KELOMPOK 1
Reinaldy Reskiansyah 43115020004
Yulia Nur Hidayah 43116010292
Rachmitha Dewi 43116010303
A. Ketentuan hukum pajak dan dasar hukum pemungutan pajak
di Indonesia
Hukum pajak adalah keseluruhan dari peraturan-peraturan yang meliputi wewenang
pemerintah untuk megambil kekayaan seseorang dan menyerahkannya kembali kepada
masyarakat melalui kas negara, sehingga ia merupakan bagian dari hukum publik, yang
mengatur hubungan-hubungan hukum antara negara dan orang-orang atau badan-badan (hukum)
yang berkewajiban membayar pajak. Hukum pajak mengatur siapa subjek dan wajib pajak, objek
pajak, kewajiban wajib pajak kepada pemerintah, timbul/hapusnya hutang pajak, cara penagihan
pajak dan cara mengajukan keberatan/banding serta pengadilan pajak.
1. Hukum pajak formal adalah hukum pajak yang memuat adanya ketentuan-ketentuan
dalam mewujudkan hukum pajak material kenyataan.
2. Hukum pajak material adalah hukum pajak yang memuat tentang ketentuan-ketentuan
terhadap siapa yang dikenakan pajak dan siapa yang dikecualikan dengan pajak serta
berapa yang harus dibayar.
Uang pajak digunakan untuk kepentingan umum, bukan untuk kepentingan pribadi. Pajak
merupakan salah satu sumber dana pemerintah untuk mendanai pembangunan di pusat dan
daerah, seperti membangun fasilitas umum, membiayai anggaran kesehatan dan pendidikan, dan
kegiatan produktif lainnya. Pemungutan pajak dapat dipaksakan karena dilaksanakan
berdasarkan undang-undang.
Dengan demikian, fungsi pajak merupakan sumber pendapatan negara yang memiliki tujuan
menyeimbangkan pengeluaran negara dengan dengan pendapatan negara.
Pajak merupakan alat untuk melaksanakan atau mengatur kebijakan negara dalam lapangan
sosial dan ekonomi. Fungsi mengatur tersebut antara lain:
4. Fungsi Stabilisasi
Pajak dapat digunakan untuk menstabilkan kondisi dan keadaan perekonomian, seperti untuk
mengatasi inflasi, pemerintah menetapkan pajak yang tinggi, sehingga jumlah uang yang beredar
dapat dikurangi. Sedangkan untuk mengatasi kelusuan ekonomi atau deflasi, pemerintah
menurukan pajak sehingga jumlah uang yang beredar dapat ditambah dan deflasi dapat di atasi.
Keempat fungsi pajak di atas merupakan fungsi dari pajak yang umum dijumoai
diberbagai negara di Indonesia, pemerintah lebih menitikberatkan pada dua fungsi pajak sebagai
pengatur dan budgeter. Lembaga pemerintah yang mengelola pajak negara di Indonesia adalah
Direktorat Jendral Pajak (DJP) yang berada di bawah Kementerian Keuangan.
Tanggung jawab atas kewajiban membayar pajak berada pada anggota masyarakat sendiri
utnuk memenuhi kewajiban tersebut, sesuai dengan sistem self assessment yang dianut dalam
Sistem Perpajakan indonesia. Self Assessment berrati wajib pajak menghitung,
memperhitungkan, menyetor dan melapor kewajiban perpajakannya sendiri. Jadi tidak memaksa
wajib pajak membayar pajak sebesar-besarnya, tapi sesuai dengan aturan perundang-undangan.
Asas perpajakan sendiri merupakan dasar dan pedoman yang digunakan oleh pemerintah saat
membuat peraturan atau melakukan pemungutan pajak. Setidaknya ada tiga asas pemungutan
pajak yang kerap dijadikan pedoman di dunia, yaitu:
1. Asas tempat tinggal. Pemungutan pajak dilakukan berdasarkan domisili atau tempat
tinggal seseorang
2. Asas kebangsaan. Pemungutan pajak dilakukan berdasarkan kebangsaan seseorang.
Sebagai contoh, meskipun ada orang Amerika yang tinggal di Jepang, orang tersebut
tidak bisa diwajibkan untuk membayar pajak karena kebangsaannya bukan Jepang.
3. Asas sumber. Pemungutan pajak dilakukan berdasarkan sumber atau tempat penghasilan
berada.
Sedangkan, di Indonesia kita memiliki tujuh asas pemungutan pajak yang selalu dijadikan
pedoman. Baca penjelasan lengkapnya di bawah ini:
1. Asas finansial
Berdasarkan asas ini, pungutan pajak dilakukan sesuai dengan kondisi keuangan
(finansial) atau besaran pendapatan yang diterima oleh wajib pajak.
Contohnya: Pak Ahmad bekerja sebagai guru honorer dengan pendapatan sekitar
Rp15.000.000 per tahun, sedangkan Bu Laila bekerja sebagai Advokat dengan pendapatan
sekitar Rp1.000 000.000 per tahun.
Berdasarkan asas finansial, besaran pajak yang harus dibayar kedua orang tersebut tentu
saja berbeda. Berdasarkan asas ini pula, penetapan pungutan pajak yang harus dibayarkan kedua
orang tersebut harus lebih kecil dari pendapatan mereka selama setahun.
2. Asas ekonomis
Berdasarkan asas ekonomis, hasil pemungutan pajak di Indonesia harus digunakan sesuai
dengan kepentingan umum (kepentingan rakyat secara menyeluruh). Pajak juga tidak boleh
menjadi penyebab merosotnya kondisi perekonomian rakyat. Bahkan, dengan adanya
pemanfaatan hasil pajak, diharapkan pemerintah bisa membangun negeri ini secara maksimal
tanpa harus mendapatkan pembiayaan melalui skema lain seperti utang luar negeri.
3. Asas yuridis
Asas yuridis pemungutan pajak di Indonesia adalah pasal 23 ayat 2 UUD 1945. Selain itu
pemungutan pajak di Indonesia juga diatur oleh beberapa undang-undang, yaitu:
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan (KUP).
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (PPh).
Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan
Jasa, serta Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Aturan dan Prosedur Penagihan Pajak
dengan Surat Paksa.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan (BPHTB).
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak yang Berlaku di
Indonesia.
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
4. Asas umum
Asas pemungutan pajak yang selanjutnya adalah asas umum. Berdasarkan asas ini,
pemungutan pajak di Indonesia didasarkan atas keadilan umum. Artinya, baik pemungutan
maupun penggunaan pajak memang dirancang dari dan untuk masyarakat Indonesia.
5. Asas kebangsaan
Berdasarkan asas kebangsaan, setiap orang yang lahir dan tinggal di Indonesia, wajib
membayar pajak sesuai ketentuan yang berlaku di negeri ini. Berdasarkan asas kebangsaan pula,
warga asing yang tinggal atau berada di Indonesia selama lebih dari 12 bulan tanpa pernah
sekalipun meninggalkan negara ini wajib dikenai pajak selama penghasilan yang mereka
dapatkan bersumber dari Indonesia.
6. Asas sumber
Asas sumber merupakan dasar pemungutan pajak sesuai dengan tempat perusahaan
berdiri atau tempat tinggal wajib pajak. Jadi, pajak yang dipungut di Indonesia hanya
diberlakukan untuk orang yang tinggal dan bekerja di Indonesia.
Sebagai contoh, Pak Ahmad merupakan warga Indonesia yang tinggal dan bekerja di
Australia, meskipun secara dokumen kebangsaan Pak Ahmad adalah WNI tetapi berdasarkan
sumber pendapatannya Pak Ahmad tidak wajib membayar PPH yang dipungut oleh pemerintah
Indonesia.
7. Asas wilayah
Asas ini berlaku berdasarkan wilayah tempat tinggal wajib pajak. Contohnya, Bu Laila
merupakan WNI yang tinggal di Taiwan, maka menurut asas wilayah, baik rumah maupun
barang yang digunakan Bu Laila tidak wajib dikenai pajak oleh pemerintah Indonesia.
Sebaliknya, jika ada WNA yang tinggal di Indonesia dalam jangka waktu tertentu, WNA
tersebut wajib dikenai pajak berdasarkan hukum yang berlaku di negeri ini.
Karena sifat pajak adalah wajib, sebaiknya kita tidak melalaikan apalagi mengabaikan
pajak.
Self Assessment System adalah sistem pemungutan pajak ini memberikan wewenang
kepada wajib pajak untuk menghitung sendiri, melaporkan sendiri, dan membayar sendiri
pajak yang terhutang yang seharusnya dibayar.
Official Assessment System adalah sistem pemungutan pajak ini memberikan wewenang
kepada pemerintah (perugas pajak) untuk menentukan besarnya pajak terhutang wajib pajak.
Sistem pemungutan pajak ini sudah tidak berlaku lagi setelah reformasi perpajakan pada
tahun 1984.
Ciri-ciri sistem pemungutan pajak ini adalah:
3. Withholding System
Withholding System adalah sistem pemungutan pajak ini memberikan wewenang kepada
pihak lain atau pihak ketiga untuk memotong dan memungut besarnya pajak yang terhutang oleh
wajib pajak. Pihak ketiga disini adalah pihak lain selain pemerintah dan wajib pajak. Sistem
pemungutan pajak di Indonesia sesuai dengan asas pemungutan pajak menganut sistem
pemungutan pajak self assessment system dan Withholding system.
1. Ajaran Formil
Utang pajak timbul karena dikeluarkannya surat ketetapan pajak oleh fiskus (pegawai
pajak yang membantu Wajib Pajak/Subjek Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya).
Hal ini terjadi jika pemungutan pajak dilakukan dengan official assessment system, yaitu sistem
pemungutan pajak di mana jumlah pajak yang harus dibayar dan dihitung oleh fiskus. Kemudian
fiskus akan mengirimkan surat pemberitahuan terkait jumlah yang harus dibayarkan kepada
Wajib Pajak.
2. Ajaran Materil
Utang pajak timbul karena undang-undang dan karena ada sebab yang mengakibatkan
seseorang atau suatu pihak dikenakan pajak. Sebab-sebab yang membuat seseorang memiliki
utang pajak di antaranya:
Perbuatan, yaitu mendirikan bangungan, melakukan kegiatan impor atau ekspor, serta bepergian
ke luar negeri.
Keadaan, yaitu memiliki tanah atau bumi dan bangunan, memperoleh penghasilan, serta
memiliki kendaraan bermotor.
Peristiwa atau kejadian, yaitu mendapat hadiah undian.
Jadi sampai saat ini, para praktisi menggunakan dua ajaran ini untuk menilai munculnya
utang pajak pada wajib pajak.
Penghapusan Utang Pajak
Anda tidak perlu khawatir jika memiliki utang pajak karena Anda dapat menghapusnya
dengan beberapa cara yang telah diatur dalam undang-undang perpajakan. Ada 5 cara
menghapus utang pajak.
1. Pembayaran
Cara pertama menghapus utang pajak adalah dengan membayarnya pada negara.
Pembayarannya secara lunas dalam bentuk sejumlah uang oleh Wajib Pajak ke Kas Negara.
Dalam hal ini, Wajib Pajak dapat membayarnya sendiri atau menguasakannya pada pihak lain
selama pihak tersebut bertindak atas nama wajib pajak yang memiliki utang pajak.
Selain itu, pembayaran ini perlu menggunakan mata uang yang berlaku di Indonesia,
dalam hal ini adalah Rupiah.
2. Kompensasi
Kompensasi dapat dilakukan jika Wajib Pajak memiliki kelebihan dalam membayar
pajak sehingga dapat digunakan untuk membayar utang pajak. Kelebihan bayar pajak sendiri
dapat terjadi karena berbagai hal, seperti perubahan undang-undang pajak, kekeliruan
pembayaran, adanya pemberian pengurangan, dan sebagainya. Karena itu, kelebihan pajak ini
dapat dikreditkan.
Wajib pajak dapat menghapus utang pajak menggunakan cara ini dengan syarat ia wajib
mengajukan sendiri kepada pejabat pajak. Selain itu, Wajib Pajak tidak bisa mengkompensasikan
utang pajak dengan utang biasa karena berbeda konteks.
Kompensasi kerugian, ini terbagi menjadi tiga jenis yaitu kompensasi kerugian yang mendatar
(horizontal compensative), kompensasi yang tegak (vertical compensative), dan kompensasi
kerugian perang.
Kompensasi pembayaran, ini dapat dilakukan jika salah satu pihak memiliki utang dan memiliki
tagihan pada pihak lain.
Jika ingin menggunakan cara kompensasi, ada beberapa syarat yang perlu diperhatikan:
Bahwa pada saat yang sama, kedua subjek saling mempunyai tagihan.
Hal yang dikompensasikan hanyalah dua utang berupa uang dan barang yang sama macamnya.
Kompensasi berlaku karena hukum, bahkan jika pihak yang berhutang tidak mengetahuinya dan
saling menghilangkan utang yang sama besarnya pada saat yang sama.
3. Kedaluwarsa
Kedaluwarsa di sini adalah kedaluwarsa penagihan. Melansir dari DJP, hak untuk
menagih pajak kedaluwarsa setelah melampaui waktu 5 (lima) tahun terhitung sejat tanggal
terutang pajak atau berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak, atau tahun pajak yang
bersangkutan.
Kedaluwarsa penagihan pajak dapat dicegah dengan melakukan penagihan teguran, dan
pengakhiran dengan mengajukan permohonan keberatan atau penangguhan.
Selain itu, ada dua macam kedaluwarsa dalam hal utang pajak. Pertama adalah
kedaluwarsa lemah (penagihannya kedaluwarsa), dan kedua adalah kedaluwarsa kuat (utangnya
kedaluwarsa).
4. Pembebasan
Alternatif lain untuk menghapus utang pajak adalah dengan cara pembebasan. Namun,
pembebasan di sini pada umumnya bukan berarti menghilangkan pokok utang pajak, meniadakan
sanksi administratif terkait utang pajak.
Tetapi, utang pajak dapat berakhir dengan pembebasan karena cara ini merupakan sarana
hukum pajak untuk melepaskan tanggung jawab wajib pajak berupa membayar pajak.
5. Penghapusan/Peniadaan
Penghapusan utang pajak mirip dengan cara pembebasan. Perbedaannya, cara
penghapusan diberikan karena keadaan keuangan Wajib Pajak.
Penghapusan juga merupakan cara untuk mengakhiri utang pajak. Namun, hanya dengan
alasan tertentu, seperti Wajib Pajak terkena musibah atau karena dasar penetapannya tidak benar.
Ketika utang pajak telah dihapus, perikatan pajak akan berakhir sehingga Wajib Pajak tidak lagi
memiliki kewajiban membayar pajak yang terutang.
Itulah pembahasan singkat mengenai timbul dan hapusnya utang pajak. Secara garis
besar, ada dua ajaran atau dua teori yang mengatur timbulnya utang pajak, yaitu ajaran formil
dan ajaran materil. Lalu untuk menghapus utang pajak tersebut, ada 5 alternatif yang dapat Wajib
Pajak lakukan, yang meliputi: pembayaran, kompensasi, kedaluwarsa, pembebasan, dan
penghapusan/peniadaan.