Anda di halaman 1dari 4

Pengertian PPN dan PPnBM

PPN dan PPnBM merupakan dua hal yang berbeda. PPN merupakan pajak yang
dikenakan terhadap pertambahan nilai yang muncul karena pemakaian faktor-faktor
produksi oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang menyiapkan, menghasilkan dan
memperdagangkan Barang Kena Pajak (BKP) dan Jasa Kena Pajak (JKP). Sementara,
PPnBM merupakan pajak yang dikenakan pada barang yang masuk golongan barang
mewah. Pengenaan PPnBM dibebankan pada produsen atau PKP yang menghasilkan
atau mengimpor barang mewah.

PPN memiliki beberapa karakteristik yang diterapkan di Indonesia, yaitu:


a. Pajak atas konsumsi umum dalam negeri, PPN dikenakan pada konsumsi BKP
dan/atau JKP yang dilakukan di dalam negeri. Oleh karena itu, komoditas impor juga
dikenai PPN dengan besaran sama dengan komoditas lokal.
Contoh:
Pak Amir mengimpor helm dari China dengan harga 2.000.000. Atas impor tersebut
Pak Amir dikenakan PPN 11%, maka Pak Amir akan membayar sejumlah 2.220.000
dengan jumlah PPN yang dipungut sebesar 220.000.
Hal yang sama berlaku apabila Pak Amir membeli helm dengan harga 2.000.000 dari
pedagang di Indonesia (pembelian lokal), maka Pak Amir tetap dikenakan PPN 11%.
Dalam hal ini dapat disimpulkan PPN tidak mempengaruhi asal barang sepanjang
barang tersebut dikonsumsi di dalam negeri.
b. Pajak Objektif, Kewajiban untuk membayar PPN ditentukan oleh objek pajak,
sehingga kondisi subjek pajak tidak diperhitungkan sama sekali. Kondisi seseorang
sebagai subjek pajak, terlepas dari gender, status sosial ataupun daya beli
semuanya sama di mata PPN sehingga dikenakan besaran pungutan yang sama.
Contoh:
Bayu adalah seorang mahasiswa yang belum memiliki penghasilan, sementara Pak
Eko adalah seorang pengusaha besar yang memiliki beberapa perusahaan. Jika
dibandingkan dari segi penghasilan maka Pak Eko jelas lebih kaya dan memiliki
kemampuan lebih untuk membayar pajak dibandingkan dengan Bayu. Apabila
mereka sama sama membeli sebuah sepatu maka baik Pak Eko maupun Bayu akan
dikenai PPN sebesar 11% tanpa memandang faktor subjektif apakah berpenghasilan
tinggi atau rendah.
c. Pajak Tidak Langsung, dalam hal ini dapat diartikan antara pemikul beban pajak dan
penanggung jawab atas pembayaran ke Kas Negara adalah pihak yang berbeda.
Yakni pihak yang mengkonsumsi barang atau jasa akan menjadi objek pajak dan
selain itu, tanggung jawab penyetoran pajaknya tidak berada di pihak yang memikul
beban pajak atau yang mengkonsumsi barang atau jasa tersebut.
Contoh:
PT ABC adalah pedagang elektronik yang menjual sebuah kulkas merk “XYZ”
seharga 5.000.000 kepada seorang konsumen D, dan atas penjualan tersebut PT
ABC memungut PPN 11% sebesar 550.000 melalui penerbitan Faktur Pajak. Dengan
demikian, atas pembelian kulkas yang dilakukan tersebut, Konsumen D akan
mengeluarkan biaya sejumlah 5.550.000 yang terdiri dari harga kulkas sebesar
5.000.000 dan PPN sebesar 550.000.
d. Multi Stage Tax, dapat diartikan PPN dikenakan pada seluruh rantai produksi dan
distribusi. Setiap barang yang menjadi objek PPN mulai dari pabrikan ke pedagang
besar hingga ke pengecer atau ritel, semuanya dikenakan PPN.
Contoh:
PT Tuntex selaku pabrikan garmen membeli sejumlah bahan baku berupa tekstil dari
PT A selaku pabrikan tekstil. PT Tuntex akan mengolah tekstil tersebut menjadi
barang jadi garmen yang siap dijual melalui distributor dan pedagang besar. Pada
Multi Stage Tax, penyerahan tekstil dari PT A ke PT Tuntex merupakan penyerahan
yang terutang PPN meskipun tekstil yang diperoleh PT Tuntex tersebut tidak untuk
dikonsumsi. Dan demikian pula saat penjualan garmen oleh PT Tuntex kepada
distributor atau pedagang besar merupakan penyerahan yang terutang PPN dan
begitu seterusnya sampai pedagang eceran menyerahkan garmen tersebut kepada
konsumen akhir akan tetap dikenakan PPN.
e. Indirect Substraction Method, Pajak yang dipungut PKP penjual tidak langsung
disetorkan ke kas negara. PPN terutang yang harus dibayarkan ke kas negara
merupakan hasil perhitungan mengurangkan PPN yang dibayar kepada PKP lain
yang dinamakan pajak masukan dengan PPN yang dipungut dari pembeli yang
dinamakan pajak keluaran.
Contoh:
PT Tuntex melakukan pembelian tektil dari PT A dengan harga 40.000.000 dan
terutang PPN senilai 4.400.000 yang dibebankan kepada PT Tuntex sebagai pajak
masukan. Kemudian tekstil tersebut diolah menjadi barang jadi garmen berupa baju
untuk kemudian dijual kepada pedagang besar dengan harga jual sebesar
60.000.000 dan atas penjualan tersebut dikenai PPN sejumlah 6.600.00 yang
dipungut oleh PT Tuntex dan menjadi pajak keluaran bagi PT Tuntex. Namun PPN
yang disetorkan kepada Kas Negara bukan lah sejumlah 6.600.000 melainkan
sejumlah 2.200.000 yang merupakan selisih antara Pajak Keluaran (6.600.000)
dikurangi Pajak Masukan (4.400.000).

PPnBM memiliki karakteristik sebagai berikut:


a. Merupakan pungutan tambahan, PPnBM merupakan pungutan tambahan yang
dikenakan pada barang mewah disamping PPN. Hal ini dimaksudkan agar konsumen
yang membeli barang mewah, yang notabene merupakan konsumen dengan daya
beli tinggi, memikul beban tambahan lebih tinggi dibanding konsumen berdaya beli
rendah. Sebab, jika tidak dibebankan pungutan tambahan, maka tidak ada asas
keadilan, karena konsumen yang daya belinya tinggi membayar persentase pajak
yang sama dengan konsumen dengan daya beli rendah.
b. Hanya dikenakan satu kali, PPnBM hanya dikenakan satu kali, yaitu pada saat
impor/penyerahan BKP yang tergolong mewah yang dilakukan pabrikan yang
menghasilan BKP yang tergolong mewah.
c. Tidak dapat dikreditkan. karena sasaran PPnBM adalah konsumen, maka tujuan
memberi beban pajak tambahan tidak akan tercapai apabila PPnBM dapat
dikreditkan karena PPnBM yang dibayar akan masuk kembali ke kas perusahaan
pedagang besar. Oleh karena itu, PPnBM akan dibebankan sebagai biaya oleh PKP
yang menyerahkan BKP pada mata rantai distribusi yang kedua, sehingga akan
menjadi unsur harga jual yang diinta dari pembeli, yaitu PKP pada jalur berikutnya
atau konsumen yang secara langsung membeli dari pedagang besar.
d. Jika diekspor, PPnBM yang dibayar pada saat perolehan dapat diminta kembali.
Meski PPnBM tidak dapat dikreditkan, tetapi apabila BKP yang tergolong mewah
diekspor, maka PPnBM yang dibayar berkaitan dengan perolehan BKP yang
tergolong mewah yang berhubungan langsung dengan BKP, dapat diajukan
permintaan restitusi.

Perbedaan PPN dan PPnBM berdasarkan karakteristiknya, secara garis besar sebagai
berikut: 
1. Objek Pajak, PPN adalah pajak yang dikenakan pada penjualan barang dan jasa,
sedangkan PPnBM adalah pajak yang dikenakan pada penjualan barang mewah
tertentu, seperti mobil, pesawat terbang, perhiasan, dan barang-barang mewah
lainnya.
2. Tarif Pajak, tarif PPN adalah 11%, sedangkan tarif PPnBM ditetapkan paling rendah
10% dan paling tinggi 200% tergantung pada jenis barang mewah yang dikenakan
pajak.
3. Jenis pungutannya pada PPN jenis pungutan yang dibebankan adalah pungutan atas
nilai tambah barang sedangkan PPnBM merupakan pungutan tambahan yang
dikenakan selain PPN yaitu kepada barang-barang mewah. 
4. Pengenaan pajaknya jika PPN dikenakan disetiap mata rantai jalur produksi maupun
jalur distribusi, mulai dari tingkatan pabrik, tingkat pedagang besar hingga pedagang
pengecer. Sedangkan PPnBM hanya dikenakan pada satu kali yaitu pada saat impor
atau saat penyerahan BKP di dalam negeri oleh pabrikan yang diproduksinya.
5. Pengkreditan PPN dapat di kreditkan melalui jalur mekanisme pajak masukan dan
pajak keluaran. Sedangkan PPnBM tidak dapat dikreditkan dengan PPN atau
PPnBM yang lainnya.

Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi


Perpajakan, tarif PPN adalah sebesar 11%.

Contoh dari pemungutan PPN pada kehidupan sehari-hari sebagai berikut:


Ketika kita membeli laptop dengan harga Rp3.000.000 dan belum termasuk PPN, maka
akan dikenakan PPN dengan tarif 11% sebesar Rp330.000. Maka total yang dibayarkan
adalah Rp3.330.000.

Adapun tarif PPnBM sesuai dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang
Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 Tentang Pajak
Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah,
ditetapkan dengan ketentuan paling rendah 10% dan paling tinggi 200%.

Contoh dari pemungutan PPnBM pada kehidupan sehari-hari sebagai berikut:


Pak Ari membeli sebuah mobil sport mewah dengan harga 1.000.000.000, berdasarkan
DPP mobil tersebut dikenakan tarif PPnBM sebesar 40%. Maka atas pebelian mobil
tersebut, Pak Ari akan dikenakan biaya sebesar:
PPN = Tarif PPN x (Harga barang - PPnBM)
= 11% x (Rp1.000.000.000 - (Rp1.000.000.000 x 40%))
= 11% x (Rp1.000.000.000 - Rp400.000.000)
= Rp66.000.000
PPnBM = 40% x Rp1.000.000.000
= Rp400.000.000
Total = Harga Beli + PPN + PPnBM
= Rp1.000.000.000 + Rp66.000.000 + Rp400.000.000
= Rp1.466.000.000
Maka total biaya yang harus dikeluarkan oleh Pak Ari sebesar Rp1.466.000.000.

Sumber:
Hari Sugiarto. 2022. PPN dan PPnBM. Edisi keempat. Cetakan pertama. Tanggerang
Selatan; Universitas Terbuka.
https://www.online-pajak.com/tentang-ppn-efaktur/ppn-dan-ppnbm

Anda mungkin juga menyukai