no 28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan.
3. `taxBase 6.0