Anda di halaman 1dari 7

I.

Berdasarkan pihak yang melakukan pemungutan

Dalam pengelompokan ini terdapat dua pihak yang berwenang melakukan pemungutan pajak. Pihak
tersebut merupakan pihak pusat dan pihak daerah.

Pajak Negara

Pajak negara merupakan pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat, sehingga sering

disebut sebagai pajak pusat. Pemungutan pajak negara menjadi tanggung jawab dari departemen
keuangan yang dalam hal ini dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Direktorat Jenderal Bea
dan Cukai (DJBC). Penerimaan dalam pajak negara digolongkan ke dalam penerimaan pemerintah pusat.
Hasil dari penerimaan ini dialokasikan dalam anggaran negara yang dibuat oleh pemerintah pusat dan
tentunya ditujukan untuk kesejahteraan rakyat.

Pajak negara terdiri dari berbagai elemen pajak-pajak tertentu. Adapun pajak Negara

yang masih berlaku sampai saat ini adalah :

Pajak penghasilan (PPh)

Dasar hukum dari pajak penghasilan adalah undang-undang no. 7 tahun 1984 yang sebagaimana telah
diubah terkahir dengan Undang-undang No. 36 tahun 2008. Undang-undang pajak penghasilan mulai
berlaku tahun 1984 dan merupakan pengganti UU pajak perseroan 1925, UU Pajak Pendapatan 1944,UU
PBDR 1970.

Pajak Pertambahan Nilai Atas Penjualan Barang Mewah ( PPN dan PPn BM).

Dasar hukum pengenaan PPN dan PPN BM adalah Undang-undang no.8 Tahun 1983 yang kemudian
diubah terakhir dengan Undang-undang No.18 Tahun 2000 (April tahun 2010 berlaku UU PPN No.42
tahun 2009). Undang-undang PPN dan PPnBM efektif mulai berlaku sejak tanggal 1 April 1985 dan
merupakan pengganti UU Pajak Penjualan 1951.

Bea Materai
Dasar hukum pengenaan Bea Materai adalah Undang-undang no 13 Tahun 1985. Undang-Undang bea
Materai mulai berlaku mulai tanggal 1 Januari 1986 menggantikan peraturan dan Undang-undang bea
materai yang lama ( Aturan Bea Materai 1921)

Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

Dasar hukum dari PBB adalah Undang-undang no 12 1985 yang telah diganti dengan Undang-undang No.
12 tahun 1994. Undang-undang PBB berlaku mulai tanggal 1 Januari 1986 dan merupakan pengganti dari
beberapa undang-undang, yaitu :

a) Ordonasi Pajak Rumah Tangga 1908

b) Ordonasi Verponding Indonesia 1923

c) Ordonasi Pajak Kekayaan tahun 1932

d) Ordonasi Verponding Indonesia tahun 1928

e) Ordonasi pajak yahun 1942

f) Undang-undang Darurat No. 11 Tahun 1957 khususnya pasal 14 huruf j, k, l.

g) Undang-undang no 11 Prp. Tahun 1959 Pajak Hasil Bumi.

*Dengan keluarnya UU nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD)

Pemerintah Daerah wajib mengambil alih pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan
Perkotaan (PBB P2) dan Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (PBPHTB). Rencana peralihan
pengelolaan pajak PBB P2 dan PBHTB sesuai pemeberlakuan UU nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) yang direncanakan mulai per 1 Januari 2011 untuk PBHTB dan awal
Januari 2014 untuk PBB P2.

5. Bea perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan ( BPHTP)

Dasar hukum dari undang-undang ini adalah Undang-undang No 21 Tahun 1997 sebagaimana telah
diganti dengan Undang-undang no 20 tahun 2000. Undang-undang BPHTP berlaku sejak tanggal 1
januari 1998 menggantikan Ordonasi Bea Balik Nama Staatsblad 1924 No. 291.
Pajak Daerah

Menurut undang-undang, Pajak daerah merupakan iuran wajib yang dilakukan

oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang dapat ditunjuk, yang dapat
dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk
membiayayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah yang bertujuan untuk
mensejahterakan rakyat. Dalam pajak daerah, yang menjadi wajib pajak adalah orang pribadi atau
badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah diwajibkan untuk
melakukan pembayaran pajak yang terutang, termasuk pemungut atau pemotong pajak tertentu.
Sedangkan masa pajakanya adalah jangka waktu yang lamanya 1 bulan takwim atau jangka waktu lain
yang ditetapkan dengan keputusan kepala daerah.

Ruang lingkup dari pemungutan pajak daerah sendiri tidak sama dengan ruang

lingkup pemungutan pajak negara. Dalam pajak daerah ruang lingkup pemungutanya dibagi menjadi
dua, yaitu sebagai berikut

1. Pajak Propinsi.

Pajak propinsi dipungut oleh pemerintah di tingkat propinsi. Yang termasuk sebagai pajak propinsi antara
lain sebagai berikut :

a) Pajak kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air

b) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air

c) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor

d) Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan

2. Pajak Kabupaten/Kota, terdiri dari :

a) Pajak Hotel

b) Pajak Restoran

c) Pajak Hiburan

d) Pajak Reklame

e) Pajak Penerangan Jalan

f) Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C

g) Pajak Parkir
h) Pajak Lain-lain

*Dengan keluarnya UU nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD)

Pemerintah Daerah wajib mengambil alih pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan
Perkotaan (PBB P2) dan Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (PBPHTB). Rencana peralihan
pengelolaan pajak PBB P2 dan PBHTB sesuai pemeberlakuan UU nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) yang direncanakan mulai per 1 Januari 2011 untuk PBHTB dan awal
Januari 2014 untuk PBB P2.

II. Berdasarkan Admisnistrasi dan Pihak yang Menanggung

Berdasarkan segi administrasi pemungutan dan pembebanan pajak, pajak dapat dibagi menjadi
pajak langsung dan pajak tidak langsung.

Pajak Langsung

Dari segi administrasi pajak langsung adalah yang pemungutanya dilakukan secara berkala atau
periodik berdasarkan surat ketetapan pajak. Dengan demikian pemungutan pajak berdasar dengan
tahun takwimatau tahun pajak. Dalam pajak langsung, pajak harus ditanggung sendiri oleh wajib pajak
dan tidak dapat dilimpahkan kepada orang lain. Contoh dari pajak langung adalah Pajak Penghasilan
(PPh) dan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).

Pajak Tidak Langsung

Dari segi administrasi pajak langsung merupakan pajak yang dipungut tidak secara periodik, tetapi
dipungut saat terjadi peristiwa atau perbuatan yang menjadikan timbulnya kewajiban pajak. Dalam
pemungutanya, pajak tidak langsung tidak didasarkan pada suatu ketetapan pajak. Beban pajak pada
pajak tidak langsung juga dapat dilimpahkan kepada orang atau pihak lain. Contoh pajak tidak langsung
yaitu PPN, PPn BM, dan Bea Materai

III. Berdasarkan Sifatnya

Berdasarkan sifatnya pajak dibedakan menjadi pajak subjektif dan pajak objektif. Berikut uaraian
mengenai jenis pajak tersebut.
A. Pajak Subjektif

Adalah pajak yang memperhatikan kondisi keadaan wajib pajak. Dalam hal ini penentuan besarnya
pajak harus ada alasan-alasan objektif yang berhubungan dengan kemampuan wajib pajak.. Contoh dari
pajak ini adalah PPh. Dalam menentukan pajak penghasilan negara sangat memperhatikan subjek
pajaknya dengan adanya penghasilan tidak kena pajak. Ini merupakan salah satu komitmen Negara
bahwa pajak bukanlah hal yang membebani masyarakat tetapi bertujuan untuk mensejahterakan
masyarakat.

B. Pajak Objektif

Adalah pemungutan pajak yang berdasarkan kepada objeknya, tanpa begitu memperhatikan wajib
pajak secara mendalam. Jadi dalam pajak tidak langsung ini kemampuan wajib pajak tidak begitu
diperhatikan. Pemungutan pajak lebih terfokus dari nilai objek pajaknya.. Contoh dari pajak ini adalah
PPnBM dan PBB. Dari pengertian dan contoh-contoh di atas dapat diambil kesimpulan bahwa negara
mencoba bersikap adil terhadap wajib pajak. Masyarakat dengan kelas ekonomi menengah ke atas
cemderung menggunakan barang-barang yang tergolong barang mewah untuk kebutuhanya. Untuk itu
pajak yang diterapkan pun lebih tinggi.

INSTANSI PEMUNGUT PAJAK

Seperti disebutkan di atas, pajak terdiri dari berbagai jenis. Berdasarkan pihak yang memungut, pajak
dibagi menjadi pajak Negara dan pajak daerah. Di Negara Indonesia, yang mempunyai hak memungut
pajak adalah pemerintah pusat dan pemerintah yang mempunyai kedudukan sebagai pemerintah daerah
otonom.. Oleh karena itu, terjadi penggolongan pajak menjadi pajak negara yang meliputi jenis-jenis
pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan pajak daerah yang meliputi jenis-jenis pajak yang
dipungut pemerintah daerah. Hal ini mencerminkan adanya dua instansi yang berhak memungut pajak,
satu diantaranya adalah departemen keuangan sebagai satu satunya departemen yang ditunjuk untuk
mengelola pajak negara. Secara operasional, Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea dan
Cukai merupakan dua instansi yang ditugaskan mengelola perpajakan. Perbedaan diantara keduanya
yaitu Direktorat Jenderal Pajak ditugaskan mengelola pajak umum termasuk pajak peredaran yang
diganti dengan pajak penjualan serta pengganti berikutnya, yaitu pajak pertambahan nilai. Pada tingkat
daerah, pemungutan pajak tersebut diwakili oleh kantor Pelayanan Pajak dan Pelayanan PBB.

Pajak daerah adalah jenis pajak yang tidak dipungut oleh pemerintah pusat, tetapi dipungut oleh
pemrintah daerah. Jenis-jenis pajak daerah ada yang benar merupakan pajak daerah, tetapi ada yang
berasal dari pajak pusat yang berdasarkan ketentuan perundang-undangan diserahkan kepada
pemerintah daerah baik dari pemerintah pusat ataupun dari pemerintah daerah atasanya. Pemungutan
pajak daerah dilakukan oleh Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda). Karena adanya pajak daerah tingkat I
dan tingkat II, maka dispenda juga meliputi dispenda tingkat I dan dispenda tingkat II.

Di bawah ini terdapat beberapa contoh dari perincian pajak secara detai agar dapat diketahui pihak
yang berwenang untuk memungut pajak.

I. Pemungutan Pajak Penghasilan

Pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam pasal 22 UU No.7 thn 1983 sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan UU no.17 thn 2000 tentang pajak penghasilan adalah :

1. Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, atas impor

barang.

2. Direktorat Jenderal Anggaran , Bendaharawan Pemerintah baik di tingkat pemerintahan pusat


maupun di tingkat pemerintahan daerah yang melakukan pembayaran atas pembelian barang

3. BUMN dan BUMD yang melakukan pembelian barang dengan dana yang bersumber dari APBN dan
atau APBD kecuali badab badan tersebut pada butir 4.

4. Bank Indonesia ( BI ), Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Badan Urusan Logistik
( Bulog ), PT Telkom, PT PLN, PT Garuda Indonesia, PT Indosat, PT Krakatau Steel, Pertamina, dan bank
bank BUMN yang melakukan pembelian barang yang dananya bersumber baik dari APBN maupun non-
APBN

5. Badan Usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, rokok, kertas, baja, otomotif, yang
ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak, atas penjualan hasil produksinya di dalam negeri

6. Pertamina serta badan usaha lainnya yang bergerak dalam bidang bahan bakar minyak jenis premix,
super TT, dan gas atas penjualan hasil produksinyA.

7. Industri dan eksportir yang bergerak dalam sector perhutanan, perkebunan, pertanian, dan
perikanan, yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak atas pembelian bahan bahan untuk keperluan
industri atau ekspor mereka dari pedagang pengumpul.
II. Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan

Berdasarkan UU No.12 th 1985 Bab VIII Tentang Tata Cara pembayaran dan Penagihan PBB dalam pasal
11 ayat 5 yaitu pajak yang terhutang dibayar di bank, kantor pos dan giro, dan tempat lain yang ditunjuk
oleh Menteri Keuangan. Selain pasal itu dalam UU PBB pasal 14 menyatakan bahwa Menteri Keuangan
dapat melimpahkan kewenangan penagihan pajak pada Gubernur Kepala Daerah TingkatI dan atau
Bupati atau Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II.

III. Pajak Pertambahan Nilai

Berdasarkan UU no 18 tahun 2000 pasal ayat 27 ( UU No.42 Tahun 2009) menyatakan bahwa
pemungut pajak pertambahan nilai adalah bendaharawan pemerintah, badan, atau instansi pemerintah
yang ditunjuk oleh menteri keuangan untuk memungut, menyetor dan melaporkan pajak yang terutang
oleh pengusaha kena pajak atas penyerahan barang kena pajak dan atau penyerahan jasa kena pajak
kepada bendaharawan pemerintah, badan, atau insatnsi pemerintah tersebut.

Anda mungkin juga menyukai