“PPH BADAN”
Disusun oleh:
1. Elok Nusantari 123011901015
2. Ahmad Faiz Zindan Balliyand 123012001004
3. Daniel Alusinsing 123012001025
4. Erin 123012001038
5. Tjie Hendra 123012001091
1. Wajib Pajak
Pengertian Wajib Pajak (Penjelasan - UU Nomor 11 Tahun 2020 Pasal 2 (2))
Orang pribadi atau badan yang telah memenuhi kewajiban subjektif dan objektif. Subjek Pajak
dalam negeri menjadi Wajib Pajak apabila telah menerima atau memperoleh penghasilan yang
besarnya melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak, sedangkan Subjek Pajak luar negeri sekaligus
menjadi Wajib Pajak, sehubungan dengan penghasilan yang diterima dari sumber penghasilan di
Indonesia atau diperoleh melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
Subjek Pajak Luar Negeri (UU Nomor 11 Tahun 2020, Pasal 2 ayat (4))
Yang dimaksud dengan Subyek Pajak luar negeri adalah:
a. orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia
b. warga negara asing yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh
tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan;
c. Warga Negara Indonesia yang berada di luar Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan
puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan serta memenuhi persyaratan:
tempat tinggal;
pusat kegiatan utama;
tempat menjalankan kebiasan;
status subjek pajak; dan/atau
persyaratan tertentu lainnya
d. badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia
yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia
atau yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak dari
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
2. Perbedaan antara Wajib Pajak dalam negeri dan Wajib Pajak luar negeri
(Penjelasan - UU Nomor 11 Tahun 2020 Pasal 2 (2))
Perbedaan yang penting antara Wajib Pajak dalam negeri dan Wajib Pajak luar negeri terletak
dalam pemenuhan kewajiban pajaknya, antara lain:
No Wajib Pajak Dalam Negeri Wajib Pajak Luar Negeri (WPLN)
(WPDN)
1. Dikenakan pajak atas penghasilan Dikenakan pajak hanya atas penghasilan yang
yang diterima atau diperoleh dari berasal dari sumber penghasilan di Indonesia.
Indonesia maupun dari luar
Indonesia (world wide income)
2. Penghasilan yang dikenakan pajak Penghasilan yang dikenakan pajak adalah
adalah penghasilan netto dengan penghasilan bruto dengan tarif sepadan, kecuali
tarif umum WPLN tersebut menjalankan usaha melalui
Bentuk Usaha tetap di Indonesia dimana BUT
memiliki kewajiban pajak yang sama dengan
WPDN.
No Wajib Pajak Dalam Negeri Wajib Pajak Luar Negeri (WPLN)
(WPDN)
3. Wajib menyampaikan SPT Tidak wajib menyampaikan SPT karena
kewajiban pajaknya dipenuhi melalui
pemotongan pajak yang bersifat final.
3. Bentuk Usaha Tetap: Jenis-jenis BUT (UU Nomor 11 Tahun 2020 Pasal 2 (5))
1. Tipe Fasilitas Fisik, terdiri dari :
- Tempat kedudukan manajemen;
- Cabang perusahaan;
- Kantor perwakilan;
- Gedung kantor;
- Pabrik;
- Bengkel;
- Gudang;
- Ruang untuk promosi dan penjualan;
- Pertambangan dan penggalian sumber daya alam;
- Wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi;
- Perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan,atau kehutanan
- Komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki, disewa, atau
digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalankan kegiatan usaha
melalui internet.
- Keberadaan BUT tipe fasilitas fisik dapat dilihat dari ada atau tidaknya fasilitas fisik
seperti cabang, bengkel, kantor, dsb di negara sumber.
Perusahaan asuransi yang didirikan dan bertempat kedudukan di luar Indonesia dianggap
mempunyai bentuk usaha tetap di Indonesia apabila perusahaan asuransi tersebut menerima
pembayaran premi asuransi di Indonesia atau menanggung risiko di Indonesia melalui pegawai,
perwakilan atau agennya di Indonesia. Menanggung risiko di Indonesia tidak berarti bahwa
peristiwa yang mengakibatkan risiko tersebut terjadi di Indonesia. Yang perlu diperhatikan
adalah bahwa pihak tertanggung bertempat tinggal, berada atau bertempat kedudukan di
Indonesia.
Untuk penerapan P3B, proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan merupakan
bentuk usaha tetap sepanjang dikerjakan melebihi periode waktu dalam P3B. Proyek
konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan juga meliputi proyek konstruksi, instalasi, atau
proyek perakitan di Indonesia yang:
a. pengerjaannya dilakukan di luar Indonesia; dan/atau
b. pengerjaannya diteruskan kepada subkontraktor dalam negeri maupun luar negeri.
2. pemberian jasa dalam bentuk apa pun oleh pegawai atau orang lain, sepanjang dilakukan
lebih dari 60 (enam puluh) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan;
Dalam penentuan periode waktu berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. periode waktu dihitung sejak saat proyek mulai dikerjakan Orang Pribadi Asing atau
Badan Asing;
b. periode waktu berakhir saat:
1. Orang Pribadi Asing atau Badan Asing menyelesaikan pekerjaan dan menyerahkan
hasil pekerjaan kepada penerima jasa konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan;
atau
2. Orang Pribadi Asing atau Badan Asing menghentikan pekerjaan sebelum pekerjaan
selesai;
c. penghentian pengerjaan proyek untuk sementara tidak menunda penghitungan periode
waktu;
d. bagian dari hari dihitung penuh 1 (satu) hari, dalam hal periode waktu dihitung
berdasarkan hari;
e. bagian dari bulan kalender dihitung penuh 1 (satu) bulan, dalam hal periode waktu
dihitung berdasarkan bulan; dan
f. waktu pengerjaan oleh subkontraktor diperhitungkan ke dalam periode waktu, dalam hal
Orang Pribadi Asing atau Badan Asing meneruskan pekerjaan kepada subkontraktor.
Pemberian jasa dalam bentuk apa pun oleh pegawai atau orang lain, sepanjang dilakukan
lebih dari 60 (enam puluh) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf b merupakan bentuk usaha tetap sepanjang memenuhi
kriteria sebagai berikut:
a. pegawai atau orang lain tersebut dipekerjakan oleh Orang Pribadi Asing atau Badan
Asing atau subkontraktor dari Orang Pribadi Asing atau Badan Asing tersebut;
b. pemberian jasa dilakukan di Indonesia; dan
c. pemberian jasa dilakukan kepada pihak di Indonesia atau di luar Indonesia.
Untuk penerapan P3B, pemberian jasa dalam bentuk apa pun oleh pegawai atau orang lain
yang dipekerjakan Orang Pribadi Asing atau Badan Asing merupakan bentuk usaha tetap
sepanjang dilakukan melebihi periode waktu dalam P3B di Indonesia. Penghitungan periode
waktu berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. periode waktu dimulai saat pemberian jasa mulai dilakukan;
b. periode waktu berakhir saat pemberian jasa selesai dilakukan;
c. bagian dari hari dihitung penuh 1 (satu) hari, dalam hal periode waktu dihitung
berdasarkan hari;
d. bagian dari bulan kalender dihitung penuh 1 (satu) bulan, dalam hal periode waktu
dihitung berdasarkan hari; dan
e. waktu pengerjaan oleh subkontraktor diperhitungkan ke dalam periode waktu, dalam hal
Orang Pribadi Asing atau Badan Asing meneruskan pekerjaan kepada subkontraktor.
3. Orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas; dan
Orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas merupakan
bentuk usaha tetap sepanjang orang pribadi atau badan bertindak untuk dan atas nama Orang
Pribadi Asing atau Badan Asing. Orang pribadi atau badan bertindak untuk dan atas nama
Orang Pribadi Asing atau Badan Asing sepanjang orang pribadi atau badan tersebut:
a. menerima instruksi untuk kepentingan Orang Pribadi Asing atau Badan Asing dalam
menjalankan usaha atau melakukan kegiatannya; atau
b. tidak menanggung sendiri risiko usaha atau kegiatannya.
Orang Pribadi Asing atau Badan Asing tidak dapat dianggap mempunyai bentuk usaha tetap
di Indonesia apabila Orang Pribadi Asing atau Badan Asing tersebut dalam menjalankan
usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia menggunakan agen, broker atau perantara yang
mempunyai kedudukan bebas, asalkan agen, broker atau perantara tersebut dalam
kenyataannya bertindak sepenuhnya dalam rangka menjalankan perusahaannya sendiri. Untuk
penerapan P3B, dalam hal agen yang berkedudukan tidak bebas hanya melakukan kegiatan
yang bersifat persiapan (preparatory) atau penunjang (auxiliary) maka agen yang
berkedudukan tidak bebas tersebut bukan merupakan bentuk usaha tetap.
4. Agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak didirikan dan tidak bertempat
kedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau menanggung risiko di Indonesia.
Agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak didirikan dan tidak bertempat
kedudukan di Indonesia merupakan bentuk usaha tetap sepanjang:
a. menerima premi asuransi di Indonesia; atau
b. menanggung risiko di Indonesia dimana pihak tertanggung bertempat tinggal, bertempat
kedudukan, atau berada di Indonesia.
Untuk penerapan P3B, ketentuan sebagaimana dimaksud diatas tidak berlaku untuk reasuransi
Penghasilan BUT
2. Penghasilan kantor pusatnya dari usaha atau kegiatan penjualan barang atau pemberian jasa di
Indonesia yang sejenis dengan yang dijalankan/dilakukan oleh BUT di Indonesia. Hal ini
karena pada hakikatnya usaha atau kegiatan kantor pusat di Indonesia tersebut termasuk
dalam ruang lingkup usaha dan kegiatan yang dapat dilakukan oleh Bentuk Usaha Tetap.
Misalnya ;
- Sebuah bank di luar negeri yang memiliki Bentuk Usaha Tetap di Indonesia,
memberikan pinjaman secara langsung tanpa melalui Bentuk Usaha Tetap kepada
perusahaan di Indonesia. Dalam hal ini, penghasilan sehubungan dengan pemberian
pinjaman oleh kantor pusat tersebut diakui sebagai penghasilan Bentuk Usaha Tetap.
- Sebuah perusahaan di luar negeri yang memiliki Bentuk Usaha Tetap di Indonesia
menjual produk yang sama dengan yang dijual oleh BUT secara langsung tanpa melalui
BUT-nya kepada pembeli di Indonesia. Dalam hal ini, penjualan yang dilakukan oleh
kantor pusat tersebut diakui sebagai penjualannya BUT di Indonesia.
3. Penghasilan yang diterima oleh kantor pusat (wajib pajak luar negeri) dari Indonesia,
sepanjang terdapat hubungan efektif antara BUT-nya dengan harta atau kegiatan yang
memberikan penghasilan tersebut.
Misalnya ;
- Zenith Inc. yang berkedudukan di Amerika menutup perjanjian lisensi dengan PT Polar
untuk mempergunakan merek dagang Zenith Inc. atas hak tersebut, Zenith Inc
menerima royalty dari PT Polar.
- Sehubungan dengan perjanjian tersebut, Zenith Inc memberikan jasa manajemen kepada
PT Polar melalui BUT di Indonesia, dan dalam rangka pemasaran produk PT Polar yang
menggunakan merek Zenith Inc tersebut.
- Dalam kasus di atas, penggunaan merek dagang oleh PT Polar memiliki hubungan
efektif dengan BUT di Indonesia, sehingga penghasilan Zenith Inc yang berupa royalty
tersebut diperlakukan sebagai penghasilan BUT.
Pembayaran BUT kepada Kantor Pusat yang Tidak Dapat Dibebankan Sebagai Biaya
adalah:
- Royalty atau imbalan lainnya sehubungan dengan penggunaan harta, patent, atau hak-
hak lainnya.
- Imbalan sehubungan dengan jasa manajemen dan jasa-jasa lainnya.
- Bunga, kecuali berkenaan dengan usaha perbankan.
Dalam hal sebaliknya (pembayaran-pembayaran tersebut di atas diterima oleh BUT dari Kantor
Pusatnya), juga bukan merupakan obyek PPh, kecuali bunga yang berkenaan dengan usaha
perbankan
Penghitungan PPh Pasal 26 atas Laba Setelah Pajak yang Diperoleh BUT (Branch Profit Tax)
(14/PMK.03/2011)
PPh Pasal 26 atas Laba Setelah Pajak yang diperoleh BUT yaitu tambahan PPh yang dikenakan atas
laba setelah pajak (net income after tax) yang diperoleh BUT sebesar 20% atau sesuai tarif yang
berlaku dalam Tax Treaty.
Tambahan PPh atas laba setelah pajak yang diperoleh BUT tersebut tidak dikenakan apabila laba
setelah pajak BUT tersebut ditanamkan kembali di Indonesia, dengan syarat :
a. Penyertaan modal pada perusahaan yang baru didirikan dan berkedudukan di Indonesia
sebagai pendiri atau peserta pendiri;
b. Penyertaan modal pada perusahaan yang sudah didirikan dan berkedudukan di Indonesia
sebagai pemegang saham;
c. Pembelian aktiva tetap yang digunakan oleh Bentuk Usaha Tetap untuk menjalankan usaha
Bentuk Usaha Tetap atau melakukan kegiatan Bentuk Usaha Tetap di Indonesia; atau
d. Investasi berupa aktiva tidak berwujud oleh Bentuk Usaha Tetap untuk menjalankan usaha
Bentuk Usaha Tetap atau melakukan kegiatan Bentuk Usaha Tetap di Indonesia.
Dalam hal persyaratan tidak lagi dipenuhi, penghasilan tersebut ditetapkan sebagai Penghasilan
Kena Pajak sesudah dikurangi Pajak Penghasilan atas BUT bersangkutan terhitung sejak
diperolehnya Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi Pajak Penghasilan tersebut dan dikenai
sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan
Seluruh Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi Pajak Penghasilan dari suatu Bentuk Usaha
Tetap yang ditanamkan kembali di Indonesia yang dikecualikan dari pengenaan Pajak Penghasilan,
harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Penanaman kembali di Indonesia harus dilakukan paling lama pada akhir Tahun Pajak
berikutnya, setelah Tahun Pajak diperolehnya penghasilan tersebut bagi Bentuk Usaha Tetap
yang bersangkutan; dan
b. Bentuk Usaha Tetap yang bersangkutan menyampaikan pemberitahuan secara tertulis
mengenai bentuk penanaman modal, realisasi penanaman kembali yang telah dilakukan
dan/atau saat mulai berproduksi komersial bagi perusahaan yang baru didirikan, yang
dilakukan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar.
Untuk penanaman kembali di Indonesia dalam bentuk penyertaan modal pada perusahaan yang baru
didirikan dan berkedudukan di Indonesia sebagai pendiri atau peserta pendiri, harus memenuhi
tambahan persyaratan sebagai berikut:
a. Perusahaan baru yang didirikan dan berkedudukan di Indonesia secara aktif telah melakukan
kegiatan usaha sesuai akta pendiriannya, paling lama 1 (satu) tahun sejak perusahaan tersebut
didirikan; dan
b. Bentuk Usaha Tetap yang bersangkutan tidak boleh melakukan pengalihan atas penyertaan
modal paling sedikit dalam jangka waktu 2 (dua) tahun sejak perusahaan baru dimaksud
berproduksi komersial.
Untuk penanaman kembali di Indonesia dalam bentuk penyertaan modal pada perusahaan yang
sudah didirikan dan berkedudukan di Indonesia sebagai pemegang saham, harus memenuhi
tambahan persyaratan sebagai berikut:
a. Perusahaan yang sudah didirikan dan berkedudukan di Indonesia mempunyai kegiatan usaha
aktif di Indonesia; dan
b. Bentuk Usaha Tetap yang bersangkutan tidak boleh melakukan pengalihan atas penyertaan
modal paling sedikit dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun sejak penyertaan modal.
Bentuk Usaha Tetap yang bersangkutan tidak boleh melakukan pengalihan atas pembelian aktiva
tetap atau pengalihan atas investasi berupa aktiva tidak berwujud, paling sedikit dalam jangka
waktu 3 (tiga) tahun sejak perolehan aktiva tetap atau investasi aktiva tidak berwujud yang
bersangkutan.
Wajib Pajak Bentuk Usaha Tetap yang melakukan penanaman kembali seluruh Penghasilan Kena
Pajak sesudah dikurangi pajak penghasilan di Indonesia, wajib menyampaikan pemberitahuan
secara tertulis mengenai bentuk penanaman modal yang dilakukan kepada Kepala Kantor Pelayanan
Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar, dengan melampirkan pada Surat Pemberitahuan Tahunan untuk
Tahun Pajak diterima atau diperolehnya penghasilan yang bersangkutan.
Wajib Pajak Bentuk Usaha Tetap tersebut wajib menyampaikan pemberitahuan secara tertulis
mengenai realisasi penanaman kembali yang telah dilakukan, kepada Kepala Kantor Pelayanan
Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar, paling sedikit meliputi hal-hal sebagai berikut:
a. Jumlah Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi Pajak Penghasilan dari Bentuk Usaha
Tetap dan Tahun Pajak yang bersangkutan; dan
b. Bentuk penanaman kembali, jumlah realisasi penanaman kembali, dan Tahun Pajak dilakukan
realisasi penanaman kembali.
Dengan melampirkan pada Surat Pemberitahuan Tahunan untuk Tahun Pajak saat dilakukan
realisasi penanaman kembali tersebut.
Wajib Pajak Bentuk Usaha Tetap yang melakukan penanaman kembali seluruh Penghasilan Kena
Pajak sesudah dikurangi Pajak Penghasilan di Indonesia dalam bentuk penyertaan modal pada
perusahaan yang baru didirikan dan berkedudukan di Indonesia sebagai pendiri atau peserta pendiri,
wajib menyampaikan pemberitahuan secara tertulis mengenai saat mulai berproduksi komersial.
Saat berproduksi komersial adalah saat perusahaan yang baru didirikan tersebut telah mulai
memproduksi barang untuk dijual bagi perusahaan manufaktur atau saat perusahaan mulai
melakukan penjualan barang dan/atau jasa bagi perusahaan selain manufaktur.
Keputusan tentang saat berproduksi komersial ditetapkan oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak
tempat Wajib Pajak Bentuk Usaha Tetap terdaftar atas nama Direktur Jenderal Pajak berdasarkan
hasil penelitian Kantor Pelayanan Pajak dimaksud, paling lama 6 (enam) bulan setelah Wajib Pajak
Bentuk Usaha Tetap meyampaikan pemberitahuan secara tertulis mengenai saat berproduksi
komersial.
Apabila jangka waktu telah lewat dan Direktur Jenderal Pajak tidak menerbitkan surat keputusan
tentang saat berproduksi komersial, saat berproduksi komersial adalah berdasarkan pemberitahuan
tertulis yang disampaikan oleh Wajib Pajak Bentuk Usaha Tetap yang bersangkutan.
Dalam hal penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh BUT dikenakan PPh yang bersifat
final, maka dasar pengenaan PPh Pasal 26 ayat (4) adalah Penghasilan Kena Pajak yang dihitung
berdasarkan pembukuan yang sudah dikoreksi fiskal dikurangi dengan PPh yang bersifat final.
Penentuan BUT menurut P3B yang berkaitan dengan Layanan OTT (Over-The-Top) (SE -
04/PJ/2017)
Layanan Over-The-Top yang selanjutnya disebut Layanan OTT meliputi Layanan Aplikasi melalui
Internet dan/atau Layanan Konten melalui Internet.
Berdasarkan P3B, secara umum penentuan hak pemajakan atas laba usaha SPLN yang berasal dari
negara mitra atau yurisdiksi mitra P3B adalah berdasarkan keberadaan BUT. Laba usaha yang
diterima atau diperoleh dari usaha atau kegiatan oleh SPLN hanya dapat dikenai pajak di Indonesia
sepanjang usaha atau kegiatan SPLN tersebut dilakukan melalui BUT di Indonesia.
BUT adalah suatu tempat usaha tetap dimana seluruh atau sebagian usaha dari suatu perusahaan
dijalankan. Definisi ini mengandung adanya persyaratan:
1. Keberadaan suatu tempat usaha (place of business) yang dapat berbentuk tempat (premises),
fasilitas (facilities), atau instalasi (installation);
2. Keberadaan suatu tempat usaha tersebut bersifat tetap (fixed) atau permanen yaitu
diselenggarakan di suatu tempat tertentu yang tidak bersifat sementara; dan
3. Tempat usaha yang bersifat tetap (fixed place of business) tersebut digunakan untuk
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia.
Penentuan BUT dalam bentuk server yang berada di Indonesia dapat dilakukan sepanjang SPLN
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui server tersebut. BUT dapat berupa pemberian
jasa dalam bentuk apapun oleh pegawai atau oleh orang lain di Indonesia, sepanjang memenuhi
ketentuan tentang time test dalam P3B antara Indonesia dengan negara mitra atau yurisdiksi mitra,
atau adanya agen yang kedudukannya tidak bebas di Indonesia yang mempunyai kewenangan atau
melakukan kegiatan sebagaimana diatur dalam P3B. Penentuan keberadaan suatu BUT di Indonesia
dilakukan dengan memperhatikan bahwa usaha atau kegiatan yang dilakukan SPLN tersebut tidak
bersifat persiapan (preparatory) atau penunjang (auxiliary).
“Pendapatan yang diperoleh perusahaan dari pihak pada persetujuan atas pengoperasian kapal-
kapal laut dalam jalur lalu lintas internasional dapat dikenakan pajak di pihak lainnya pada
persetujuan tetapi pajak yang dikenakan tersebut akan dikurangi sebesar 50%”
Sesuai pasal diatas pendapatan kegiatan operasi kapal Rusia pada jalur internasional di Indonesia
dapat dikenakan pajak di Indonesia, tetapi pajak yang dikenakan dikurangi sebesar 50% dari tarif
yang berlaku.
Atas hal tersebut, maka kegiatan pelayaran BUT Chekov di Indonesia pada bulan April 2020
dikenakan pajak sebesar:
Rp. 500.000.000,- x (2,64% x 50%) = Rp. 6.600.000,-
Jumlah tersebut dilaporkan dalam SPT Masa PPh Pasal 15 Pelayaran.
BUT Chekov tetap memiliki kewajiban SPT Tahunan PPh Badan dengan melaporkan kegiatan
usaha pelayaran yang telah dikenakan PPh Final.