Anda di halaman 1dari 16

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Pajak adalah pungutan yang bersifat dipaksakan oleh negara kepada warga
negaranya untuk memenuhi berbagai macam tuntutan dan perkembangan
dalam pembangunan. Peran pajak sangat besar dalam pertumbuhan ekonomi
suatu negara, termasuk di negara Indonesia yang termasuk negara sedang
berkembang, yang menggunakan pajak sebagai salah satu pendapatan utama
untuk membiayai segala macam kebutuhan. Tidak terbayang, bila pajak yang
memiliki peran penting dalam pertumbuhan ekonomi, ternyata dimanipulasi
untuk kepentingan beberapa pihak dan merugikan negara hingga trilyunan
rupiah.
Perlahan tetapi pasti pengurangan pajak yang dilakukan secara sengaja dan
bersifat illegal tersebut akan banyak mempengaruhi perkembangan ekonomi
dan pertumbuhan pembangunan di Indonesia. Tingkat perkembangan ekonomi
akan berjalan di tempat bahkan mengalami kemunduran. Banyak
pembangunan yang tidak berjalan karena prediksi pendapatan dari pajak yang
awalnya ditujukan untuk membiayai pembangunan ternyata tidak sepadan
karena penggelapan uang pajak.
Pelaksanaan pemungutan pajak suatu negara memerlukan suatu sistem
yang telah disetujui masyarakat melalui perwakilannya di dewan perwakilan,
dengan menghasilkan suatu peraturan perundang-undangan yang menjadi
dasar pelaksanaan perpajakan bagi fiskus maupun bagi Wajib Pajak. Untuk
lebih memahami maka penuli akan membahas pada bab ini tentang Tata Cara
Pemungutan Pajak Yang Berlaku Di Indonesia.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1.2.1 Apa Pengertian Sistem Perpajakan ?
1.2.2 Apa saja Asas Pemungutan Pajak ?
1.2.3 Apa saja Syarat Pemungutan Pajak ?
2

1.2.4 Apa saja Sistem Pemungutan Pajak ?


1.2.5 Apa Dasar Hukum Pemungutan Pajak ?

1.3 TUJUAN PENULISAN


1.3.1 Untuk mengetahui Pengertian Sistem Perpajakan.
1.3.2 Untuk mengetahui Asas Pemungutan Pajak
1.3.3 Untuk mengetahui Syarat Pemungutan Pajak
1.3.4 Untuk mengetahui Sistem Pemungutan Pajak
1.3.5 Untuk mengetahui Dasar Hukum Pemungutan Pajak
3

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN SISTEM PERPAJAKAN


Sistem perpajakan adalah cara yang digunakan oleh pemerintah
untuk memungut atau menarik pajak dari rakyat dalam rangka
membiayai pembangunan dan pengeluaran pemerintah lainnya.Ciri dari
corak sistem perpajakan di Indonesia berdasarkan undang-undang yang
berlaku antara lain sebagai berikut :
a. Bahwa pemungutan pajak merupakan perwujudan dari pengabdian
dan peran serta masyarakat untuk pembiayaan negara dan
pembangunan nasional.
b. Tanggung jawab atas kewajiban pelaksanaan pemungutan pajak
berada pada anggota masyarakat wajib pajak sendiri.
c. Anggota masyarakat wajib pajak diberi kepercayaan untuk
menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri
pajak yang terutang (self assessment).

2.2 ASAS PEMUNGUTAN PAJAK


Asas perpajakan merupakan dasar dan pedoman yang digunakan oleh
pemerintah saat membuat peraturan atau melakukan pemungutan pajak.
Setidaknya ada tiga asas pemungutan pajak yang kerap dijadikan pedoman di
dunia, yaitu:
1. Asas tempat tinggal. Pemungutan pajak dilakukan berdasarkan domisili
atau tempat tinggal seseorang
2. Asas kebangsaan. Pemungutan pajak dilakukan berdasarkan kebangsaan
seseorang. Sebagai contoh, meskipun ada orang Amerika yang tinggal di
Jepang, orang tersebut tidak bisa diwajibkan untuk membayar pajak
karena kebangsaannya bukan Jepang.
4

3. Asas sumber. Pemungutan pajak dilakukan berdasarkan sumber atau


tempat penghasilan berada.
Sedangkan, di Indonesia kita memiliki tujuh asas pemungutan pajak yang
selalu dijadikan pedoman. Baca penjelasan lengkapnya di bawah ini:
1. Asas finansial
Berdasarkan asas ini, pungutan pajak dilakukan sesuai dengan kondisi
keuangan (finansial) atau besaran pendapatan yang diterima oleh wajib
pajak.
Contohnya:
Pak Ahmad bekerja sebagai guru honorer dengan pendapatan sekitar
Rp15.000.000 per tahun, sedangkan Bu Laila bekerja sebagai Advokat
dengan pendapatan sekitar Rp1.000 000.000 per tahun.
Berdasarkan asas finansial, besaran pajak yang harus dibayar kedua
orang tersebut tentu saja berbeda. Berdasarkan asas ini pula, penetapan
pungutan pajak yang harus dibayarkan kedua orang tersebut harus lebih
kecil dari pendapatan mereka selama setahun.
2. Asas ekonomis
Berdasarkan asas ekonomis, hasil pemungutan pajak di Indonesia
harus digunakan sesuai dengan kepentingan umum (kepentingan rakyat
secara menyeluruh). Pajak juga tidak boleh menjadi penyebab merosotnya
kondisi perekonomian rakyat. Bahkan, dengan adanya pemanfaatan hasil
pajak, diharapkan pemerintah bisa membangun negeri ini secara
maksimal tanpa harus mendapatkan pembiayaan melalui skema lain
seperti utang luar negeri.
3. Asas yuridis
Asas yuridis pemungutan pajak di Indonesia adalah pasal 23 ayat 2
UUD 1945. Selain itu pemungutan pajak di Indonesia juga diatur oleh
beberapa undang-undang, yaitu:
 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan (KUP).
5

 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan


(PPh).
 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan
Nilai Barang dan Jasa, serta Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Aturan dan Prosedur
Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.
 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang Bea Perolehan Hak
atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).
 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak
yang Berlaku di Indonesia.
 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB).
4. Asas umum
Asas pemungutan pajak yang selanjutnya adalah asas umum.
Berdasarkan asas ini, pemungutan pajak di Indonesia didasarkan atas
keadilan umum. Artinya, baik pemungutan maupun penggunaan pajak
memang dirancang dari dan untuk masyarakat Indonesia.
5. Asas kebangsaan
Berdasarkan asas kebangsaan, setiap orang yang lahir dan tinggal di
Indonesia, wajib membayar pajak sesuai ketentuan yang berlaku di negeri
ini. Berdasarkan asas kebangsaan pula, warga asing yang tinggal atau
berada di Indonesia selama lebih dari 12 bulan tanpa pernah sekalipun
meninggalkan negara ini wajib dikenai pajak selama penghasilan yang
mereka dapatkan bersumber dari Indonesia.
6. Asas sumber
Asas sumber merupakan dasar pemungutan pajak sesuai dengan
tempat perusahaan berdiri atau tempat tinggal wajib pajak. Jadi, pajak
yang dipungut di Indonesia hanya diberlakukan untuk orang yang tinggal
dan bekerja di Indonesia.
Sebagai contoh, Pak Ahmad merupakan warga Indonesia yang tinggal
dan bekerja di Australia, meskipun secara dokumen kebangsaan Pak
6

Ahmad adalah WNI tetapi berdasarkan sumber pendapatannya Pak Ahmad


tidak wajib membayar PPH yang dipungut oleh pemerintah Indonesia.
7. Asas wilayah
Asas ini berlaku berdasarkan wilayah tempat tinggal wajib pajak.
Contohnya, Bu Laila merupakan WNI yang tinggal di Taiwan, maka
menurut asas wilayah, baik rumah maupun barang yang digunakan Bu
Laila tidak wajib dikenai pajak oleh pemerintah Indonesia. Sebaliknya,
jika ada WNA yang tinggal di Indonesia dalam jangka waktu tertentu,
WNA tersebut wajib dikenai pajak berdasarkan hukum yang berlaku di
negeri ini.

2.3 SYARAT PEMUNGUTAN PAJAK


Syarat pemungutan pajak adalah landasan prinsip yang harus ada
dalam setiap aktivitas pemungutan pajak. Berikut ini 5 syarat pemungutan
pajak di Indonesia.
A. Syarat Keadilan (pemungutan pajak harus adil).
Pemungutan pajak harus berlandaskan keadilan, baik dalam peraturan
perundang-undangan maupun dalam pelaksanaan pemungutan pajak.
Landasan keadilan ini merupakan syarat yang harus dipenuhi untuk
mencapai keadilan bagi masyarakat. Contoh dari adil yang dimaksud
antara lain:
 Wajib pajak memiliki hak dan kewajiban yang diatur oleh undang-
undang.
 Setiap warga negara yang memenuhi syarat sebagai wajib pajak
haruslah menyetorkan pajaknya.
 Adanya sanksi untuk pelanggaran-pelanggaran pajak yang terjadi.
B. Syarat Yuridis (pemungutan pajak harus berdasarkan
undang-undang).
Pemungutan pajak selalu didasarkan pada undang-undang yang
berlaku. Salah satu undang-undang yang mengatur pemungutan pajak
adalah Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum
7

Perpajakan. Dengan adanya pengaturan dalam bentuk undang-undang,


pemerintah memberikan jaminan hukum bagi terlaksananya aktivitas
pemungutan pajak.
C. Syarat Ekonomis (pemungutan pajak tidak mengganggu
perekonomian nasional).
Pemungutan pajak tidak boleh mengganggu aktivitas perekonomian
yang dapat mengakibatkan kelesuan perekonomian nasional. Contohnya,
pemungutan pajak tidak boleh mengganggu aktivitas produksi ataupun
perdagangan yang sedang berlangsung.
D. Syarat Finansial (pemungutan pajak harus efisien).
Pemungutan pajak harus dilakukan dengan efisien dan efektif sehingga
hasil yang diperoleh maksimal. Efisien maksudnya pemungutan pajak
harus dilakukan dengan mudah, tepat sasaran, tepat waktu dan biaya
minimal.
Efektif artinya pemungutan pajak harus membawa hasil sesuai
perhitungan yang telah dilakukan. Dalam syarat ini, biaya pemungutan
pajak harus lebih kecil daripada pemasukan pajak yang diterima kas
negara.
E. Syarat Sederhana (sistem pemungutan pajak harus
sederhana).
Sistem pemungutan pajak harus sederhana dan mudah dimengerti
wajib pajak. Sistem pemungutan pajak yang sederhana akan membantu
wajib pajak dalam melaporkan pajak mereka dan mendorong masyarakat
memenuhi kewajiban perpajakan. Dengan demikian, pemasukan negara
dari pajak akan semakin meningkat.
Dalam setiap aktivitas pemungutan pajak, penerapan sekian syarat
tersebut punya arti yang penting. Sebab, tanpa syarat tersebut, aktivitas
pemungutan pajak bisa menghadapi kendala bahkan melenceng dari target
yang ditetapkan.

2.4 SISTEM PEMUNGUTAN PAJAK


8

Sistem pemungutan pajak merupakan sebuah mekanisme yang digunakan


untuk menghitung besarnya pajak yang harus dibayar wajib pajak ke negara.
Ada tiga (3) sistem pemungutan pajak, yaitu official assessment system, self
assessment system, dan witholding tax system.
A. Official Assessment System
Official assessment system (OAS) atau dikenal sebagai sistem
penetapan pajak oleh administrasi perpajakan, yang merupakan sistem
pemungutan pajak yang sepenuhnya tergantung pada kegiatan oleh
administrasi perpajakan (disebut Kantor Inspeksi Keuangan, yang sejak
tahun 1967 berubah menjadi Kantor Inspeksi Pajak, kemudian sejak tahun
1990 berubah menjadi Kantor Pelayanan Pajak).
Sistem pemungutan OAS dipraktikkan di Indonesia sejak zaman
penjajahan, dan berlanjut hingga tahun 1984. Ordonansi Pajak Perseroan
(Ord PPs 1925), dan Pajak Pendapatan (Ord PPd.1944) adalah contoh
ketentuan pajak yang menggunakan sistem OAS. Pemungutan pajak
tergantung kepada adanya penetapan pajak, yang harus dilakukan oleh
administrasi perpajakan segera setelah berakhirnya tahun pajak. Sebagai
contoh wewenang ini diatur dalam Pasal 12 Ayat (1) Ord PPd yang
berbunyi:
“Ketetapan pajak ditetapkan secepat mungkin sesudah akhir tahun
takwim atau pajak”.
Berdasarkan sistem OAS, pemungutan pajak oleh administrasi
perpajakan diawali dengan kegiatan mendata wajib pajak, mendaftar wajib
pajak; dan menjelang akhir tahun pajak sebelum menetapkan pajak
mengirim surat pemberitahuan (SPT) untuk diisi oleh wajib pajak. SPT
berisi informasi tentang besarnya omzet usaha, biaya yang dikeluarkan,
harta, utang wajib pajak, dan sebagainya. Berdasarkan informasi yang
terdapat di dalam SPT dan data milik administrasi (kalau ada), akan
dihitung besarnya penghasilan kena pajak untuk kemudian dihitung
besarnya pajak terutang (ini proses penetapan). Besarnya pajak terutang
9

dituangkan dalam surat ketetapan pajak (assessment notice) yang disebut


kohir, kemudian disampaikan kepada wajib pajak.
Paham utang pajak yang dianut adalah paham utang pajak formal,
artinya utang pajak timbul setelah wajib pajak menerima surat ketetapan
pajak yang berfungsi sebagai pemberitahuan besarnya utang pajak pada
tahun pajak tertentu yang harus dibayar. Tanpa surat ketetapan pajak,
wajib pajak tidak tahu besarnya utang pajak, dan belum berkewajiban
membayar atau melunasi utang pajaknya. Penetapan pajak pendapatan
diatur dalam Pasal 15 Ayat (1) Ord PPd 1944 sebagai berikut:
“ketetapan pajak serta tambahan yang ditetapkan dimuat dalam
kohir kecuali ketetapan pajak yang besarnya sama atau lebih rendah dari
ketetapan sementara”.
Kohir (sekarang surat ketetapan pajak) memuat nama, jumlah
pajak yang terutang oleh wajib pajak. Dengan dimuatnya jumlah utang
pajak pada suatu tahun tertentu dalam kohir maka pada saat itu wajib pajak
menjadi debitur utang pajak.
Dalam pelaksanaannya, ternyata administrasi perpajakan tidak
mampu menetapkan pajak tepat pada waktunya sehingga banyak terjadi
surat ketetapan pajak baru diterima oleh wajib pajak beberapa tahun
setelah tahun pajak berakhir. Keadaan seperti itu jelas merugikan si wajib
pajak apalagi sering kali terjadi surat ketetapan yang diterima meliputi
beberapa tahun pajak sekaligus, dan dalam kondisi sedang tidak memiliki
dana. Penetapan meliputi beberapa tahun pajak sekaligus juga merugikan
negara karena penerimaan negara akan tersendat, menunggu penyelesaian
penetapan pajak oleh administrasi perpajakan
Kelemahan official assessment system antara lain:
a) memerlukan aktivitas administrasi perpajakan untuk mendata dan
mendaftar wajib pajak;
b) Penetapan pajak memerlukan waktu lama, tidak efektif dan kurang
efisien, apalagi waktu itu belum ada komputer untuk membantu
melakukan penetapan pajak;
10

c) tidak mampu menampung dinamika pertambahan wajib pajak;


d) pada gilirannya berdampak terhadap masuknya dana penerimaan
pajak ke kas negara.
B. Self Assessment System
Self Assessment System (SSA), adalah sistem pemungutan pajak
modern yang dilaksanakan, antara lain di Amerika Serikat. Berbeda
dengan OAS yang semua kegiatan sejak mendata, mendaftar, dan
menetapkan pajak PAJA3339/MODUL 1 1.25  dilakukan oleh
administrasi perpajakan, dalam SSA aktivitas mendaftar dan menetapkan
pajak diserahkan kepada Wajib Pajak. Kegiatan aparatur diutamakan untuk
memberikan penyuluhan, memberikan kemudahan pelaksanaan kewajiban
Wajib Pajak, dan melakukan pengawasan terhadap pelanggar (termasuk
memberikan sanksi perpajakan).
SSA adalah sistem pemungutan yang memberikan kepercayaan
untuk menghitung, menetapkan besarnya pajak terutang, membayar
sendiri pajak terutang kepada Wajib Pajak berdasarkan peraturan
perundang-undangan perpajakan, serta melaporkan sendiri kepada
administrasi perpajakan.
Kewajiban membayar pajak tidak tergantung pada ada atau
tidaknya surat ketetapan pajak. Aktivitas mendaftar, menghitung jumlah
pajak terutang, membayar jumlah pajak terutang dilakukan sendiri oleh
Wajib Pajak; aktivitas ini merupakan perwujudan penetapan pajak oleh
Wajib Pajak sendiri (self assessment).
Mekanisme penetapan sendiri dilakukan dengan menyampaikan
laporan tentang obyek dan bukan obyek pajak, jumlah pengeluaran,
penghitungan jumlah pajak terutang ditetapkan sendiri dengan mengisi dan
menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) disertai pembayaran atas pajak
terutang yang dihitung sendiri. SPT yang disampaikan merupakan bukti
penetapan sebagaimana dimaksud pada Pasal 12 Ayat (2) UU KUP yang
berbunyi:
11

“Jumlah Pajak yang terutang menurut Surat Pemberitahuan yang


disampaikan oleh Wajib Pajak adalah jumlah pajak yang terutang sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan”
Selama administrasi perpajakan tidak mengoreksi jumlah pajak
terutang yang telah ditetapkan dan dibayar sendiri oleh wajib pajak (dalam
SPT) dengan menerbitkan surat ketetapan pajak kurang bayar maka SPT
yang telah disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak telah menjadi bukti
bahwa wajib pajak telah menghitung, menetapkan, dan membayar sendiri
jumlah pajak terutang (melaksanakan self assessment.)
C. Withholding Tax System
Sistem pemungutan pajak melalui pihak ketiga sudah dikenal sejak
masih berlaku Ordonansi Pajak Pendapatan, pembayaran pajak para
karyawan (dipotong pajak oleh pemberi kerja, untuk kemudian disetorkan
ke kas negara). Di era tahun 1967 sistem ini dikembangkan dengan nama
sistem Memotong Pajak Orang Lain (MPO). Oleh karenanya, sistem
pemotongan oleh pihak ketiga (withholding tax system) merupakan
pelengkap self assessment system.
Berdasarkan sistem ini, wajib pajak yang membayarkan atau
memberikan penghasilan kepada wajib pajak lainnya wajib memotong
pajak, dan menyetornya ke kas negara, kemudian melaporkan ke
administrasi.
Pemungutan pajak melalui pihak ketiga sangat sesuai dengan asas
kesederhanaan, economical and convenient of payment principle Adam
Smith, yaitu memudahkan pembayaran pajak oleh subyek pajak, dan pajak
dipungut tepat saat subyek memperoleh obyek (keadaan likuid).
Siapa pemotong atau pemungut pajak penghasilan pihak lain, tidak
perlu penunjukan karena undang-undang perpajakan telah menetapkan
(kecuali pemungut pajak orang pribadi sementara ini terbatas kepada para
profesional seperti akuntan, notaris, dokter, advokat), sebagaimana diatur
dalam ketentuan Pasal 20 Ayat (1) UU PPh yang berbunyi sebagai berikut:
12

“Pajak yang diperkirakan terutang dalam suatu tahun pajak, dilunasi


oleh wajib pajak dalam tahun pajak melalui pemotongan dan pemungutan
pajak oleh pihak lain, serta oleh pembayaran pajak oleh wajib pajak
sendiri.”

2.5 DASAR HUKUM PEMUNGUTAN PAJAK


Dalam pemungutan pajak harus berdasarkan dasar pengenaan pajak sesuai
peraturan yang ada di Indonesia dimana dasar pengenaan pajak tersebut ada
yang ditentukan oleh Negara dan juga ada yang ditentukan oleh pemerintahan
daerah baik Profinsi maupun Kabupaten. Berikut merupakan Undang-Undang
yang mengatur tentang pengenaan pajak di Negara:
 Undang-undang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan/UUKUTp"
Undang-undang No. 6/1983, diganti dengan Undang-undang no.16/2000;
 "Undang-undang Pajak Penghasilan/UU PPh": Undang-undang
No.7/1983, diubah dengan Undang-undang No. 17/2000;
 "Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai atas Barang dan Jasa dan
Pajak Penjualan atas Barang Mewah"/UU PPN/PPn BM ): Undang-
undang No. 8/1983, diubah dengan Undang-undang No. 18/2000;
 "Undang-undang Pajak Bumi dan Bangunan - UU PBB"): Undang-
undang No. 12/1985 diubah dengan Undang-undang No. 12/1994;
 "Undang-undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa/UU PPSP")
Undang-undang No. 19/1997, diubah dengan Undang-undang No.
19/2000;
 "Undang-undang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan/UU
BPHTB") Undang-undang No. 21/1997 diubah dengan Undang-undang
No. 20/2000;
 "Undang-undang Pengadilan Pajak/UU PP": Undang-undang No.
14/2002;
 "Undang-undang Bea Meterai/UU BM" pendek kata: Undang-undang No.
13 of 1985.
13

Berikut merupakan Undang-Undang yang mengatur tentang pengenaan


pajak di daerah:
 Dasar hukum pajak daerah dan retribusi UU Nomor 18 Tahun 1997,
Diubah menjadi UU Nomor. 34 Tahun 2000
Dalam pemungutan pajak juga diperlukan tata cara dalam
pemungutannya, sebagai berikut:
Pemungutan pajak dapat dilakukan berdasarkan 3 stelsel :
a) Stelsel Nyata
Pengenaan Pajak didasarkan pada objek (penghasilan yang nyata),
pemungutan dilakukan pada akhir tahun pajak setelah penghasilan
sesungguhnya diketahui. Pajak lebih realistis tapi baru dapat dikenakan di
akhir periode.
b) Stelsel Anggapan (Fictieve stelsel)
Pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur
Undang-Undang. Tanpa menunggu akhir tahun dan tidak berdasarkan
keadaan sesungguhnya.
c) Stelsel Campuran
Merupakan kombinasi antara stelsel Nyata dan stelsel anggapan.
Pada awal tahun dihitung berdasarkan anggapan dan akhir tahun
disesuaikan dengan keadaan yang sebebnarnya.
14

BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
3.1.1 PENGERTIAN SISTEM PERPAJAKAN
Sistem perpajakan adalah cara yang digunakan oleh
pemerintah untuk memungut atau menarik pajak dari rakyat
dalam rangka membiayai pembangunan dan pengeluaran
pemerintah lainnya.
3.1.2 ASAS PEMUNGUTAN PAJAK
Asas perpajakan merupakan dasar dan pedoman yang
digunakan oleh pemerintah saat membuat peraturan atau melakukan
pemungutan pajak.
4. Asas tempat tinggal.
5. Asas kebangsaan.
6. Asas sumber.
3.1.3 SYARAT PEMUNGUTAN PAJAK
Syarat pemungutan pajak adalah landasan prinsip yang harus ada
dalam setiap aktivitas pemungutan pajak. Berikut ini 5 syarat pemungutan
pajak di Indonesia.
A. Syarat Keadilan (pemungutan pajak harus adil).
B. Syarat Yuridis (pemungutan pajak harus berdasarkan undang-
undang).
C. Syarat Ekonomis (pemungutan pajak tidak mengganggu
perekonomian nasional).
D. Syarat Finansial (pemungutan pajak harus efisien).
E. Syarat Sederhana (sistem pemungutan pajak harus sederhana).
3.1.4 SISTEM PEMUNGUTAN PAJAK
Sistem pemungutan pajak merupakan sebuah mekanisme yang
digunakan untuk menghitung besarnya pajak yang harus dibayar wajib
pajak ke negara. Ada tiga (3) sistem pemungutan pajak, yaitu
15

a) Official Assessment System


b) Self Assessment System
c) Withholding Tax System
3.1.5 DASAR HUKUM PEMUNGUTAN PAJAK
Dalam pemungutan pajak harus berdasarkan dasar pengenaan
pajak sesuai peraturan yang ada di Indonesia dimana dasar pengenaan
pajak tersebut ada yang ditentukan oleh Negara dan juga ada yang
ditentukan oleh pemerintahan daerah baik Profinsi maupun
Kabupaten.
Dalam pemungutan pajak juga diperlukan tata cara dalam
pemungutannya, sebagai berikut:
Pemungutan pajak dapat dilakukan berdasarkan 3 stelsel :
1) Stelsel Nyata
2) Stelsel Anggapan (Fictieve stelsel)
3) Stelsel Campuran

3.2 SARAN
Setelah mempelajari makalah ini hendaklah kita sadar akan kewajiban kita
untuk membayar pajak, agar pembangunan di segala sektor yang ada di
Negara kita ini  dapat berjalan dengan lancar sehingga bias dinikmati oleh
seluruh masayarakat Indonesia. Juga dalam hal ini diharapkan direktorat
jendral pajak memberikan pengawasan kepada pegawai pajak dalam
memberikan pelayanan termasuk informasi mengenai syarat dalam
pemungutan pajak dan tata cara pemungutan pajak agar lebih diperhatikan,
agar dalam pelaksanaan perpajakan dapat berjalan baik.
4
16

DAFTAR ISI

http://repository.unair.ac.id/13781/7/7.%20Bab%201.pdf
http://repository.ut.ac.id/4532/1/PAJA3339-M1.pdf
https://www.online-pajak.com/syarat-pemungutan-pajak-ini-pengertian-
dasar-hukum-dan-penjelasannya
https://klikpajak.id/blog/berita-regulasi/mengenal-penerapan-stelsel-pajak-
di-indonesia/
https://www.online-pajak.com/perpajakan-di-indonesia-sejarah-sistem-dan-
dasar-hukumnya
https://www.online-pajak.com/tentang-pajak-pribadi/asas-pemungutan-
pajak-dan-penerapannya-di-indonesia
https://aguspajak.com/2018/01/23/prinsip-self-assessment-menurut-
ketentuan-umum-perpajakan-di-indonesia/
https://klikpajak.id/blog/tips-pajak/prinsip-self-assessment-pajak/

Anda mungkin juga menyukai