Anda di halaman 1dari 7

PERTEMUAN PERTAMA

MANAJEMEN PAJAK

Disusun oleh:
APRIANI NAIBAHO 2021220024

FAKULTAS BISNIS

JURUSAN AKUNTANSI
UNIVERSITAS BINA INSANI
BEKASI

2023
TUGAS: Landasan ideal sistem perpajakan

Sistem Perpajakan di Indonesia

Sejak tahun 1983, pemerintah Indonesia telah mengubah sistem pemungutan pajak yang
semula menggunakan official assessment (dipakai saat era kolonial Belanda) menjadi self
assessment.

Apa perbedaan dua sistem tersebut? Salah satu inti perbedaan dari dua sistem pemunguta n
pajak ini adalah wewenang menetapkan besaran pajak terutang. Jika pada officia l
assessment, wewenang penetapan besaran pajak ada pada pemerintah, sedangkan pada self
assessment wewenang tersebut ada pada wajib pajak.

Upeti Sebagai Cikal Bakal Pajak

Di era pra kolonial (sebelum masuknya Belanda), pajak dikenal dengan istilah upeti. Upeti
dipungut oleh raja untuk kepentingan pribadi dan operasional kerajaannya. Contohnya
seperti membangun istana atau membiayai rumah tangga kerajaan. Jenis pajak yang
diberlakukan di era ini misalnya pajak tol dan pajak candu.

Perpajakan di Indonesia Pada Masa Belanda

Saat Indonesia dijajah oleh Belanda, saat itulah sistem kita mengenal sistem perpajakan
modern. Salah satu jenis pajak yang berlaku saat itu di antaranya pajak rumah tinggal yang
diberlakukan tahun 1839 dan pajak usaha.

Pemerintah Kolonial Belanda juga membedakan besar tarif pajak berdasarkan


kewarganegaraan wajib pajak. Pada tahun 1885 misalnya, pemerintah memberlakuka n
kenaikan pajak tinggal untuk warga Asia menjadi 4%.Pada era pra kemerdekaan, penjajah
Belanda dan Inggris juga telah memperkenalkan sistem pemungutan pajak yang sistematis.
Asas Perpajakan di Indonesia

Di samping memiliki dasar hukum, perpajakan di Indonesia juga memiliki asas yang jelas.
Berikut ini berbagai asas perpajakan yang berlaku di Indonesia.

 Asas Finansial.
 Asas Ekonomis.
 Asas Yuridis.
 Asas Umum.
 Asas Sumber.
 Asas Kebangsaan atau Nasionalitas.
 Asas Wilayah atau Teritorial.

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan arah pembangunan di hampir semua
negara di dunia sangat bergantung pada penetrasi hasil pungutan pajak. Maka tak salah bila
pemerintah terus menggenjot berbagai potensi pajak di berbagai sektor untuk meningka tka n
penetrasi pendapatan Negara dari sektor ini. Untuk itu, dalam upaya menggenjot aktivitas pajak
pemerintah melakukan penguatan dengan beleid perpajakan sebagai payung hukum dan
asas perpajakan. Asas perpajakan sendiri merupakan dasar dan pedoman yang digunakan oleh
pemerintah saat membuat peraturan atau melakukan pemungutan pajak. Dalam wealth of nation,
ada 4 asas perpajakan yang dikemukakan oleh Adam Smith, diantaranya Asas equality
(kesetaraan atau keseimbangan), Asas centainly (landasan hukum), Asas convenience of
payment (tepat waktu), dan Asas efficiency (efisiensi atau ekonomis). Apa bedanya?

1. Asas Equality (kesetaraan atau keseimbangan) Dalam asas ini, Negara harus
menyesuaikan besar pajak yang dikenakan kepada setiap wajib pajak agar sebanding dengan
kemampuannya. Negara tidak boleh bertindak diskriminatif terhadap setiap wajib pajak yang
memiliki kemampuan standar. Hal ini mengindikasikan bahwa wajib pajak yang mempunyai harta
lebih, maka dia harus membayar pajak lebih. Namun, jika wajib pajak memiliki kemampuan yang
standar maka pajak yang dibayar juga lebih kecil.
2. Asas Centainly (landasan hukum) Asas ini menjelaskan bahwa pemungutan pajak harus
diatur dalam undang-undang yang jelas dan memiliki kekuataan yang mengikat. Tujuannya adalah
agar pemungutan pajak tetap dalam bingkai yang benar Selain itu, hal ini juga berfungsi untuk
mencegah penyelewengan pajak baik dari pembayar maupun pemungut pajak. Jika terjadi
pelanggaran, maka pelanggar akan mendapatkan sanksi yang tegas dari hukum yang berlaku di
masing- masing Negara.

3.Asas Convenience of Payment (tepat waktu) Asas ini mendasari bahwa pajak yang
dipungut dari wajib pajak harus dalam kurun waktu yang tepat. Misalnya, ketika sang wajib pajak
menerima upah kerja. Tujuannya adalah agar wajib pajak tidak keberatan saat membayar pajak
sehingga proses pelunasan pajak dapat berjalan dengan lancer.

4. Asas Efficiency (efisiensi atau ekonomis) Dalam asas ini dijelaskan bahwa pemunguta n
pajak harus dilakukan secara efisien. Maksudnya adalah dana yang terkumpul harus lebih besar
dari dana yang dikeluarkan saat melakukan pemungutan pajak. Selain itu, kita tahu bahwa pajak
merupakan sumber dana yang dipakai untuk pembangunan nasional. Jika pemungutan dapat
dilakukan secara efisien, maka tujuan pembangunan tersebut akan tercapai.

Sistem perhitungan pajak setiap negara berbeda-beda tergantung kepada kebijakan yang
ditetapkan oleh pemerintahnya. Seiring dengan penyempurnaan yang dilakukan secara
berkesinambungan, sistem perhitungan pajak di Indonesia telah beberapa kali mengala mi
perubahan.

Hal tersebut tercermin dari perubahan yang terjadi pada undang-undang yang terkait dengan
masalah perpajakan sebagai landasan hukum bagi berlakunya sistem perpajakan di Indonesia.

1. Landasan Hukum Perpajakan Indonesia

Landasan hukum adalah acuan hukum dasar yang menguatkan dilakukannya suatu kegiatan
atau yang melandasi pelaksanaan suatu kebijakan.
Ada landasan hukum yang bersumber dari hukum dasar, yaitu UUD 1945. Ada juga yang
berbentuk undang-undang sebagai turunan dari UUD 1945, landasan hukum pajak yang dimaksud
adalah sebagai berikut.

a) UUD 1945 Pasal 23 Ayat 1 sampai dengan 3.

b) Undang-Undang Perpajakan sebagai turunan dari UUD 1945 Pasal 23 yang telah mengala mi
beberapa kali penyempurnaan, dan terakhir disyahkan serta berlaku mulai tanggal 1 Januari 2001
sebagai berikut:

1. UU No. 16 Tahun 2000 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan;
2. UU No. 17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan (PPh).
3. UU No. 18 Tahun 2000 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa( PPN) dan Pajak
Penjualan Barang Mewah (PPnBM);
4. UU No. 20 Tahun 2000 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB);
5. UU No. 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (PPSP).

2. Cara Pemungutan Pajak

Dalam perkembangan pembangunan di Indonesia, terdapat tiga cara pemungutan pajak yang
pernah dilaksanakan sebagai berikut.

a. Official Assessment System

Sistem ini dilaksanakan sampai dengan tahun 1967.


Official Assessment System adalah suatu cara pemungutan pajak yang wewenang untuk
menentukan besarnya pajak terutang ada pada pemungut pajak (fiscus) .

Dalam hal ini Dirjen Pajak.


b. Semi Self Assessment System dan With Holding System

Kedua sistem ini dilaksanakan di Indonesia dari tahun 1968 sampai dengan 1983. Semi Self.

Assessment System adalah cara pemungutan pajak yang wewenang untuk menentukan besarnya
pajak terutang ada pada wajib pajak bersama dengan fiscus.

With Holding System adalah cara pemungutan pajak yang wewenang untuk menentuka n
besarnya pajak terutang ada pada pihak ketiga yang ditunjuk.

c. Full Self Assessment System

System ini dilaksanakan sejak tahun 1983 sampai dengan sekarang.


Full Self Assessment System adalah suatu cara pemungutan pajak dengan penentuan besarnya
pajak terutang ada pada wajib pajak.

Dengan kata lain, wajib pajak yang melakukan perhitunganya sendiri. Fiscus tidak ikut campur,
ia hanya memberikan petunjuk dan bantuan kepada wajib pajak yang belum bisa atau belum
memahami cara perhitunganya serta mengingatkan atau melakukan penagihan kepada wajib pajak
yang belum membayar kewajibannya pada saat jatuh tempo.

3. Perhitungan Pajak

Untuk dapat melakukan perhitungan pajak, terlebih dahulu perlu diketahui pokokpokok
peraturannya yang terdapat dalam undang-undang tentang perpajakan. Adapun peraturan yang
perlu diketahui di antaranya sebagai berikut.

a. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan di
Indonesia , Undang-undang di antaranya mengungkapkan hal-hal sebagai berikut.

1. Tanggung jawab pelaksanaan pajak ada pada anggota masyarakat.


2. Sistem pemungutan dan perhitungan pajak menggunakan sistem “self assessment” yang
artinya masyarakat diberi kepercayaan untuk menghitung dan menyetor pajak sendiri kepada
pemerintah.
3. Undang-undang ini berlaku sejak tanggal 1 Januari 2001.

b. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang PPh

Hal-hal yang diatur dalam undang-undang ini di antaranya adalah sebagai berikut:

1. Objek pajak Objek pajak penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomi yang
diterima wajib pajak, baik berasal dari dalam negeri maupun luar negeri atau segala sesuatu yang
menambah kekayaan wajib pajak dengan nama dan dalam bentuk apapun.
2. Bentuk penghasilan Maksud bentuk penghasilan adalah balas jasa yang diterima wajib
pajak berupa hadiah, laba usaha, honor, keuntungan, maupun warisan.
3. Penghasilan tidak kena pajak (PTKP)

Sumber : https://www.online-pajak.com/tentang-pajak/perpajakan-di-indonesia-
sejarah-sistem-dan-dasar-hukumnya

https://www.kelaspintar.id/blog/edutech/asas-perpajakan-menurut-adam-
smith-apa-saja-7953

https://pendidikanlagi.blogspot.com/2016/11/sistem-perpajakan-di-
indonesia-landasan-hukum-perpajakan-cara-pemungutan-dan-
perhitungan-pajak.html

https://www.gurupendidikan.co.id/sistem-perpajakan-indonesia/

https://money.kompas.com/read/2022/02/03/141300426/apa-saja-sistem-
pemungutan-pajak-di-indonesia-

Anda mungkin juga menyukai