Anda di halaman 1dari 10

1.

Dasar Teori Pemungutan Pajak

Pajak merupakan iuran dari rakyat kepada negara, dimana yang berhak memungut
pajak hanyalah negara dan iuran tersebut berupa uang.

a. Teori Asuransi

Negara melindungi keselamatan jiwa, harta benda dan hak-hak rakyatnya, maka dari
itu rakyat wajib membayar pajak yang diibaratkan sebagai suatu premi asuransi karena
memperoleh jaminan perlindungan.

b. Teori Kepentingan

Pembagian beban pajak kepada rakyat didasarkan pada kepentingan yang dimiliki
seseorang, apabila kepentingan seseorang terhadap negara besar maka pajak yang dibayarkan
juga besar.

c. Teori Daya Pikul

Beban pajak harus dibayarkan oleh masyarakat sesuai daya pikulnya masing-masing.
Pendekatan untuk mengukur daya pikul masyarakat :

- Unsur Objektif, melihat besarnya harta atau kekayaan yang dimiliki seseorang

- Unsur Subjektif, dengan memperhatikan besarnya kebutuhan materiil yang harus


dipenuhi.

Contoh : Penghasilan Status

Tuan A Rp. 100 juta menikah dengan 3 anak

Tuan B Rp. 100juta bujangan

Secara Objektif, Pph dari Tuan A dan Tuan B memiliki penghasilan yang sama besarnya
namun secara Subjektif Pph Tuan A lebih kecil dibandingkan Tuan B karena kebutuhan
materiil yang dipenuhi Tuan A lebih besar

d. Teori Asas Daya Beli

Pembayaran pajak yang dilakukan kepada negara dimaksudkan untuk memelihara


masyarakat dalam negara yang bersangkutan. Pemungutan pajak berarti menarik daya beli

1
dari rumah tangga masyarakat untuk rumah tangga negara yang nantinya akan disalurkan
kembali ke masyarakat dalam bentuk pemeliharaan kesehjateraan masyarakat yang
diutamakan

e. Teori Bakti

Negara sebagai suatu organisasi dari individu memiliki hak mutlak negara untuk
memungut pajak. Dasar keadilan pemungutan pajak terletak pada hubungan rakyat dengan
negaranya, maka dari itu sebagai warga negara yang berbakti, rakyat harus menyadari wajib
membayar pajak

2. Yurisdiksi Pemungut Pajak

a. Asas Domisili ( Asas Tempat Tinggal )

Asas pemungutan pajak berdasakan tempat tinggal atau domisili seseorang di negara
yang bersangkutan atau seluruh penghasilan dimanapun diperoleh, baik penghasilan yang
diperoleh dari dalam maupun luar negri. Asas ini berlaku untuk Wajib Pajak dalam negri.

b. Asas Kebangsaan

Suatu asas pemungutan pajak yang didasarkan pada kebangsaan sutau negara. Dimana
suatu negara akan memungut pajak kepada setiap orang yang mempunyai kebangsaan atas
negara yang bersangkutan sekalipun orang tersebut tidak bertempat tinggal di negara yang
bersangkutan. Amerika Serikat adalah salah satu negara yang menganut sistem ini.

c. Asas Sumber

Suatu asas pemungutan pajak yang didasarkan pada sumber atau tempat penghasilan
berada. Negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber di wilayahnya
tanpa memperhatikan tempat tinggal Wajib Pajak. Dalam kondisi ini jelas bahwa objek pajak
dapat berupa dividen atau royalty

2
3. Stelsel Pemungutan Pajak

a. Stelsel Nyata (Riil Stelsel)

Pemungutan pajak didasarkan pada objek (penghasilan yang nyata), sehingga


pemungutan yang baru dapat dilakukan pada akhir pajak saat penghasilan yang sesungguhnya
diketahui. Stelsel nyata ini memiliki kelebihan dan kelemahan yaitu :

- Kelebihan : pajak yang dikenakan lebih realistis.

- Kelemahan : pajak baru dapat dikenakan pada pada akhir periode yaitu pada saat
penghasilan riil telah diketahui

b. Stelsel Anggapan (Fictieve Stelsel)

Pengenaan pajak yang didasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh suatu undang
– undang. Misalnya penghasilan satu tahun dianggap sama dengan tahun sebelumnya,
sehingga pada awal tahun pajak sudah dapat ditetapkan besarnya pajak yang terutang untuk
tahun berjalan.

- Kebaikan : pajak dapat dibayar selama tahun berjalan, tanpa harus menunggu akhir tahun.

- Kelemahan : pajak yang dibayarkan tidak berdasarkan pada keadaan yang sesungguhnya.

c. Stelsel Campuran

Stelsel ini merupakan campuran dari Stelsel Nyata dan Stelsel Anggapan. Pada awal
tahun besar pajak dihitung berdasarkan suatu anggapan, kemudian pada akhir tahun besrnya
pajak disesuaikan dengan keadaan yang sebenarnya. Bila besarnya pajak menurut kenyataan
lebih besar daripada pajak menurut anggapan, maka Wajib Pajak harus menambah. Namun
sebaliknya, jika lebih kecil kelebihannya dapat diminta kembali.

4. Penggolongan Jenis Pajak

a. Penggolongan pajak menurut sifatnya dapat dibedakan menjadi 2 yaitu:

1. Pajak Langsung

Jenis pajak langsung adalah pajak yang bebannya harus ditanggung sendiri oleh
wajib pajak yang bersangkutan dan tidak dapat dialihkan kepada pihak lain. Dengan kata

3
lain, pajak langsung harus dibayar sendiri oleh wajib pajak bersangkutan. Pajak langsung
biasanya melekat pada orang pribadi si wajib pajak, sehingga hak dan
kewajibannya tidak dapat dialihkan ke pihak lain. Pajak yang termasuk dalam pajak
langsung di antaranya adalah pajak:

 Pajak Penghasilan (PPh).


 Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
 Pajak Kendaraan Bermotor.

2. Pajak Tidak Langsung

Jenis pajak tidak langsung adalah pajak yang bebannya dapat dialihkan atau
digeser kepada pihak lain. Dengan kata lain, pembayarannya dapat diwakilkan kepada
pihak lain. Pajak tidak langsung tidak memiliki surat ketetapan pajak, sehingga
pengenaannya tidak dilakukan secara berkala melainkan dikaitkan dengan tindakan
perbuatan atas kejadian.

Ada tiga unsur untuk mengenali pajak tidak langsung:

1. Penanggung jawab pajak yaitu orang yang secara formal yuridis diharuskan melunasi
pajak, bila padanya terdapat faktor atau kejadian yang menimbulkan sebab untuk
dikenakan pajak.
2. Penanggung pajak yaitu orang yang dalam faktanya memikul beban pajak.
3. Pemikul beban pajak, yakni orang yang menurut maksud pembuat undang-undang
harus memikul beban pajak.

Pajak yang termasuk pajak tidak langsung di antaranya:

 Pajak Pertambahan Nilai (PPN).


 Pajak bea masuk.
 Pajak ekspor.

b. Penggolongan pajak berdasarkan sasaran atau objeknya dapat dibedakan menjadi 2


yaitu :
1. Pajak Subjektif

4
Pajak Subjektif ( Pajak yang Bersifat Perorangan ) yaitu jenis pajak yang
dalam pengenaannya memperhatikan keadaan atau kondisi pribadi wajib pajak (
status kawin atau tidak kawin, mempunyai tanggungan keluarga atau tidak ). Jadi
pada dasarnya setiap orang yang menghuni wilayah di Indonesia memiliki kewajiban
untuk membayar pajak tersebut. Mulai dari anak kecil hingga orang dewasa.
Sementara bagi warga negara asing yang tinggal di Indonesia dikenakan wajib pajak
jika memiliki keterikatan ekonomis dengan Indonesia, Contohnya jika WNA tersebut
memiliki usaha di Indonesia maka akan dikenakan wajib pajak. Contoh pajak
subyektif adalah Pajak Penghasilan (PPh)
2. Pajak Objektif
Pajak Objektif ( Pajak yang Bersifat Kebendaan ) yaitu jenis pajak yang dalam
pengenaannya hanya memperhatikan sifat obyek pajaknya saja, tanpa
memperhatikan keadaan atau kondisi diri wajib pajak. Lebih tepatnya pajak objektif
dikenakan pada seorang warga negara Indonesia jika penghasilan yang dimiliki
sudah memenuhi syarat sesuai dengan undang-undang yang berlaku.
Ada beberapa golongan warga negara Indonesia yang terkena wajib pajak
jenis ini. Pertama, adalah mereka yang menggunakan benda atau alat yang menurut
ketentuan dikenai pajak. Kedua, pajak yang diambil terkait kekayaan yang dimiliki,
kepemilikan barang-barang mewah dan pemakaiannya. dan yang terakhir adalah
jika seseorang melakukan pemindahan harta dari Indonesia ke suatu negara lain,
maka aktivitas tersebut akan dikenai wajib pajak. Untuk contoh pajak objektif
sendiri adalah : Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB),
Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)

c. Penggolongan pajak berdasarkan lembaga pemungutnya dapat dibedakan menjadi 2,


yaitu :

1. Pajak Oleh Pemerintah Pusat


Pajak oleh pemerintah pusat pusat adalah pajak-pajak yang dikelola dan
dipungut oleh pemerintah pusat, dalam hal ini yang yang menjadi pengelolanya
adalah Kementerian Keuangan yaitu oleh Direktorat Jenderal Pajak.

Macam-macam pajak yang dikelola oleh pemerintah pusat, yaitu :


 Pajak Penghasilan (PPh)

5
PPh adalah pajak yang dikenakan kepada orang pribadi atau badan atas
penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam suatu tahun pajak. Menurut Undang-
Undang, yang dimaksud penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis
yang berasal baik dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang dapat digunakan
untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan dengan naa dan dalam bentuk
apapun. Oleh karena itu, penghasilan dapat berupa apa saja, misalnya gaji,
honorarium, hadiah, dan lain-lain.

 Pajak Pertambahan Nilai (PPN)


PPN adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi Barang Kena Pajak (BKP)
atau Jasa Kena Pajak (JKP) di dalam daerah Pabeanan. Subjek yang dikenakan PPN
ini bisa saja orang pribadi, perusahaan, maupun pemerintah, selama mereka
mengonsumsi Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP).

 Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)


Apabila subjek pajak telah megonsumsi Barang Kena Pajak (BKP), selain
dikenakan PPN, untuk barang-barang kenapa pajak yang tergolong mewah juga
dikenakan PPnBM untuk mengurangi efek regresif PPN.

Yang termasuk dalam BKP golongan mewah adalah :

1. Barang tersebut bukan barang kebutuhan pokok


2. Barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat tertentu
3. Pada umumnya barang tersebut dikonsumsi untuk oleh orang-orang
berpenghasilan tinggi
4. Barang tersebut dikonsumsi untuk tujuan menunjukkan status
5. Apabila dikonsumsi dapat merusak moral masyarkat
 Bea Materai
Pengenaan pajak atas Bea Materai diatur dalam Undang-Undang No 13 tahun
1985 dan Peraturan Pemerintah No 24 tahun 2000. Bea Materai adalah pajak yang
dikenakan atas dokumen seperti surat perjanjian, akta notaris, kuitansi, surat berharga,
dan lain-lain yang memuat jumlah uang atau nominal diatas jumlah tertentu sesuai
dengan ketentuan

6
2. Pajak Oleh Pemerintah Daerah
Pajak oleh pemerintah daerah adalah pajak yang dikelola oleh Pemerindah
Daerah baik di tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota dengan dasar hukumnya
adalah Peraturan Daerah.

Macam pajak daerah antara lain :

 Pajak Provinsi
1. Pajak Kendaraan Bermotor Dan Kendaraan Diatas Air
2. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor
3. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor
 Pajak Kabupaten/Kota
1. Pajak Hotel
2. Pajak Restoran
3. Pajak Hiburan
4. Pajak Reklame
5. Pajak Parkir
6. Dan Lain-Lain

5. Sistem Pemungutan Pajak

1. Official Assessment System

Official Assessment System adalah sistem pemungutan pajak yang


membebankan wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang pada fiskus atau
aparat perpajakan sebagai pemungut pajak kepada seorang wajib pajak. Dalam sistem
ini, wajib pajak bersifat pasif dan nilai pajak terutang akan diketahui setelah
dikeluarkannya surat ketetapan pajak oleh aparat perpajakan. Sistem pemungutan pajak
ini biasanya diterapkan dalam pelunasan pajak daerah seperti Pajak Bumi Bangunan
(PBB). Dalam pembayaran PBB, kantor pajak merupakan pihak yang mengeluarkan
surat ketetapan pajak berisi besaran PBB terutang setiap tahunnya. Wajib pajak tidak
perlu lagi menghitung pajak terutang melainkan cukup membayar PBB berdasarkan
Surat Pembayaran Pajak Terutang (SPPT) yang dikeluarkan oleh KPP tempat objek
pajak terdaftar.

7
Ciri-ciri sistem perpajakan Official Assessment:

 Besarnya pajak yang dikenakan dihitung oleh petugas pajak.


 Wajib pajak sifatnya pasif dalam perhitungan pajak mereka.
 Besaran pajak terutang akan dketahui setelah petugas pajak menghitung pajak yang
terutang dan menerbitkan surat ketetapan pajak.
 Pemerintah memiliki hak penuh dalam menentukan besarnya pajak yang wajib
dibayarkan.

2. Semi Self Assessment System

Semi self assessment adalah suatu sistem pemungutan pajak di mana wewenang
untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh seseorang berada pada kedua belah
pihak, yaitu wajib dan fiskus. Mekanisme pelaksanaan dalam sistem ini berdasarkan
suatu anggapan bahwa Wajib Pajak pada awal tahun menaksir sendiri besarnya utang
pajak yang harus dibayarkan dan pada akhir tahun pajak besarnya terutang yang
sesungguhnya ditetapkan oleh fiskus. Di Indonesia sistem semi self assessment
diterapkan bersama-sama dengan sistem withholding, yang pada waktu itu dikenal
dengan sebutan tata cara Membayar Pajak Sendiri (MPS) dan Membayar Pajak Orang
Lain (MPO).

3. Self Assessment System

Self Assessment System adalah sistem pemungutan pajak yang membebankan


penentuan besaran pajak yang perlu dibayarkan oleh wajib pajak yang bersangkutan
secara mandiri. Bisa dikatakan, wajib pajak adalah pihak yang berperan aktif dalam
menghitung, membayar, dan melaporkan besaran pajaknya ke Kantor Pelayanan Pajak
(KPP) atau melalui sistem administrasi online yang sudah dibuat oleh pemerintah.

Peran pemerintah dalam sistem pemungutan pajak ini adalah sebagai pengawas
dari para wajib pajak. Self assessment system biasanya diterapkan pada jenis pajak
pusat. Misalnya adalah jjenis pajak PPN dan PPh. Sistem pemungutan pajak yang satu
ini mulai diberlakukan di Indonesia setelah masa reformasi pajak pada 1983 dan masih
berlaku hingga saat ini. Sistem pemungutan pajak ini memiliki kekuarangan, yaitu
karena wajib pajak memiliki wewenang menghitung sendiri besaran pajak terutang yang
perlu dibayarkan, maka wajib pajak biasanya akan berusaha untuk menyetorkan pajak
sekecil mungkin dengan membuat laporan palsu atas pelaporan kekayaan

8
Ciri-ciri sistem pemungutan pajak Self Assessment:

 Penentuan besaran pajak terutang dilakukan oleh wajib pajak itu secara mandiri.
 Wajib pajak berperan aktif dalam menuntaskan kewajiban pajaknya mulai dari
menghitung, membayar, hingga melaporkan pajak.
 Pemerintah tidak perlu mengeluarkan surat ketetapan pajak, kecuali jika wajib pajak
telat lapor, telat bayar pajak, atau terdapat pajak yang seharusnya wajib pajak
bayarkan namun tidak dibayarkan.

4. Withholding System

Pada sistem pemungutan pajak withholding system, besarnya pajak biasanya


dihitung oleh pihak ketiga. Bukan mereka wajib pajak dan bukan juga aparat
pajak/fiskus. Contoh Witholding System adalah pemotongan penghasilan karyawan yang
dilakukan oleh bendahara instansi atau perusahaan terkait. Jadi, karyawan tidak perlu
lagi pergi ke kantor pajak untuk membayarkan pajak tersebut. Jenis pajak yang biasanya
menggunakan withholding system di Indonesia adalah PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh
Pasal 23, PPh Final Pasal 4 ayat (2) dan PPN. Bukti potong atau bukti pungut biasanya
digunakan sebagai bukti atas pelunasan pajak dengan menggunakan sistem ini.

Untuk beberapa kasus tertentu, bisa juga menggunakan Surat Setoran Pajak
(SSP). Bukti potongan tersebut nantinya akan dilampirkan bersama SPT Tahunan
PPh/SPT Masa PPN dari wajib pajak yang bersangkutan.

9
DAFTAR PUSTAKA

Ilyas, Wirawan B dan Richard Burton. 2014. Hukum Pajak,: Teori, Analisis, dan
Perkembangannya. Jakarta: Salemba Empat

Mardiasmo, MBA., Ak. 2018. Perpajakan Edisi Terbaru 2018. Yogyakarta : C.V ANDI
OFFSET.

Nauzah. 2019. Pengertian dan Jenis Stelsel Pajak. Tersedia pada


http://dosenluarbiasa.blogspot.com/2019/09/pengertian-dan-jenis-stelsel-pajak.html?m=1.
Diakses pada 10 Februari 20120

Julysha, Sarah. 2017. Penggolongan Jenis Pajak dan Sistem Pemungutan Pajak. Tersedia
pada https://situsmurnipajak.wordpress.com/2017/10/28/penggolongan-jenis-pajak-dan-
sistem-pemungutan-pajak/. Diakses pada 10 Februari 2020

Sugi. 2018. Mengenal Berbagai Pengelompokan dan Jenis Pajak di Indonesia. Tersedia pada
https://cpssoft.com/blog/pajak/pengelompokan-dan-jenis-pajak-di-indonesia/. diakses pada
10 Februari 2020

Sugi. 2018. Macam-macam Sistem Pemungutan Pajak di Indonesia. tersedia pada


https://cpssoft.com/blog/pajak/sistem-pemungutan-pajak-di-indonesia/. diakses pada 10
Februari 2020

Radjijo, 2017. Pemungutan Pajak Penghasilan dengan Sistem Self Assesment Bagi Wajib
Pajak Badan. Tersedia pada https://media.neliti.com/media/publications/23374-ID-
pemungutan-pajak-penghasilan-dengan-sistem-self-assesment-bagi-wajib-pajak-badan.pdf.
Diakses pada 10 Februari 2020

10

Anda mungkin juga menyukai