Anda di halaman 1dari 5

Tugas 2

Nama : Aryatna Ridha Maghfira Ilyas


NIM 044181796

ETIKA BISNIS DALAM PERPAJAKAN (PAJA3347)

1. Sistem pemungutan pajak di Indonesia


Sistem pembayaran pajak yang berlaku saat ini dilandasi oleh sistem pemungutan di mana wajib
pajak boleh menghitung, membayar, menetapkan dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang
telah dibayarnya. Sistem ini dikenal dengan sebutan full self assessment system. Jadi,
penekanannya adalah wajib pajak harus aktif menghitung dan melaporkan jumlah pajak
terutangnya tanpa campur tangan fiskus. Catatan: ada perbedaan pengertian membayar utang
pajak dan menyetorkan pajak. Membayar berkaitan dengan kewajiban pajak subjektif,
sedangkan menyetor adalah membayarkan pajak pihak lain, seperti PPN, PPn BM, pajak yang
dipungut dari pihak ketiga. Sistem ini diberlakukan untuk memberikan kepercayaan yang
sebesar-besarnya bagi masyarakat guna meningkatkan kesadaran dan peran serta masyarakat
dalam menyetorkan pajaknya. Sebelum diberlakukan sistem ini, diberlakukan sistem MPS dan
MPO. Dengan menyadari kelemahan-kelemahan yang ditimbulkan oleh sistem tersebut,
sekarang sistem yang digunakan adalah full self assessment.
Konsekuensi sistem ini adalah masyarakat harus benar-benar mengetahui tata cara perhitungan
pajak dan segala sesuatu yang berhubungan dengan pelunasan pajak, misal kapan harus
membayar pajak, bagaimana menghitung besar pajak, dan sebagainya. Masyarakat harus rajin
membaca dan berkonsultasi sampai betul-betul mengerti. Hal ini perlu dilakukan karena banyak
sekali terminologi khusus yang digunakan dalam buku-buku panduan perpajakan sehingga
butuh penjelasan khusus.
Sejak diberlakukan UU Perpajakan dari tahun 1983 sampai saat ini, Indonesia menganut sistem
pemungutan pajak di mana wajib pajak aktif melakukan sendiri penghitungan, pembayaran dan
pelaporan serta pertanggungjawaban jumlah pajak terutang ke kantor pajak atau
lembagalembaga yang ditunjuk untuk penyetoran pajak. Dalam sistem ini, wajib pajak
mempunyai peranan yang penting untuk suksesnya pembangunan melalui pemasukan dari
sektor pajak.
2. Asas-asas pemungutan pajak di Indonesia
1) Asas Finansial
Berdasarkan asas finansial, besaran pajak yang harus dibayar kedua orang tersebut tentu
saja berbeda. Berdasarkan asas ini pula, penetapan pungutan pajak yang harus
dibayarkan kedua orang tersebut harus lebih kecil dari pendapatan mereka selama
setahun.
2) Asas Ekonomis
Berdasarkan asas ekonomis, hasil pemungutan pajak di Indonesia harus digunakan sesuai
dengan kepentingan umum (kepentingan rakyat secara menyeluruh). Pajak juga tidak
boleh menjadi penyebab merosotnya kondisi perekonomian rakyat. Bahkan, dengan
adanya pemanfaatan hasil pajak, diharapkan pemerintah bisa membangun negeri ini
secara maksimal tanpa harus mendapatkan pembiayaan melalui skema lain seperti utang
luar negeri.
3) Asas Yuridis
Asas yuridis pemungutan pajak di Indonesia adalah pasal 23 ayat 2 UUD 1945. Selain itu
pemungutan pajak di Indonesia juga diatur oleh beberapa undang-undang, yaitu:
 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan (KUP).
 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (PPh).
 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan
Jasa, serta Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Aturan dan Prosedur Penagihan
Pajak dengan Surat Paksa.
 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan (BPHTB).
 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak yang Berlaku di
Indonesia.
 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
4) Asas Umum
Asas pemungutan pajak yang selanjutnya adalah asas umum. Berdasarkan asas ini,
pemungutan pajak di Indonesia didasarkan atas keadilan umum. Artinya, baik
pemungutan maupun penggunaan pajak memang dirancang dari dan untuk masyarakat
Indonesia.
5) Asas Kebangsaan
Berdasarkan asas kebangsaan, setiap orang yang lahir dan tinggal di Indonesia, wajib
membayar pajak sesuai ketentuan yang berlaku di negeri ini. Berdasarkan asas
kebangsaan pula, warga asing yang tinggal atau berada di Indonesia selama lebih dari 12
bulan tanpa pernah sekalipun meninggalkan negara ini wajib dikenai pajak selama
penghasilan yang mereka dapatkan bersumber dari Indonesia.
6) Asas Sumber
Asas sumber merupakan dasar pemungutan pajak sesuai dengan tempat perusahaan
berdiri atau tempat tinggal wajib pajak. Jadi, pajak yang dipungut di Indonesia hanya
diberlakukan untuk orang yang tinggal dan bekerja di Indonesia.
7) Asas Wilayah
Asas ini berlaku berdasarkan wilayah tempat tinggal wajib pajak. Contohnya, Bu Laila
merupakan WNI yang tinggal di Taiwan, maka menurut asas wilayah, baik rumah maupun
barang yang digunakan Bu Laila tidak wajib dikenai pajak oleh pemerintah Indonesia.
Sebaliknya, jika ada WNA yang tinggal di Indonesia dalam jangka waktu tertentu, WNA
tersebut wajib dikenai pajak berdasarkan hukum yang berlaku di negeri ini.

3. Faktor-faktor penyebab tidak tercapainya target penerimaan pajak:


Berbagai bentuk perlawanan sebagai bentuk reaksi ketidakcocokan ataupun ketidakpuasan
terhadap diberlakukannya pajak, menurut Santoso Brotodihardjo, perlawanan terhadap pajak
dibedakan menjadi perlawanan pasif dan perlawanan aktif.
a. Perlawanan pasif
1) struktur ekonomi suatu negara;
Struktur perekonomian suatu negara berdasarkan pada fundamental ekonomi
makro, apabila fundamental ekonomi makronya kuat dan sehat tentunya struktur
perekonomian negara akan kuat. Faktor yang mendasari ekonomi yang kuat di
antaranya adalah pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan jumlah penduduk (kaya,
menengah dan miskin). Pembangunan ekonomi Indonesia masih belum mampu
bebas dari keterbelakangan, kemiskinan, ketergantungan dan kerusakan lingkungan
hidup. Faktor-faktor kondisi sosial seperti kemiskinan, keterbelakangan, dapat
menyebabkan investasi fisik maupun investasi sumber daya manusia rendah,
sehingga mengakibatkan tingkat produktivitas rendah, yang berakibat pada
pendapatan rendah. Kondisi rendahnya tingkat pendapatan, menyebabkan
kemampuan untuk menabung rendah dan kemampuan membayar pajak menjadi
rendah.
2) perkembangan intelektual dan moral penduduk suatu negara;
Intelektual penduduk yang merupakan hasil dari fundamental ekonomi yang belum
sehat dan kuat tentunya akan menghasilkan tingkat intelektual yang rendah.
Kurangnya kemampuan pengetahuan dan kualitas sumber daya manusia yang
rendah akan berdampak pada penerimaan informasi yang tidak optimal.
Intelektualitas penduduk akan mempengaruhi penyerapan pengetahuan dan
informasi mengenai perpajakan. Jika intelektualitas tinggi, maka pemahaman
mengenai perpajakan akan terserap baik bagi penduduk sehingga pemenuhan
kewajiban perpajakan akan lebih baik. Moral masyarakat akan mempengaruhi
pengumpulan pajak oleh fiskus. Dengan integritas tinggi tentunya pemenuhan
kewajiban perpajakan akan lebih baik, dimana voluntary compliance wajib pajak
berada pada posisi yang baik. Kepatuhan wajib pajak akan lebih baik jika moral
penduduk baik. Keinginan untuk meloloskan diri dari pajak baik ilegal maupun legal
akan lebih termotivasi dengan kondisi moral masyarakat yang rendah. Moral
masyarakat yang buruk akan menghambat pemungutan pajak, ketidakpatuhan akan
mendominasi kewajiban perpajakan wajib pajak.
3) sistem dan cara pemungutan pajak.
Sistem pemungutan pajak suatu negara yang baik adalah yang berdasarkan pada
prinsip-prinsip adil, kepastian hukum, ekonomis dan convenience. Keadilan ditujukan
bagi wajib pajak, disertai dengan kepastian hukum yang menjadi dasar pelaksanaan
pemungutan pajak baik bagi wajib pajak maupun bagi fiskus. Ekonomis ditujukan
bagi pelaksanaan pemungutan pajak bagi fiskus dengan tidak mengesampingkan
masalah biaya yang dikeluarkan oleh fiskus dalam rangka pengumpulan pajak.
Convenience ditujukan untuk pembebanan pajak pada saat yang tepat kepada wajib
pajak. Dengan sistem perpajakan yang baik tentunya pengumpulan pajak akan lebih
optimal. Ternyata tidak ada sistem perpajakan suatu negara yang sempurna, sistem
perpajakan di Indonesia ternyata belum mengarah pada prinsip-prinsip sistem
perpajakan yang baik. Banyak aspek perpajakan yang belum memiliki kepastian
hukum, rasa keadilan bagi wajib pajak juga belum terwujud dengan baik. Keadaan ini
tentunya akan menghambat pemungutan pajak.
b. Perlawanan aktif
1) Penghindaran diri dari pajak tergolong sebagai penghindaran pajak secara yuridis,
dan biasanya disebabkan karena ketidakjelasan undangundang atau lemahnya
pengawasan dari aparat perpajakan. Dengan demikian pada penghindaran pajak,
wajib pajak tidak melanggar peraturan perundang-undangan secara tegas, sekalipun
kadang-kadang dengan jelas perbuatan tersebut bertentangan dengan maksud
pembuat undang-undang. Oleh karena penghindaran pajak secara yuridis juga
dinamakan pengelakan pajak secara ilegal. Contoh penghindaran pajak ganda
adalah:
 pajak atas bensin, dapat dihindari dengan cara membiarkan kendaraan di garasi;
 cukai tambahan atas rokok, dapat dihindari dengan cara merokok buatan sendiri;
 pajak atas kulit, dapat dihindari dengan cara tidak menggunakan barangbarang
yang terbuat dari kulit, tetapi menggunakan barang-barang yang terbuat dari
plastik atau karet;
 pajak tertentu yang bersifat lokal, dapat dihindari dengan cara pindah tempat
tinggal/ tempat kedudukan.
2) Menghindarkan diri dari pajak tidak dapat selalu dilaksanakan sebab tidak dapat
menghindari semua unsur atau fakta yang dapat dikenakan pajak. Namun apabila
penghindaran pajak tidak dapat dilaksanakan, maka wajib pajak berusaha
menggunakan cara lain yaitu pengelakan pajak. Pengelakan pajak dilakukan dengan
cara penyelundupan pajak yaitu menyembunyikan keadaan-keadaan yang
sebenarnya. Pengelakan yang demikian benar-benar merupakan pelanggaran
terhadap undang-undang. Sebagai contoh pengelakan pajak adalah:
 membuat pernyataan palsu;
 membuat laporan tidak benar, dokumen palsu, keterangan palsu, mengisi SPT
tidak benar atau tidak lengkap;
 membuat pembukuan ganda dan laporan yang dibuat kepada kantor pajak yang
didasarkan pada pembukuan fiktif bukan data yang sesungguhnya;
 tidak melaporkan penghasilan yang diperoleh dari pekerjaan sampingan.
3) Menurut R. Santoso Brotodiharjo, melalaikan pajak mencakup tindakan menolak
membayar pajak yang telah ditetapkan oleh fiskus dan menolak memenuhi
formalitas-formalitas yang harus dipenuhi berdasarkan ketentuan perundang-
undangan. Sebagai contoh melalaikan pajak adalah:
 Usaha menggagalkan penyitaan setelah dikeluarkan surat paksa dengan
melenyapkan barang-barang yang sekiranya dapat disita oleh juru sita dengan
cara mengalihkan atau memindahtangankan atas nama istri atau anaknya.
 Tidak mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP walaupun sudah memenuhi
syarat objektif. Hal ini banyak dilakukan oleh wajib pajak orang pribadi, sebab
dengan tidak adanya NPWP, fiskus tidak dapat melakukan pengawasan.

4. Faktor-faktor penyebab masih rendahnya kesadaran masyarakat untuk membayar pajak

Penyebab wajib pajak tidak patuh adalah bervariasi, sebab utama adalah fitrahnya penghasilan
yang diperoleh wajib pajak yang utama ditujukan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Pada
saat telah memenuhi ketentuan perpajakan timbul kewajiban pembayaran pajak kepada
negara. Timbul konflik antara kepentingan diri sendiri dan kepentingan negara. Pada umumnya
kepentingan pribadi yang selalu dimenangkan. Sebab lain adalah wajib pajak kurang sadar
tentang kewajiban bernegara,tidak patuh pada peraturan, kurang menghargai hukum, tingginya
tarif pajak,dan kondisi lingkungan seperti kestabilan pemerintahan dan penghamburan
keuangan negara yang berasal dari pajak.

Menurut Ken Dwijugiasteadi, Direktur Jenderal Direktorat Jenderal Pajak Kementerian


Keuangan Indonesia ke-16, terdapat sedikitnya 7 alasan dari rendahnya kesadaran masyarakat
untuk membayar pajak. Utamanya adalah masih rendahnya kepercayaan masyarakat kepada
Ditjen Pajak, masyarakat tidak taat pada UU perpajakan. Kedua, kurang percaya pada aparat
pajak. Lalu ketiga, ada masyarakat yang masih mencoba-coba, bayar pajak. Selanjutnya, pajak
masih belum menjadi budaya, dimana masyakarat Indonesia lebih takut tidak memiliki SIM
dibandingkan tidak memiliki NPWP. Lalu kelima, uang pajak dipakai untuk apa? Banyak
masyarakat belum paham. Jadi semestinya kementerian lembaga melakukan sosialisasi.
Keenam, adalah karena adanya sistem bebas pajak dari beberapa negara. Terakhir adalah
karena masih sulitnya untuk melakukan pelaporan perpajakan.
5. Upaya-upaya yang dapat dilakukan pemerintah (dalam hal ini DJP) untuk meningkatkan
kesadaran pajak:

 memberikan pembinaan, penyuluhan dan bimbingan kepada masyarakat guna


meningkatkan kesadaran masyarakat akan hak dan kewajiban di bidang perpajakan;
 meningkatkan pendidikan masyarakat sehingga semakin sadar akan manfaat pajak bagi
kelangsungan hidup negara dan kelancaran jalannya pembangunan;
 melakukan cross checking wajib pajak potensial dengan data dari instansi lain, misal Kantor
Telepon, PLN, Pasar Modal; dan sebagainya;
 usaha intensifikasi harus terus dilakukan dengan mengadakan penelitian yang serius atas
laporan yang masuk karena usaha penghindaran pajak secara ilegal, tergantung dari
beberapa faktor antara lain probabilitas ketahuan, tarif pajak dan sanksi.
 mengusahakan buku-buku pedoman atau petunjuk pelaksanaan peraturan yang telah ada
sehingga ketentuan-ketentuan perpajakan menjadi lebih pasti, tidak menimbulkan
penafsiran macam-macam dan dapat mengurangi terjadinya loopholes;
 pelaksanaan ketentuan perundang-undangan dan peraturan perpajakan yang telah ada
secara adil dan merata, baik mengenai pelaksanaannya maupun penerapan sanksi-
sanksinya.

Referensi:

 Modul 5 / Etika Bisnis dalam Perpajakan PAJA3347


 https://www.online-pajak.com/
 http://www.klinikpajak.co.id/

Anda mungkin juga menyukai