Anda di halaman 1dari 15

ASPEK PAJAK DALAM KEGIATAN BISNIS

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 7
BINSE MBEPA KAMALA KONDA (172)
ELVINIA TAMU APU (174)
PUTU SANIA WULAN ARYSTINA (187)
I GUSTI AYU GITA PRITAYANI (193)
ELIZABETH CHERISH SU (267)

UNIVERSITAS WARMADEWA
TAHUN PELAJARAN 2023/2024
1.Pengelompokan pajak
Berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 28 Tahun 2007 Pasal 1 Ayat 1, Pajak
merupakan kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan
yang bersifat memaksa, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung. Pajak
digunakan sepenuhnya untuk keperluan negara bagi kemakmuran dan kesejahteraan
rakyat. Pajak yang berlaku di Indonesia sendiri terdiri dari berbagai pengelompokan,
jenis, dan macamnya. Sebagai wajib pajak, Anda perlu mengetahui hal ini dengan baik.
Artikel ini akan menguraikan penjelasan mengenai ketentuan pengelompokan pajak
yang berlaku di Indonesia.

A. Sifat Pajak

 Pajak Subjektif

Pajak Subjektif dalam pengenaannya memperhatikan keadaan atau kondisi pribadi


wajib pajak (berstatus kawin atau tidak kawin, dan sebagainya). Pada dasarnya setiap
orang yang bertempat tinggal di wilayah Indonesia memiliki kewajiban untuk
membayar pajak. Namun, khusus bagi warga negara asing, apabila memiliki
keterkaitan secara ekonomis dengan Indonesia (contohnya menjadi pengusaha di
Indonesia), maka juga dikenakan kewajiban pajak. Contoh dari pajak subyektif adalah
Pajak Penghasilan (PPh).

 Pajak Objektif

Dalam pengenaannya, pajak objektif hanya memperhatikan sifat obyek pajak


tanpa memperhatikan keadaan maupun kondisi wajib pajak bersangkutan. Pajak
objektif dikenakan pada setiap Warga Negara Indonesia (WNI) apabila
penghasilan yang dimiliki telah memenuhi syarat sesuai dengan undang-undang
yang berlaku.
Pajak objektif meliputi beberapa golongan. Pertama, pihak yang menggunakan alat atau
benda kena pajak. Kedua, pajak yang berkaitan dengan kekayaan yang dimiliki,
kepemilikan barang-barang mewah, dan pemindahan harta dari Indonesia ke negara
lain. Contoh pajak objektif adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB), dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).

B. Pihak Penanggung Pajak

Pengelompokan pajak ini maksudnya adalah pembayaran pajak dilakukan kepada pihak
lain pada kondisi tertentu. Pihak yang menanggung pajak dibedakan menjadi dua jenis,
yaitu pajak langsung dan pajak tidak langsung.

Pembayaran pajak langsung tidak dapat dialihkan kepada orang lain. Contohnya,
seorang suami tidak dapat mengalihkan pajak yang menjadi tanggung jawabnya
terhadap istri. Sedangkan pembayaran pajak tidak langsung dalam pelunasannya tidak
harus dilunasi oleh wajib pajak. Mengapa demikian? Karen pajak tidak langsung
diberlakukan pada objek pajak tertentu, bukan pada wajib pajak.
Pajak Langsung Pajak Tidak Langsung
Pajak Pertamabahan Nilai (PPN) Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Pajak Ekspor
Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) Pajak Bea Masuk

C. Pihak Pemungut Pajak

 Pajak Negara

Pajak negara (Pajak pusat) merupakan pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan
digunakan untuk membiayai seluruh kebutuhan rumah tangga. Pemungutan pajak
negara memiliki tujuan pemerataan penghasilan bagi pemerintah daerah di Indonesia.
Bagi hasil diperlukan untuk menjaga kelangsungan Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI) sebagai wujud keseimbangan penerimaan antara pusat dan daerah
atas pajak yang dipungut oleh negara (pusat) dan bersumber berada di daerah.

Jenis-Jenis Pajak Negara

1. Pajak Penghasilan (PPh): Pajak penghasilan adalah pajak yang dibebankan pada
penghasilan perorangan, perusahaan atau badan hukum lainnya. Pajak penghasilan
dapat bersifat progresif, proporsional atau regresif.
2. Pajak Pertambahan Nilai (PPN): PPN merupakan pajak yang dikenakan atas
setiap pertambahan nilai dari barang atau jasa dalam peredarannya dari produsen ke
konsumen. Adapun penerapan PPN di Indonesia menganut sistem tarif tunggal, yaitu
sebesar 10%.
3. Bea Materai: Bea materai adalah pajak yang dikenakan atas dokumen-dokumen,
seperti surat perjanjian, akta notaris, kwitansi pembayaran, surat berharga, dan efek.
Dimana dokumen-dokumen tersebut memuat jumlah uang atau nominal di atas jumlah
tertentu sesuai dengan ketentuan perpajakan.
4. Cukai: Cukai adalah pungutan yang dilakukan oleh negara secara tidak
langsung kepada konsumen yang menikmati atau menggunakan obyek cukai.
5. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB): Pajak bumi dan bangunan adalah pajak yang
dipungut atas tanah dan bangunan karena adanya kepentingan dan/atau
kedudukan sosial ekonomi yang lebih baik bagi perorangan atau badan yang
mempunyai hak atasnya atau memperoleh manfaat daripadanya.
6. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB): BPHTB adalah bea
yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan bangunan.

 Pajak Daerah
Pajak daerah merupakan salah satu sumber pendapatan daerah (APBD) yang penting
untuk membiayai pelaksanaan pemerintahan daerah dan pembangunan. Pajak daerah
adalah iuran wajib terutang yang dilakukan oleh wajib pajak orang pribadi atau badan
kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang. Pemungutan pajak daerah dapat
dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.Jenis-Jenis Pajak
Daerah
Menurut UU Nomor 28 Tahun 2009, jenis-jenis pajak daerah antara lain:

2.Sistem Pemungutan Pajak

Pengertian Sistem Pemungutan Pajak Sistem pemungutan pajak merupakan


sebuah mekanisme yang digunakan untuk menghitung besarnya pajak yang harus
dibayar wajib pajak ke negara.

Di Indonesia, berlaku 3 jenis sistem pemungutan pajak, yakni:

1. Self Assessment System.


2. Official Assessment System.
3. Withholding Assessment System.

Agar dapat membedakan ketiga sistem tersebut, mari kita ulas satu per satu
pengertian masing-masing sistem pemungutan pajak tersebut.

Self Assessment System

Self Assessment System merupakan sistem pemungutan pajak yang membebankan


penentuan besaran pajak yang perlu dibayarkan oleh wajib pajak yang bersangkutan.

Dengan kata lain, wajib pajak merupakan pihak yang berperan aktif dalam menghitung,
membayar, dan melaporkan besaran pajaknya ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau
melalui sistem administrasi online yang sudah dibuat oleh pemerintah.

Peran pemerintah dalam sistem pemungutan pajak ini adalah sebagai pengawas dari
para wajib pajak. Self assessment system diterapkan pada jenis pajak pusat.

Contohnya adalah jenis pajak PPN dan PPh. Sistem pemungutan pajak yang satu ini
mulai diberlakukan di Indonesia setelah masa reformasi pajak pada 1983 dan masih
berlaku hingga saat ini.

Namun, terdapat konskuensi dalam sistem pemungutan pajak ini. Karena wajib pajak
memiliki wewenang menghitung sendiri besaran pajak terutang yang perlu dibayarkan,
maka wajib pajak biasanya akan mengusahakan untuk menyetorkan pajak sekecil
mungkin.

Ciri-ciri sistem pemungutan pajak Penentuan besaran pajak terutang dilakukan oleh
wajib pajak itu sendiri.

 Wajib pajak berperan aktif dalam menuntaskan kewajiban pajaknya mulai dari
menghitung, membayar, hingga melaporkan pajak.
 Pemerintah tidak perlu mengeluarkan surat ketetapan pajak, kecuali jika wajib pajak telat
lapor, telat bayar pajak terutang, atau terdapat pajak yang seharusnya wajib pajak
bayarkan namun tidak dibayarkan.

Official Assessment System merupakan sistem pemungutan pajak yang membebankan


wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang pada fiskus atau aparat
perpajakan sebagai pemungut pajak.

Dalam sistem pemungutan pajak Official Assessment, wajib pajak bersifat pasif dan
pajak terutang baru ada setelah dikeluarkannya surat ketetapan pajak oleh fiskus.

Sistem pemungutan pajak ini bisa diterapkan dalam pelunasan Pajak Bumi Bangunan
(PBB) atau jenis pajak daerah lainnya.

Dalam pembayaran PBB, KPP merupakan pihak yang mengeluarkan surat ketetapan
pajak berisi besaran PBB terutang setiap tahunnya.

Jadi, wajib pajak tidak perlu lagi menghitung pajak terutang melainkan cukup
membayar PBB berdasarkan Surat Pembayaran Pajak Terutang (SPPT) yang
dikeluarkan oleh KPP tempat objek pajak terdaftar.

Ciri-ciri sistem perpajakan Official Assessment:

 Besarnya pajak terutang dihitung oleh petugas pajak.


 Wajib pajak sifatnya pasif dalam perhitungan pajak mereka.
 Pajak terutang ada setelah petugas pajak menghitung pajak yang terutang
dan menerbitkan surat ketetapan pajak.
 Pemerintah memiliki hak penuh dalam menentukan besarnya pajak yang wajib
dibayarkan.

Withholding System

Pada Withholding System, besarnya pajak dihitung oleh pihak ketiga yang bukan wajib
pajak dan bukan juga aparat pajak/fiskus.

Contoh Witholding System adalah pemotongan penghasilan karyawan yang dilakukan


oleh bendahara instansi terkait. Jadi, karyawan tidak perlu lagi pergi ke KPP untuk
membayarkan pajak tersebut.

Jenis pajak yang menggunakan withholding system di Indonesia adalah PPh Pasal 21,
PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, PPh Final Pasal 4 ayat (2) dan PPN.

3. Tarif pajak
Tarif pajak adalah dasar pengenaan pajak atas objek pajak yang menjadi tanggung
jawab Wajib Pajak (WP). Besarnya tarif pajak ini dalam bentuk persentase yang
ditetapkan oleh pemerintah. Ketahui jenis tarif pajak, pengelompokan dan contohnya di
sini.

Jenis-Jenis Tarif Pajak

Ada beberapa jenis tarif pajak dan setiap jenis pajak pun memiliki nilai tarif yang
berbeda-beda.

Apa saja jenis-jenis tarif pajak ini, berikut penjelasan lengkapnya:

a. Tarif Pajak Proporsional

Tarif pajak proporsional merupakan tarif yang persentasenya tetap meski terjadi
perubahan terhadap dasar pengenaan pajak.

Dengan begitu, seberapa besarnya jumlah objek pajak, persentasenya akan tetap.

Contohnya adalah PPN yang persentasenya 10% dan tarif PBB dengan tarif 0,5%.

b. Tarif Pajak Tetap

Tarif pajak tetap atau yang nama lainnya tarif pajak regresif adalah tarif pajak yang
nominalnya tetap tanpa memerhatikan jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajaknya
(tidak berubah-ubah).

Tarif pajak tetap juga dapat diartikan sebagai tarif pajak yang akan selalu sama sesuai
dengan peraturan yang berlaku. Contohnya, Bea Meterai dengan nilai Rp3000 dan
Rp6000.

Tapi, tarif bea meterai ini mulai 2021 berlaku meterai elektronik. Bea meterai terbaru
naik menjadi Rp10.000 dan merupakan single tarif.

Sanksi Denda hingga Pidana Soal Pajak

Pajak hukumnya wajib, yang harus dibayarkan oleh WNI sebagai wajib pajak dan WNA
yang tinggal serta mencari nafkah di Indonesia.

Pemerintah memberlakukan sanksi kepada para pengemplang pajak.

Sebab pajak adalah salah satu sumber pemasukan negara dari dalam negeri yang
dananya digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran masyarakat, meningkatkan
produktivitas, untuk menjalankan roda perekonomian, membayar gaji PNS, tentara dan
membangun fasilitas umum.

Orang yang membayar pajak sama dengan berkontribusi pada pembangunan negaranya.
Maka disebutkan warga negara yang taat adalah mereka yang membayar pajak.

Terkait dengan ketentuan perpajakan terbaru telah diatur dalam omnibus law Undang-
Undang (UU) Cipta Kerja klaster Perpajakan.

Dalam UU Cipta Kerja bidang perpajakan ini, menggabungkan tiga UU yakni UU KUP,
UU PPN & PPnBM, dan UU PPh yang diatur lagi dengan perubahan dan penambahan
beberapa pasal di dalamnya.

4 Pajak penghasilan (penghasilan tidak kena pajak dan tarif pajak


penghasilan)

1 penghasilan tidak kena pajak


Tidak semua penghasilan dikenakan pajak penghasilan. Sesuai dengan ketentuan dalam
Undang-Undang Pajak Penghasilan Pasal 4 Ayat 3, terdapat beberapa penghasilan
yang dikecualikan dari objek pajak. penghasilan tersebut tidak diperhitungkan dalam
penghasilan lainnya namun tetap wajib dilaporkan di dalam SPT Tahunan PPh Orang
Pribadi.

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2009, syarat bantuan atau sumbangan
supaya dikecualikan sebagai objek pajak penghasilan, yaitu:

 berbentuk uang atau barang;


 tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di
antara pihak-pihak yang bersangkutan.

Menurut Peraturan Menteri Keuangan nomor 245/PMK.03/2008, harta hibah,


bantuan, atau sumbangan yang dikecualikan sebagai objek Pajak Penghasilan yaitu
harta hibah, bantuan, atau sumbangan yang diterima oleh :

1 keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, yaitu adalah orang tua
dan anak kandung.

2. badan keagamaan yang kegiatannya semata-mata mengurus tempat-tempat ibadah


dan/atau menyelenggarakan kegiatan di bidang keagamaan, yang tidak mencari
keuntungan.

3. badan pendidikan yang kegiatannya semata-mata menyelenggarakan pendidikan


yang tidak mencari keuntungan.
4 orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan usaha kecil yang memiliki dan
menjalankan usaha produktif yang memenuhi kriteria sebagai berikut : :

 memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 500jt (tidak termasuk tanah dan
bangunan tempat usaha)
 memiliki hasil penjualan maksimal Rp 2.5M setahun.

5. badan sosial termasuk yayasan dan koperasi yang tidak mencari keuntungan yang
kegiatannya semata-mata menyelenggarakan:

 pemeliharaan kesehatan;
 pemeliharaan orang lanjut usia (panti jompo);
 pemeliharaan anak yatim-piatu, anak atau orang terlantar, dan anak atau orang cacat;
 santunan dan/atau pertolongan kepada korban bencana alam, kecelakaan, dan sejenisnya;
 pemberian beasiswa;
 pelestarian lingkungan hidup; dan/atau
 kegiatan sosial lainnya.

2 tarif pajak penghasilan


Tarif Pajak Penghasilan Orang Pribadi

 Selain batasan PTKP dan batasan omzet, mari kita lihat tarif pajak penghasilan orang
pribadi di Indonesia. Apakah sudah adil bagi masyarakat miskin?
 Dasar dari pajak penghasilan adalah penghasilan kena pajak, yang merupakan hasil
pengurangan PTKP dari penghasilan bersih. Tarif pajak di Indonesia bersifat progresif,
semakin tinggi penghasilan, semakin tinggi pula jumlah pajaknya. Saat ini, tarif
progresif pajak penghasilan orang pribadi di Indonesia adalah sebagai berikut

 Penghasilan kena pajak sampai dengan Rp 60 juta dikenakan tarif pajak sebesar 5%.
 Penghasilan kena pajak di atas Rp 60 juta sampai dengan Rp 250 juta dikenakan tarif
pajak sebesar 15%.
 Penghasilan kena pajak Rp250 juta hingga Rp500 juta dikenakan tarif 25%.
 Penghasilan kena pajak sebesar R500 juta ke atas hingga R5 miliar dikenakan tarif pajak
sebesar 30%.
 Penghasilan kena pajak di atas R5 miliar dikenakan tarif pajak 35%.

 Contoh perhitungan pajak penghasilan untuk individu dengan penghasilan tahunan
sebesar R60 juta dan individu dengan penghasilan tahunan sebesar Rp120 juta adalah
sebagai berikut
 Penghasilan Rp 60 juta per tahun 5% x Rp 60 juta = Rp 3 juta
 Penghasilan tahunan sebesar Rp 120 juta. (5% x Rp60 juta = Rp3 juta) + ((Rp120 juta -
Rp60 juta) x 15% = Rp9 juta) = Rp12 juta

 Dengan kata lain, jumlah pajak penghasilan tidak hanya dikalikan Rp3 juta untuk setiap
kelipatan penghasilan Rp60 juta, tetapi tarif pajak meningkat seiring dengan
meningkatnya jumlah penghasilan.
 Sebagai contoh, mari kita hitung seseorang dengan penghasilan kena pajak sebesar Rp6
miliar, berapa pajak penghasilan yang harus dibayarkan? Ya, Rp1.794.000.000,00.

5.Pajak pertambahan nilai barang dan jasa,serta pajak penjualan atas


barang mewah

1 pajak pertambahan nilai barang dan jasa


Pajak Pertambahan Nilai (PPN) merupakan pajak atas pajak atas konsumsi barang dan
jasa di dalam Daerah Pabean yang dikenakan secara bertingkat dalam setiap jalur
produksi dan distribusi. PPN merupakan pajak tidak langsung karena pembayaran atau
pemungutan pajaknya disetorkan oleh pihak lain yang bukan penanggung pajak.

Apa itu PPN? Pajak Pertambahan Nilai atau PPN adalah pungutan yang dibebankan atas
transaksi jual-beli barang dan jasa yang dilakukan oleh wajib pajak pribadi atau wajib
pajak badan yang telah menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP).

Jadi, yang berkewajiban memungut, menyetor dan melaporkan PPN adalah para
Pedagang/Penjual. Namun, pihak yang berkewajiban membayar PPN adalah Konsumen
Akhir.

PPN atau Pajak Pertambahan Nilai dikenakan dan disetorkan oleh pengusaha atau
perusahaan yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP). Namun beban
PPN tersebut ditanggung oleh konsumen akhir. Sejak 1 Juli 2016, PKP se-Indonesia
wajib membuat faktur pajak elektronik atau e-Faktur untuk menghindari penerbitan
faktur pajak fiktif untuk pengenaan PPN kepada lawan transaksinya.

Objek PPN (Pajak Pertambahan Nilai)

Yang dikenakan Pajak Pertambahan Nilai atau biasa disebut dengan Objek PPN adalah:

 Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan Jasa Kena Pajak (JKP) di dalam
Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha
 Impor Barang Kena Pajak
 Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di
dalam Daerah Pabean
 Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean
 Ekspor Barang Kena Pajak berwujud atau tidak berwujud dan Ekspor Jasa Kena
Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP)

Kini Anda dapat menuntaskan pelaporan PPN Anda melalui OnlinePajak, aplikasi pajak
yang mempermudah dan menghemat waktu Anda secara signifikan.
Tarif PPN (Pajak Pertambahan Nilai)

Tarif PPN menurut ketentuan Undang-Undang No. 42 tahun 2009 pasal 7, yang
kemudian diubah dengan Undang-Undang Harmonisasi Perpajakan (UU HPP) pada bab
IV pasal 7 ayat (1) :

1. Tarif PPN (Pajak Pertambahan Nilai) adalah 11% (sepuluh persen).


2. Tarif PPN (Pajak Pertambahan Nilai) 12% paling lambat 1 januari 2025
3. Perubahan tarif PPN (Pajak Pertambahan Nilai) diatur dalam PP (bersama DPR dalam
RAPBN)

Kemudian pada undang-undang baru tersebut, disebutkan bahwa barang kebutuhan


pokok yang dibutuhkan masyarakata banyak, jasa pelayanan kesehatan medis, jasa
pendidikan, jasa pelayanan sosial, mendapatkan fasilitas pembebasan PPN.

Pengusaha Kena Pajak Sebagai Pihak yang Menyetor dan Melaporkan PPN

Pengusaha Kena Pajak (PKP) adalah pihak yang wajib menyetor dan melaporkan PPN.

Setiap tanggal di akhir bulan adalah batas akhir waktu penyetoran dan pelaporan PPN
oleh PKP.

Sesuai dengan ketentuan PMK No.197/PMK.03/2013, suatu perusahaan atau seorang


pengusaha ditetapkan sebagai PKP bila transaksi penjualannya melampaui jumlah
Rp 4,8 miliar dalam setahun.

Jika pengusaha tidak dapat mencapai transaksi dengan jumlah Rp 4,8 miliar
tersebut, maka pengusaha dapat langsung mencabut permohonan pengukuhan
sebagai PKP.

Dengan menjadi PKP, pengusaha wajib memungut, menyetor dan melaporkan PPN
yang terutang. Dalam perhitungan PPN yang wajib disetor oleh PKP, ada yang disebut
dengan pajak keluaran dan pajak masukan.

Pajak keluaran ialah PPN yang dipungut ketika PKP menjual produknya. Sedangkan,
pajak masukan ialah PPN yang dibayar ketika PKP membeli, memperoleh maupun
membuat produknya.

2.Pajak penjualan atas barang mewah

Berdasarkan undang-undang yang berlaku di Indonesia, Pajak Penjualan Atas Barang


Mewah (PPnBM) merupakan pajak yang dikenakan pada barang yang tergolong mewah
yang dilakukan oleh produsen (pengusaha) untuk menghasilkan atau mengimpor barang
tersebut dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya.

Prinsip dan Pertimbangan Pemungutan PPnBM


Berikut beberapa pertimbangan mengapa pemerintah Indonesia menganggap
bahwa PPnBM sangatlah penting untuk diterapkan:

 Agar tercipta keseimbangan pembebanan pajak antara konsumen yang


berpenghasilan rendah dan konsumen yang berpenghasilan tinggi
 Untuk mengendalikan pola konsumsi atas Barang Kena Pajak yang tergolong mewah
 Perlindungan terhadap produsen kecil atau tradisional
 Mengamankan penerimanaan negara

Prinsip Pemungutan PPnBM ialah hanya 1 (satu) kali saja, yaitu pada saat:

 Penyerahan oleh pabrikan atau produsen Barang Kena Pajak yang tergolong mewah
 Impor Barang Kena Pajak yang tergolong mewah

Pemungutan pajak barang mewah ini sama sekali tidak memperhatikan siapa yang
mengimpor maupun seberapa sering produsen atau pengusaha melakukan impor
tersebut (lebih dari sekali atau hanya sekali saja)

Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah

Barang-barang yang tergolong mewah dan harus dikenai PPnBM ialah:

 Barang yang bukan merupakan barang kebutuhan pokok


 Barang yang hanya dikonsumsi oleh masyarakat tertentu
 Barang yang hanya dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan tinggi
 Barang yang dikonsumsi hanya untuk menunjukkan status atau kelas sosial

Tarif Pajak Penjualan Atas Barang Mewah

Menurut Pasal 8 Undang-Undang No. 42 Tahun 2009, tarif PPnBM ditetapkan paling
rendah 10% (sepuluh persen) dan paling tinggi sebesar 200% (dua ratus persen). Jika
pengusaha melakukan ekspor Barang Kena Pajak yang tergolong mewah maka akan
dikenai pajak dengan tarif sebesar 0% (nol persen).

Perhitungan dan Pelaporan PPnBM

Pajak Penjualan atas Barang Mewah dihitung dengan cara mengalikan persentase tarif
PpnBM dengan nilai Dasar Pengenaan Pajak (harga barang sebelum dikenakan pajak,
termasuk PPN). Sedangkan, untuk membuat laporannya harus menggunakan formulir
SPT Masa PPN 1111. Selama masih berada dalam satu periode pajak yang sama,
PPnBM tersebut dapat dilaporkan bersama dengan PPN dan PPN Impor. Pelaporan
pajak barang mewah ini harus segera dilakukan paling lama pada akhir bulan
berikutnya setelah tanggal faktur dibuat.

Penghitungan dan pelaporan PPnBM memang hal yang cukup rumit untuk dilakukan.
Namun kini tidak lagi karena OnlinePajak hadir untuk membantu Anda dalam
mempermudah proses bisnis dan perpajakan Anda. Melalui OnlinePajak, Anda bisa
melakukan hitung, setor, dan lapor, kapan saja dan di mana saja. Pelajari lebih lengkap
seputar fitur OnlinePajak, temukan perencanaan yang tepat sesuai kebutuhan Anda, dan
rasakan manfaat dan keuntungannya bagi Anda maupun perusahaan Anda.

6.Pajak bumi dan bangunan

Apa itu pajak? Pajak banyak jenisnya. Salah satunya adalah Pajak Bumi &
Bangunan. Setiap orang yang mendirikan bangunan di atas tanah, maka berkewajiban
membayar pajak.

Pembayaran pajak itu sendiri bertujuan untuk membantu pembangunan oleh


pemerintah. Berbagai fasilitas umum hingga penyediaan lapangan kerja seyogianya
bisa terbantu dengan pembayaran pajak yang lancar oleh masyarakat. Udah tau belum
ketentuan dan cara hitung PBB ini?

Apa itu Pajak Bumi dan Bangunan?

Apa itu pajak PBB? Pajak Bumi dan Bangunan sebenarnya adalah pungutan wajib atas
kepemilikan tanah dan bangunan karena adanya keuntungan maupun kedudukan sosial
ekonomi atas perorangan atau badan yang memiliki hak padanya ataupun mendapatkan
manfaat dari tanah dan bangunan tersebut.

Jenis pajak PBB ini lebih kepada objeknya (tanah dan bangunan) dan bukan kepada
subjeknya (pemilik). Besarnya pajak ditentukan oleh jumlah objeknya, bukan
subjeknya.

Jadi, kamu yang memiliki tanah atau bangunan, wajib membayar pajak ini. Adapun
tarif Pajak Bumi dan Bangunan untuk objek pajak adalah sebesar 0,5 persen.

Contoh Objek Bumi dan Bangunan

Apa aja contoh objek bumi dan bangunan yang berlaku Pajak Bumi dan
Bangunan atasnya? Berikut ini di antaranya:

Contoh untuk objek pajak bumi:

 Pekarangan rumah.
 Tanah.
 Persawahan.
 Ladang.
 Tambang.
 Perkebunan.

Sedangkan untuk objek pajak dalam bentuk bangunan, contohnya adalah:


 Jalan tol.
 Bangunan usaha.
 Rumah tinggal.
 Kolam renang.
 Pagar yang mewah.
 Bangunan gedung yang bertingkat.
 Mall atau kawasan perbelanjaan.

Untuk mengetahui objek Pajak Bumi dan Bangunan lainnya, kamu bisa
mengonsultasikan ke petugas pajak setempat. Berkonsultasi pada ahlinya bisa
membantumu jika ada keraguan, apakah bangunan atau tanah yang kamu miliki wajib
pajak atasnya atau nggak.

Adapun objek seperti tempat ibadah, bangunan kesehatan, pendidikan, sosial budaya
nasional, kuburan, hutan lindung, taman nasional, bangunan perwakilan diplomatik dan
konsultan, nggak wajib membayar pajak.

Subjek Pajak Bumi dan Bangunan

Subjek Pajak Bumi dan Bangunan adalah pihak atau pelaku yang harus membayar
pajak. Secara umum terbagi dua yakni secara pribadi dan juga badan. Mereka yang
berkewajiban membayar PBB ini bisa secara personal pribadi atau lembaga yang
memiliki kepemilikan atas objek pajak.

Apa aja syarat subjek baik pribadi maupun badan ini harus mengeluarkan PBB? Nah,
untuk memudahkanmu, ini dia beberapa kriterianya subjeknya.

 Subjek tersebut mendapatkan manfaat atas sebuah bangunan.


 Subjek terkait memperoleh manfaat atas tanah.
 Subjek tersebut memiliki bangunan.
 Subjek menguasai bangunan.
 Subjek memiliki hak atas bumi.

Jika seseorang memiliki kriteria seperti di atas untuk bumi dan bangunan, maka yang
bersangkutan wajib membayar Pajak Bumi dan Bangunan.

Cara Menghitung Pajak Bumi dan Bangunan

Gimana sih, cara menghitung pajak bumi dan bangunan? Untuk menghitung jumlah
pajak ini, kamu perlu menggunakan rumus berikut:

Nilai NJKP x besaran NJKP (%) x 0,5 persen

Keterangan:

 NJKP (Nilai Jual Kena Pajak),


 NJOP (Nilai Jual Objek Pajak), dan
 NJOPTKP (Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak).
 Besaran NJKP bisa 20 atau 40 persen.

Untuk menghitung NJOP Bumi, kamu bisa melakukannya dengan cara mengalikan luas
tanah dan nilai tanah. Sedangkan untuk menghitung NJOP bangunan, lakukan dengan
cara menghitung luas bangunan dikali nilai bangunan. Besaran dari NJOPTKP
ditentukan oleh pemerintah.

Rumus menghitung NJKP= NJOP- NJOPTKP.

Contoh dan Cara Hitungnya

Kamu memiliki tanah 50 meter persegi yang harganya Rp2 juta per meternya dan
bangunan 20 meter persegi dengan harga Rp1 juta per meternya. Sementara itu,
nilai NJOPTKP-nya adalah Rp6 juta.

Maka cara hitungnya adalah:

Tanah 50 meter persegi x Rp2 juta = Rp100 juta

Bangunan 20 meter persegi x Rp1 juta = Rp20 juta

NJOP = Rp 100 juta + Rp20 juta = Rp120 juta.

NJKP = NJOP- NJOPTKP= 120 juta- 6 juta = Rp114 juta.

Maka: 120 juta x 20 persen x 0,5 persen = Rp120 ribu.

Jadi jumlah pajak yang harus kamu bayar sebesar Rp120 ribu.

Nah, gimana dengan pajak kamu sekarang? Masih bingung gimana cara bayarnya?
Nggak perlu khawatir, karena saat ini bayar pajak nggak harus datang ke kantor pajak.
Semua bahkan bisa kamu lakukan cukup dari HP.

Sekarang, kalau mau bayar pajak yang lebih mudah dan simpel, kamu cukup
pakai LinkAja. Semudah kamu isi pulsa, cara bayar pajak via aplikasi ini pun
lebih memudahkan kamu bayar pajak tepat waktu dan bebas denda.

LinkAja dari Telkomsel jadi solusi untuk kamu yang sering telat bayar pajak. Lebih
mudah, cepat, praktis dan menguntungkan.

Telkomsel melalui berbagai kemudahan produk digital membantu kamu melakukan


banyak transaksi lebih cepat, mudah, dan pasti lebih untung.

Anda mungkin juga menyukai