Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH EKONOMI

PERPAJAKAN DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI

Nama: Dita Rahma Yuda


Kelas: XI IPA 5

DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN PROVINSI BENGKULU


SMA NEGERI 2 REJANG LEBONG
TAHUN PELAJARAN 2021/2022
Pengertian Pajak

Pajak adalah Kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat
memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan
untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Dengan demikian dapat dIsimpulkan bahwa pajak :

1. Kontribusi Wajib Pajak kepada Negara

2. Bersifat memaksa

3. Berdasarkan Undang-undang

4. Tidak mendapatkan imbalan secara langsung

5. Untuk penyelenggaraan negara dan kemakmuran rakyat

6. Dasar pemungutan pajak adalah UUD 1945 pasal 23A: “Pajak dan pengutan lain yang bersifat
memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang.

Fungsi Pajak

1. Fungsi budgeter, yaitu Pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-
pengeluarannya.

2. Fungsi alokasi, yaitu pajak harus digunakan sebagai sumber dana untuk pembiayaan pembangunan di
segala bidang

3. Fungsi distribusi, yaitu pajak dijadikan sebagai alat pemerataan pendapatan

4. Fungsi regulasi/stabilisasi, yaitu Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan
pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi.

Manfaat Pajak

Pajak merupakan sumber penerimaan negara, tanpa pajak sebagian besar kegiatan negara sulit untuk dapat
dilaksanakan.Penggunaan uang pajak mulai dari belanja pegawai sampai dengan pembiayaan berbagai proyek
pembangunan-pembangunan sarana umum seperti jalan-jalan, jembatan, sekolah, rumah sakit/puskesmas, kantor
polisi dibiayai dengan menggunakan uang yang berasal dari pajak.
Uang pajak juga digunakan untuk pembiayaan dalam rangka memberikan rasa aman bagi seluruh lapisan
masyarakat, mensubsidi barang-barang yang dibutuhkan masyarakat dan juga membayar utang negara ke luar
negeri., membantu UMKM baik dalam hal pembinaan dan modal.dengan demikian peranan penerimaan pajak
bagi suatu negara menjadi sangat dominan dalam menunjang jalannya roda pemerintahan dan pembiayaan
pembangunan.
Disamping fungsi budgeter (fungsi penerimaan) di atas, pajak juga melaksanakan fungsi redistribusi pendapatan
dari masyarakat yang mempunyai kemampuan ekonomi yang lebih tinggi kepada masyarakat yang mempunyai
kemampuan ekonomi yang lebih rendah.
Oleh karena itu tingkat kepatuhan Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajaknnya secara baik dan
benar merupakan syarat mutlak untuk tercapainya fungsi redistribusi pendapatan, sehingga kesenjangan
ekonomi dan sosial dapat dikurangi secara maksimal.

Pajak Hubungannya dengan APBN

Penerimaan pajak pusat merupakan sumber penerimaan paling utama dalam APBN, penyelenggaraan negara
dan pemerintahan baik dalam pembiayaan pengeluaran rutin maupun pembiayaan pembengunan sangat
tergantung kesadaran masyarakat akan kewajiban dalam membayar pajak.
Selain pajak pusat, juga terdapat Pajak Daerah antara lain Pajak Kendaraan Bermotor, Pajak Pembangunan I,
Pajak Hotel dan Restoran, Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan atau Bangunan, Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah merupakan sumber penerimaan APBD.

Hasil Pajak dialokasikan untuk :

1. Pembangunan infrastruktur, meliputi : Perhubungan, Pemukiman, Irigasi, Energi dan lainnya

2. Meringankan Beban dan Menyejahterakan Rakyat , meliputi : Layanan Pendidikan , Penanggulangan


Kemiskinan , Layanan kesehatan, Ketahanan pangan dan Subsidi

3. Mewujudkan Suasana Aman Dan Tenteram Dan Kepastian Hukum Bagi Kehidupan Rakyat Dan Dunia
Usaha, meliputi : Ketahanan Negara, Keamanan dan Ketertiban

Perbedaan Pajak dengan Pungutan Resmi Lainnya


Selain pajak, penerimaan pemerintah lainnya (bea ekspor dan impor, retribusi, bea meterai, sumbangan wajib,
cukai, dan lain-lain) merupakan sumber pendapatan negara atau daerah.

Perbedaan antara pajak dan pungutan resmi lainnya, sebagai berikut:


1 Imbalan jasa (kompensasi) Tidak diterima secara langsung Diterima secara langsung
2 Dasar pemungutan Undang-Undang Peraturan Pemerintah, Keputusan Menteri, dsb.
3 Cara perhitungan Sendiri oleh wajib pajak Oleh aparatur negara
4 Jatuh tempo Sesuai dengan tahun pajak Sesuai dengan pemakaian
5 Sanksi Sesuai yang tercantum dalam UU Sesuai dengan kebijaksanaan pemerintah
6 Surat ketetapan pajak (kohir) Ada Tidak ada
7 Sifat pungutan Memaksa Sesuai kebijakan pemerintah

Asas Pemungutan Pajak

Menurut Adam Smith dalam bukunya Wealth of Nations dengan ajaran yang terkenal “The Four Maxims“, asas
pemungutan pajak adalah sebagai berikut.

1. Asas Equality (asas keseimbangan dengan kemampuan atau asas keadilan): pemungutan pajak yang
dilakukan oleh negara harus sesuai dengan kemampuan dan penghasilan wajib pajak. Negara tidak
boleh bertindak diskriminatif terhadap wajib pajak.

2. Asas Certainty (asas kepastian hukum): semua pungutan pajak harus berdasarkan UU, sehingga bagi
yang melanggar akan dapat dikenai sanksi hukum.

3. Asas Convinience of Payment (asas pemungutan pajak yang tepat waktu atau asas kesenangan): pajak
harus dipungut pada saat yang tepat bagi wajib pajak (saat yang paling baik), misalnya disaat wajib
pajak baru menerima penghasilannya atau disaat wajib pajak menerima hadiah.

4. Asas Effeciency (asas efesien atau asas ekonomis): biaya pemungutan pajak diusahakan sehemat
mungkin, jangan sampai terjadi biaya pemungutan pajak lebih besar dari hasil pemungutan pajak.

Penggolongan Pajak
1. Menurut Lembaga Pemungutnya
a. Pajak Pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga
negara. Contoh: Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), dan Pajak Pen-jualan atas Barang
Mewah, (PPn.BM) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), dan Bea Materai.

b. Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah dan digunakan untuk membiayai rumah
tangga daerah.

Pajak Daerah terdiri atas:


-Pajak Provinsi, contoh : Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik nama Kendaraan Bermotor, Pajak Bahan Bakar
Kendaraan Bermotor, Pajak Air Permukaan dan Pajak Rokok
-Pajak Kabupaten/Kota, contoh: Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak Penerangan
Jalan, Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan, Pajak Parkir, Pajak Air tanah, Pajak Sarang Burung Walet, PBB
Pedesaan dan Perkotaan, dan Pajak Perolehan Hak atas Tanah dan atau Bangunan (BPHTB)

2. Menurut sifatnya
a. Pajak Subjektif, yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya, dalam arti memperhatikan
keadaan diri Wajib Pajak. Contoh: Pajak Penghasilan.
b. Pajak Objektif, yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri Wajib
Pajak.Contoh: Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

3. Menurut Golongannya
a. Pajak langsung, yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh Wajib Pajak dan tidak dapat dibebankan atau
dilimpahkan kepada orang lain. Contoh : Pajak Penghasilan.
b. Pajak tidak langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dibeban-kan atau dilimpahkan kepada orang lain.
Contoh: Pajak Pertambahan Nilai.

Sistem Pemungutan Pajak di Indonesia

1. Official Assessment System


Adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan
besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak.

2. Self Assessment System


Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada Wajib Pajak untuk menentukan sendiri
besarnya pajak yang terutang.

3. With Holding System


Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan
Wajib Pajak yang ber-sangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak.

Tarif Pajak

1. Tarif pajak proporsional (sebanding) Yaitu tarif pajak dengan menggunakan persentase yang tetap
untuk setiap dasar pengenaan pajak.
2. Tarif pajak degresif (menurun) Yaitu tarif pajak dengan menggunakan presentase yang menurun untuk
setiap dasar pengenaan pajak.

3. Tarif pajak konstan (tetap) Yaitu tarif pajak yang tetap untuk setiap dasar pengenaan pajak.

4. Tarif pajak progesif (menaik) Yaitu tarif pajak dengan persentase yang semakin menaik/meningkat
untuk dasar setiap pengenaan pajak

Alur Administrasi Perpajakan di Indonesia


Pajak merupakan salah satu sumber pembiayaan pembangunan. Perpajakan sangat berkaitan dengan hak dan
kewajiban wajib pajak.
Untuk memudahkan dalam memahami kewajiban maupun hak wajib pajak, maka diperlukan pemahaman
ketentuan formal maupun material perpajakan.
Ketentuan normal diatur dalam UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), sementara ketentuan
material diatur dalam UU PPh maupun UU PPN/PPn BM. Sehingga secara administratif kewajiban mupun hak
wajib pajak antara lain :

1. Mendaftarkan diri sebagai wajib pajak dengan memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
2. Menghitung besarnya pajak terutang
3. Memotong atau memungut pajak pihak lain
4. Melakukan pembayaran atas pajak yang terutang atau atas pajak yang telah dipotong/dipungut
5. Melaporkan pajak yang terutang
6. Menyelenggarakan pembukuan
7. Kewajiban sebagai wajib pajak apabila yang bersangkutang dilakukan pemeriksaan pajak
8. Meminta kembali lebih bayar pembayaran pajak
9. Pengajuan pembetulan ketetapan pajak
10. Mengajukan keberatan atau banding atas ketetapan pajak
11. Mengajukan pengurangan/penghapusan sanksi administratif
12. Pengajuan pembatalan ketetapan pajak
13. Mengajukan penghapusan NPWP
14. Undang-undang KUP antara lain mengatur tata cara pendaftaran, tata cara penghapusan, tata cara
pembayaran , dan tata cara keberatan. UU PPh dan UU PPN/PPn BM antara lain mengatur
penghitungan, pemotongan dan pemungutan pajak dan besarnya taif pajak.

Objek dan Cara Pengenaan Pajak


Subjek pajak adalah pihak – pihak (orangmaupunbadan) yang akan dikenakan pajak dan yang dimaksud dengan
Objek pajak yaitu sesuatu yang dikenakan pajak atau dapat diartikan sebagai sasaran pengenaan pajak.

Sistem perpajakan adalah cara yang digunakan oleh pemerintah untuk memungut atau menarik pajak dari rakyat
dalam rangka membiayai pembangunan dan pengeluaran pemerintah lainnya.

Undang-Undang Nomor 28 tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
Undang-undang ini berisi dua bab, yaitu :

Bab I Tentang Pengertian dasar yang berkaitan dengan Pajak dan Perhitungan pajak.
Bab II Tentang Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, Surat
Pemberitahuan dan Tata Cara Pembayaran Pajak.
Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan.

Pajak Penghasilan
Pajak Penghasilan (PPh) adalah pajak yang dikenakan terhadap subyek pajak atas penghasilan yang diterima
atau diperolehnya dalam tahun pajak.

Sedangkan penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima, baik berasal dari
Indonesia maupun luar Indonesia, yang dapat menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan.

Besarnya Pajak Penghasilan dihitung berdasarkan PKP (Penghasilan Kena Pajak) dan PKP = Penghasilan persih
pertahun – Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)

Tarif Pajak Penghasilan


Menurut UU Nomor 36 tahun 2008 Pasal 17, Tarif Pajak yang ditetapkan atas penghasilan sebagai berikut :
wajib pajak orang pribadi dalam negeri adalah :
-Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak sampai dengan Rp50.000.000,00 (limapuluhjuta rupiah) 5% (lima
persen)

-di atas Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan Rp250.000.000,00(dua ratus lima puluh juta
rupiah) 15% (lima belas persen)

-di atas Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) sampai denganRp500.000.000,00(lima ratus juta
rupiah) 25% (dua puluh lima persen)

-di atas Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) 30% (tiga puluh persen)

Pajak Pertambahan Nilai


Menurut Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak
Penjualan Atas Barang Mewah.
Tarif PPN dan PPn BM

Menurut Pasal 7 UU nomor 42 tahun 2009, tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah :

-Tarif Pajak Pertambahan Nilai adalah 10% (sepuluh persen).


-Tarif Pajak Pertambahan Nilai sebesar 0% (nol persen) diterapkan atas:
-ekspor Barang Kena Pajak Berwujud;
-ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud; dan ekspor Jasa Kena Pajak.
-Tarif pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diubah menjadi paling rendah 5% (lima persen) dan
paling tinggi 15% (lima belas persen) yang perubahan tarifnya diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Sedangkan Tarif Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPn BM), menurut Pasal 8, adalah:

-Tarif Pajak Penjualan Atas Barang Mewah serendah-rendahnya 10% (sepuluh persen) dan setinggi-tingginya
200% (dua ratus persen).
-Ekspor barang kena pajak yang tergolong mewah dikenai pajak dengan tarif 0% (nol persen).
-Ketentuan mengenai kelompok Barang Kena Pajak yang tergolong mewah yang dikenai Pajak -Penjualan atas
Barang Mewah dengan tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah
-Ketentuan mengenai jenis barang yang dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
Pajak Bumi Bangunan
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah Pajak yang dikenakan atas kepemilikan atau pemanfaatan tanah dan
bangunan. Mulai tanggal 1 Januari 2014 PBB Pedesaan dan Perkotaan merupakan Pajak Daerah. Untuk PBB
Perkebunan, Pertambangan masih tetap merupakan Pajak Pusat.

Objek pajak PBB adalah bumi dan bangunan menurut nilai jualnya

Objek pajak yang tidak dikenakan PBB adalah:

-objek pajak yang digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum (masjid, gereja, wihara, rumah
sakit, pesantren/madrasah, panti asuhan, museum, candi)
-objek pajak yang digunakan kuburan, peninggalan purbakala, hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata,
taman nasional, tanah desa
-objek pajak untuk perwakilan diplomatik, konsulat
-objek pajak yang digunakan oleh badan perwakilan organisasi internasional (PBB, ASEAN dll).

Tarif PBB

Tarif PBB yang dikenakan pada obyek pajak adalah 0,5% dari nilai jual obyek kena pajak. Dan
besarnya Nilai Jual Obyek Pajak Tidak Kena Pajak ditetapkan paling rendah sebesar Rp. 6.000.000,00
dan paling tinggi Rp 12.000.000,00 untuk setiap wajib pajak atau sesuai dengan peraturan yang
berlaku.

Dasar pengenaan PBB

Dasarnya adalah nilai jual obyek pajak.


Besarnya nilai jual obyek pajak ditetapkan 3 tahun sekali oleh Menteri Keuangan, kecuali untuk
daerah tertentu ditetapkan setiap tahun sesuai dengan perkembangan daerahnya.
Dasar perhitungan pajak adalah Nilai Jual Obyek Pajak Kena Pajak (NJOPKP) yang ditetapkan
serendah-rendahnya 20% dan setinggi-tingginya 100% dari Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP).
Besarnya Nilai jual kena pajak ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah dengan memperhatikan
kondisi ekonomi nasional.
Objek PBB yang NJOP lebih dari Rp 1 milyar, Dasar perhitungannya 40%
Peraturan pemerintah RI Nomor 24 tahun 2000 Tentang Bea Meterai
Bea Meterai adalah pajak yang dikenakan atas pemanfaatan dokumen, seperti surat perjanjian, akta
notaris, serta kuitansi pembayaran, surat berharga dan efek, yang memuat jumlah uang atau nominal
diatas jumlah tertentu sesuai dengan ketentuan.
Berdasarkan peraturan pemerintah tersebut, besarnya bea meterai sebagai berikut:

Surat perjanjian, akta notaris, akta PPAT, surat lamaran sebesar Rp 6.000,00
Dokumen nominal Rp 250.000,00 – Rp 1.000.000,00 sebesar Rp 3.000,00
Lebih dari Rp 1.000.000,00 sebesar Rp 6.000,00
Cek dan bilyet giro sebesar Rp 3.000,00

Tantangan pemungutan pajak


Peran vital Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sebagai instansi yang diamanahi tugas penghimpun
penerimaan negara harus berhadapan dengan realita masih rendahnya kesadaran partisipasi
masyarakat mengenai perpajakan, artinya belum sebanding antara besarnya jumlah penduduk dengan
Wajib Pajak yang masih rendah. Padahal penerimaan pajak banyak dialokasikan untuk fasilitas umum
yang banyak dinikmati oleh seluruh jumlah penduduk.

Terkadang, masyarakat banyak yang belum memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) bukan
karena mereka enggan berurusan dengan pajak, tapi justru karena mereka belum paham dan
kebingungan ihwal apa yang harus mereka lakukan terkait kewajiban perpajakan. Dan ada banyak
sekali masyarakat yang berpenghasilan diatas Panghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) Rp. 24,3 Juta/
Tahun yang dapat menjadi target sosialisasi. Menilik kepada situasi ini, sosialiasi dari Direktorat
Jenderal Pajak (DJP) harus kian gencar dijalankan hingga ke jajaran yang terdekat dengan masyarakat
serta dengan melibatkan unsur pemerintahan lokal sebagai pendukung. Sosialisasi secara umum dapat
dibedakan menjadi sosialisasi langsung kepada sasaran dan ada juga dengan cara yang koersif positif.
Cara yang kedua ini adalah dengan menjadikan NPWP sebagai unsur pokok setiap pemenuhan
kewajiban administratif publik yang dilakukan masyarakat. Sehingga masyarakat akan tergerak untuk
mendaftarkan diri mendapatkan NPWP. Khususnya mereka yang berpenghasilan bersih di atas PTKP.

Simulasi fungsi dan manfaat pajak.

Untuk menjadi bangsa yang mandiri, pajak mengajak peran serta rakyat Indonesia untuk membiayai
negaranya sendiri, untuk itulah pajak memiliki fungsi dan manfaat yang sangat penting dalam
pembangunan negara.

Terdapat aspek-aspek yang terkait dengan Perpajakan :

1. Aspek Ekonomi, artinya penerimaan negara yang digunakan untuk mengarahkan kehidupan
masyarakat menuju kesejahteraan dengan melakukan pembangunan.
2. Aspek Sosial, artinya pemerataan pembangunan dan keadilan dalam membayar pajak.
3. Aspek Politik, artinya secara politis masyarakat/pembayar pajak mempunyai posisi yang semakin baik
dalam melakukan “tawar menawar” dengan pemerintah.
4. Aspek Hukum, artinya Sebagai negara hukum semua pemungutan pajak yang dilakukan berdasarkan
hukum.
5. Aspek Agama, artinya Tuhan memerintahkan bahwa manusia, selain harus beribadat yaitu taat
menjalankan perintah dan menjauhi larangan Tuhan juga harus dapat berhubungan baik dengan
sesamanya, saling berkomunikasi, bersilaturahmi dan saling membantu.

Anda mungkin juga menyukai