Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau
badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapat imbalan
secara langsung dan digunakan oleh negara untuk sebesar- besarnya kemakmuran rakyat. Di
Indonesia sendiri, sekitar 2/3 dari jumlah seluruh penerimaan negara merupakan hasil pajak
sehingga tak dipungkiri pajak menjadi salah satu sektor penerimaan negara yang paling besar.
Suatu hal yang wajar, jika pajak mendominasi sumber terbesar penerimaan negara tersebut bila
dilihat dari banyaknya sumber daya alam dan sumber daya manusia yang mendiami negara kita
Indonesia.

Upaya untuk mewujudkan pencapaian perpajakan tentu tidak selalu berjalan lancar
apalagi bila dikaitkan dengan kewajiban membayar pajak oleh masyarakat. Dalam
kenyataannya, masyarakat sendiri masih banyak yang belum memahami dan menyadari
kewajiban mereka untuk membayar pajak. Padahal kemauan untuk membayar pajak merupakan
hal penting untuk menata kehidupan bangsa ke depannya. Hal ini terjadi karena masyarakat
masih belum paham tentang perwujudan konkrit dari uang yang mereka keluarkan untuk
membayar pajak. Sisi ekonomi juga menjadi salah satu penyebab tidak terciptanya kewajiban
masyarakat untuk membayar pajak sebagaimana mestinya. Memang patut untuk disadari
bahwa hasil pemungutan pajak tersebut tidak langsung dinikmati oleh para wajib pajak.
Perlu dilakukan berbagai proses dan rencana terlebih dahulu baru kemudian diwujudkan dalam
berbagai bentuk di berbagai sektor, seperti infrastruktur negara, biaya kesehatan, pendidikan,
dan sebagainya.

Dari itu, kesadaran membayar pajak sangat perlu dipupuk dalam masyarakat. Apabila
seorang wajib pajak memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang peraturan dan kegunaan
pajak serta pelayanan yang berkualitas terhadap wajib pajak, maka akan timbul kesadaran
dengan sendirinya. Kita sebagai warga negara yang baik harus mengetahui, memahami, dan
melaksanakannya dalam

kehidupan sehari-hari. Bila angka perpajakan meningkat dan berjalan dengan baik, maka
kemungkinan besar negara kita mempunyai peluang untuk terus meningkatkan berbagai sektor
yang dapat menunjang pendapatan negara nantinya.

1
Rumusan Masalah

1. Bagaimana sejarah munculnya sistem pajak di Indonesia?

2. Bagaimanakah regulasi perpajakan di Indonesia?

3. Problematika apa saja yang terjadi menyangkut sistem perpajakan di Indonesia?

4. Bagaimana solusi yang harus diambil untuk mengatasi problematika sistem perpajakan di
Indonesia?

Tujuan Masalah

1. Untuk menjawab rumusan masalah.

2. Sebagai literatur bagi para pembaca untuk meningkatkan pemahaman dan pengetahuan
mengenai perpajakan di Indonesia.

2
BAB II

PEMBAHASAN

Sejarah Perpajakan di Indonesia

Pajak bukanlah hal yang baru di Indonesia. Eksistensi pajak di Indonesia telah dikenal
sejak zaman kerajaan. Pada saat itu, istilah upeti merupakan istilah yang popular dan memiliki
sedikit perbedaan dengan istilah pajak yang kita kenal dan dengar pada masa sekarang ini.
Upeti cenderung bersifat memaksa dan diserahkan kepada raja atau penguasa yang berkuasa di
suatu daerah karena raja dianggap sebagai wakil Tuhan dan apa yang terjadi di masyarakat
dianggap dipengaruhi oleh raja.

Kehadiran pajak di tengah-tengah masyarakat Nusantara pada zaman dahulu adalah


sebagai bentuk kewajiban rakyat kepada kerajaan dan merupakan hak bagi rakyat untuk
mendapat imbalan dari raja yang bersangkutan. Namun, ada beberapa kerajaan yang
membebaskan kewajiban membayar pajak dari rakyatnya, seperti Kerajaan Majapahit, Demak,
Pajang, dan Mataram.

Ketika era kolonialisme mulai hadir, dari VOC hingga pendudukan Jepang di Indonesia,
regulasi pajak yang ditetapkan memiliki perbedaan sesuai dengan paham yang dianut oleh para
penjajah. Entah kebijakan VOC mengenai pajak rumah, entah kebijakan Jepang terkait
Romusha dan lain sebagainya, merupakan berbagai bentuk regulasi dengan pengawasan yang
minim pada zamannya. Hal inilah yang kemudian berujung pada penyelewengan yang dianggap
sebagai bentuk superioritas penguasa kepada rakyat serta berakibat pada dilema yang
bermunculan serta stigma negatif bagi rakyat zaman dahulu. Namun, pasca Kemerdekaan
Republik Indonesia, regulasi perpajakan mulai diatur oleh pemerintah melalui Kementerian
Keuangan yang dinilai lebih konservatif dan berkeadilan.1

Definisi Pajak dan Regulasi Perpajakan di Indonesia

Pajak (dari bahasa Latin taxo; "rate") adalah iuran rakyat kepada negara berdasarkan
undang-undang, sehingga dapat dipaksakan, dengan tidak mendapat balas jasa secara langsung.
Menurut Charles E.McLure, pajak adalah kewajiban finansial atau retribusi yang dikenakan
terhadap wajib pajak (orang pribadi atau Badan) oleh Negara atau institusi yang fungsinya
setara dengan negara yang digunakan untuk membiayai berbagai macam pengeluaran publik.2

Selain itu, menurut Prof. Dr. H. Rochmat Soemitro, S.H., pajak adalah iuran rakyat
kepada Kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada
mendapat jasa timbal (kontra prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan
untuk membayar pengeluaran umum. Definisi tersebut kemudian dikoreksinya yang berbunyi

3
sebagai berikut: Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada Kas Negara untuk
membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public saving yang merupakan
sumber utama untuk membiayai public investment.3

Tak hanya berdasar dari definisi para ahli, pajak juga didefiniskan dalam undang-undang
yang ditetapkan oleh Pemerintah Republik Indonesia. Berdasarkan pasal 1 angka 1 Undang-
Undang No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), pajak
adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang
bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara
langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Berangkat dari berbagai definisi di atas, kehadiran pajak tak lepas dari fungsi dan asas
yang berlaku sesuai regulasi perpajakan yang ditetapkan oleh suatu negara dalam hal ini negara
Indonesia. Fungsi-fungsi tersebut antara lain, fungsi anggaran (budgetair), fungsi mengatur
(regulerend), fungsi stabilitas, dan fungsi redistribusi pendapatan.4 Dalam pelaksanaannya, ada
pula hal-hal yang menjadi syarat pemungutan pajak oleh pemerintah serta asas-asas yang
menjadi tonggak pelaksanaan pemungutan pajak itu sendiri. Syarat-syarat tersebut, antara lain :

a. Syarat Keadilan (pemungutan pajak harus adil);

b. Syarat Yuridis (pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang);

c. Syarat Ekonomis (pemungutan pajak tidak mengganggu perekonomian nasional);


d. Syarat Finansial (pemungutan pajak harus efisien); dan

e. Syarat Sederhana (sistem pemungutan pajak harus sederhana).5

Adapun asas-asas yang dimaksud menurut Adam Smith dalam bukunya

Wealth of Nations adalah sebagai berikut.


a. Asas Equality (asas keseimbangan dengan kemampuan atau asas keadilan):
pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara harus sesuai dengan kemampuan
dan penghasilan wajib pajak. Negara tidak boleh bertindak diskriminatif terhadap
wajib pajak.
b. Asas Certainty (asas kepastian hukum): semua pungutan pajak harus berdasarkan
UU, sehingga bagi yang melanggar akan dapat dikenai sanksi hukum.
c. Asas Convinience of Payment (asas pemungutan pajak yang tepat waktu atau asas
kesenangan): pajak harus dipungut pada saat yang tepat bagi wajib pajak (saat
yang paling baik), misalnya disaat wajib pajak baru menerima penghasilannya
atau disaat wajib pajak menerima hadiah.
d. Asas Efficiency (asas efisien atau asas ekonomis): biaya pemungutan pajak
diusahakan sehemat mungkin, jangan sampai terjadi biaya pemungutan pajak

4
lebih besar dari hasil pemungutan pajak.6

Terkait dengan pelaksanaan pajak di Indonesia, asas-asas yang berlaku dan diterapkan adalah
sebagai berikut.

a. Asas Finansial.
b. Asas Ekonomis.
c. Asas Yuridis.
d. Asas Umum.
e. Asas Sumber.
f. Asas Kebangsaan atau Nasionalitas.
g. Asas Wilayah atau Teritorial.

Kedua syarat dan asas tersebut merupakan dua hal yang saling mendukung satu sama
lain dan tidak ada hal yang kontradiktif di dalamnya. Dua hal tersebutlah yang juga menjadi
dasar pemungutan pajak di Indonesia.

Di Indonesia sendiri, ketentuan dan regulasi pajak diatur dan dinaungi oleh Kementerian
Keuangan Republik Indonesia melalui Direktorat Jenderal Pajak Republik Indonesia. Adapun
dasar hukum yang selanjutnya menjadi landasan regulasi perpajakan di Indonesia adalah
sebagai berikut.

a. Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang diatur dalam
UU No. 6/1983 dan diperbarui oleh UU No. 16/2000.
b. Undang-Undang Pajak Penghasilan (PPh) yang diatur dalam UU No.
7/1983 dan diperbarui oleh UU No. 17/2000.
c. Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan yang diatur oleh
UU No. 8/1983 dan diganti menjadi UU No. 18/2000.

d. Undang-undang penagihan pajak dan surat paksa yang diatur dalam UU No.
19/1997 dan diganti menjadi UU No. 19/2000.
e. Undang-Undang Pengadilan Pajak yang diatur dalam UU N0. 14/2002.

Problem Pelaksanaan Pajak di Indonesia

Dalam praktiknya, pelaksanaan pajak di Indonesia tentunya tak semulus yang kita
harapkan. Permasalahan tersebut salah satunya adalah yang menjadi topik utama dalam laporan
ini, yakni rendahnya kesadaran warga negara dalam membayar pajak. Sebagai bentuk retribusi
yang ditetapkan pemerintah, pajak merupakan kewajiban warga negara yang harus dibayarkan
kepada negara sebagaimana yang diamanatkan dalam undang-undang. Oleh karena itu, warga

5
negara baru bisa mendapat haknya sebagai warga negara dalam hal ini mendapatkan fasilitas
yang layak setelah membayar pajak yang menjadi kewajiban mereka. Hal ini disebabkan
karena hak dan kewajiban merupakan sesuatu yang saling terkait dan oleh karenanya, kedua hal
tersebut tidak dapat dipisahkan.

Fakta di lapangan menunjukkan bahwa kinerja penerimaan perpajakan diperkirakan akan


melemah pada tahun 2020 dengan tax ratio berpotensi berada di bawah 9%, terendah dalam
dua dekade terakhir. Melalui Peraturan Presiden No.54/2020, pemerintah memangkas target
penerimaan perpajakan tahun ini dari Rp1.865 triliun menjadi Rp1.462 triliun. Penerimaan
pajak ditargetkan senilai Rp1.254,1 triliun atau hanya 76,3% dari target awal di APBN 2020
senilai Rp1.642,6 triliun.9 Tentunya hal tersebut disebabkan oleh pandemi Covid-19 yang
sampai saat penulis membuat makalah ini, masih menjadi hal yang tak kunjung ditemukan jalan
keluarnya.

Praktik pelaksanaan pajak di Indonesia sebagaimana yang kita ketahui telah sesuai
dengan undang-undang dan telah memenuhi syarat serta asas perpajakan itu sendiri. Namun,
tetap saja ada kendala dalam optimalisasi penerimaan pajak tersebut bahkan masih berlangsung
hingga dewasa ini dan hal tersebut turut dibuktikan dengan data yang dipaparkan di atas.
Sebagai inti bahasan, penulis telah menganalisis berbagai bentuk faktor penyebab rendahnya
kesadaran warga negara dalam membayar pajak. Faktor-faktor tersebut sebagai berikut.

a. Kurangnya kepercayaan masyarakat kepada Ditjen Pajak

Hal ini merupakan salah satu faktor yang turut mendorong keengganan warga
negara untuk membayar pajak. Menurut mantan Direktur Jenderal Direktorat
Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Indonesia Ken Dwijugiasteadi, tax
compliance adalah tindakan prosedural dan administratif yang diperlukan untuk
memenuhi kewajiban wajib pajak berdasarkan aturan pajak yang berlaku (IBFD
International Tax Glossary) yang dalam hal ini, masyarakat belum mematuhi
undang-undang dengan baik yang berujung pada menurunnya nilai tax ratio di
Indonesia.

b. Kurangnya kepercayaan masyarakat kepada aparat

Faktor ini yang menurut penulis adalah salah satu yang menjadi faktor utama
rendahnya kesadaran membayar pajak. Faktor ini hadir disinyalir sebagai bentuk
amarah dan rebel rakyat kepada pejabat dan aparat yang menyalahgunakan pajak
untuk hal-hal yang kurang berdampak pada masyarakat Indonesia bahkan untuk
hal-hal yang sifatnya korup dan menyengsarakan rakyat.
c. Ketidakpedulian dan fungsi pajak yang belum diketahui banyak oleh masyarakat
Faktor ini berkaitan dengan sosialisasi yang minim dilakukan instansi terkait
dalam hal ini Ditjen Pajak yang seharusnya dilakukan secara meluas kepada

6
rakyat sehingga kesadaran masyarakat juga bisa ditingkatkan. Selain itu,
masyarakat juga menilai bahwa proses birokrasi yang masih berbelit-belit dan
tidak mudah juga disinyalir sebagai bentuk “pemberontakan” rakyat untuk
membayar pajak.
d. Keterbatasan akses dan sosialisasi

Akses perpajakan dalam bidang teknologi dewasa ini tentunya sudah


menunjukkan perkembangan yang cukup baik. Hal itu diantaranya, pelaporan SPT
Tahunan yang sudah bisa dilakukan secara daring dan berbagai bentuk
procsedural lainnya. Namun, sebagai akibat dari kurangnya sosialisasi, masih
banyak masyarkat yang belum paham tata

cara hingga kemudahan akses yang dihidangkan Ditjen Pajak. Masyarakat juga
belum tahu-menahu terkait dikemanakan uang yang telah dibayarkan tersebut
sehingga menimbulkan skeptisisme dalam masyarakat hingga munculnya stigma
negatif yang seharusnya bisa diminimalisasi.

Keempat faktor di atas merupakan faktor utama yang menurut penulis, berkontribusi
besar pada rendahnya kesadaran masyarakat dalam membayar pajak. Tentunya penulis
berharap agar pemerintah segera menegakkan aturan terkait pelanggaran ini serta melakukan
sosialisasi yang bisa melancarkan proses optimalisasi penerimaan pajak di Indonesia.

7
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pajak adalah iuran rakyat kepada negara berdasarkan undang-undang, sehingga dapat

dipaksakan, dengan tidak mendapat balas jasa secara langsung. Namun, kesadaran masyarakat

untuk membayar pajak masih rendah hal ini disebabkan oleh kurangnya kepercayaan

masyarakat kepada Ditjen Pajak. Keterbatasan akses dan sosialisasi dan juga ketidakpedulian

dan fungsi pajak yang belum diketahui banyak oleh masyarakat. Strategi yang dapat dilakukan

adalah dengan menggunakan strategi sosialisasi, pendidikan, law enforcement dan juga

peningkatan citra good governance sehingga masyarakat semakin percaya dan nyaman dalam

membayar pajak.

8
DAFTAR PUSTAKA

Charles E. McLure, Jr. "Taxation" (https://www.britannica.com/topic/taxation


diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, diakses pada tanggal 30 September
2020 pukul 13.12 WITA).
Mukhamad Wisnu Nagoro, “Menengok Sejarah Perpajakan di Indonesia : Bagian
Pertama” (https://www.pajak.go.id/artikel/menengok-sejarah-perpajakan- di-
indonesia-bagian-pertama, diakses pada tanggal 30 September 2020 pukul 12.53
WITA).

OnlinePajak, “4 Fungsi Pajak Yang Sesungguhnya” (https://www.online-


pajak.com/tentang-pajak-pribadi/fungsi-pajak-bagi-pembangunan-bangsa- dan-
negara, diakses pada tanggal 30 September 2020 pukul 13.30 WITA).
OnlinePajak, “Perpajakan di Indonesia : Sejarah, Sistem, dan Dasar Hukumnya”
(https://www.online-pajak.com/perpajakan-di-indonesia-sejarah-sistem- dan-
dasar-hukumnya, diakses pada tanggal 30 September 2020 pukul 13.50 WITA).
OnlinePajak, “Syarat Pemungutan Pajak: Ini Pengertian, Dasar Hukum dan
Penjelasannya” (https://www.online-pajak.com/syarat-pemungutan-pajak- ini-
pengertian-dasar-hukum-dan-penjelasannya, diakses pada tanggal 30 September
2020 pukul 13.48 WITA).
Redaktur DDTCNews, “Pemerintah Proyeksi Tax Ratio 2020 Terendah dalam 2 Dekade
Terakhir“ (https://news.ddtc.co.id/pemerintah-proyeksi-tax-ratio- 2020-terendah-
dalam-2-dekade-terakhir-20876?page_y=568, diakses pada tanggal 30 September
2020 pukul 14.37 WITA)

Smith, Adam (1776). “An Inquiry into the Nature and Causes of the Wealth of Nations”
(dalam bahasa Inggris). London.
Soemitro, Rochmat (1988). “Pengantar Singkat Hukum Pajak”. Bandung: Eresco.
ISBN 979-8020-23-5.

Anda mungkin juga menyukai