Anda di halaman 1dari 24

ASET TETAP

1. KLASIFIKASI ASET/AKTIVA TETAP


Aset atau aktiva tetap merupakan aktiva tidak lancar yang diperoleh untuk digunakan
dalam operasi perusahaan yang memiliki masa manfaat lebih dari satu periode akuntansi
serta tidak untuk diperjualbelikan dalam operasi normal perusahaan. Aset operasi tidak
lancar dapat diklasifikasikan menjadi: (1) Aset Berwujud (tangible) dan (2) Aset Tak
Berwujud (intangible).

2. ASET/AKTIVA TETAP BERWUJUD


a. Kriteria jika sesuatu hal disebut sebagai aktiva tetap/ aset tetap, yaitu:
1) Memiliki wujud
Memiliki wujud artinya dapat dilihat. Beberapa kolega saya pernah bertanya, jika
suatu aktiva tetap harus memililiki wujud, lalu bagaimana dengan software
komputer? Tanggapan saya adalah, bukankah software komputer juga memiliki
wujud, yang dapat kita lihat di layar komputer? Bahkan hampir seluruh software
komputer saat ini disertakan dengan CD/DVD instalasi dan dokumentasi lainnya
seperti sertifikat?
2) Memiliki manfaat/umur ekonomis lebih dari 1 (satu) tahun
Kenapa satu tahun, ada beberapa alasan antara lain:
Seluruh kekayaan perusahaan yang memiliki wujud pasti mengalami penurunan
nilai. Penurunan nilai ini harus tercermin dalam sistem akuntansi dan keuangan
perusahaan, yaitu tidak lain adalah penyusutan/amortisasi. Penyusutan ini
dialokasikan setiap bulan selama masa manfaat aktiva tetap. Jika suatu kekayaan
perusahaan hanya memiliki masa manfaat satu tahun atau kurang dari satu tahun
maka seluruh penyusutan dibebankan pada satu tahun takwim atau satu periode
akuntansi, akan sama tercermin dalam laporan keuangan perusahaan ketika
kekayaan tersebut dibiayakan sekaligus pada saat pembelian.
Alasan lain adalah efektifitas dan efisiensi dimana dalam pengelolaan aktiva tetap
terdapat beberapa aktivitas mulai dari pencatatan, penyusutannya sendiri, kontrol
fisik, dan pemusnahan (akan dibahas berikutnya dalam ‘siklus aktiva tetap) yang
memerlukan tenaga, waktu dan juga biaya, sementara umumnya kekayaan
perusahaan yang usianya tidak lebih dari satu tahun memiliki nilai tidak material.
3) Untuk melakukan kegiatan perusahaan dan tidak untuk dijual kembali
Sudah jelas bahwa kekayaan perusahaan yang diperoleh untuk dijual kembali
disebut sebagai barang dagang, yang sistem akuntansinya juga sangat berbeda
dengan aktiva tetap. Salah satunya biaya yang muncul untuk barang dagang adalah
pada saat perhitungan HPP (harga pokok penjualan) bukannya dari penyusutan
selama barang dagang tersebut belum terjual. Sistem akuntansi untuk aktiva tetap
juga tidak mengenal persediaan atau stock.

Ketiga syarat tersebut diatas adalah kriteria aktiva tetap yang sifatnya umum
digunakan berbagai perusahaan baik dalam maupun luar negeri. Terdapat satu
kriteria lagi yang aplikasinya bisa berbeda di tiap perusahaan, atau dapat kita sebut
sebagai kriteria keempat yaitu Harga Perolehan Tertentu.
Sebagai contoh, (sebuah kalkulator untuk lebih mudah memahaminya). Bukankah
kalkulator memiliki wujud, umur ekonomis lebih dari satu tahun dan untuk
kegiatan perusahaan (kecuali diperdagangkan)? Jawabnya ya, namun apakah harga
pembelian sebuah kalkulator sederhana yang (relatif) murah sebanding dengan
tenaga, waktu, dan juga biaya yang dikeluarkan untuk mengelola kalkulator
tersebut? Boleh jadi tidak. Dengan pertimbangan ini beberapa perusahaan
membatasi kriteria aktiva tetap berdasarkan harga perolehannya, apakah minimum
1 juta rupiah, 500 ribu rupiah, 250 ribu rupiah atau harga perolehan lainnya,
tergantung masing-masing perusahaan menilai suatu aktiva tetap materil atau tidak.

b. Pengeluaran Untuk Aset Tetap


Pengeluaran untuk aktiva tetap dapat dikelompokkan menjadi:
1) Pengeluaran pada waktu perolehan (saat membeli s.d. aktiva tersebut siap
digunakan);
2) Pengeluaran setelah aset tersebut diperoleh yang dapat dirinci menjadi:
• Pengeluaran pendapatan yang lazim disebut revenue expenditure;
• Pengeluaran modal yang lazim disebut capital expenditure.

c. Pencatatan Perolehan Aset Tetap

Aset tetap dapat diperoleh dengan berbagai cara, di mana masing-masing cara
perolehan akan mempengaruhi harga perolehan aset tetap tersebut yang akan
dicantumkan dalam Neraca.
Adapun cara memperoleh aset tetap sebagai berikut :
1) Pembelian Tunai
Aktiva tetap yang diperoleh dari pembelian tunai dicatat dalam buku-buku dengan
jumlah sebesar uang yang dikeluarkan. Semua biaya yang dikeluarkan untuk
memperoleh aktiva tetap dikapitalisasikan sebagai harga perolehan aktiva tetap.

Contoh :
Pada tanggal 1 Agustus 2017 dibeli tunai sebuah kendaraan
seharga Rp.30.000.000,00. Biaya balik nama, asuransi dan lain -
lain Rp.1.800.000,00, biaya bongkar muat, Rp. 600.000,00, .Dicatat dalam jurnal
berikut ;

Tgl Keterangan Ref Debet (Rp) Kredit (Rp)


2017 Kendaraan 32.400.000,00
Agt 01 Kas 32.400.000,00

2) Pembelian Angsuran
Aktiva tetap yang diperoleh dari pembelian angsuran dalam harga perolehan aktiva
tetap tidak boleh termasuk bunga. Bunga selama angsuran baik jelas-jelas
dinyatakan tersendiri, harus dikeluarkan dari harga perolehan dan dibebankan
sebagai biaya.

Contoh :
Pada tanggal 1 April 2007 dibeli sebuah mesin dengan 60 kali angsuran bulanan
Rp.500.000,00. Harga tunai mesin tersebut Rp.24.000.000,00
Jurnal yang di buat untuk mencatat pembelian secara kredit atau angsuran

Tgl Keterangan Ref Debet (Rp) Kredit (Rp)


2017 Mesin 24.000.000,00
April 01 Bunga yg ditangguhkan 6.000.000,00
Utang Angsrn 30.000.000,00
Penjelasannya.
Aktiva yang dibeli secara kredit atau yang pembayarannya diangsur
jangka panjang harus dicatat sebesar harga tunainya. Selisih antara harga tunai
dengan jumlah seluruh angsuran diperlakukan sebagai bunga dan dialokasikan
secara proporsional sebagai beban bunga periode-periode selama masa kontrak
pembelian, jurnal setiap angsuran adalah sebagai berikut :

Tgl Keterangan Ref Debet (Rp) Kredit (Rp)


2017 Utang angsuran 500.000,00
Mei 01 Beban Bunga 100.000,00
Bunga yg ditangguhkan 100.000,00
Kas 500.000,00
3) Ditukar Dengan Surat Berharga
Aktiva tetap yang diperoleh dengan cara ditukar dengan saham atau obligasi
perusahaan, dicatat dalam buku sebesar harga pasar saham atau obligasi yang
digunakan sebagai penukar. Apabila harga pasar saham atau obligasi tidak
diketahui, harga perolehan aktiva ditentukan sebesar harga pasar aktiva tersebut.

Contoh :
PT Rendi menukar sebuah gedung dengan 1.000 lembar saham biasa nominal Rp
1.000.000,00. Pada saat penukaran , harga pasar saham per lembar adalah sebesar
Rp 1.100.000,00 .Pertukaran aktiva tetap ini dicatat dengan jurnal berikut.

PT Rendi
Jurnal Umum
Per Januari 2019
Tgl Keterangan ref Debet (Rp) Kredit (Rp)
2017 Gedung 1.100.000,00
Jan 3 Modal saham biasa - 1.000.000,00
Agio saham 100.000,00

4) Ditukar Dengan Aktiva Tetap Yang Lain


Pembelian aktiva tetap dilakukan dengan cara tukar menukar, atau sering disebut
tukar tambah. Di mana aktiva lama digunakan untuk membayar harga aktiva baru,
baik seluruhnya atau sebagian di mana kekurangannya dibayar tunai. Dalam
keadaan ini, harga perolehan aktiva tetap harus digunakan, yaitu aktiva baru
dikapitalisasikan dengan jumlah sebesar harga pasar aktiva lama ditambah uang
yang dibayarkan (kalau ada) atau dikapitalisasikan sebesar harga pasar aktiva baru
yang diterima.

Contoh :
Sebuah mesin dengan harga perolehan Rp. 20.000.000,00.telah disusutkan
Rp.12.000.000,00.Pada tanggal 15 Maret 2007 Mesin tersebut ditukarkan dengan
sebuah mesin baru seharga Rp. 30.000.000,00. Dalam pertukaran itu mesin lama
dihargai Rp. 6.000.000,00.
Jurnal untuk mencatat transaksi diatas adalah

Tgl Keterangan Ref Debet (Rp) Kredit (Rp)


2007 Mesin ( baru ) 30.000.000,00
Agt 01 Rugi pertukaran 2.000.000,00
Akm.peny.mesin 12.000.000,00
Mesin ( lama ) 20.000.000,00
Kas 24.000.000,00
Penjelasan:
Harga mesin lama Rp. 20.000.000,
Telah disusutkan (Rp. 12.000.000,)
Nilai sisa Rp. 8.000.000,
Penilaian waktu penukaran Rp. 6.000.000,
Rugi pertukaran Rp 2.000.000,
============
5) Diperoleh Dari hadiah
Aktiva tetap yang diperoleh dari hadiah atau donasi dicatat sebesar harga pasarnya.

Contoh :
Pada tanggal 1 Maret 2017 diterima hadiah dari pemerintah sebuah mesin senilai
Rp 12.500.000, Maka Jurnalnya :

Tgl Keterangan ref Debet (Rp) Kredit (Rp)


2017 Mesin 12.500.000,00
Apr 01 Modal donasi 12.500.000,00

6) Aktiva Yang Dibuat Sendiri


Dalam aktiva yang dibuat sendiri, harga pokok aktiva yang dibuat lebih rendah dari
pada harga beli di luar, selisihnya merupakan penghematan biaya dan tidak boleh
diakui sebagai laba. Tetapi apabila harga pokok akitva yang dibuat lebih tinggi dari
harga beli diluar (dengan kuantitas yang sama) maka selisih yang ada diperlakukan
sebagai kerugian, sehingga aktiva akan dicatat dengan jumlah sebesar harganya
yang normal.

Contoh :
PT Angkasa Pura memutuskan untuk membangun sendiri gedung kantor
perusahaan cabang di Ngawi. Biaya-biaya yang dikeluarkan antara lain biaya
bahan baku Rp 200.000.000,00, biaya tenaga kerja Rp 150.000.000,00 , dan biaya
lain-lain Rp 100.000.000,00. Jadi seluruh biaya yang dikeluarkan adalah sebesar
Rp 450.000.000,00
Pencatatan transaksi diatas adalah sebagai berikut.

PT Angkasa Pura
Jurnal Umum
Per Januari 2015

Tgl Keterangan ref Debet (Rp) Kredit (Rp)


2015 Gedung 450.000.000,00
Jan 02 Biaya bahan baku 200.000.000,00
Biaya tenaga kerja 150.000.000,00
Biaya lain-lain 100.000.000,00
Unsur harga perolehan suatu aktiva tetapi dapat dilihat dalam uraian berikut ini.

1) Tanah : Harga beli tanah dari pemilik, biaya survei, biaya perantara atau komisi,
biaya pematangan tanah, biaya balik nama di Agraria/BPN.
2) Gedung : Biaya perencanaan oleh arsitek, IMB, asuransi selama pembangunan,
bunga selama pembangunan atas uang pinjaman untuk pembiayaan
pembangunan gedung dan semua pengeluaran lainnya yang dibutuhkan
sehubungan dengan pembangunan gedung serta biaya pemilikannya.
3) Mesin : Harga mesin menurut faktur pembelian, biaya angkutan, bea masuk PPN,
bongkar dan angkut ke dalam pabrik, pasang dan stel mesin dan percobaan mesin
4) Kendaraan : Harga kendaraan menurut faktur pembelian, bea balik nama.

Adapun pencatatan Perolehan Sekelompok Aktiva Dengan Harga Lumpsum


sebagai berikut :
Harga lumpsump adalah suatu harga untuk beberapa aktiva. Sebagai contoh PT A
membeli tanah, bangunan dan peralatan dengan harga Rp 160,000. Harga ini harus
dialokasikan kepada 3 jenis harta tersebut dengan menggunakan perbandingan harga
taksiran dari tanah, bangunan, dan peralatan. Misalnya harta yang dibeli tersebut
memiliki harga taksiran tanah Rp 28,000, bangunan Rp 60,000, equipment Rp 12,000,
alokasi harga Rp 160,000 tersebut adalah sebagai berikut:

Jenis harta Nilai Taksiran (Rp) Perhitungan Alokasi Jumlah Alokasi (Rp)
Tanah 28,000 28/100 x 160,000 44,800
Bangunan 60,000 60/100 x 160,000 96,000
Peralatan 12,000 12/100 x 160,000 19,200
Jumlah 100,000 160,000

Jurnal yang harus dibuat adalah :


Tgl. Akun Debet Kredit
2019 Tanah 44,800
Jan 1 Bangunan 96,000
Peralatan 19,200
Kas 160,000

d. Kartu Untuk Pengelolaan Aktiva Tetap/Aset Tetap


Ada 3 macam Kartu untuk pengeloaan Aset Tetap, yaitu :
1) Kartu Induk Aktiva Tetap
Kartu induk aktiva tetap berfungsi untuk memberikan informasi secara lengkap
mengenai aktiva tetap yang dimiliki perusahaan. Informasi tersebut meliputi :
• Kelompok aktiva tetap;
• Nomor dan jenis aktiva tetap;
• Tahun pembuatan;
• Tanggal pembelian;
• Persentasi penyusutan;
• Tempat pengoprasian

Berikut ini adalah contoh kartu induk aktiva tetap:

2) Kartu Eksploitasi Aktiva Tetap


Kartu ini memuat informasi mengenai badan-badan eksploitasi, diantaranya adalah
• Beban Pemeliharaaan;
• Reparasi;
• Penyusutan;
• Pajak.
Jika aktiva tetap ini disewakan, maka akan menghasilkan pendapatan.

Berikut ini adalah contoh kartu eksploitasi aktiva tetap :


3) Kartu Daftar Inventaris
Kartu daftar inventaris digunakan untuk mencatat aktiva yang nilainya relatif kecil,
tetapi memiliki masa penggunaan lebih dari satu tahun.

Berikut ini adalah contoh kartu daftar inventaris :

e. Penggunaan Aktiva Tetap / Aset Tetap Berwujud

Jika suatu aset tetap dapat digunakan lebih dari satu tahun maka aktiva tersebut
bermanfaat untuk memperolah pendapatan selama umurnya. Untuk menghubungkan
cost aktiva tetap dengan revenue yang diperoleh maka cost tersebut dicatat dan
dilaporkan sebagai beban pada tahun-tahun manfaatnya. Proses ini disebut depresiasi.
Dengan demikian depresiasi adalah alokasi secara sistematis dan rasional atas cost dari
aktiva tetap ke tahun-tahun manfaatnya.

Jurnal yang dibuat untuk melakukan depresiasi setiap tahunnya adalah mendebet akun
Beban Depresiasi dan mengkredit akun Akumulasi Penyusutan. Misalkan untuk tahun
2005, perusahaan menyusutkan mesin sebesar Rp 5,000, maka jurnal yang dibuat
adalah:

Tgl. Akun Debet Kredit


2018 Beban Penyusutan 5,000
Des 31 Akumulasi Penyusutan 5,000

Karena setiap akhir tahun ada penyusutan, maka perkiraan Akumulasi Penyusutan
akan selalu bertambah sepanjang masa manfaat aktiva.
Depresiasi bukanlah teknik untuk menilai aktiva tetap dan dengan melakukan
depresiasi tidaklah otomatis perusahaan menyisihkan uang untuk membeli aktiva
tetap. Faktor-faktor yang mempengaruhi depresiasi/penyusutan adalah:

1. Cost/Harga Perolehan dari aktiva tetap,


2. Umur ekonomis aktiva tetap,
3. Nilai residu/nilai sisa, dan
4. Pola penggunaan aktiva tetap.

f. Penyusutan Aset Tetap Dan Pencatatannya


Terdapat beberapa metode penyusutan, antara lain :
▪ Metode Garis Lurus (Straight Line Methode)
▪ Metode Saldo Menurun (Declining Balance Methode)
▪ Metode Jumlah Angka Tahun (Sum Year Digit Methode)
▪ Metode Satuan Jam Kerja (Service Hours Method)
▪ Metode Satuan Hasil Produksi (Produktive Output Method)

1) Meode Penyusutan Garis Lurus

Dengan metode ini penyusutan tahunan dapat ditentukan dengan dua cara, yaitu:

a) Penyusutan = (Harga Perolehan-nilai residu) : umur

Misalkan nilai sebuah peralatan yang diperoleh tahun 2005 senilai Rp


16.000.000,00 dan masa manfaat ditentukan 5 tahun dengan nilai sisa Rp
1.000.000,00, besarnya penyusutan tahun 2006 dapat dihitung sebagai berikut:
(16.000.000-1.000.000)/5 = Rp 3.000.000,00.
b) Ditentukan % penyusutan, kemudian penyusutan tahunan diperoleh dengan cara
mengalikan % tersebut dengan cost yang disusutkan sebagai berikut:

1) Prosentase penyusutan tahunan = 100% : umur, jadi = 100% : 5 = 20%.


2) Dihitung penyusutan = 20% x (16.000.000 – 1.000.000) = Rp 3.000.000,00.

2) Metode Saldo Menurun


Pertama, tentukan prosentase penyusutan, biasanya dua kali prosentase penyusutan
metode garis lurus. Dengan demikian jika ada mesin umurnya 5 tahun, maka
tarif/prosentase penyusutan tahunannya adalah 2 x 100% : 5 = 40%.
Setelah itu ditentukan nilai buku pada awal tahun. Nilai buku adalah saldo akun aset
tetap dikurangi dengan saldo akun akumulasi penyusutan. Untuk tahun pembelian,
karena akumulasi penyusutannya belum ada, maka nilai bukunya adalah sebesar harga
perolehannya.
Selanjutnya besarnya penyusutan satu tahun dihitung dengan cara mengalikan %
penyusutan dengan nilai buku.

Contoh :
Sebuah Mesin dibeli tanggal 2 Januari 2016 dengan harga Rp 16.000.000 dan ditaksir
dapat digunakan selama 5 tahun. Penyusutan tahun 2016, 2017, dan 2018 dapat
dihitung sebagai berikut:
Tarif/prosentase penyusutan = 2 x (100% : 5) = 40%
Penyusutan tahun 2016 = 40% x Nilai Buku
= 40% x Rp 16.000.000
= Rp 6.400.000

Penyusutan tahun 2017 = 40% x Nilai buku awal tahun 2002


= 40% x (Rp 16.000.000 – Rp 6.400.000)
= Rp 3.840.000
Penyusutan tahun 2018 = 40% x Nilai buku awal tahun 2003
= 40% x (16.000.000 –6.400.000 – 3.840.000)
= Rp 2.304.000

Penyusutan tahunan dapat dicari dengan rumus lain yaitu menentukan :


Nilai Buku pada akhir tahun ke-n = Harga Perolehan x (1 – tarif)n
= Rp 16.000.000 x (1 – 0,4) n
Nilai buku akhir tahun ke-3 = Rp 16.000.000 x (1 – 0,4) 3
= Rp 16.000.000 x 0,216
= Rp 3.456.000,00.
Penyusutan tahun 2018 adalah 40% x Rp 3.456.000 = Rp 1.282.600,00.
3) Metode Jumlah Angka-angka Tahun

Alokasi Harga Perolehan aset tetap dilakukan berdasarkan angka tahun penggunaan.
Jika umur aktiva tetap adalah 5 tahun, maka tahun penggunaannya adalah tahun ke
1,2,3,4,5. Jumlah dari angka-angka tersebut akan dijadikan penyebut. Sementara itu
pembilangnya adalah sisa umur dari masing awal tahun penggunaan. Pada awal
penggunaan sisa umurnya masih lima tahun, oleh karenanya pembilangnya adalah 5.
Setelah digunakan 1 tahun, maka pada awal tahun kedua sisa umurnya adalah empat
tahun sehingga pembilangnya adalah 4. Demikian seterusnya untuk tahun ketiga,
keempat, dan seterusnya.

Contoh :
Misalkan ada sebuah mesin dibeli tanggal 2 Januari 2014 dengan harga Rp
16.000.000 ditaksir masa manfaat 5 tahun dengan nilai residu Rp 1.000.000.
Penyusutan tahun 2014, 2015, 2016, 2017, dan 2018 dapat dihitung sebagai berikut:

Karena umur ekonimisnya 5 tahun maka Jumlah angka tahunnya adalah =


1 + 2 + 3 + 4 + 5 = 15

Perhitungan Penyusutan tiap tahun :


Tahun Perhitungan Jumlah
2014 5/15 (16.000.000 – 1.000.000) 5.000.000
2015 4/15 (16.000.000 – 1.000.000) 4.000.000
2016 3/15 (16.000.000 – 1.000.000) 3.000.000
2017 2/15 (16.000.000 – 1.000.000) 2.000.000
2018 1/15 (16.000.000 – 1.000.000) 1.000.000

4) Metode Satuan Jam kerja


Alokasi Harga Perolehan aset tetap ke beban penyusutan tahunan digunakan jumlah
input yang dikeluarkan (misalnya jam mesin) dalam suatu tahun dibandingkan dengan
taksiran input (jam mesin) yang harus dikeluarkan sampai aset tetap tersebut
diafkir/diberhentikan penggunaannya. Misalkan sebuah mesin dibeli pada tanggal 2
Januari 2018 dengan harga Rp 16.000.000 dan ditaksir dapat digunakan selama
100.000 jam dengan nilai residu Rp 1.000.000. Selama tahun 2018 digunakan selama
5.000 jam, maka penyusutan tahun 2018 adalah:

(5.000/100.000) x (Rp 16.000.000 – Rp 1.000.000) = Rp 750.000

5) Metode Satuan Hasil Produksi / Unit Output (Hasil)


Alokasi Harga Perolehan aset ke beban penyusutan tahunan menggunakan jumlah
produk yang dihasilkan dalam suatu tahun dibandingkan dengan taksiran output
(jumlah produk) yang akan dihasilkan sampai aktiva tetap tersebut
diafkir/diberhentikan penggunaannya. Misalkan sebuah mesin dibeli pada tanggal 2
Januari 2018 dengan harga Rp 16.000.000 dan ditaksir dapat digunakan untuk
membuat produk sebanyak 200.000 unit dengan nilai residu Rp 1.000.000. Selama
tahun 2018 mampu menghasilkan produk sebanyak 20.000 unit maka penyusutan
tahun 2018 adalah:

(20.000/200.000) x (Rp 16.000.000 – Rp 1.000.000) = Rp 1.500.000


g. Penghentian Aset Tetap Dan Pencatatannya
1) Aset Tetap Diafkir
Aset tetap kadangkala dibuang karena sudah tidak digunakan lagi, misalkan sebuah
mesin yang harga belinya Rp 6.000.000,00 sampai tanggal 1 Januari 2017 sudah
disusutkan sebesar Rp 4.750.000,00. Penyusutan tahunannya Rp 600.000,00. Pada
tanggal 24 Maret 2018 dibuang.

Jurnal yang dibuat adalah:


a) Mencatat Beban penyusutan untuk tahun 2018
Tgl. Akun Debet Kredit
2018 Beban Penyusutan Mesin 150.000
Mar 24
Akumulasi Penyusutan Mesin 150.000

b) Mencatat pengafkiran aset tetap


Tgl. Akun Debet Kredit
2018 Akumulasi Penyusutan Mesin 4.900.000
Mar 24
Kerugian Penghentian Mesin 1.100.000
Aktiva Tetap 6.000.000

h. Penjualan Aset Tetap


Aset tetap dapat juga dihentikan pemakaiannya karena dijual. Contoh :
Sebuah mesin yang Harga Perolehannya Rp 10.000.000 dan sampai dengan tanggal 31
Desember 2017 telah disusutkan sebesar Rp 7.750.000, pada tanggal 2 Januari 2018
dijual.
Buat perhitungan dan jurnalnya jika harga jual mesin tersebut dijual dengan harga :
a. Rp 2.250.000,00
b. Rp 1.000.000,00
c. Rp 3.000.000,00
Perhitungannya :
Dijual dengan harga
No. Keterangan
2.250.000 1.000.000 3.000.000
1 Cost aktiva tetap 10.000.000 10.000.000 10.000.000
Akumulasi penyusutan s.d
2 7.750.000 7.750.000 7.750.000
saat penjualan
3 Nilai buku saat penjualan 2.250.000 2.250.000 2.250.000
4 Harga jual 2.250.000 1.000.000 3.000.000
5 Laba (rugi) (4 – 3) 0 (1.250.000) 750.000

Jurnalnya:
a. Dijual dengan harga Rp 2.250.000,00

Tgl. Akun Debet Kredit

2000 Kas 2.250.000


Jan 2 Akumulasi Penyusutan 7.750.000
Aktiva Tetap 10.000.000

b. Dijual dengan harga Rp 1.000.000

Tgl. Akun Debet Kredit


Kas 1.000.000
2000 Akumulasi Penyusutan 7.750.000
Jan 2 Kerugian Penjualan Aktiva Tetap 1.250.000
Aktiva Tetap 10.000.000

c. Dijual dengan harga Rp 3.000.000


Tgl. Akun Debet Kredit
2000 Kas 3.000.000
Jan 2 Akumulasi Penyusutan 7.750.000
Laba Penjualan Aktiva Tetap 750.000
Aktiva Tetap 10.000.000
i. Pertukaran Aset Tetap
Menurut paragraf 20 PSAK No. 16 suatu aset tetap dapat diperoleh dalam pertukaran
atau pertukaran sebagian untuk suatu aset tetap yang tidak serupa atau aset lain. Biaya
dari pos semacam ini diukur pada nilai wajar aset yang dilepaskan atau yang diperoleh
yang mana yang lebih andal, equivalent dengan nilai wajar aset yang dilepaskan setelah
disesuaikan dengan jumlah setiap kas atau setara kas yang ditransfer. Dengan demikian
pertukaran aset tidak sejenis dapat mengakibatkan adanya laba atau rugi.
Menurut paragraf 21 PSAK No. 16 suatu aset tetap dapat diperoleh dalam pertukaran
atas suatu aset yang serupa yang memiliki manfaat yang serupa dalam bidang usaha
yang sama dan memiliki nilai wajar yang serupa. Jika aset lain seperti kas sebagai
bagian dari transaksi pertukaran, ini dapat mengindikasikan bahwa pos yang
dipertukarkan tidak memiliki suatu nilai yang serupa. Berdasarkan paragraf 46 PSAK
No. 16, pertukaran aset tetap seperti disebutkan pada paragraf 21, biaya aktiva yang
diperoleh sama dengan jumlah tercatat aktiva yang dilepaskan dan tidak ada
keuntungan atau kerugian yang dihasilkan. Dengan demikian pertukaran aset sejenis
tidak dapat mengakibatkan adanya kerugian.

1) Pertukaran Aktiva Tak Sejenis


Sebuah mesin dengan cost Rp 4.000.000,00 yang telah disusutkan Rp 3.200.000,00
ditukar dengan mesin baru tidak sejenis yang harga pasarnya adalah Rp
5.000.000,00. Perusahaan harus membayar uang Rp 3,900.000,00.
Jurnalnya:
Tgl. Akun Debet Kredit
Mesin (baru) 5.000.000
Akumulasi Penyusutan 3.200.000
Mesin (lama) 4.000.000
Kas 3.900.000
Laba Penukaran Aktiva Tetap 300.000

2) Pertukaran Aktiva Sejenis


Sebuah mesin dengan cost Rp 7.000.000 yang telah disusutkan Rp 4.600.000
ditukar dengan mesin baru sejenis yang dimiliki oleh suatu perusahaan yang
bergerak pada usaha yang sama.
Jurnalnya:
Tgl. Akun Debet Kredit
Mesin (baru) 2.400.000
Akumulasi Penyusutan 4.600.000
Mesin (lama) 7.000.000

Jumlah sebesar Rp 2.400.000,00 yang dicatat sebagai harga mesin baru


merupakan nilai buku mesin yang diserahkan yaitu harga beli Rp 7.000.000,00
dikurangi dengan akumulasi penyusutan Rp 4.600.000,00.

3. ASET TETAP TIDAK BERWUJUD

a. Pengertian
Pengertian dari aktiva tak berwujud (intangible aset) ini menunjuk pada aset dari
perusahaan yang tidak berbentuk fisik dan memiliki sifat aset jangka panjang. Artinya,
aktiva tidak berwujud milik perusahaan ini tidak ditujukan untuk dijual suatu hari nanti.
Seluruh aktiva tidak berwujud akan dikelola untuk menghasilkan keuntungan untuk
operasional perusahaan. Berdasarkan definisi dari aktiva tidak berwujud ini, maka
dapat dimengerti bahwa keberadaannya sangat penting untuk perusahaan. Namun ada
beberapa bentuk dan jenis berbeda dari aktiva tidak berwujud (intangible aset) ini.
b. Karakteristik aset tetap tak berwujud
Pada dasarnya ada 3 karakteristik aktiva tidak berwujud, yaitu:
1) Kurang memiliki eksistensi fisik, mendapatkan nilai dari hak dan keistimewaan
yang diberikan kepada perusahaan yang menggunakannya.
2) Bukan merupakan instrumen keuangan, menghasilkan nilainya dari klaim untuk
menerima kas atau ekuivalen kas di masa mendatang.
3) Bersifat jangka panjang dan menjadi subjek amortisasi, menyediakan jasa dalam
kurun waktu bertahun-tahun.

c. Usia manfaat aset tetap tak berwujud


Umumnya masa manfaat untuk aktiva tidak berwujud tidak lebih dari 20 tahun sejak
digunakannya. Dalam mempertimbangkan masa manfaat aktiva tidak berwujud yang
harus diperhatikan adalah:
1) Perkiraan penggunaan aset oleh organisasi dan efisiensi pengelolaannya.
2) Siklus hidup produk pada umumnya.
3) Keusangan teknologi atau teknis.
4) Kestabilan industri dimana aset digunakan dan tren pasar terhadap produk atau jasa
yang dihasilkan.
5) Perkiraan pemakaian dan efisiensi pengelolaan aset.
6) Estimasi tindakan pesaing.
7) Pengeluaran untuk pemeliharaan dalam hal mendapatkan masa manfaat.
8) Periode pengendalian aset.
9) Ketergantungan masa manfaat aset terhadap masa manfaat aset lainnya.
Aktiva tidak berwujud bisa dalam bentuk hak yang melekat pada produk intelektual
dimana fasilitasnya digunakan oleh pihak lain.

d. Macam-macam aset tetap tak berwujud


Berikut ini yang termasuk aset / aktiva tidak berwujud dalam perusahaan:
1) Hak Cipta
Diberikan pada penulis atau pencipta untuk menjual, mengawasi, atau menerbitkan
hasil karyanya. Hak cipta dapat dijual kepada pihak lain dengan perjanjian yang
telah disepakati. Harga perolehan hak cipta meliputi pengeluaran mulai
penyusunan sampai pengurusan ijin hak cipta hingga sertifikat hak cipta diterima.

2) Hak Paten
Diberikan kepada pihak yang melakukan penelitian dan menemukan hal baru untuk
memproduksi, menjual, atau mengawasi temuannya dalam kurun waktu tertentu.
Harga perolehannya meliputi semua pengeluaran yang mencakup biaya penelitian,
pengembangan, pembuatan gambar, percobaan, dan pengurusan hak paten hingga
diterbitkannya sertifikat hak paten.

3) Hak Merek Dagang


Hak cipta dan hak untuk menggunakan simbol dari suatu produk. Harga perolehan
hak merek dagang ini mencakup biaya perencanaan, desain, pembuatan logo atau
lambang termasuk perijinan merk dagang sampai sertifikat merek dagang
diterbitkan.

4) Hak Franchise
Menggunakan fasilitas tertentu dari suatu pihak ke pihak lain sebagai franchisee.
Pihak franchisee hanya diperkenankan menggunakan hak franchise sesuai dengan
kesepakatan, tidak berhak menjual hak franchise kepada pihak lain. Bagi pihak
franchisor harga perolehan hak franchise sebesar dana yang dikeluarkan untuk
mendapatkan izin hak franchise, sedangkan bagi franchisee harga perolehan
sebesar harga yang diberikan kepada franchisor.

5) Hak Sewa
Menggunakan aset tertentu yang ditetapkan dalam perjanjian sewa menyewa.
Pencatatan akuntansi terhadap pengeluaran berkenaan dengan mendapatkan hak
sewa ditentukan dari cara pembayaran sewa yang dilakukan. Perolehan hak sewa
mencakup pembayaran sewa kepada pihak pemilik aset dan pengeluaran lain untuk
persiapan aset agar siap digunakan.

6) Hak Eksklusif
Hak khusus yang diberikan negara kepada suatu lembaga atau instansi untuk
mengelola fasilitas atau sumber daya alam milik negara. Harga perolehan dari hak
ini meliputi biaya survei, riset, pemetaan, eksplorasi, pembangunan fasilitas,
perjanjian dan biaya lainnya hingga hak tersebut dinyatakan siap.

e. Penilaian aset tetap tak berwujud


Seperti yang sudah disebutkan di bagian sebelumnya, aktiva tak berwujud sifatnya
tetap. Sehingga untuk memberikan penilaian dari aset ini dilakukan dalam dua
pertimbangan. Kedua pertimbangan tersebut adalah pertimbangan mengenai biaya
awal dan amortisasi. Penjelasan mengenai kedua pertimbangan dari penilaian aktiva
tidak berwujud dapat anda simak pada penjelasan berikut ini. Menggunakan dua
pertimbangan tersebut, akhirnya penilaian bisa dilakukan pada aset yang tidak
berwujud yang dimiliki oleh setiap perusahaan tadi.

Adapun penilaian untuk aset tetap tak berwujud sebagai berikut :


1) Penilaian Hak Paten
Hak paten juga dinilai melalui dua aspek yaitu biaya awal dan amortisasi. Biaya
awal dari hak paten yang dibeli adalah biaya imbalan jasa hukum dari perusahaan
yang memilikinya sebelumnya. Atau biaya awal juga bisa dihitung dari biaya yang
dihabiskan selama masa penemuan melalui riset. Lalu terkait amortisasi adalah
penilaian nilai aset yang diestimasi berdasarkan masa kegunaan hak paten dikurang
dari sisa masa hak paten secara hukum.
2) Penilaian Hak Cipta
Terkait penilaian dari aktiva tidak berwujud berupa hak cipta, maka juga dinilai
melalui dua aspek, yaitu biaya awal dan amortisasinya. Biaya awal dari satu hak
cipta dihitung dari biaya saat menciptakan karya tersebut, biaya administrasi
publikasinya, hingga biaya hukum untuk mendapatkan hak cipta yang dimaksud.
Bisa juga dihitung melalui nilai beli, jika anda membeli hak cipta dari perusahaan
atau individu lain. Lalu terkait dengan biaya amortisasi, sama seperti sebelumnya
dihitung melalui estimasi waktu kegunaannya.

3) Penilaian Merek Dagang


Merek dagang juga bisa dinilai asetnya berdasarkan biaya hukum yang dikeluarkan
oleh perusahaan untuk mendaftarkan nama tersebut menjadi merek dagangnya.
Selain biaya hukum, tentunya ada biaya administrasi dan biaya lainnya yang
membuat merek dagang ini sangat berharga. Jika merek dagang dibeli dari
perusahaan lain yang mengalami penggabungan, maka nilai beli itu pun termasuk
menjadi biaya awalnya. Sedangkan terkait penilaian dari amortisasinya, juga sama
seberapa lama merek dagang ini diestimasikan untuk digunakan.

4) Penilaian Goodwill
Penilaian dari aset tak berwujud seperti goodwill dihitung melalui transaksi
pembeliannya dari perusahaan lain. Nilai beli ini adalah nilai beli perusahaan
secara bersih mencakup aset dan kewajiban dalam perusahaan tersebut. Lalu terkait
dengan nilai amortisasinya, goodwill di Indonesia diakui masa kegunaannya hingga
tidak lebih dari 5 tahun. Namun ada kemungkinan untuk memperpanjangan
amortisasi hingga tidak lebih dari 20 tahun dengan alasan yang dapat diterima.

f. Pengakuan Aset Tak Berwujud


Aset tak berwujud diakui pada saat diperoleh, dengan ketentuan:
• Individu/Perusahaan berpotensi akan mendapatkan manfaat ekonomi di masa yang
akan datang dari aset tersebut.
• Biaya-biaya dalam perolehannya bisa diukur dengan handal.
g. Pengukuran Aset Tak Berwujud
Aset tak berwujud dinilai/diukur sesuai dengan harga perolehannya. Biaya perolehan
aset tidak berwujud terdiri dari:
• harga beli termasuk bea masuk (import), dan pajak pembelian yang tidak dapat
dikembalikan, setelah dikurangkan diskon dan rabat;
• segala biaya yang dapat dikaitkan secara langsung dalam mempersiapkan aset
tersebut sehingga siap untuk digunakan.

h. Pencatatan Aset Tak Berwujud


Pencatatan akuntansi untuk pembelian dan amortisasi aset tak berwujud secara
sederhana adalah sebagai berikut:

Pembelian Amortisasi
(D) Aset Tak Berwujud (D) Biaya Amortisasi
(K) Kas (K) Aset Tak Berwujud

i. Pelaporan/Penyajian Aset Tak Berwujud


Aset tak berwujud disajikan dalam Neraca pada kolom Aset, dan dicatat sesuai dengan
nilai bersih setelah dikurangi oleh akumulasi amortisasi.
Berikut contoh penyajian Asset Tetap di Neraca :

j. Amortisasi
Nilai suatu asset tak berwujud pada akhirnya akan habis pada saat tertentu, sehingga
harga perolehan asset tak berwujud harus diamortisasi secara sistematis selama
taksiran masa manfaat dan tidak boleh dibebankan sekaligus pada periode perolehan.
Metode yang digunakan dalam amortisasi asset tetap tak berwujud menurut akuntansi
komersial pada umumnya menggunakan metode garis lurus, yaitu dihitung dengan
jalan mengalikan persentase amortisasi dengan harga perolehan asset tetap tak
berwujud, kecuali jika ada metode lain yang lebih sesuai dengan kondisi perusahaan.

1) Metode Amortisasi dan Cara Penghitungannya


Metode yang digunakan dalam amortisasi asset tetap tak berwujud yaitu :
a). Metode garis lurus
b). Metode saldo menurun
Pengaturan amortisasi dalam undang-undang pajak penghasilan bahwa harga
perolehan harta tak berwujud dan pengeluaran lainnya termasuk perpanjangan hak-
hak atas tanah dan muhibah(goodwill)yang mempunyai masa manfaat lebih dari
satu tahun, diamortisasi dengan metode:
a). Dalam bagian yang sama setiap tahun selama masa manfaat atau;
b). Dalam bagian yang menurun setiap tahun dengan cara menerapkan tariff
amortisasi atas nilai sisa buku
Pengelompokan masa manfaat dan tarif amortisasi terlihat sebagai berikut:

Kelompok Harta Masa Manfaat Tarif Amortisasi


Tak Berwujud Garis lurus Saldo Menurun
Kelompok 1 4 tahun 25% 50%
Kelompok 2 8 tahun 12,50% 25%
Kelompok 3 16 tahun 6,25% 12,5%
Kelompok 4 20 tahun 5% 10%

Kemungkinan dapat terjadi masa manfaat asset tetap tak berwujud tidak tercantum
pada kelompok masa manfaat, sehingga wajib pajak menggunakan masa manfaat
terdekat
Contoh:
Untuk memperoleh hak paten perusahaan telah mengeluarkan uang per kas
sebesar Rp.150.000.000. masa manfaat hak paten tersebut 4 tahun.

1. Penghitungan amortisasi setiap tahun dengan menggunakan metode garis


lurus = 25% × Rp.150.000.000 = Rp.37.500.000
2. Penghitungan amortisasi setiap tahun dengan menggunakan metode saldo
menurun = 50% × Rp.150.000.000 = Rp.75.000.000
2) Saat Amortisasi dan Amortisasi pada Akhir Masa Manfaat
Kapan dilakukan amortisasi, yaitu dimulai pada bulan dilakukannya pengeluaran,
kecuali untuk bidang usaha tertentu sesuai karakteristik usaha. Dengan demikian
untuk amortisasi pada tahun 1 dihitung secara prorate .Untuk pengeluaran yaitu
biaya pendirian dan biaya perluasan modal dibebankan amortisasinya pada tahun
terjadiya pengeluaran. Pada akhir masa manfaat asset tetap tak berwujud
diamortisasi sekaligus.

3) Ketentuan Lain
Ketentuan lain ini mengatur masalah sebagai berikut:
a) Pengeluaran untuk biaya pendirian dan biaya perluasan modal suatu
perusahaan dibebankan pada tahun terjadinya pengeluaran atau diamortisasi
sesuai ketentuan yang berlaku.
b) Amortisasi terhadap pengeluaran untuk memperoleh hak dan pengeluaran lain
yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 tahun di bidang penambangan
minyak dan gas bumi dilakukan dengan menggunakan metode satuan
produksi.Apabila ternyata jumlah produksi yang sebenarnya lebih kecil dari
yang diperkirakan, sehingga masih terdapat sisa pengeluaran untuk
memperoleh hak atau pengeluaran lain, maka dibebankan sekaligus dalam
tahun pajak yang bersangkutan.

Contoh:
PTabadi mengeluarkan biaya untuk memperoleh hak penambangan minyak dan
gas bumi sebesar Rp.800.000.000 taksiran jumlah kandungan minyak sebesar
200.000.000 barel prodiksi sebenarnya 50.000.000 barel.
Hitunglah amortisasinya !
i. Tarif amortisasi =(50.000.000/200.000.000) ×100% = 25%
Amortisasi tahun 1 =25% × Rp.800.000.000 =Rp.200.000.000

ii. Produksi sebenarnya tahun 2 75.000.000 barel


Tarif amortisasi =(75.000.000/200.000.000) × 100% = 37,5%
Amortisasi tahun 2 =37,5% × Rp.800.000.000 =Rp.300.000.000
c) Amortisassi atas pengeluaran untuk memperoleh hak penambangan selain
minyak & gas bumi diamortisasi dengan jumlah paling tinggi 20%
Contoh:
Pengeluaran untuk memperoleh hak penguasaan hutan sebesar Rp.800.000.000
potensi hutan tersebut 10.000.000 ton kayu.
Hitung amortisasinya !
i. Produksi sebenarnya tahun 1 1.000.000 ton
Tarif amortisasi = (1.000.000/10.000.000) × 100% = 10%
Amortisasi = 10% × 800.000.000 = Rp.80.000.000
ii. Produksi sebenarnya tahun 2 3.000.000 ton
Amortisasi = 20% ×Rp.800.000.000 = Rp.160.000.000

d) Amortisasi pada pengeluaran yang dilakukan sebelum operasi komersial yang


mempunyai masa manfaat lebih dari 1 tahun, terhadap pengeluaran tersebut
harus dikapitalisasi terlebih dahulu dan kemudian diamortisasi sesuai ketentuan
tarif amortisasi.

4. ASET TETAP YANG BERUPA SUMBER DAYA ALAM

a. Pengertian Aset Sumberdaya Alam (wasting asset).


Aset Sumberdaya Alam adalah aktiva yang memiliki karakteristik :
1) Habis digunakan melalui penambangan,
2) Tidak dapat diganti, kecuali kayu,
3) Penggantian sumber daya alam berlangsung secara ilmiah.
Contohnya mencakup bijih besi, minyak, gas alam, batu bara, dan kayu. Sumber daya
alam seperti tambang digolongkan dalam aset tetap bukan sebagai persediaan karena
yang diperdagangkan dalam lahan tambang adalah kandungan yang ada di dalam tanah
itu sendiri dan bukan tanahnya yang mengandung hasil tambang, dimana tanah yang
mengandung hasil tambang inilah yang dinilai dan nantinya akan dideplesikan. Tanah
yang mengandung tambang diakui sebagai aset tetap, sementara hasil tambang itu
sendiri, seperti batubara, barulah bisa dimasukkan ke dalam persediaan.
Persediaan(cadangan) adalah sumber daya alam yang sudah diketahui (identified) dan
bernilai ekonomis. Sumber daya alam bisa disebut cadangan apabila sudah diketahui
baik dari segi jumlah atau besarnya deposit yang sudah terukur dalam satu satuan
seperti ton, dan telah diketahui manfaatnya.

b. Harga Pokok Sumber Daya Alam


Pencatatan dan penilaian sumber daya alam yaitu prinsip harga pokok dan prinsip
mempertemukan (cost and matching principles). Prinsip harga pokok berarti bahwa
pada saat perolehannya sumber alam harus dinilai dan dicatat sebesar harga pokok.
Pada dasarnya harga pokok sumber alam meliputi semua pengorbanan sumber
ekonomi yang terjadi dalam rangka perolehan sumber alam sampai berada pada kondisi
siap dieksploitasi.

Harga pokok sumber alam terdiri atas tiga elemen, yaitu :


1) Harga Beli, semua pengorbanan ekonomi yang terjadi dalam hubungannya dengan
perolehan hak untuk mencari dan menemukan sumber alam,
2) Biaya Eksplorasi, semua pengorbanan ekonomi yang terjadi dalam hubungannya
dengan usaha untuk mencari, meneliti dan menemukan barang tambang pada
daerah tertentu,
3) Biaya Pengembangan Nonfisik, semua pengorbanan ekonomi yang terjadi dalam
hubungannya dengan usaha untuk mengembangkan sumber alam yang sudah
ditemukan.

c. Deplesi Dalam Akuntansi


Deplesi adalah berkurangnya harga perolehan (cost) atau nilai sumber-sumber alam
dengan proses alokasi dan pembebanan harga pokok sumber alam secara rasional dan
sistematis pada periode-periode yang menikmati manfaat ekonomi dari sumber alam
tersebut. Dengan kata lain Deplesi adalah penyusutan untuk aktiva tetap berupa
sumber daya alam.

Contoh Perhitungan Deplesi


Berikut ini adalah contoh perhitungan deplesi :
Harga perolehan hak atas tambang minyak sebesar Rp.80.000.000.000,00 dan taksiran
kandungan minyaknya sebesar 4.000.000,00 ton.
Tarif deplesi tiap ton = Rp. 80.000.000.000,00 : 4.000.000 ton = Rp. 20.000,00/ton

Jika dalam 1 tahun ditambang sebanyak 150.000 ton minyak, maka :


Nilai Deplesi = 150.000 ton x Rp. 20.000,00/ton = Rp. 3.000.000.000,00

Jurnal untuk mencatat Deplesi tersebut :

Beban Deplesi (debet) Rp. 3.000.000.000,00


Akumulasi Deplesi (kredit) Rp. 3.000.000.000,00

Anda mungkin juga menyukai