Anda di halaman 1dari 16

Penyelesaian Sengketa pajak

Disusun oleh :
Nama : Riski Apriandy
NIM : 18310185
Fakultas : Hukum
Program Studi : Strata 1/S1
Semester : 4 A/Pagi
Dosen Pembimbing : Hj, Tuti Rezeki, SH.,MH

UNIVERSITAS SJAKHYAKIRTI
PALEMBANG
2020-2021

1
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami
tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam
semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang
kita nanti-natikan syafa’atnya di akhirat nanti.

Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya,
baik itu berupa sehar fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk
menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas dari mata kuliah Hukum Keluarga Dalam
Islam. Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan
kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi
makalah yang lebih baik lagi. Demikian, dan apabila terdapat banyak kesalahan pada
makalah ini penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Demikian, Semoga Makalah ini dapat Bermanfaat. Terima kasih.

Palembang, 09 April 2020

Penulis

2
DAFTAR ISI

Halaman Sampul................................................................................................................i
Kata Pengantar..................................................................................................................ii
Daftar Isi...........................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................1
A. Latar Belakang.......................................................................................................3
B. Rumusan Masalah..................................................................................................3
C. Maksud dan Tujuan...............................................................................................4
D. Metode Penelitian..................................................................................................5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................................6
A. Pengertian Pajak....................................................................................................6
B. Pengertian Sengketa..............................................................................................6
C. Definisi Sengketa Pajak ........................................................................................7
D. Dasar Hukum Sengketa Pajak...............................................................................8
BAB III PEMBAHASAN.................................................................................................9
1. Upaya Hukum dalam menyelesaikan Sengketa Pajak.........................................9
2. Praktek Penyelenggaraan Pajak.........................................................................10
BAB IV PENUTUP.........................................................................................................14
A. Kesimpulan..........................................................................................................14
B. Saran....................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................

iii

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pajak mempunyai peranan yang sangat dominan dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara khususnya di dalam pelaksanaan pembangunan,karena pajak merupakan
sumber pendapatan negarauntuk membiayai semua pengeluarantermasuk pengeluaran
pembangunan. Berdasarkan hal diatas maka pajakmempunyai beberapa fungsi, yaitu
:Fungsi anggaran (budgetair) Sebagai sumber pendapatan negara,pajak berfungsi untuk
membiayai pengeluaran negara.
Untuk menjalankan tugas-tugas rutin negara dan melaksanakan pembangunan, negara
membutuhkan biaya. Biayaini utamanya diperoleh dari penerimaan pajak. Dewasa ini
pajak digunakan untuk pembiayaan rutin seperti belanja pegawai, belanja barang,
pemeliharaan, dan lain sebagainya. Untuk pembiayaan pembangunan, uang dikeluarkan
dari tabungan pemerintah, yakni penerimaan dalam negeri dikurangi pengeluaran rutin.
Tabungan pemerintah ini dari tahun ke tahun harus ditingkatkan sesuai kebutuhan
pembiayaan pembangunan yang semakin meningkat dan ini terutama diharapkan dari
sektor pajak. Fungsi mengatur (regulerend)Pemerintah dalammengatur pertumbuhan
ekonomi dapat dilakukanmelalui kebijaksanaan pajak. Dengan fungsi mengatur, pajak
bisa digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan.
Contohnya dalam rangka meningkatkanpenanaman modal, baik dalam negeri maupun
luar negeri, diberikan berbagai macam fasilitaskeringanan pajak. Guna melindungi
produksi dalam negeri, pemerintah menetapkan bea masuk yangtinggi untuk produk
impor.Fungsi stabilitasDengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk
menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga,sehingga inflasidapat
dikendalikan, Hal ini bisa dilakukan antara lain dengan jalan mengatur peredaran uang di
masyarakat, pemungutan pajak, penggunaan pajak yang efektif dan efisien.
Fungsi redistribusi pendapatan Pajak yang sudah dipungut oleh negara akan digunakan
untuk membiayai semua kepentingan umum, termasuk juga untuk membiayai
pembangunan sehingga dapat membuka kesempatan kerja, yang pada akhirnya akan
dapat meningkatkan pendapatan masyarakat.

4
Namun bila terlalu rendah pembangunanpuntidak akan berjalan karena dana yang
kurang. Agar tidak menimbulkan berbagai masalah, maka pemungutan pajak harus
memenuhi persyaratan yaitu:
a. Pemungutan pajak harus adil;
b. Pengaturan Pajak harus berdasarkan Undang-Undang;
c. Pemungutan Pajak harus efisien;
d. Sistem pemungutan pajak harus sederhana.
pajak dalam pasal tersendiri yaitu dalam Pasal 23 A : Pajak dan pungutan lain yang
bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang Pelaksanaan
pemungutan pajak yang tidak sesuai dengan undang-undang dapat menimbulkan
ketidakadilan wajib pajak, dan berakibat pada timbulnya sengketa dan perkarapajak
antara wajib pajak dan pemungut pajak.Pada tingkat pertama sengketa pajak akan
diselesaikan oleh pemungut pajak. Dalam hal keputusan pemungut pajak (beschikking)
tidak memuaskan wajib pajak, maka wajib pajak dapat mengajukan upaya hukum berupa
gugatan dan/atau banding ke Pengadilan Pajak.
Penyelesaian perkarapajak saat ini diatur dalam UU Nomor 14 tahun 2002 tentang
Pengadilan Pajak. Sebelumnya penyelesaian perkara pajakberdasarkan Stbl. 1927 No. 29
juncto UU NO. 5 Th. 1959ditangani oleh Majelis Pertimbangan Pajak (MPP),
kemudianberdasarkan UU No. 17 tahun 1997 oleh Badan Penyelesaian Sengketa Pajak
(BPSP). Putusan perkara pajak melalui MPP maupunBPSP, memiliki kelemahan yang
mendasar, karena putusan institusi tersebut dianggap sebagai beschikking (keputusan
banding administratif) dimana berdasarkan Penjelasan Pasal 48 ayat (2) UU No. 5 Tahun
1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU
No.51 Tahun 2009dapat digugat kembali pada Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara.

B. Rumusan Masalah
1. Upaya Hukum apakah yang dapat dilakukan dalam penyelesaian permasalahan
sengketa pajak?
2. Apakah Pengadilan pajak yang ada sekarang ini sudah mencerminkan rasa keadilan dan
kepastian hukum ?

5
C. Maksud dan Tujuan
1. Maksud dan tujuanMaksud dari kegiatan ini adalah untuk menggali pemikiran-
pemikiran baru dari berbagai kalangan akademik, praktisi, dan penegak hukum
tentang pengadilan pajak yang ideial, dimasa yang akan datang .
2. Tujuannya adalah terwujudnya suatu rancangan undang-undang yang responsip baik
secara prosendural maupun substansial.

D. Metode Pendekatan
Metode yang digunakan dalam penyusunan naskah akademis ini adalah disrcriftif
analisis, nomatif, dengan mempelajari berbagai literature yang terkait, seperti peraturan
dasar, peraturan perundang-undangan, yurisprudensi, putusan Mahkamah Agung. Selain
menggunakan data sekunder, kajianjuga menggunakan data primer, mengadakan forum
diskusi untuk mendapatkan informasi yang actual.

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Pajak

Pengertian pajak sendiri menurut Undang-undang Nomor 28 tahun 2007 tentang


Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) adalah kontribusi wajib kepada
negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan
Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan
untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pajak digunakan
untuk membiayai pembangunan yang berguna bagi kepentingan bersama. Pembebanan
pajak oleh pemerintah yang berbentuk pemungutan pajak terhadap wajib pajak, pada
hakikatnya merupakan perwujudan dari pengabdian kewajiban dan peran serta wajib
pajak untuk langsung dan bersama-sama melaksanakan kewajiban perpajakan yang
diperlukan untuk pembiayaan Negara dan pembangunan nasional. Namun satu hal yang
harus diingat bahwa pajak bukanlah merupakan iuran yang sifatnya sukarela, akan tetapi
iuran yang dapat dipaksakan, sehingga kelalaian dalam memenuhi kewajiban perpajakan
dapat merugikan wajib pajak yang bersangkutan, dengan kemungkinan-kemungkinan
surat paksa, sita dan lelang serta sanksi-sanksi pidana yang dapat diancam dengan pidana
kurungan atau penjara. Apabila membahas pengertian pajak banyak para ahli yang
memberikan batasan mengenai pajak :

1. Menurut Muda Markus dan Lalu Hendry Yujana mengatakan bahwa harta kekayaan
rakyat yang berdasarkan Undang-undang sebagian wajib pajak diberikan oleh rakyat
kepada Negara, tanpa mendapat kontraprestasi yang diterima rakyat secara individual
dan langsung dari negara serta bukan merupakan penalti, yang berfungsi sebagai dana
untuk penyelenggaraan Negara, dari sisanya jika ada digunakan untuk pembangunan
serta berfungsi sebagai instrumen untuk mengatur kehidupan sosial ekonomi
masyarakat.
2. Menurut Rochmat Soemitro mengungkapkan bahwa pajak adalah iuran rakyat kepada
kas Negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak
mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukan dan yang
digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

7
B. Pengertian Sengketa
Sengketa dapat terjadi pada siapa sajadan dimana saja. Sengketadapat terjadi
antara individu dengan individu, antara individu dengankelompok, antara kelompok
dengan kelompok, antara perusahaan denganperusahaan, antara perusahaan dengan
negara, antara negara satu denganyang lainnya, dan sebagainya. Dengan kata lain,
sengketa dapat bersifatpublik maupun bersifat keperdataan dan dapat terjadi baik
dalam lingkuplokal,nasional maupun internasional.
Sengketa adalah suatu situasi dimana ada pihak yang merasadirugikan oleh
pihak lain, yang kemudian pihak tersebutmenyampaikanketidakpuasan ini kepada
pihak kedua. Jika situasimenunjukkanperbedaan pendapat, maka terjadilah apa yang
dinamakandengansengketa. Dalam konteks hukum khususnya hukum kontrak,
yangdimaksud dengan sengketa adalah perselisihan yang terjadi antara parapihak
karena adanya pelanggaran terhadap kesepakatan yang telahdituangkan dalam suatu
kontrak, baik sebagian maupun keseluruhan.Dengan kata lain telah terjadi wanprestasi
oleh pihak-pihak atau salah satu pihak.
Menurut Nurna ningsih Amriani,yang dimaksud dengan sengketa adalah
perselisihan yang terjadi antara pihak-pihak dalam perjanjian karena adanya
wanprestasi yang dilakukan oleh salah satu pihak dalam perjanjian.Hal yang sama
juga disampaikan oleh Takdir Rahmad yang mengartikan bahwa konflik atau
sengketa merupakan situasi dan kondisi di mana orang-orang saling mengalami
perselisihan yang bersifat faktual maupun perselisihan-perselisihan yang ada pada
persepsi mereka saja.Dengan demikian, yang dimaksud dengan sengketa ialah
suatuperselisihan yang terjadi antara dua pihak atau lebih yang saling
mempertahankan persepsinya masing-masing, di mana perselisihan tersebut dapat
terjadi karena adanya suatu tindakan wanprestasi dari pihak-pihak atau salah satu
pihak dalam perjanjian.

C. Definisi Sengketa Pajak

Definisi sengketa pajak dijelaskan dalam ketentuan Pasal 1 angka 5 UU No.


14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (“UU 14/2002”), yang berbunyi sebagai
berikut: “Sengketa pajak adalah adalah sengketa yang timbul dalam bidang
perpajakan antara Wajib Pajak atau penanggung Pajak dengan pejabat yang
berwenang sebagai akibat dikeluarkannya keputusan yang dapat diajukan Banding

8
atau Gugatan kepada Pengadilan Pajak berdasarkan peraturan perundang-undangan
perpajakan, termasuk Gugatan atas pelaksanaan penagihan berdasarkan Undang-
undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.”

Ketentuan tentang Banding dan Gugatan dalam sengketa pajak diatur lebih
lengkap dalam UU No. 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas UU No. 6
tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang selanjutnya
kami sebut sebagai UU KUP. Pengadilan pajak dalam hal ini merupakan lembaga
penyelesaian sengketa pajak yang dibentuk sesuai amanat UU KUP. Jadi, yang
dimaksud dengan sengketa pajak adalah sengketa dalam bidang perpajakan. Bentuk
perkara sengketa pajak dapat berupa Banding atau Gugatan. Sayangnya, Anda tidak
memberikan keterangan lebih detail mengenai bentuk sengketa pajak yang mana yang
Anda maksud. Karena itu, kami akan jelaskan mekanisme banding dan gugatan dalam
sengketa pajak.

D. Dasar Hukum Sengketa Pajak


1. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak
2. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-
Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 9/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pengajuan
dan Penyelesaian Keberatan

9
BAB III
PEMBAHASAN
A. Upaya Hukum dalam menyelesaikan permasalahan sengketa Pajak
1. Banding: “Banding adalah upaya hukum yang dapat dilakukan oleh wajib pajak
atau penanggung pajak terhadap suatu keputusan yang dapat diajukan Banding,
berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.”
2. Gugatan: “Gugatan adalah upaya hukum yang dapat dilakukan oleh wajib pajak
atau penanggung pajak terhadap pelaksanaanpenagihan Pajak atau
terhadapkeputusan yang dapat diajukan gugatan berdasarkan peraturan
perundang-undangan perpajakan yang berlaku”.
3. Peninjauan Kembali/PK: “Pihak-Pihak yang berperkaradapat mengajukan
peninjauan kembali atas putusan Pengadilan Pajak kepada Mahkamah Agung”.

Dari penjelasan beberapa istilah hukum di atas, dapat dipahami bahwa Pengadilan
Pajaksecara undang-undang berkompeten menangani sengketa perpajakan, baik pajak
pusatyang meliputi sengketa/perkata pajak dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan
Direktorat Bea dan Cukai (DJBC) serta pajak daerah oleh Pemerintah Daerah
(Pemda), baik berupa Banding maupun Gugatan.

Upaya hukum banding pada pengadilan pajak ini adalah merupakan akomodasi
dariketidakpuasan wajib pajak atau penanggung pajak terhadap putusan penyelesaian
sengketa Keberatan (keputusan keberatan) yang ditangani oleh DJP, DJBC dan
Pemda . Sementara itu, gugatan adalah akomodasi dari bentuk ketidak puasan
terhadap prosedur penagihan pajak atau keputusan lain di bidang perpajakanselain
keberatan. Terhadap putusan Pengadilan Pajak terdapat upaya hukum luar biasa,
dimana para pihak dapat mengajukan Peninjauan Kembali ke Mahkamah
Agung.Terkait dengan perkarapajak, R. Santoso Brotodiharjo berpandangan bahwa
Perkara Pajak terjadi karena penghindaran pajak (tax avoidance), pengelakan/
penyelendupan pajak (tax evasion), dan pelalaian pajak Sebenarnya yang merupakan
perkarapajak adalah hanya pengelakan/ penyelundupan dan pelalaian pajak saja,
sedangkan penghindaran pajak padadasarnya dapat dilakukan oleh Wajib Pajak
karena tidak bertentangan dengan UU Perpajakan Pajak memegang peran penting dan
strategis dalam penerimaan negara,

10
oleh karena itu dalam penyelesaian PerkaraPajak diperlukan jenjang pemeriksaan
ulang vertikal yang lebih ringkas. Memperbanyak jenjang pemeriksaan ulang vertikal
akan mengakibatkan potensi pengulangan pemeriksaan menyeluruh Walaupun pajak
merupakan sumber utama penerimaan suatu negara, tetapi tidak boleh dilakukan
secara semena-mena, baik dalam pembuatan aturannya maupun pelaksanaannya.

Menurut Adam Smith, baik negara/ pemerintah maupun masyarakat (sebagai


wajib pajak) mempunyai posisi tawar yang sama kuatnya untuk menentukan
bagaimana sebaiknya pajak harus diterapkan, yaitu siapa yang dikenakan pajak, apa
yang dikenakan pajak, kapan dikenakan, berapa yang harus dibayar, dan
sebagainya.Mengingat pentingnya pengaturan pajak tersebut, makaditegaskan dalam
UUD bahwa pajak harus ditetapkan dengan undang-undang Namun demikian, kendati
Pengadilan Pajak sudah diatur dalam UU, tidak kemudianmun-cul anggapan bahwa
kodifikasi peraturan perihal Pengadilan Pajak dalam UU No. 14 tahun 2002 tersebut
kemudian dianggap cukup untuk mengatasi semua persoalan hukum19.

Ungkapan di atas tadi tidak berlebihan dan tidak dilebih-lebihkan, dengan


pertimbangan bahwa ke depan pasti akan muncul problem-problem dan permasalahan
baru sesuai dengan dinamika perkembangan zaman baik dari sudut perkembangan
perekonomian (baca: kebijakan ekonomi), atau berbagai kepentingan politik regional
dan internasional. Munculnya problem baru adalah bagian dari proses sosial, maka
bagaimanapun sempurnanya pembuat hukum untuk mengatasi persoalan-persoalan
dan berbagai kekurangan ia tidak akan dapat menlak timbulnya problem baru
dikemudian hari. Jika demikian maka yang sudah sempurnapun akan menjadi kurang
sempurna seiring dinamika sosial, ekonomi dan politik masyarakat.

B. Praktek Penyelenggaraan Pengadilan Pajak


Target pencapaian penerimaan pajak yang sebesar-besarnya adalah upaya maksimal
untuk mengoptimalkan jumlah subyek atau obyek yang dikenakan pajak agar tidak
ada yang terlewatkan.Terdapat beberapa faktor penting dalam upaya optimalisasi
tersebut, antara lain:
1. Adanya kejelasan dan kepastian Peraturan Perundang-Undangan diBidang
Perpajakan.

11
Secara formal, pajak harus dipungut berdasarkan undang-undang demi
tercapainya keadilan dalam pungutan pajak. Keadilan adalah merupakan salah satu
syarat dalam pemungutan pajak, sesuai dengan tujuan hukum, yakni mencapai
keadilan. Adil dalam perundang-undangan diantaranya adalah mengenakan pajak
secara umum dan merata serta disesuaikan dengan kemampuan masing-masing.
Sedangkan adil dalam pelaksanaannya yakni dengan memberikan hak bagi wajib
pajak untuk mengajukan keberatan, penundaan dalam pembayaran dan mengajukan
banding kepada Pengadilan Pajak.
Keberadaan undang-undang harus memiliki makna dan pemahaman yang jelas,
sederhana dan mudah dimengerti, baik oleh fiskus, maupun oleh pembayar pajak,
karena perbedaan penafsiran atau adanya kesalahan penafsiran akibat dari
ketidakjelasan peraturan akan berdampak fatal dalam proses penyelesaian perkaraatau
bahkan indikasi timbulnya konflik yang akan menjadi penyebab terhambatnya
pembayaran pajak itu sendiri.
Hal-hal lain yang perlu diwaspadai dari munculnya aturan perundang-
undangan yang tidak dapat dimengerti dan dipahami pembayar pajak (wajib pajak) itu
akan membingungkan baik fiskus maupun pembayar pajak yang akhirnya berdampak
pada rumitnya birokrasi bahkan cenderung berbelit-belit, padahal azas dalam
penyelesaian perkaradi Pengadilan Pajak ini adalah penyelesaian dengan acara cepat,
sederhana dan murah serta memiliki keputusan final, proses yang rumit dan berbelit-
belit ini akan menimbulkan rasa malas dan cenderung merugikan para pembayar
pajak.
2. Penegak hukum yang profesional dan berkompeten
Pada bagian penjelasan UU No 14 Tahun 2002 dinyatakan bahwa Pengadilan
Pajak yang diatur dalam ketentuan tersebut bersifat khusus menyangkut acara
penyelenggaraan persidangan perkaraperpajakan. Terkait dengan kekhususannya itu,
ada beberapa hal yang patutmenjadi perhatian bersama, antara lain:
a. Kekhususan dalam melaksanakan persidangan, bahwa sidang peradilan pajak pada
perinsipnya dilaksanakan secara terbuka, namun dalam hal-hal tertentu dan hal-hal
yang bersifat khusus, maka sidang bisa dinyatakan tertutup, sedangkan pembacaan
Pengadilan Pajak dilaksanakan dalam sidang yang terbuka untuk umum.
b. Dalam upaya penyelesaian perkaraperpajakan ini memerlukan tenaga-tenaga hakim
yang juga memiliki kekhususan, dalam arti memiliki kemampuan dan kompetensi

12
dalam bidang perpajakan dan berijazah sarjana hukum yang menguasai betul masalah
perpajakan.
c. Kekhususan tersebut juga terdapat pada perkarayang diselesaikan, yakni khusus
perkara dalam masalah perpajakan.

3. Pemungutan Pajak harus Efisien (Syarat Finansiil). Hal ini sesuai dengan fungsi
budgetair, biaya pemungutan pajak harus dapat ditekan sehingga lebih rendah
dari hasil pemungutannya.
4. Tidak Menganggu Perekonomian.Hal ini menjadi sangat krusial, terkait dengan
maju-mundurnya perekonomian suatu bangsa. Pemungutantidak boleh
mengganggu kelancaran kegiatan produksi maupun perdagangan, sehingga tidak
membuat perekonomian menjadi lesu. Prinsip ini juga berlaku dalam pelaksanaan
proses peradilan dalam hal perkaraperpajakan.
5. Azas Sederhana dalam Sistem Pemungutan danDalam Proses Penyelesaian
Perkara.Sistem pemungutan yang sederhana akan memudahkan dan mendorong
masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakan, syarat ini nampaknya telah
dipenuhi oleh UU perpajakan yang baru. Adapaun asas sederhana dalam upaya
penyelesaian perkara, juga tidak kalah pentingnya, karena hal ini juga akan terkait
dengan sikap dan upaya para wajib pajak dalam mencari keadilan atas
perkarayang mereka alami.
6. Memberikan Pendidikan Pajak kepada MasyarakatSejak tahun 1984, sistem
perpajakan di Indonesia menganut prinsip Self Assessment Prinsip ini
memberikan kepercayaan penuh kepada pembayar pajak untuk melaksanakan hak
dan kewajibannya dalam bidang perpajakan, seperti yang tertuang dalam Undang-
Undang No. 16 Tahun 2000 Pasal 4 ayat (1) bahwa wajib pajak harus mengisi dan
menyampaikan Surat Pemberitahuan dengan benar, lengkap, jelas, dan
menandatanganinya. Sementara di Pasal 12 ayat(1) dinyatakan bahwa setiap wajib
pajak harus membayar pajak yang terutang berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan, dengan tidak menggantungkan pada adanya
surat ketetapan pajak. Dalam hal ini, pembayar pajak mengisi sendiri Surat
Pemberitahuan (SPT) yang dibuat pada setiap akhir masa pajak atau akhir tahun
pajak. Nantinya, fiskus melakukan penelitian dan pemeriksaan mengenai
kebenaran pemberitahuan tersebut.Dengan menerapkan prinsip ini, pembayar
pajak harus memahami peraturan perundang-undangan mengenai

13
perpajakan,sehingga dapat melakukan tugas administrasi perpajakan. Untuk itu,
intelektualitas menjadi sangat penting sehingga tercipta masyarakat yang sadar
pajak dan mau memenuhi kewajibannya tanpa ada unsur pemaksaan. Namun,
semuanya itu hanya dapat terjadi bila memang undang-undang itu sendiri
sederhana, mudah dimengerti, dan tidak menimbulkan kesalahan persepsi.
7. Kualitas Fiskus (Petugas Pajak)Kualitas fiskus sangat menentukan di dalam
efektivitas pelaksanaan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Bila
dikaitkan dengan optimalisasi target penerimaan pajak, maka fiskus haruslah
orang yang berkompenten di bidang perpajakan, memiliki kecakapan teknis, dan
bermoral tinggi. Baru-baru ini diberitakan bahwa seluruh kantor wilayah pajak di
Indonesia tidak sanggup memenuhi penghimpunan dana sesuai target yang
ditetapkan dalam APBN
8. Sistem Administrasi Perpajakan yang Tepat Seberapa besar penerimaan yang
diperoleh melalui pemungutan pajak juga dipengaruhi oleh bagaimana
pemungutan pajak itu dilakukan.

14
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Pengadilan Pajak yang diatur dengan Undang-Undang No. 14 Tahun 2002,
perlu dilakukan perubahan karena sudah tidak sesuai dengan pekembangan
hukumpada saat sekarang
2. Penyelenggaraan Pengadilan pajak menjalankan kekuasaan kehakiman di
bidang perpajakan.
3. Pembinaan Pengadilan pajak, baik secara teknis maupun administrative berada
di bawah Mahkamah Agung sebagai pemegang kekuasaan kehakiman
tertinggi
4. Pengadilan pajak adalah pengadilan yang sangat spesifik/khusus, oleh karena
itupengaturan sebagai badan Peradilan juga harus spesifik/khusus, baik
mekanisme beracara di pengadilan,maupun institusi kelembagaannya.
B. Saran
1. Segera dilakukan perubahan/pergantian Undang-Undang No. 14 Tahun 2002
tentang pengadilan Pajak.
2. Dalam melakukan perubahan/pergantian agarmemperhatikan simpulan dalam
Naskah Akademik,
3. Sebagai peradilan tersendiri disamping 4 (empat) peradilan yang telah ada
yang diberi nama Pengadilan Pajak, yaitu pengadilan khusus dalam
lingkunganPeradilan Tata Usaha Negara.
4. Hakim Pengadilan Pajak adalah Sarjana Hukum atau sarjana lainnya yang
memiliki kualifikasi tertentu dan menguasai perhitungan pajak.
5. Kedudukan berada dibawah Mahkamah Agung.

15
DAFTAR PUSTAKA

Bambang Waluyo, “Penelitian Hukum Dalam Praktek”, Sinar Grafika, Jakarta, 1991.

http://eprints.undip.ac.id/18075/1/SHAELENDRA_PRABU_YUDA.pdf diakses pada 09


April 2020

https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/cl2072/cara-penyelesaian-sengketa-pajak/
diakses pada 09 April 2020

16

Anda mungkin juga menyukai