Anda di halaman 1dari 14

Lampiran Materi Pembelajaran

Materi Pertemuan 1

PERPAJAKAN
1. Pengertian pajak
Pajak adalah Kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang
bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara
langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Dengan demikian dapat dsimpulkan bahwa pajak :
a. Kontribusi Wajib Pajak kepada Negara
b. Bersifat memaksa
c. Berdasarkan Undang-undang
d. Tidak mendapatkan imbalan secara langsung
e. Untuk penyelenggaraan negara dan kemakmuran rakyat
Dasar pemungutan pajak adalah UUD 1945 pasal 23A: “Pajak dan pengutan lain yang bersifat
memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang.”

2. Fungsi dan manfaat pajak serta hubungannya dengan APBN


a. Fungsi pajak
1) Fungsi budgeter, yaitu Pajak sebagai sumber dana bagi
pemerintah untuk membiayai pengeluaran- pengeluarannya.
2) Fungsi alokasi, yaitu pajak harus digunakan sebagai sumber
dana untuk pembiayaan pembangunan di segala bidang
3) Fungsi distribusi, yaitu pajak dijadikan sebagai alat pemerataan
pendapatan
4) Fungsi regulasi/stabilisasi, yaitu Pajak sebagai alat untuk
mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang sosial dan
ekonomi.
b. Manfaat pajak
Pajak merupakan sumber penerimaan negara, tanpa pajak sebagian besar kegiatan negara
sulit untuk dapat dilaksanakan. Penggunaan uang pajak mulai dari belanja pegawai sampai
dengan pembiayaan berbagai proyek pembangunan. Pembangunan sarana umum seperti
jalan-jalan, jembatan, sekolah, rumah sakit/puskesmas, kantor polisi dibiayai dengan
menggunakan uang yang berasal dari pajak.
Uang pajak juga digunakan untuk pembiayaan dalam rangka memberikan rasa aman bagi
seluruh lapisan masyarakat, mensubsidi barang-barang yang dibutuhkan masyarakat dan juga
membayar utang negara ke luar negeri., membantu UMKM baik dalam hal pembinaan dan
modal.dengan demikian peranan penerimaan pajak bagi suatu negara menjadi sangat
dominan dalam menunjang jalannya roda pemerintahan dan pembiayaan pembangunan.
Disamping fungsi budgeter (fungsi penerimaan) di atas, pajak juga melaksanakan fungsi
redistribusi pendapatan dari masyarakat yang mempunyai kemampuan ekonomi yang lebih
tinggi kepada masyarakat yang mempunyai kemampuan ekonomi yang lebih rendah. Oleh
karena itu tingkat kepatuhan Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajaknnya
secara baik dan benar merupakan syarat mutlak untuk tercapainya fungsi redistribusi
pendapatan, sehingga kesenjangan ekonomi dan sosial dapat dikurangi secara maksimal.

c. Pajak hubungannya dengan APBN


Penerimaan pajak pusat merupakan sumber penerimaan paling utama dalam APBN,
penyelenggaraan negara dan pemerintahan baik dalam pembiayaan pengeluaran rutin
maupun pembiayaan pembengunan sangat tergantung kesadaran masyarakat akan
kewajiban dalam membayar pajak. Selain pajak pusat, juga terdapat Pajak Daerah antara lain
Pajak Kendaraan Bermotor, Pajak Pembangunan I, Pajak Hotel dan Restoran, Pajak Bumi dan
Bangunan, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan atau Bangunan, Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah merupakan sumber penerimaan APBD.
Hasil Pajak dialokasikan untuk :
1. Pembangunan infrastruktur, meliputi : Perhubungan, Pemukiman, Irigasi, Energi dan
lainnya
2. Meringankan Beban dan Menyejahterakan Rakyat , meliputi : Layanan Pendidikan ,
Penanggulangan Kemiskinan , Layanan kesehatan, Ketahanan pangan dan Subsidi
3. Mewujudkan Suasana Aman Dan Tenteram Dan Kepastian Hukum Bagi Kehidupan Rakyat
Dan Dunia Usaha, meliputi : Ketahanan Negara, Keamanan dan Ketertiban

3. Perbedaan pajak dengan pungutan resmi lainnya


Selain pajak, penerimaan pemerintah lainnya (bea ekspor dan impor, retribusi, bea meterai,
sumbangan wajib, cukai, dan lain-lain) merupakan sumber pendapatan negara atau daerah.
Perbedaan antara pajak dan pungutan resmi lainnya, sebagai berikut:
Dilihat Dari Pajak Pungutan Resmi Lainnya
Imbalan jasa (kompensasi) Tidak diterima secara langsung Diterima secara langsung
Dasar pemungutan Undang-Undang Peraturan Pemerintah,
Keputusan Menteri, dsb.
Cara perhitungan Sendiri oleh wajib pajak Oleh aparatur negara
Jatuh tempo Sesuai dengan tahun pajak Sesuai dengan pemakaian
Sanksi Sesuai yang tercantum dalam Sesuai dengan kebijaksanaan
UU pemerintah
Surat ketetapan pajak (kohir) Ada Tidak ada
Sifat pungutan Memaksa Sesuai kebijakan pemerintah
Materi Pertemuan II
4. Asas pemungutan pajak
Menurut Adam Smith dalam bukunya Wealth of Nations dengan ajaran yang terkenal "The Four
Maxims", asas pemungutan pajak adalah sebagai berikut.
a. Asas Equality (asas keseimbangan dengan kemampuan atau
asas keadilan): pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara harus sesuai dengan
kemampuan dan penghasilan wajib pajak. Negara tidak boleh bertindak diskriminatif
terhadap wajib pajak.
b. Asas Certainty (asas kepastian hukum): semua pungutan pajak
harus berdasarkan UU, sehingga bagi yang melanggar akan dapat dikenai sanksi hukum.
c. Asas Convinience of Payment (asas pemungutan pajak yang
tepat waktu atau asas kesenangan): pajak harus dipungut pada saat yang tepat bagi wajib
pajak (saat yang paling baik), misalnya disaat wajib pajak baru menerima penghasilannya
atau disaat wajib pajak menerima hadiah.
d. Asas Effeciency (asas efesien atau asas ekonomis): biaya
pemungutan pajak diusahakan sehemat mungkin, jangan sampai terjadi biaya pemungutan
pajak lebih besar dari hasil pemungutan pajak.

5. Jenis-jenis pajak atau Penggolongan Pajak


a. Menurut Lembaga Pemungutnya atau Cara Pemungutannya
1) Pajak Pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk
membiayai rumah tangga negara. Contoh: Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan
Nilai (PPN), dan Pajak Pen-jualan atas Barang Mewah, (PPn.BM) Pajak Bumi dan Bangunan
(PBB), dan Bea Materai.
2) Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah dan digunakan untuk
membiayai rumah tangga daerah.
Pajak Daerah terdiri atas:
a. Pajak Provinsi, contoh : Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik nama Kendaraan
Bermotor, Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, Pajak Air Permukaan dan Pajak
Rokok
b. Pajak Kabupaten/Kota, contoh: Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak
Reklame, Pajak Penerangan Jalan, Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan, Pajak
Parkir, Pajak Air tanah, Pajak Sarang Burung Walet, PBB Pedesaan dan Perkotaan, dan
Pajak Perolehan Hak atas Tanah dan atau Bangunan (BPHTB)
b. Menurut sifatnya
1) Pajak Subjektif, yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya, dalam arti
memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak. Contoh: Pajak Penghasilan.
2) Pajak Objektif, yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa memperhatikan
keadaan diri Wajib Pajak.Contoh: Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah.
c. Menurut Golongannya atau Siapa yang Memungut Pajak
1) Pajak langsung, yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh Wajib Pajak dan tidak dapat
dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contoh : Pajak Penghasilan.
2) Pajak tidak langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dibeban-kan atau dilimpahkan
kepada orang lain. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai.

6. Sistem pemungutan pajak di Indonesia


1. Official Assessment System
Adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus)
untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak.
2. Self Assessment System
Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada Wajib Pajak untuk
menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang.
3. With Holding System
Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga
(bukan fiskus dan bukan Wajib Pajak yang ber-sangkutan) untuk menentukan besarnya pajak
yang terutang oleh Wajib Pajak.
Sedangkan tarif pajak terdiri atas :
1. Tarif pajak proporsional (sebanding) Yaitu tarif pajak dengan menggunakan persentase yang
tetap untuk setiap dasar pengenaan pajak.
2. Tarif pajak degresif (menurun) Yaitu tarif pajak dengan menggunakan presentase yang
menurun untuk setiap dasar pengenaan pajak.
3. Tarif pajak konstan (tetap) Yaitu tarif pajak yang tetap untuk setiap dasar pengenaan pajak.
4. Tarif pajak progesif (menaik) Yaitu tarif pajak dengan persentase yang semakin
menaik/meningkat untuk dasar setiap pengenaan pajak

7. Alur administrasi perpajakan di Indonesia


Pajak merupakan salah satu sumber pembiayaan pembangunan. Perpajakan sangat berkaitan
dengan hak dan kewajiban wajib pajak. Untuk memudahkan dalam memahami kewajiban
maupun hak wajib pajak, maka diperlukan pemahaman ketentuan formal maupun material
perpajakan. Ketentuan normal diatur dalam UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
(KUP), sementara ketentuan material diatur dalam UU PPh maupun UU PPN/PPn BM. Sehingga
secara administratif kewajiban mupun hak wajib pajak antara lain :
a. Mendaftarkan diri sebagai wajib pajak
dengan memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
b. Menghitung besarnya pajak terutang
c. Memotong atau memungut pajak pihak
lain
d. Melakukan pembayaran atas pajak yang
terutang atau atas pajak yang telah dipotong/dipungut
e. Melaporkan pajak yang terutang
f. Menyelenggarakan pembukuan
g. Kewajiban sebagai wajib pajak apabila
yang bersangkutang dilakukan pemeriksaan pajak
h. Meminta kembali lebih bayar
pembayaran pajak
i. Pengajuan pembetulan ketetapan pajak
j. Mengajukan keberatan atau banding
atas ketetapan pajak
k. Mengajukan
pengurangan/penghapusan sanksi administratif
l. Pengajuan pembatalan ketetapan pajak
m. Mengajukan penghapusan NPWP
Undang-undang KUP antara lain mengatur tata cara pendaftaran, tata cara penghapusan, tata
cara pembayaran , dan tata cara keberatan. UU PPh dan UU PPN/PPn BM antara lain mengatur
penghitungan, pemotongan dan pemungutan pajak dan besarnya taif pajak.
Materi Pertemuan III
8. Objek dan cara pengenaan pajak
Subjek pajak adalah pihak – pihak (orang maupun badan) yang akan dikenakan pajak dan
yang dimaksud dengan objek pajak yaitu sesuatu yang dikenakan pajak atau dapat diartikan
sebagai sasaran pengenaan pajak.
SUBJEK PAJAK TERDIRI ATAS
1.ORANG PRIBADI
2.WARISAN YANG BELUM TERBAGI SATU KESATUAN,MENGGANTIKAN YANG BERHAK
3.BADAN
4.BENTUK USAHA TETAP
Berikut adalah table terbaru tariff PTKP TH 2016(SETIAP TAHUN BERUBAh-UBAH)
Tk/0 54.000.000(PRIBADI nol
TANGGUNGAN)
Tk/1 58.500.000(PRIBADI 1
TANGGUNGAN)
Tk/2 63.000.000
Tk/3 67.500.000
K/0 58.500.000(KAWIN TANPA
TANGGUNGAN ISTRI TAK
KERJA)
K/1 63.000.000(KAWIN ISTRI tak
bekerja)
K/2 67.500.000(kawin istri tak
bekerja 1 tanggungan atau
anak
K/3 72.000.000
K/1/0 108.000.000(KAWIN ISTRI
KERJA)
K/1/1 112.500.000(KAWIN ISTRI
KERJA ANAK 1)
K/1/2 117.000.000
K/1/3 121.500.000

Sistem perpajakan adalah cara yang digunakan oleh pemerintah untuk memungut atau
menarik pajak dari rakyat dalam rangka membiayai pembangunan dan pengeluaran
pemerintah lainnya.
a. Undang-Undang Nomor 28 tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan.
Undang-undang ini berisi dua bab, yaitu :
1. Bab I Tentang Pengertian dasar yang berkaitan dengan Pajak dan Perhitungan pajak.
2. Bab II Tentang Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), Nomor Pengukuhan Pengusaha
Kena Pajak, Surat Pemberitahuan dan Tata Cara Pembayaran Pajak.
b. Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan.
Pengertian
Pajak Penghasilan (PPh) adalah pajak yang dikenakan terhadap subyek pajak atas
penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Sedangkan penghasilan
adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima, baik berasal dari Indonesia
maupun luar Indonesia, yang dapat menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan.
Besarnya Pajak Penghasilan dihitung berdasarkan PKP (Penghasilan Kena Pajak) dan
PTKP = Penghasilan Bersih pertahun – Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)
Berdasarkan Pasal 7 UU Nomor 36 tahun 2008, besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak,
yaitu:
a. Rp24.300.000,00 (dua puluh empat juta tiga ratus ribu rupiah) untuk diri Wajib
Pajak orang pribadi;
b. Rp2.025.000,00 (dua juta dua puluh lima ribu rupiah) tambahan untuk Wajib Pajak
yang kawin;
c. Rp24.300.000,00 (dua puluh empat juta tiga ratus ribu rupiah) tambahan untuk
seorang isteri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1); dan
d. Rp2.025.000,00 (dua juta dua puluh lima ribu rupiah) tambahan untuk setiap
anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus
serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga)
orang untuk setiap keluarga.
Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2014
Tarif Pajak Penghasilan
Menurut UU Nomor 36 tahun 2008 Pasal 17, Tarif Pajak yang ditetapkan atas penghasilan
sebagai berikut :
a. wajib pajak orang pribadi dalam negeri adalah :
Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak
sampai dengan Rp50.000.000,00 (limapuluhjuta rupiah) 5%
(lima persen)
di atas Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai 15%
dengan Rp250.000.000,00(dua ratus lima puluh juta rupiah) (lima belas persen)

di atas Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) 25%


sampai denganRp500.000.000,00(lima ratus juta rupiah) (dua puluh lima persen)

di atas Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) 30%


(tiga puluh persen)

Contoh Menghitung Pajak Penghasilan 21:

Misalnya Frans adalah seorang karyawan status menikah dengan anak 1, dengan asumsi data penghasilan sebagai
berikut:

 Gaji Pokok Rp. 6 juta


 Tunjangan Transportasi, Uang Makan dan lain-lain : Rp. 2 juta
 Total Penghasilan Bruto : Rp. 8 juta
 Membayar Iuran Pensiun Rp. 300 ribu per bulan kepada lembaga dana pensiun dimana pendiriannya
telah disahkan oleh Menteri Keuangan.

Pertama, hitung penghasilan netto (penghasilan bersih) 1 tahun

 Penghasilan netto : gaji x 12 x tarif wajib pajak pribadi

     : 6.000.000 + 2.000.000=8000.000(BRUTO)

8.000.000-300.000=7.700.000(NETTO) X 12 BULAN=92.400.000

Kedua, cari PTKP atau penghasilan tidak kena pajak.

PRIBADI+ISTRI+ANAK 1=63.000.000

Ketiga, hitung PKP 1 tahun.

 PKP 1 Tahun : penghasilan netto – PTKP 1 tahun

         : 92.400.000-63.000.000=29.400.000

Keempat, menghitung Pajak Penghasilan (PPh).

Caranya:

 Pajak Penghasilan 1 TAHUN dan 1 bulan

       : 29.400.000 x 5%=1470000

       : 1470000; 12 bulan=122500

Contoh 2 :
Penghitungan pajak yang terutang untuk Wajib Pajak orang pribadi, Jumlah Penghasilan
Kena Pajak Rp600.000.000,00. Maka Pajak Penghasilan yang terutang:
5% x Rp 50.000.000,00 = Rp 2.500.000,00
15% x Rp 200.000.000,00 = Rp 30.000.000,00
25% x Rp 250.000.000,00 = Rp 62.500.000,00
30% x Rp 100.000.000,00 = Rp 30.000.000,00 (+)
Rp125.000.000,00
Contoh 3 :
Pak Chandra sebagai karyawan Primagama, penghasilan neto setiap bulannya Rp
10.000.000,00. Pak Chandra sudah beristeri tidak bekerja dan mempunyai 4 anak.
Berapakah pajak terutang setiap bulannya ?
Jawab:
Penghasilan neto 12 bulan x Rp 10.000.000,00 = Rp 120.000.000,00
PTKP - wajib pajak Rp 24.300.000,00
- isteri Rp 2.025.000,00
- anak (maks 3)
3 x Rp 2.025.000,00 Rp 6.075.000,00 +

= Rp 32.400.000,00 -
Penghasilan Kena Pajak (PKP) = Rp 87.600.000,00
================
Jadi, PPh terutang
5% x Rp 50.000.000,00 = Rp 2.500.000,00
15% x Rp 37.600.000,00 = Rp 5.640.000,00 +
= Rp 8.140.000,00 per tahun
==========
Pajak penghasilan perbulan = Rp 8.140.000,00 : 12 = Rp 678.333,33

b. Wajib pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap adalah : 28% (dua puluh
delapan persen) pada tahun 2009 dan 25% (dua puluh lima persen) yang mulai
berlaku sejak tahun pajak 2010
Contoh penghitungan pajak yang terutang untuk Wajib Pajak badan dalam negeri dan
bentuk usaha tetap:
Jumlah Penghasilan Kena Pajak Rp1.250.000.000,00 pada tahun 2012
Maka Pajak Penghasilan yang terutang: 25% x Rp1.250.000.000,00 = Rp312.500.000,00
Materi Pertemuan IV

c. Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan
Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.
Tarif PPN dan PPn BM
Menurut Pasal 7 UU nomor 42 tahun 2009, tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah :
(1) Tarif Pajak Pertambahan Nilai adalah 10% (sepuluh persen).
(2) Tarif Pajak Pertambahan Nilai sebesar 0% (nol persen) diterapkan atas:
e. ekspor Barang Kena Pajak Berwujud;
f. ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud; dan
g. ekspor Jasa Kena Pajak.
(3) Tarif pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diubah menjadi paling rendah
5% (lima persen) dan paling tinggi 15% (lima belas persen) yang perubahan tarifnya
diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Sedangkan Tarif Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPn BM), menurut Pasal 8, adalah:
(1) Tarif Pajak Penjualan Atas Barang Mewah serendah-rendahnya 10% (sepuluh persen)
dan setinggi-tingginya 200% (dua ratus persen).
(2) Ekspor barang kena pajak yang tergolong mewah dikenai pajak dengan tarif 0% (nol
persen).
(3) Ketentuan mengenai kelompok Barang Kena Pajak yang tergolong mewah yang dikenai
Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan Peraturan Pemerintah
(4) Ketentuan mengenai jenis barang yang dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
Menteri Keuangan.
d. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 Tentang Pajak Bumi dan Bangunan.
Pengertian
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah Pajak yang dikenakan atas kepemilikan atau
pemanfaatan tanah dan bangunan. Mulai tanggal 1 Januari 2014 PBB Pedesaan dan
Perkotaan merupakan Pajak Daerah. Untuk PBB Perkebunan, Pertambangan masih tetap
merupakan Pajak Pusat.
Objek pajak PBB adalah bumi dan bangunan menurut nilai jualnya
Objek pajak yang tidak dikenakan PBB adalah:
a. objek pajak yang digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum (masjid,
gereja, wihara, rumah sakit, pesantren/madrasah, panti asuhan, museum, candi)
b. objek pajak yang digunakan kuburan, peninggalan purbakala, hutan lindung, hutan
suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah desa
c. objek pajak untuk perwakilan diplomatik, konsulat
d. objek pajak yang digunakan oleh badan perwakilan organisasi internasional (PBB,
ASEAN, dan lain-lain)

Tarif PBB
Tarif PBB yang dikenakan pada obyek pajak adalah 0,5% dari nilai jual obyek kena pajak. Dan
besarnya Nilai Jual Obyek Pajak Tidak Kena Pajak ditetapkan paling rendah sebesar Rp.
6.000.000,00 dan paling tinggi Rp 12.000.000,00 untuk setiap wajib pajak atau sesuai
dengan peraturan yang berlaku.
NJOP hanya untuk bangunan dan tanah yang berkisar 12.000.000 keatas(dibawah itu tak
dikenakan PBB)
Sedangkan Dasar pengenaan PBB antara lain :
1. Dasarnya adalah nilai jual obyek pajak.
2. Besarnya nilai jual obyek pajak ditetapkan 3 tahun sekali oleh Menteri Keuangan,
kecuali untuk daerah tertentu ditetapkan setiap tahun sesuai dengan perkembangan
daerahnya.
3. Dasar perhitungan pajak adalah Nilai Jual Obyek Pajak Kena Pajak (NJOPKP) yang
ditetapkan serendah-rendahnya 20% dan setinggi-tingginya 100% dari Nilai Jual Obyek
Pajak (NJOP).
4. Besarnya Nilai jual kena pajak ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah dengan
memperhatikan kondisi ekonomi nasional.
5. Objek PBB yang NJOP lebih dari Rp 1 milyar, Dasar perhitungannya 40%
e. Peraturan pemerintah RI Nomor 24 tahun 2000 Tentang Bea Meterai
Bea Meterai adalah pajak yang dikenakan atas pemanfaatan dokumen, seperti surat
perjanjian, akta notaris, serta kuitansi pembayaran, surat berharga dan efek, yang memuat
jumlah uang atau nominal diatas jumlah tertentu sesuai dengan ketentuan. Berdasarkan
peraturan pemerintah tersebut, besarnya bea meterai sebagai berikut:
a. Surat perjanjian, akta notaris, akta PPAT, surat lamaran sebesar Rp 6.000,00
b. Dokumen nominal Rp 250.000,00 – Rp 1.000.000,00 sebesar Rp 3.000,00
Lebih dari Rp 1.000.000,00 sebesar Rp 6.000,00
c. Cek dan bilyet giro sebesar Rp 3.000,00

9. Tantangan pemungutan pajak


Peran vital Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sebagai instansi yang diamanahi tugas penghimpun
penerimaan negara harus berhadapan dengan realita masih rendahnya kesadaran partisipasi
masyarakat mengenai perpajakan, artinya belum sebanding antara besarnya jumlah penduduk
dengan Wajib Pajak yang masih rendah. Padahal penerimaan pajak banyak dialokasikan untuk
fasilitas umum yang banyak dinikmati oleh seluruh jumlah penduduk.
Terkadang, masyarakat banyak yang belum memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) bukan
karena mereka enggan berurusan dengan pajak, tapi justru karena mereka belum paham dan
kebingungan ihwal apa yang harus mereka lakukan terkait kewajiban perpajakan. Dan ada
banyak sekali masyarakat yang berpenghasilan diatas Panghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) Rp.
24,3 Juta/ Tahun yang dapat menjadi target sosialisasi. Menilik kepada situasi ini, sosialiasi dari
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) harus kian gencar dijalankan hingga ke jajaran yang terdekat
dengan masyarakat serta dengan melibatkan unsur pemerintahan lokal sebagai pendukung.
Sosialisasi secara umum dapat dibedakan menjadi sosialisasi langsung kepada sasaran dan ada
juga dengan cara yang koersif positif. Cara yang kedua ini adalah dengan menjadikan NPWP
sebagai unsur pokok setiap pemenuhan kewajiban administratif publik yang dilakukan
masyarakat. Sehingga masyarakat akan tergerak untuk mendaftarkan diri mendapatkan NPWP.
Khususnya mereka yang berpenghasilan bersih di atas PTKP.

10. Simulasi fungsi dan manfaat pajak


Untuk menjadi bangsa yang mandiri, pajak mengajak peran serta rakyat Indonesia untuk
membiayai negaranya sendiri, untuk itulah pajak memiliki fungsi dan manfaat yang sangat
penting dalam pembangunan negara.
Terdapat aspek-aspek yang terkait dengan Perpajakan :
a. Aspek Ekonomi, artinya penerimaan negara yang digunakan untuk mengarahkan kehidupan
masyarakat menuju kesejahteraan dengan melakukan pembangunan.
b. Aspek Sosial, artinya pemerataan pembangunan dan keadilan dalam membayar pajak.
c. Aspek Politik, artinya secara politis masyarakat/pembayar pajak mempunyai posisi yang
semakin baik dalam melakukan "tawar menawar" dengan pemerintah.
d. Aspek Hukum, artinya Sebagai negara hukum semua pemungutan pajak yang dilakukan
berdasarkan hukum.
e. Aspek Agama, artinya Tuhan memerintahkan bahwa manusia, selain harus beribadat yaitu
taat menjalankan perintah dan menjauhi larangan Tuhan juga harus dapat berhubungan
baik dengan sesamanya, saling berkomunikasi, bersilaturahmi dan saling membantu.
Untuk lebih menjelaskan fungsi dan manfaat pajak, berikut disajikan gambar alur penerimaan
dan penggunaan dana APBN/APBD

APBN/A
PBD

Kas Negara Kementeri


melalui an/Lemba
Bank dan ga
Kantor Pos

Fasilita
DJP Fasilita
DJP s
mengadminist Masyara s
mengadminist publik
rasikan kat publik
rasikan

CONTOH PERHITUNGAN PBB

Pak Amin memiliki rumah seluas 50 meter persegi yang berdiri di atas sebidang tanah seluas 100 meter
persegi. Diketahui harga bangunan tersebut adalah Rp 500.000, sedangkan harga tanah tersebut adalah
Rp 1.000.000. Jadi berapakah PBB yang harus dibayarkan oleh Pak Amin?

Pertama, kita hitung terlebih dahulu nilai bangunan dan tanahnya :

Bangunan: 50 x Rp500.000       = Rp 25.000.000


Tanah      : 100 x Rp 1.000.000 = Rp 100.000.000
Kedua, kita hitung NJOP nya dengan menjumlahkan nilai bangunan dan tanah :

Nilai Bangunan: Rp 25.000.000


Nilai Tanah      : Rp 100.000.000
————————————— +
Rp 125.000.000

Terakhir, setelah diketahui NJOP nya, kita bisa langsung menghitung PBB nya:
NJKP: 20% x Rp125.000.000 = Rp25.000.000
PBB  : 0,5% x Rp 25.000.000 = Rp125.000

Tuan Bonco seorang mahasiswa DIII perpajakan Unibraw pada tahun 2007 hanya memiliki sebuah
objek pajak berupa bumi di kawasan Soekarno-Hatta, Malang dan diketahui Nilai Jual Objek Pajak
(NJOP) Bumi tersebut sebesar Rp. 10.000.000. Berapakah Besar PBB yang terhutang pada tahun
2007 milik Tuan Bonco !

Jawab :
Karena besarnya NJOP kurang dari Rp. 12.000.000,- maka objek pajak tidak dikenakan Pajak Bumi
dan Bangunan.

2.      Tuan Ponco seorang pengusaha terkenal memiliki 2 buah rumah pada tahun 2007, objek pertama
terletak di desa Wlingi, Blitar dan Objek kedua terletak di desa  Bendo, Blitar. Diketahui bahwa untuk
objek pertama NJOP Bumi sebesar Rp. 8.000.000,- dam NJOP Bangunan sebesar Rp. 7.500.000,-.
Untuk Objek yang kedua diketahui NJOP bumi sebesar Rp. 9.000.000,- dan NJOP Bangunan
sebesar Rp. 6.000.000,-
Hitung PBB terhutang tahun 2007 Tuan Ponco atas kedua objek tersebut !

Jawab:
 PBB Terhutang  = Tarif (0,5%) x NJKP
 NJKP = NJOP – NJOPTKP
 Dimana NJOP = NJOP Bumi + NJOP Bangunan

NJOP Di desa Wlingi

NJOP Bumi        =   Rp.    8.000.000,-


NJOP Bangunan =  Rp.    7.500.000,-
Total                          Rp. 15.500.000,-        Merupakan NJOP terbesar

NJOP di desa Bendo

NJOP Bumi         =    Rp.   9.000.000,-


NJOP Bangunan =   Rp.   6.000.000,-
Total                           Rp. 15.000.000,-

Desa Wlingi :
NJOP Bumi         =                                              Rp.    8.000.000,-
NJOP Bangunan =                                              Rp.    7.500.000,-
NJOP sbg dasar pengenaan PBB                   Rp. 15.500.000,- (NJOP Terbesar)
NJOPTK                                                               Rp. 12.000.000 –
NJOP utk
Perhitungan PBB                                                 Rp.   3.500.000,-

Desa Bendo :
NJOP Bumi                                                     =   Rp.   9.000.000,-
NJOP Bangunan                                            =   Rp.   6.000.000,-
NJOP sbg dasar pengenaan PBB                    Rp. 15.000.000,-
NJOPTK                                                               Rp.                0,- (-)
NJOP utk
Perhitungan PBB                                                 Rp. 15.000.000,-

PBB  Terhutang = Tarif  x  NJKP


                           = 0,5% x 20% x Rp. 18.500.000,-
                           = Rp. 18.500

3.      Tuan Poneng adalah seorang pengusaha terkenal memiliki 2 buah rumah yang terletak di Blitar.
Objek pertama terletak di jalan semeru dan objek kedua terletak di jalan raya rinjani. Diketahui objek
pertama NJOP bumi sebesar Rp. 1.000.000.000,- (1 M) dan NJOP bangunan Rp. 3.500.000,- (3,5
M) sedangkan untuk yang kedua diketahui NJOP bumi sebesar Rp. 1.000.000.000,- (1 M) dan
NJOP Bangunan sebesar Rp. 4.500.000.000,- (4,5 M). Hitunglah PBB terhutang Tuan Poneng atas
kedua objek tersebut.
Jawab :
NJOP terbesar adalah terletak pada NJOP di Jalan Raya Rinjani dengan :
NJOP Bumi          =  Rp.  1. 000.000.000,-
NJOP Bangunan =  Rp.  4.500.000.000,- +
NJOP sbg dasar
Pengenaan  PBB =  Rp.  5.500.000.000,-
NJOPTKP             = Rp.       12.000.000,- (-)
NJOP utk
Perhitungan PBB     Rp.  5.488.000.000,-

Jl. Semeru :
NJOP Bumi           =   Rp. 1.000.000.000,-
      NJOP bangunan   =   Rp. 3.500.000.000,-  +
      NJOP sbg dasar
      Pengenaan   PBB =   Rp. 4.500.000.000,-
      NJOPTKP              =   Rp.                      0,-  (-)
      NJOP utk
      Perhitungan PBB   =   Rp. 4.500.000.000,-

      NJOP = NJOP Bumi + NJOP Bangunan = Rp. 5.488.000.000 + Rp. 4.500.000.000,- =    
      Rp.9.988.000.000.

      PBB Terhutang  = Tarif x NJKP = Tarif x (NJOP-NJOPTKP)


                                 = 0,5% x 40% x 9.988.000.000.
                                 =  Rp. 19.970.000,-

4.      Tuan Boni seorang pegawai negeri yang memiliki 2 buah rumah pada suatu Kawasan Real Estate
bernama Pondok Indah. Objek pertama terletak di Pondok Indah Estate dengan NJOP sebesar Rp.
28.000.000,- dan NJOP Bangunan sebesar Rp. 23.500.000,- Untuk Objek kedua terletak di Puncak
Dieng dengan NJOP Bumi sebesar Rp. 31,000,000,- dan NJOP Bangunan sebesar Rp.
10.000.000,-. Hitunglah PBB terhutang pada tahun 2007 dari Tuan Boni !
Jawab :

Rumah di kawasan Pondok Indah :

NJOP Bumi         = Rp. 28.000.000,-


NJOP Bangunan = Rp. 23.500.000,-
Total NJOP          = Rp. 41. 500.000        
                                         
      Rumah di kawasan Puncak Dieng :
 
      NJOP Bumi           = Rp, 31.000.000,-
      NJOP Bangunan   = Rp, 10.000.000,-
      Total NJOP            = Rp. 41.000.000,-

      NJOP terbesar terletak Pada Rumah Di kawasan Pondok Indah.


        
NJOP Bumi                  = Rp. 28.000.000,-
NJOP Bangunan         = Rp. 23.500.000,-
NJOP sbg dasar
      Pengenaan  PBB        =  Rp. 41. 500.000,-
      NJOPTKP                    =  Rp 12. 000.000,- (-)
NJOP utk
      Perhitungan PBB            Rp 29.500.000,-.

      Kemudian untuk Pondok Dieng Estate :

      NJOP Bumi                   =  Rp. 31.000.000,-


      NJOP Bangunan          =  Rp. 10.000.000,-
NJOP sbg dasar
      Pengenaan  PBB          =  Rp. 41.000.000,-
      NJOPTKP                      =  Rp.                 0,- (-)

NJOP utk
      Perhitungan PBB               Rp. 41.000.000,-

      PBB Terhutang = Tarif x NJKP = Tarif x (NJOP-NJOPTKP)


                                 =  0,15% x  20% x Rp. 70.500.000,-
                                 =  Rp. 70,500,-

selamat belajar sendiri, dan semoga ada sedikit pencerahan. jadi bisa menghitung Pajak terutang
PBB anda tanpa bantuan orang lain.

Anda mungkin juga menyukai