Anda di halaman 1dari 10

Pendahuluan

 Definisi Pajak menurut UU No. 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum Perpajakan:
Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh pribadi atau orang pribadi atau badan yang
bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan
digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan Undang-Undang.
Pasal 23 A UUD 1945 1

 Perbedaan Pajak, Retribusi, dan Sumbangan:


 Pajak
 Jumlahnya pasti
 Berdasarkan peraturan
 Tidak ada imbalan prestasi langsung.
 Retribusi
 Jumlahnya pasti
 Berdasarkan peraturan
 Ada imbalan prestasi langsung
 Sumbangan
 Jumlah tidak pasti
 Tidak ada aturannya
 Tidak dapat dirasakan secara langsung oleh pembayarnya (untuk imbalan prestasi)

 Fungsi Pajak
 Fungsi budgeter yaitu sebagai sumber dana dalam pembiayaan negara.
 Fungsi regulerend (mengatur) yaitu sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah.

 Syarat Pemungutan Pajak:


 Syarat Keadilan, berarti pemungutan pajak harus adil.
 Syarat Yuridis, berarti harus berdasarkan UU.
 Syarat Ekonomis, berarti pemungutan pajak tidak boleh mengganggu kelancaran kegiatan ekonomi,
sehingga tidak menimbulkan kelesuan ekonomi masyarakat.
 Syarat Finansial, berarti harus efisien dalam biaya pemungutannya.
 Syarat Sederhana, berarti sistem pemungutan pajak harus sesederhana mungkin sehingga memudahkan
masyarakat untuk memenuhi kewajibannya.

 Teori Pemungutan Pajak:


 Teori Asuransi
 Asumsinya negara melindungi keselamatan jiwa, harta benda, dan hak-hak rakyatnya. Sehingga
rakyat harus membayar pajak yang diibaratkan sebagai suatu premi asuransi karena masyarakat
memperoleh jaminan perlindungan tersebut.
 Teori Kepentingan
 Pajak yang diberikan kepada rakyat tersebut berdasarkan kepentingan masing-masing orang kepada
negara.
 Teori Gaya Pikul
 Beban pajak untuk semua orang harus sama beratnya, artinya pajak yang dibayar harus sesuai daya
pikul masing-masing orang.
 Teori Bakti
 Pemungutan pajak didasarkan pada hubungan antara rakyat dengan negaranya. Sebagai warga yang
berbakti maka rakyat harus selalu menyadari bahwa membayar pajak adalah suatu kewajiban.
 Teori Asas Daya Beli
 Memungut pajak berarti menarik daya beli dari rumah tangga masyarakat untuk rumah tangga
negara, yang selanjutnya negara akan menyalurkan kembali dalam bentuk pemeliharaan
kesejahteraan masyarakat.

PPh | D3 PAJAK 1 – 08
Pengelompokan Pajak
 Pengelompokan Pajak menurut Golongannya:
 Pajak Langsung
 Pajak yang harus ditanggung sendiri oleh Wajib Pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan
kepada orang lain.
 Contoh: Pajak Penghasilan dan PBB.
 Pajak Tidak Langsung
 Pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain
 Contoh: Pajak Pertambahan Nilai.

2
 Pengelompokan Pajak menurut Sifatnya:
 Pajak Subyektif
 Pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subyeknya (orangnya) yaitu memperhatikan keadaan
Wajib Pajak
 Contoh : Pajak Penghasilan (PPh)
 Pajak Obyektif
 Pajak yang berpangkal dan menitikberatkan pada obyeknya dan lebih tidak memperhatikan
subyeknya.
 Contoh Pajak Bumi dan Bangunan, PPN.

 Pengelompokan Pajak menurut Lembaga Pemungutnya:


 Pajak Pusat/Pajak Negara
 Pajak yang dipungut oleh Pemerintah Pusat.
 Contoh: PPh, PPN dan PPnBM, PBB P3, dan Bea Materai
 Pajak Daerah
 Pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah, dibagi menjadi dua yaitu:
 Pajak Propinsi seperti Pajak Kendaraan Bermotor.
 Pajak Kabupaten/Kota seperti Pajak Restoran, Pajak Hotel, BPHTB, PBB P2.

Tata Cara Pemungutan Pajak


 Stelsel (Aturan) Pajak:
 Stelsel Nyata (Riel Stelsel)
 Baru dapat diketahui setelah akhir suatu periode (akhir tahun) setelah penghasilan tersebut
sesungguhnya dapat diketahui.
 Stelsel Anggapan (Fictieve Stelsel)
 Yaitu pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan atau perkiraan yang diatur dengan
Undang–Undang.
 Stelsel Campuran
 Artinya pada awal tahun menggunakan anggapan, tetapi setelah akhir tahun dihitung kembali sesuai
yang sebenarnya (nyata).

 Asas Pemungutan Pajak:


 Asas Domisili (tempat tinggal)
 Pemungutan pajak didasarkan pada tempat tinggal Wajib Pajak terhadap seluruh penghasilan di
manapun diperolehnya walaupun dari luar negeri.
 Asas Sumber
 Artinya negara berhak memungut pajak atas penghasilan yang bersumber di wilayahnya tanpa
memperharikan tempat tinggal Wajib Pajak.
 Asas Kebangsaan
 Pemungutan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu negara.

PPh | D3 PAJAK 1 – 08
 Sistem Pemungutan Pajak:
 Official Assessment System
 Sistem pungutan yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya
pajak yang terutang oleh Wajib Pajak.
 Ciri–ciri:
 Wewenang menentukan besarnya pajak berada di pihak pemerintah.
 Wajib Pajak bersifat pasif.
 Utang pajak timbul setelah adanya ketetapan dari pemerintah.
 Self Assessment System
 Sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada Wajib Pajak untuk menentukan sendiri
besarnya pajak yang terutang.
 Ciri–ciri: 3
 Wewenang penentuan besarnya pajak ada di Wajib Pajak.
 Wajib Pajak yang aktif, (mulai dari menghitung, memperhitungkan, menyetor, dan
melaporkan pajak yang terutang).
 Fiskus hanya bersifat mengawasi.
 With Holding System
 Sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus juga bukan
Wajib Pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak.

 Jenis Tarif Pajak:


 Tarif Proporsional (sebanding)
 Persentasenya tetap.
 Contoh : PPN dengan tarif 10%, PBB
 Tarif Tetap
 Jumlah yang tetap (sama) terhadap beberapa jumlah yang dikenai pajak sehingga besarnya pajak
yang terutang tetap.
 Contoh: Bea Materai
 Tarif Progresif
 Persentasenya semakin besar apabila jumlah penghasilannya semakin besar.
 Contoh: Pajak Penghasilan.
 Menurut kenaikan persentasenya dibagi tiga yaitu:
 Tarif Progresif Progresif: kenaikan persentasenya semakin besar.
 Tarif Progresif Tetap: kenaikan persentasenya tetap.
 Tarif Progresif Degresif: kenaikan prosentasenya semakin kecil.
 Tarif Degresif
 Persentase tarif semakin kecil apabila jumlah yang dikenakan pajak semakin besar.
 Contoh: Bea Masuk dan Bea Keluar.

 Hambatan Pemungutan Pajak:


1. Perlawanan Pasif.
 Masyarakat enggan membayar pajak yang disebabkan karena:
 Intelektual dan moral masyarakat
 Sitem perpajakan yang sulit dipahami
 Sistem kontrol tidak dilaksanakan dengan baik
2. Perlawanan Aktif
 Usaha untuk menghindar dari pembayaran pajak yang secara langsung ditujukan kepada fiskus.
 Meliputi:
 Tax Avoidance, yaitu usaha untuk menghindar atau meringankan pajak dengan tidak
melanggar Undang-Undang.
 Tax Evasion, yaitu usaha menghindar pajak dengan cara melanggar Undang–Undang
(menggelapkan pajak).

PPh | D3 PAJAK 1 – 08
Hukum Pajak
 Kedudukan Hukum Pajak:
 Hukum Perdata
 Mengatur hubungan antara satu individu dengan individu yang lain.
 Hukum Publik
 Mengatur hubungan antara pemerintah dengan rakyatnya.
 Dibagi lagi menjadi:
1. Hukum Tata Negara
2. Hukum Tata Usaha (Hukum Administrasi)
3. Hukum Pajak
4. Hukum Pidana.
4

 Jenis Hukum Pajak:


 Hukum Pajak Materiil.
 Memuat norma–norma yang menerangkan tentang keadaan, perbuatan, obyek pajak, subyek pajak.
 Sejak Tax Reform ’83, Hukum Pajak Materiil diatur oleh UU, PPh, dan PPN.
 Contoh:
1. UU No. 7/1983 jo. UU No. 36/2008/Pajak Penghasilan.
2. UU No. 8/1983 jo. UU No. 42/2009/Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan
Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.
3. UU No. 12/1985 jo. UU No. 12/1994/Pajak Bumi dan Bangunan
 Hukum Pajak Formil
 Memuat tata cara bagaimana hukum materiil tersebut dilaksanakan.
 Sejak Tax Reform ’83, hukum pajak Formil diatur oleh UU dan KUP.
 Contoh: UU/6/1983 jo. UU/16/2009/Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

PPh | D3 PAJAK 1 – 08
Pajak Penghasilan
 Pajak Penghasilan (PPh) adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau
diperolehnya dalam tahun pajak.
 Karakteristik PPh:
1. Pajak Subjektif
2. Pajak Langsung
3. Pajak Pusat
4. System Self-Assessment dan With Holding
5. Bersifat Progresif

 PPh sebelum Tax Reform ’83 diatur dalam:


1. Ordonasi Pajak Perseroan 1925 5

2. Ordonasi Pajak Pendapatan 1944


3. MPS dan MPO (UU/8/1967)
4. UU PBDR 1970

 Dasar Hukum PPh:


1. UU No. 7/1983/Pajak Penghasilan.
2. UU No. 7/1991
3. UU No. 10/1994
4. UU No. 17/2000
5. UU No. 36/2008 – UU terakhir tentang PPh.
6. Peraturan Pemerintah, Keputusan Menteri Keuangan, serta Keputusan Dirjen Pajak mengenai PPh

 Sistematika UU PPh:
I. BAB I : Ketentuan Umum (Pasal 1)
II. BAB II : Subjek Pajak (Pasal 2 – 3)
III. BAB III : Objek Pajak (Pasal 4 – 15)
IV. BAB IV : Cara Menghitung Pajak (Pasal 16 – 19)
V. BAB V : Pelunasan Pajak dalam tahun Berjalan (Pasal 20 – 27)
VI. BAB VI : Perhitungan Pajak pada Akhir Tahun (Pasal 28 – 31)
VII. BAB VII : Ketentuan Lain-lain (Pasal 32)
VIII. BAB VIII : Ketentuan Peralihan (Pasal 33 – 34)
IX. BAB IX : Ketentuan Penutup (Pasal 35 – 36)

 Sistematika UU KUP:
1. UU No. 6/1983: Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
2. UU No. 9/1994: Perubahan Pertama
3. UU No. 16/2000: Perubahan Kedua
4. UU No. 28/2007: Perubahan Ketiga
5. UU No. 16/2009: Penetapan Perpu No. 5/2008/Perubahan Keempat atas UU No. 6/1983 sebagai UU.

 Ketentuan PPh dari Waktu ke Waktu:

Nama UU (Ordonansi) Objek Pajak Subjek Pajak Masa Berlaku


Patent Recht Penghasilan Badan / Orang 1878 – 1907
Ordonantie Op De Inkomsten Belasting 1908 Badan / Orang Eropa
Penghasilan 1908 – 1920
(Ordonansi Pajak Pendapatan 1908) atau yang disamakan
Ordonantie Op De Inkomsten Belasting 1920 Badan (1921 – 1925)
Penghasilan Badan / Orang
(Ordonansi Pajak Pendapatan 1920) Orang (1921 – 1932)
Ordonantie Op De Vennotschap Belasting 1925
Laba Badan 1926 – 1983
(Ordonansi Pajak Perseroan 1925 (PPs))
Ordonantie Op De Inkomsten Belasting 1932
Penghasilan Orang Pribadi 1933 – 1944
(Ordonansi Pajak Pendapatan 1932)
Ordonantie Op De Inkomsten Belasting 1944
Penghasilan Orang Pribadi 1945 – 1983
(Ordonansi Pajak Pendapatan 1944)
 UU No. 8/1967 merupakan tata cara pemungutan PPd dan PPs.
 UU Pajak atas Bunga Dividend dan Royalti (PBDR) merupakan bagian dari PPd dan PPs.

PPh | D3 PAJAK 1 – 08
Subjek Pajak
 Pengertian Subjek Pajak:
Orang yang dituju oleh Undang-Undang untuk dikenakan pajak, pihak yang menjadi sasaran atau yang dimaksud oleh
Undang-Undang untuk membayar pajak atau memikul beban pajak.
Pasal 2 ayat 1 UU PPh
Pihak yang menjadi sasaran atau yang dimaksud oleh Undang-Undang untuk membayar pajak atau memikiul beban pajak.
Muda Markus & Lalu Hendry Yujana (2002, 19): Pajak Penghasilan, Petunjuk Umum
Pemajakan Bulanan dan Tahunan Berdasarkan UU Terbaru
6
Orang yang dituju oleh Undang-Undang untuk dikenakan pajak, bisa Orang Pribadi dan Badan (termasuk Bentuk Usaha
Tetap).
R. Mansury (1996, 33-34): Pajak Penghasilan Lanjutan

 Yang menjadi Subjek Pajak Penghasilan menurut Pasal 2 ayat (1) UU PPh, adalah:
1. Orang pribadi dan Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan.
 Orang pribadi sebagai subjek pajak dapat bertempat tinggal di dalam maupun di luar Indonesia.
 Warisan yang Belum Terbagi sebagai Satu Kesatuan merupakan subjek pengganti,
menggantikan mereka yang berhak yaitu ahli waris.
1. Warisan dalam kedudukannya menggunakan NPWP dan WP orang pribadi yang
meninggalkan warisan tersebut.
2. Badan.
 Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan satu kesatuan baik yang
melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha, yang meliputi Perseroan Terbatas,
Perseroan Komanditer, Perseroan Lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha
Milik Daerah dalam nama dan bentuk apapun, Firma, Kongsi, Koperasi, Dana Pensiun,
Persekutuan, Perkumpulan, Yayasan, Organisasi Massa, Organisasi Sosial Politik,
Organisasi Lainnya, Lembaga, dan Bentuk Badan lainnya termasuk Kontrak Investasi
Kolektif dan Bentuk Usaha Tetap.
3. Bentuk Usaha Tetap.
 Badan Usaha Tetap (permanent establishment) adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang
pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183
(seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau badan yang tidak
didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, untuk menjalankan usaha atau melakukan
kegiatan di Indonesia. (Pasal 2 ayat (5) UU PPh)
 Dapat berupa:
1. Tempat kedudukan manajemen
2. Cabang perusahaan
3. Kantor perwakilan
4. Gedung kantor
5. Pabrik
6. Bengkel
7. Gudang
8. Ruang untuk promosi dan penjualan
9. Pertambangan dan penggalian sumber alam
10. Wilayah kerja pertambangan migas
11. Perikananan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau kehutanan
12. Proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan
13. Pemberian jasa dalam bentuk apapun oleh pegawai atau orang lain, sepanjang dilakukan
lebih dari 60 hari dalam jangka waktu 12 bulan
14. Orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas
15. Agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak didirikan dan tidak bertempat di
Indonesia, yang menerima premi asuransi atau menanggung resiko di Indonesia.
16. Komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki, disewa, atau digunakan
oleh penyelenggaran transaksi elektronik untuk menjalan kegiatan usaha melalui internet.

PPh | D3 PAJAK 1 – 08
 Pembagian Subjek Pajak sesuai Pasal 2 ayat (2) UU PPh, meliputi:
1. Subjek Pajak Dalam Negeri (Pasal 2 ayat (3) UU PPh)
2. Subjek Pajak Luar Negeri (Pasal 2 ayat (4) UU PPh)

 Subjek Pajak Dalam Negeri (Pasal 2 ayat (3) UU PPh), meliputi:


1. Orang Pribadi
 Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia. (PER-43/PJ/2011)
 Orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam 12 bulan.
 Dianggap tidak bertempat tinggal di Indonesia apabila memiliki (Pasal 8 ayat (2) PER-
43/PJ/2011):
o Green Card 7
o Identity Card
o Student Card
o Pengesahan alamat di luar negeri pada paspor oleh Kantor Perwakilan RI di LN
o Surat dari Kedubes RI atau kantor perwakilan RI di luar negeri
o Tertulis resmi di paspor oleh Kantor Imigrasi negara setempat

 Tetap dianggap bertempat tinggal di Indonesia apabila:


o Keberadaanya di luar negeri berpindah-pindah dan berada di Indonesia lebih dari
183 hari dalam 12 bulan. (Pasal 8 ayat 1 PER-43/PJ/2011)
o Orang Pribadi WNI Bekerja di Luar Negeri lebih dari 183 hari dalam 12 bulan
(Pasal 12 PER-43/PJ/2011)

 Orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan memiliki niat bertempat
tinggal di Indonesia (Pasal 11 PER-43/PJ/2011)

2. Badan yang Didirikan atau Bertempat Kedudukan di Indonesia (Pasal ayat 1b UU PPh), kecuali
unit tertentu dari badan pemerintah yang kriteria:
 Pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
 Pembiayaannya bersumber dari APBN atau APBD.
 Penerimaannya dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah.
 Pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara.

3. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak.

 Subjek Pajak Luar Negeri (Pasal 2 ayat (4) UU PPh), meliputi:


1. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia (Ps. 2(4) UU PPh)
2. Orang Pribadi berada di Indonesia kurang dari 183 hari dalam 12 bulan
3. Badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang:
 Menjalankan usaha melalui BUT di Indonesia
 Tidak menjalankan usaha melalui BUT di Indonesia
4. Bentuk Usaha Tetap (BUT)

 Perbedaan WP dalam negeri dan WP luar negeri:

Perbedaan WP Dalam Negeri WP Luar Negeri


Dikenai pajak atas penghasilan baik yang Dikenai pajak hanya atas penghasilan yang
Pengenaan PPh diterima dari Indonesia maupun dari luar berasal dari Indonesia.
Indonesia
Dikenai pajak berdasarkan penghasilan netto Dikenai pajak berdasarkan penghasilan bruto
Tarif
dengan tarif umum. dengan tarif pajak sepadan.
Wajib menyampaikan SPT Tahunan PPh Tidak wajib menyampaikan SPT Tahunan
SPT sebagai sarana untuk menetapkan pajak yang PPh karena kewajiban pajaknya dipenuhi
terutang dalam suatu tahun pajak. melalui pemotongan pajak yang bersifat final.
Kewajiban mendaftarkan Wajib untuk mendapat NPWP Tidak wajib mendaftarkan diri
diri
PPh | D3 PAJAK 1 – 08
 Saat mulai dan berakhirnya kewajiban pajak subjektif bagi subjek pajak.

Kewajiban Pajak Subjektif


Subjek Pajak Dalam Negeri
Saat Dimulai Saat Berakhir
Orang pribadi yang bertempat tinggal Pada saat lahir di Indonesia
di Indonesia
Orang pribadi yang berada di Sejak hari pertama berada di Indonesia
Indonesia lebih dari 183 hari dalam Meninggal dunia atau meninggalkan
jangka waktu 12 bulan Indonesia untuk selama-lamanya.
Orang pribadi yang dalam suatu tahun Berniat untuk bertempat tinggal di
8 pajak berada di Indonesia dan berniat Indonesia
untuk bertempat tinggal di Indonesia
Badan yang didirikan atau bertempat Didirikan atau bertempat kedudukan Dibubarkan atau tidak lagi bertempat
tinggal di Indonesia di Indonesia. kedudukan di Indonesia
Warisan yang belum terbagi sebagai Pada saat timbulnya warisan yang Pada saat warisan selesai dibagi kepada
satu kesatuan menggantikan yang belum terbagi yaitu pada saat ahli waris
berhak. meninggalnya pewaris

Kewajiban Pajak Subjektif


Subjek Pajak Luar Negeri
Saat Dimulai Saat Berakhir
 Orang pribadi yang tidak Pada saat orang pribadi atau badan Pada saat tidak lagi menjalankan usaha
bertempat tinggal di Indonesia tersebut menjalankan usaha atau atau melakukan kegiatan melalui BUT
 Orang Pribadi berada di melakukan kegiatan melalui BUT
Indonesia kurang dari 183 hari
dalam 12 bulan
 Badan yang tidak didirikan dan
tidak bertempat kedudukan di
Indonesia, yang menjalankan
usaha melalui BUT di Indonesia
 Orang pribadi yang tidak Pada saat orang pribadi atau badan Pada saat tidak lagi menerima atau
bertempat tinggal di Indonesia tersebut menerima atau memperoleh memperoleh penghasilan dari
 Orang Pribadi berada di penghasilan dari Indonesia Indonesia
Indonesia kurang dari 183 hari
dalam 12 bulan
 Badan yang tidak didirikan dan
tidak bertempat kedudukan di
Indonesia, yang tidak
menjalankan usaha melalui
BUT di Indonesia

 Yang tidak termasuk subjek pajak menurut Pasal 3 ayat (1) UU PPh adalah:
1. Kantor perwakilan negara asing
2. Pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lainnya dari negara asing yang tidak
menerima penghasilan di Indonesia di luar jabatannya.
3. Organisasi-organisasi internasional dengan syarat:
 Indonesia merupakan anggotanya.
 Tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia selain
memberikan pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota.
o Pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional dengan syarat:
 Bukan WNI.
 Tidak menjalankan usaha, kegiatan, atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari
Indonesia.

PPh | D3 PAJAK 1 – 08
Objek Pajak Penghasilan

Pengertian Penghasilan
Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima
atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai
untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkut, dengan nama dan dalam
bentuk apapun.
Pasal 4 ayat (1) UU PPh

9
 Dilihat dari mengalirnya tambahan kemampuan ekonomis kepada WP, penghasilan dapat dikelompokkan
menjadi:
1. Penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan bebas, seperti gaji, honorarium, penghasilan
dari praktik dokter, notaris, aktuaris, akuntan, pengacara, dan sebagainya.
2. Penghasilan dari usaha dan kegiatan.
3. Penghasilan dari modal, yang berupa harta gerak maupun harta tak bergerak, seperti bunga, dividen, royalti,
sewa, dan keuntungan penjualan.
4. Penghasilan lain-lain, seperti pembebasan utang dan hadiah.

 Penghasilan yang dikenai pajak mempunyai unsur-unsur berikut.


1. Setiap tambahan kemampuan ekonomis.
2. Yang diterima atau diperoleh wajib pajak.
3. Berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia (world wide income).
4. Dapat dipakai untuk konsumsi atau menambah kekayaan wajib pajak.
5. Dengan nama dan dalam bentuk apapun.

 Penghasilan yang dikenai pajak dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk:
1. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa.
2. Hadiah dan penghargaan.
3. Laba usaha.
4. Keuntungan karena penjualan atau pengalihan harta.
5. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah diberikan sebagai biaya dan pembayaran tambahan
pengembalian pajak.
6. Bunga.
7. Dividen.
8. Royalti atau imbalan atas penggunaan hak.
9. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.
10. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala.
11. Keuntungan karena pembebasan utang.
12. Keuntungan selisih kurs mata uang asing.
13. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva.
14. Premi asuransi.
15. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya.
16. Tambahan kekayaan netto dari penghasilan yang belum dikenakan pajak.
17. Penghasilan dari usaha berbasis syariah.
18. Imbalan bunga.
19. Surplus Bank Indonesia.
20.

PPh | D3 PAJAK 1 – 08
 Termasuk dalam dividen adalah
1. Pembagian laba baik secara langsung ataupun tidak langsung, dengan nama dan dalam bentuk apapun.
2. Pembayaran kembali karena likuidasi yang melebihi jumlah modal yang disetor.
3. Pemberian saham bonus yang dilakukan tanpa penyetoran termasuk saham bonus yang berasal dari
kapitalisasi agio saham.
4. Pembagian laba dalam bentuk saham.
5. Pencatatan tambahan modal yang dilakukan tanpa penyetoran.
6. Jumlah yang melebihi jumlah setoran sahamnya yang diterima atau diperoleh pemegang saham karena
pembelian kembali saham-saham oleh perseroan yang bersangkutan.
7. Pembayaran kembali seluruhnya atau sebagian dari modal yang disetorkan jika di tahun-tahun yang lampau
memperoleh keuntungan.
8. Pembayaran sehubungan dengan tanda-tanda laba.
10
9. Bagian laba sehubungan dengan kepemilikan obligasi.
10. Bagian laba yang diterima oleh pemegang polis.
11. Pembagian berupa sisa hasil usaha kepada anggota koperasi.
12. Pengeluaran perusahaan untuk keperluan pribadi pemegang saham yang dibebankan sebagai biaya
perusahaan.

PPh | D3 PAJAK 1 – 08

Anda mungkin juga menyukai