0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
273 tayangan9 halaman
1. Dokumen tersebut membahas definisi, ciri, fungsi, dan peran pajak menurut para ahli. Terdapat berbagai definisi pajak dari para ahli dan unsur-unsur, ciri-ciri, fungsi, serta penjelasan mengenai pajak langsung, tidak langsung, pusat dan daerah.
1. Dokumen tersebut membahas definisi, ciri, fungsi, dan peran pajak menurut para ahli. Terdapat berbagai definisi pajak dari para ahli dan unsur-unsur, ciri-ciri, fungsi, serta penjelasan mengenai pajak langsung, tidak langsung, pusat dan daerah.
1. Dokumen tersebut membahas definisi, ciri, fungsi, dan peran pajak menurut para ahli. Terdapat berbagai definisi pajak dari para ahli dan unsur-unsur, ciri-ciri, fungsi, serta penjelasan mengenai pajak langsung, tidak langsung, pusat dan daerah.
Definisi Perancis dalam Buku Leroy Beaulieu yang berjudul Traite de la Science des Finance 1906: Pajak adalah bantuan, baik secara langsung maupun tidak dipaksakan oleh kekuasaan publik dari penduduk atau barang, untuk menutup belanja pemerintah.
Definisi Deutsche Reichs Abgaben Ordnung (RAO-1919): Pajak adalah bantuan secara insidental atau secara periodik (dengan tidak ada kontraprestasinya), yang dipungut oleh badan yang bersifat umum (negara), untuk memperoleh pendapatan, dimana terjadi suatu statbestand (sasaran pemajakan) karena undang-undang telah menimbulkan utang pajak.
Definisi menurut Prof. Rochmat Soemitro SH: Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-Undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditujukan dan digunakan untuk membayar pengeluaran Umum.
Definisi Prof R.A. Seligman dalam Essays in Taxation (New York, 1925): Pajak adalah konstribusi wajib dari seseorang kepada pemerintah untuk membiayai pengeluaran yang terjadi untuk kepentingan bersama, tanpa merujuk pada manfaat khusus dianugerahkan.
Definisi Mr. Dr. J . Feldmann dalam bukunya De overheidsmiddelen van Indonesia: Pajak adalah prestasi yang dipakasakan sepihak oleh dan terutang kepada penguasa (menurut norma-norma yang ditetapkan secara umum), tanpa adanya kontraprestasi, dan semata- mata digunakan untuk menutup pengeluaran-pengeluaran umum.
Definisi Prof. Dr. M. J .H. Smeets dalam bukunya De Economische betekenis der Belastingen 1951: Pajak adalah prestasi kepada pemerintah yang terutang melalui norma-norma umum, dan yang dapat dipaksakan, tanpa adakalanya kontraprestasi yang dapat ditunjukkan dalam hal yang individual, maksudnya adalah untuk membiayai pengeluaran pemerintah.
Definisi Dr. Soeparman Soemahamidjaja Dalam disertasinya yang berjudul Pajak berdasarkan Asas Gotong Royong Universitas Padjadjaran bandung 1964: Pajak adalah iuran wajib, berupa uang atau barang yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum.
Definisi menurut Siti Resmi (2003): Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara yang berdasarkan Undang-Undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi), yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum
Definisi menurut Adriani dalam Zain (2003): Pajak adalah iuran masyarakat kepada Negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (Undang-Undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.
Definisi menurut Smeets dalam Waluyo (2005): Pajak adalah prestasi langsung kepada pemerintah yang terutang melalui normanorma umum dan yang dapat dipaksakannya, tanpa adanya kontra prestasi yang dapat ditunjukkan dalam hal yang individual, dimaksudkan untuk membiayai pengeluaran pemerintah
Definisi menurut Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak: Pajak adalah semua jenis Pajak yang dipungut oleh Pemerintah Pusat, termasuk Bea Masuk dan Cukai, dan Pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah, berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Unsur Unsur Pajak :
1. Iuran rakyat kepada negara,yang berhak memungut pajak adalah negara, iuran berupa uang bukan barang. 2. Berdasarkan undang-undang, pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang- undang serta aturan pelaksanaannya. 3. Tanpa jasa timba atau kontraprestasi dari negara secara langsung dapat ditunjuk, dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah. 4. Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, yakni pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas.
Ciri-Ciri Pajak:
1. Pajak dipungut berdasarkan/dengan kekuatan Undang-Undang serta aturan pelaksanaannya sehingga dapat dipaksakan. 2. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah. 3. Pajak dipungut oleh negara baik oleh pemerintah pusat maupun daerah. 4. Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang bila dari pemasukkannya masih terdapat surplus, dipergunakan untuk membiayai public investment. 5. Pajak dapat pula mempunyai tujuan yang tidak budgeter, yaitu mengatur. 6. Pajak adalah peralihan kekayaan dari orang/badan ke Pemerintah 7. Pajak dapat digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu dari pemerintah 8. Pajak dapat dipungut baik secara langsung maupun tidak langsung.
Fungsi Pajak
Sesuai dengan ciri-ciri yang melekat pada pengertian pajak dari berbagai definisi. Suandy (2006) mengemukakan minimal ada dua tujuan atau fungsi pajak yaitu:
1. Fungsi Budgeter/Financial Pajak mempunyai fungsi budgeter yaitu memasukkan uang sebanyakbanyaknya ke kas negara, dengan tujuan untuk membiayai pengeluaranpengeluaran Negara. 11 2. Fungsi Regulerend/Fungsi Mengatur Dengan fungsi regulerend maka pajak digunakan sebagai alat untuk mengatur masyarakat baik di bidang ekonomi, sosial maupun politik dengan tujuan tertentu.
Peran Pajak
Pajak digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu dapat dilihat dalam perannya sebagai berikut: 1. Pemberian insentif pajak (misalnya pemberian insentif pajak untuk sektor otomotif guna meningkatkan pertumbuhan ekonomi) 2. Pengenaan pajak ekspor untuk produk-produk tertentu dalam rangka memenuhi kebutuhan dalam negeri. 3. Pengenaan Bea Masuk dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah untuk produk-produk impor tertentu dalam rangka melindungi produk-produk dalam negeri
Penjelasan: 1. Pajak Langsung dan Tidak Langsung Penggolongan pajak langsung dan pajak tidak langsung ditinjau dari : a. Administrasi pemungutan b. Pembebanan Disebut sebagai pajak langsung karena administrasi pemungutannya dilakukan secara periodic dalam hal ini setahun sekali., dan tahun tersebut adalah tahun pajak atau tahun takwin. Yang termasuk pajak langsung antara lain: a. Pajak penghasilan b. Pajak bumi bangunan c. Pajak kendaraan bermotor d. Pajak radio
Disebut sebagai pajak tidak langsung karena administrasi pemungutannya tidak dilakukan secara periodic dalam hal ini setahun sekali., dan tahun tersebut adalah tahun pajak atau tahun takwin. Yang termasuk pajak tidak langsung antara lain: a. Pajak pertambahan nilai b. Pajak penjualan barang mewah c. Bea materai d. Bea masuk e. Cukai f. Pajak tontonan dan keramaian umum.
Sifat pajak langsung ditinjau dari pembebanan pajak adalah bahwa beban pajaknya tidak dapat dilimpahkan kepada pihak ketiga. Sebaliknya, sifat pajak tidak langsung, bahwa beban pajaknya dapat dilimpahkan kepada pihak lain, dalam hal ini konsumen melalui penambahan pajak pada harga jual.
2. Pajak Pusat dan Pajak Daerah Timbulnya penggolongan pajak pusat dan pajak daerah adalah sebagai hasil tinjauan dari segi siapakah yang berwenang memungut pajak. Dalam hal yang berhak memungut pajak adalah pemerintah pusat, jenis-jenis pajak yang dimaksud digolongkan sebagai pajak pusat. Sebaliknya, jenis-jenis pajak yang pemungutannya merupakan hak pemerintah daerah disebut pajak daerah. Yang dimaksud dengan pemerintah pusat yang berhak memungut pajak adalah departemen keuangan, yang jenis pajaknya terdiri dari: a. Pajak penghasilan b. Pajak pertambahan nilai; termasuk pajak penjualan barang mewah c. Bea materai d. Pajak bumi bangunan e. Bea perolehan hak atas tanah dan bangunan f. Cukai g. Bea masuk h. Pajak eksport
Dalam pelaksanaan operasional pajak Negara tersebut ditunjuk: a. Direktorat jenderal pajak denagn jenis pajaknya adalah: 1). Pajak penghasilan 2). Pajak pertambahan nilai; termasuk pajak penualan barang mewah 3). Bea materai 4). Pajak bumi bangunan 5). Bea perolehan hak atas tanah dan bangunan b. Direktorat jenderal bea dan cukai dengan jenis pajaknya adalah: 1). Cukai 2). Bea cukai c. Direktorat jenderal moneter dengan jenis pajak adalah pajak eksport.
Yang dimaksud pemerintah daerah adalah pemerintah daerah otonom, baik pada daerah tingkat I maupaun daerah tingkat II. Jenis-jenis pajak yang termasuk pajak daerah tingkat I adalah: a. Pajak atas menangkap ikan di perairan umum di wilayahnya b. Pajak sekolah yang semata-mata digunakan untuk membiayai rumah-rumah sekolah rakyat yang menjadi beban pemerintah c. Opsen atau cukai penjualan bensin d. Pajak kendaraan bermotor e. Bea balik nama kendaraan bermotor
Berdasar UU no. 18 tahun 1997, jenis pajak Dati I meliputi pajak kendaraan bermotor, bea balik nama kendaraan bermotor, dan pajak bahan bakar kendaraan bermotor. Jenis-jenis pajak yang termasuk pajak Dati II sebanyak 38 jenis pajak , tetapi bila ditinjau dari potensi masing- masing jenis pajak, suatu daerah dengan daerah lainnya berbeda dalam urutannya. Pada umumnya, jenis pajak daerah Dati II yang potensial adalah: a. Pajak potong hewan b. Pajak radio c. Pajak pertunjukan dan keramaian umum d. Pajak reklame e. Pajak minuman alkohol f. Pajak kendaraan tidak bermotor
Berdasarkan UU no. 18 tahun 1997 pajak Dati II adalah: a. Pajak hotel dan restoran b. Pajak hiburan c. Pajak reklame d. Pajak penerangan jalan e. Pajak pengambilan dan pengolahan bahan galian golongan C f. Pajak pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan
Berdasarkan UU no.22 tahun 1999 dan UU no.25 tahun 1999 tidak mengenal pajak Dati I dan Dati II, melainkan pajak daerah provinsi dan pajak daerah kabupaten atau daerah kota.
3. Pajak Subjektif dan Pajak Objektif Mulai timbulnya kewajiban pajak ada yang diawali dengan subyek pajak dan ada pula yang diawali dengan obyek pajak. Jenis-jenis pajak yang mulai timbulnya kewajiban pajak diawali dengan subyek pajak digolongkan sebagai pajak subyektif. Sebaliknya, jenis-jenis pajak yang mulai timbulnya kewajiban pajak diawali dengan obyek pajak disebut golongan pajak obyektif. Dengan mengacu pada mulainya kewajiban pajak di atas, baik pajak pusat maupun pajak daerah dibagi ke dalam pajak subyektif dan pajak obyektif. Jenis-jenis pajak yang tergolong pajak subyektif antara lain: a. Pajak penghhaslan b. Pajak kekayaan
Jenis-jenis pajak yang tergolong pajak obyektif antara alin: a. Pajak pertambahan nilai b. Pajak bumi bangunann c. Bea materai
Untuk menentukan terutang pajak atau tidak terhutang pajak, bagi pajak subyektif ditentukan oleh ada atau tidaknya subyek pajak, sedangkan obyek pajak merupakan pelengkap untuk menghitung besarnya pajak terhutang. Sebaliknya, bagi pajak obyektif, obyek pajak merupakan syarat penentu terhutang atau tidaknya suatu pemungutan pajak. Sedangkan subyek pajak merupakan pendukung sebagai pihak yang bertanggung jawab atas terhutangnnya pajak.
SISTEM PEMUNGUTAN PAJAK
System pemungutan pajak dapat dibagi menjadi 1. Official assessment system System ini merupakan system pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiscus) untuk menentukan besarnya pajak yang terhutang. Pemerintah( fiscus) menentukan besarnya terhutang. Ciri-ciri official assessment system: a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang berada pada fiscus b. Wajib pajak bersifat pasif c. Utang pajak timbul setekah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiscus Penjelasan: Dalam system ini masyarakat Wajib Pajak bersifat pasif menunggu ketetapan hukum dari aparat pajak atau pemungut pajak. Utang pajak baru timbul kalau sudah ada Surat ketetapan Pajak (SKP) dari aparatur pajak.
Kelemahan-kelemahan system ini adalah: a. Pada permulaan tahun, wajib pajak dikenakan ketetapan sementara untuk pajak-pajak pendapatan, kekayaan dan laba menurut perkiraan atau taksiran pejabat pajak untuk tahun yang berjalan. b. Setelah tahun berakhir, wajib pajak harus memasukkan surat pemberitahuan, dimana harus diberikan informasi tentang besarnya pendapatan, kekayaan maupun laba perseroan di tahun yang baru berakhir tersebut. Setelah diadakan penelitian oleh pejabat pajak terhadap surat pemberitahuan itu, maka dibuatlah surat ketetapan pajak rampung oleh pejabat pajak yang bersangkutan. Jelas kiranya, bahwa wajib pajak dalam tata cara tersebut di atas berada dalam suatu posisi yang tersudut, sekalipun baginya tersedia instansi di mana mereka dapat mengajukan sanggahan terhadap penetapan yang nyata tidak benar atau dianggapnya tidak adil.
Kelemahan sistem pemungutan ini antara lain adalah: a) Sulit untuk dapat memperkirakan jumlah pendapatan, kekayaan dan laba suatu perusahaan yang mendekati dengan kenyataan. Oleh karena itu ada kaitannya ketetapan sementara itu terlalu rendah atau terlalu tinggi. b) Akibat dari ketetapan sementara yang terlalu rendah, maka akan memberatkan wajib pajak dalam membayar ketetapan rampungnya, karena ketetapan rampungnya jauh lebih besar daripada ketetapan sementaranya, sebaliknya kalau ketetapan tersebut terlalu tinggi maka akan memberatkan wajib pajak dalam mengangsur ketetapan sementara tersebut. c) Angsuran bulanan atas ketetapan sementara itu sama besarnya, sehingga mungkin tidak selalu sesuai dengan tersedianya likuiditas wajib pajak, lebih-lebih mengingat ketentuan pembayarannya yang harus dibayar pada setiap tanggal 15 dari bulan-bulan berikutnya setelah bulan dimana surat ketetapan sementara diberikan. d) Atas ketetapan sementara ini wajib pajak tidak dapat mengajukan keberatan, tetapi dengan syarat-syarat tertentu, fiskus dapat memberikan penundaan pembayaran dari (sebagian) ketetapan pajak sementara. Penundaan pembayaran ini dalam hal wajib pajak mengajukan bukti-bukti bahwa ketetapan pajak sementara terlalu tinggi, pada dasarnya suatu kebijaksanaan penagihan yang mengandung unsur subyektif. e) Ketetapan sementara itu merupakan pekerjaan massal, karena harus diselesaikan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya, disebabkan sisa waktu dalam tahun yang berjalan harus digunakan untuk melakukan penetapan rampung. Hal ini mengakibatkan pekerjaan kurang teliti, apa lagi mengingat jumlah aparatur pajak yang masih kurang. f) Ada kalanya penetapan Pajak Rampung harus dilakukan dengan cara kompromi, yang memungkinkan adanya exces negatif, yakni tawar-menawar. Kompromi tersebut dilakukan dalam hal wajib pajak tidak melakukan pemberitahuan yang benar, sedangkan administrasi pajak sendiri tidak memiliki bahan bahan yang lengkap untuk memungkinkan penetapan Pajak Rampung dilakukan secara tepat. g) Para wajib pajak baru diwajibkan membayar pajak, bilamana kepada mereka telah diberikan Surat Ketetapan Pajak. Surat Ketetapan Pajak itu baru dapat dikenakan bilamana wajib pajak telah terdaftar pada tata usaha kantor pajak.Akibatnya, yang tidak terdaftar berarti lolos dari pembayaran pajak.
3. Self assessment system System ini merupakan system pemungutan pajak yang memberi wewenang , kepercayaan, tanggung jawab kepada wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar. Menyadari akan kelemahan-kelemahan sistem pemungutan pajak sebagaimana dikemukakan di atas, maka dipandang perlu untuk melaksanakan sistem pemungutan pajak yang lebih sempurna, yang lebih efektif dan efisien dan yang memncerminkan pula kegotong-royongan nasional. Dengan sistem ini pada awal tahun pajak menentukan sendiri secara aktif menghitung, memperhitungkan, menyetor, dan melaporkan sendiri pajaknya. Fiskus tidak ikut campur tangan dalam penentuan besarnya pajak yang terhutang kecuali wajib pajak melanggar ketentuan undang-undang perpajakan, maka yang bersangkutan dikenakan sanksi administrasi ( bunga, denda, atau kenaikan ) atau sanksi pidana sebagai ditentukan dalam Pasal 28 atau 29 Undang- Undang KUHP.
4. With Holding System System ini merupakan sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga untuk memotong atau memungut besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak.