Anda di halaman 1dari 4

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN


POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN
TANGERANG SELATAN

TUGAS MAKALAH
PENGANTAR PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA I
PROGRAM STUDI DIPLOMA III AKUNTANSI ALIH PROGRAM

DASAR-DASAR PERPAJAKAN

Ditulis oleh:

Nama : Mia Sekarwati


NPM : 3082220065
Kelas : 3-01 Akuntansi Alih Program
No. Urut : 15
Semester :3
Tahun Akademik : 2022/2023
BAGIAN I
Pokok Bahasan: 
Dasar-dasar Perpajakan

Sub pokok bahasan:


a. Pengertian Pendapatan Pajak
b. Klasifikasi Pajak
c. Jenis-Jenis Pajak
d. Sistem Pemungutan Pajak

BAGIAN II
A. Pengertian Pendapatan Pajak
Dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 s.t.d.t.d UU Nomor 7 Tahun 2021
tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Berdasarkan Pasal 1 angka 1
UU KUP, “Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang
pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak
mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”

B. Klasifikasi Pajak
1. Menurut Lembaga Pemungutannya:
a. Pajak Pusat
Pajak Pusat adalah pajak-pajak yang pemungutannya dilakukan oleh
Pemerintah Pusat, yang pelaksanaannya dilakukan oleh Direktorat Jenderal
Pajak Kementerian Keuangan. Contoh: Pajak Penghasilan (PPh), Pajak
Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM),
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB-P3L), dan Bea Meterai.
b. Pajak Daerah
pajak daerah adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan
hasilnya digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Contoh: Pajak
kendaraan bermotor (PKB), Bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB),
Pajak air permukaan, Pajak rokok, Pajak bumi dan bangunan pedesaan dan
perkotaan (PBB-P2), Bea perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan
(BPHTB), Pajak reklame, dan Pajak Air Tanah (PAT).

2. Menurut Sifatnya
a. Pajak Subjektif
Pajak subjektif merupakan jenis pajak yang terutang-tidak atau besar-
kecilnya pajak terutang lebih dipengaruhi kondisi dari subjek pajak, bukan
hanya dari objek pajaknya. Contoh: Pajak Penghasilan
b. Pajak Objektif
Pajak objektif merupakan jenis pajak yang terutang-tidak atau besar-kecilnya
pajak terutang lebih dipengaruhi kondisi objek pajak, dari pada subjek
pajaknya. Contoh: PPN dan PBB

3. Menurut Cara Pemungutannya


a. Pajak Langsung
Pajak langsung adalah pajak yang tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan
langsung ke pihak lain, tetapi harus dipikul sendiri oleh wajib pajak. Contoh:
Pajak Penghasilan (PPh)
b. Pajak Tidak Langsung
Pajak Tidak Langsung adalah pajak yang dapat dibebankan atau
dilimpahkan ke pihak lain. Berarti pihak yang bertanggung jawab atas
administrasi pajak berbeda dengan pihak yang pembayar pajak. Contoh:
Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
C. Jenis-jenis Pajak
1. Pajak Penghasilan
Pajak Penghasilan atau PPh adalah pajak yang dikenakan terhadap Subjek Pajak
atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Diatur dalam
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 s.t.d.t.d UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang
Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Yang menjadi DPP adalah
penghasilan kena pajak yang diperoleh dari jumlah seluruh penghasilan dikurangi
dengan pengurangan (biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara serta
kompensasi kerugian), lalu dikurangi penghasilan tidak kena pajak (bagi Wajib
Pajak Orang Pribadi).

2. Pajak Pertambahan Nilai


Pajak Pertambahan Nilai atau PPN adalah pungutan yang dibebankan atas
transaksi jual-beli barang dan jasa yang dilakukan oleh wajib pajak pribadi atau
wajib pajak badan yang telah menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP). Diatur dalam
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 s.t.d.t.d UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang
Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Tarif PPN yaitu sebesar 11% yang
mulai berlaku pada tanggal 1 April 2022 dan sebesar 12% yang mulai berlaku
paling lambat pada tanggal 1 Januari 2025.
Yang menjadi dasar pengenaan pajak (DPP) adalah:
a. harga jual,
b. penggantian,
c. nilai impor,
d. nilai ekspor, atau
e. nilai lain yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang.

3. Pajak Penjualan Atas Barang Mewah


Pajak Penjualan Atas Barang Mewah atau PPnBM adalah pajak yang dikenakan
terhadap penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) yang tergolong mewah yang
dilakukan oleh pengusaha yang menghasilkan barang tersebut di dalam Daerah
Pabean dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya; dan impor BKP yang tergolong
mewah. Diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 s.t.d.t.d UU Nomor 7
Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Tarif PPnBM
ditetapkan paling rendah 10% dan paling tinggi 200%. Sedangkan untuk ekspor
BKP yang tergolong mewah dikenai pajak dengan tarif 0%.

4. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)


Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang No. 12 Tahun 1985 jo Undang-Undang No.
12 Tahun 1994 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (UU PBB), Pajak Bumi dan
Bangunan adalah pajak dikenakan terhadap obyek pajak adalah bumi dan/atau
bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau
Badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan,
perhutanan, dan pertambangan. Setelah berlakunya UU PDRD, pengelolaan PBB
menjadi dua yaitu pemerintah daerah untuk PBB Perkotaan dan Perdesaan (PBB-
P2) dan pemerintah pusat untuk PBB Perkebunan, Perhutanan, Pertambangan,
dan Sektor Lainnya (PBB-P3) atau dikenal juga dengan Pajak Bumi dan Bangunan
Sektor Perkebunan, Sektor Perhutanan, Sektor Pertambangan Minyak dan Gas
Bumi, Sektor Pertambangan untuk Pengusahaan Panas Bumi, Sektor
Pertambangan Mineral atau Batubara, dan Sektor Lainnya (PB P5L).

5. Bea Meterai
Berdasarkan Pasal 1 Undang-undang Nomor 10 Tahun 2020 tentang Bea Meterai
adalah pajak atas dokumen, yaitu sesuatu yang ditulis atau tulisan, dalam bentuk
tulisan tangan, cetakan, atau elektronik, yang dapat dipakai sebagai alat bukti atau
keterangan (bersifat perdata dan sebagai alat bukti di pengadilan). Bea Meterai
memiliki tarif tetap sebesar Rp10.000,
D. Sistem Pemungutan Pajak
1. Self Assessment System
Dalam sistem self assessment, wajib pajak sendiri yang menghitung, menetapkan,
menyetorkan, dan melaporkan pajak yang terutang.
Ciri-ciri self assessment system adalah sebagai berikut:
a. Wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang diberikan pada Wajib
Pajak. Fiskus hanya mengawasi dan tidak boleh ikut campur.
b. Wajib pajak bersifat aktif dalam menghitung, memotong/memungut, menyetor,
dan melaporkan sendiri pajak yang terutang.
c. Surat Ketetapan Pajak hanya dikeluarkan sebagai produk hukum dari hasil
pemeriksaan pajak oleh fiskus.

2. Official Assessment System


Dalam sistem official assessment, fiskus berperan aktif dalam menghitung dan
menetapkan besarnya pajak yang terutang. Berdasarkan surat ketetapan yang
diterbitkan fiskus, wajib pajak membayar pajak yang terutang tersebut.
Ciri-ciri official assessment system adalah sebagai berikut:
a. Wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang diberikan pada pihak
fiskus.
b. Wajib pajak bersifat pasif dalam menghitung pajak yang terutang.
c. Utang pajak timbul setelah diterbitkan Surat Ketetapan Pajak oleh fiskus.
Sistem ini mengandung kelemahan-kelemahan yaitu:
d. Pelaksanaan kewajiban perpajakan sangat tergantung pada aparat perpajakan,
sehingga menimbulkan kecenderungan masyarakat Wajib Pajak kurang
bertanggung jawab dalam memikul beban negara.
e. Sistem pemungutan pajak sangat berbelit.

3. Withholding Tax System


Dalam withholding system, pihak ketiga yang wajib menghitung, menetapkan,
menyetorkan dan melaporkan pajak yang sudah dipotong/dipungut tersebut.
Misalnya pemberi kerja wajib menghitung dan menetapkan berapa Pajak
Penghasilan (PPh) yang harus dipotong atas penghasilan (gaji, upah, dan
sebagainya) yang diterima oleh pegawainya. Lalu, ia juga harus menyetorkan PPh
yang telah dipotong tersebut, kemudian melaporkannya kepada Kantor Pelayanan
Pajak.
Ciri-ciri withholding tax system adalah:
a. Wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang dari
pemotongan/pemungutan pajak ada pada pihak pemotong atau pemungut
pajak (withholder).
b. Wajib Pajak Pemungut/Pemotong (withholder) bersifat aktif dalam menghitung,
memotong/memungut, menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang
dipotong/dipungutnya.
c. Utang pajak timbul setelah ada pemotongan/pemungutan pajak dan diterbitkan
Bukti Pemotongan atau Pemungutan Pajak oleh pihak pemotong atau pihak
pemungut pajak (withholder).

REFERENSI

Undang Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan
Perpajakan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1985 Tentang Pajak Bumi Dan
Bangunan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2020 Tentang Bea Meterai

Anda mungkin juga menyukai