Anda di halaman 1dari 12

TUGAS PAJAK INTERNASIONAL

“PPH BADAN”

Disusun oleh:
1. Elok Nusantari 123011901015
2. Ahmad Faiz Zindan Balliyand 123012001004
3. Daniel Alusinsing 123012001025
4. Erin 123012001038
5. Tjie Hendra 123012001091

1. Wajib Pajak
Pengertian Wajib Pajak (Penjelasan - UU Nomor 11 Tahun 2020 Pasal 2 (2))
Orang pribadi atau badan yang telah memenuhi kewajiban subjektif dan objektif. Subjek Pajak
dalam negeri menjadi Wajib Pajak apabila telah menerima atau memperoleh penghasilan yang
besarnya melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak, sedangkan Subjek Pajak luar negeri sekaligus
menjadi Wajib Pajak, sehubungan dengan penghasilan yang diterima dari sumber penghasilan di
Indonesia atau diperoleh melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.

Subjek Pajak Luar Negeri (UU Nomor 11 Tahun 2020, Pasal 2 ayat (4))
Yang dimaksud dengan Subyek Pajak luar negeri adalah:
a. orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia
b. warga negara asing yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh
tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan;
c. Warga Negara Indonesia yang berada di luar Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan
puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan serta memenuhi persyaratan:
 tempat tinggal;
 pusat kegiatan utama;
 tempat menjalankan kebiasan;
 status subjek pajak; dan/atau
 persyaratan tertentu lainnya
d. badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia
yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia
atau yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak dari
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.

2. Perbedaan antara Wajib Pajak dalam negeri dan Wajib Pajak luar negeri
(Penjelasan - UU Nomor 11 Tahun 2020 Pasal 2 (2))
Perbedaan yang penting antara Wajib Pajak dalam negeri dan Wajib Pajak luar negeri terletak
dalam pemenuhan kewajiban pajaknya, antara lain:
No Wajib Pajak Dalam Negeri Wajib Pajak Luar Negeri (WPLN)
(WPDN)
1. Dikenakan pajak atas penghasilan Dikenakan pajak hanya atas penghasilan yang
yang diterima atau diperoleh dari berasal dari sumber penghasilan di Indonesia.
Indonesia maupun dari luar
Indonesia (world wide income)
2. Penghasilan yang dikenakan pajak Penghasilan yang dikenakan pajak adalah
adalah penghasilan netto dengan penghasilan bruto dengan tarif sepadan, kecuali
tarif umum WPLN tersebut menjalankan usaha melalui
Bentuk Usaha tetap di Indonesia dimana BUT
memiliki kewajiban pajak yang sama dengan
WPDN.
No Wajib Pajak Dalam Negeri Wajib Pajak Luar Negeri (WPLN)
(WPDN)
3. Wajib menyampaikan SPT Tidak wajib menyampaikan SPT karena
kewajiban pajaknya dipenuhi melalui
pemotongan pajak yang bersifat final.

3. Bentuk Usaha Tetap: Jenis-jenis BUT (UU Nomor 11 Tahun 2020 Pasal 2 (5))
1. Tipe Fasilitas Fisik, terdiri dari :
- Tempat kedudukan manajemen;
- Cabang perusahaan;
- Kantor perwakilan;
- Gedung kantor;
- Pabrik;
- Bengkel;
- Gudang;
- Ruang untuk promosi dan penjualan;
- Pertambangan dan penggalian sumber daya alam;
- Wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi;
- Perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan,atau kehutanan
- Komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki, disewa, atau
digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalankan kegiatan usaha
melalui internet.
- Keberadaan BUT tipe fasilitas fisik dapat dilihat dari ada atau tidaknya fasilitas fisik
seperti cabang, bengkel, kantor, dsb di negara sumber.

2. Tipe Aktivitas, terdiri dari :


- Proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan;
- Pemberian jasa dalam bentuk apapun oleh pegawai atau orang lain yang dilakukan
dalam jangka waktu lebih dari 60 hari (kecuali ditentukan lain dalam tax treaty dengan
negara yang bersangkutan) dalam jangka waktu 12 bulan.
Keberadaan BUT tipe aktivitas, baik aktivitas konstruksi maupun pemberian jasa
ditentukan dari lamanya (time test) aktivitas tersebut dilakukan di negara sumber.
Penentuan time test tidak melihat pada formalitas (kontrak) tetapi pada keadaan yang
sebenarnya Misalnya : Berdasarkan kontrak pemberian jasa, PT XYZ yang berkedudukan
di Amerika mengirimkan Mr. Jhon, penduduk Amerika ke Indonesia dari tanggal 10 April
2010 s/d 10 Juni 2010. Namun, pada kenyataannya, Mr. Jhon sudah berada di Indonesia
sejak bulan Januari 2010. Dengan demikian, syarat time test yang digunakan dihitung sejak
Tuan Jhon berada di Indonesia, yaitu sejak bulan Januari 2010.

3. Tipe Keagenan, terdiri dari :


- Orang atau badan yang bertindak sebagai agen yang kedudukannya tidak bebas;
- Keberadaan BUT tipe keagenan ditentukan oleh ada atau tidaknya dependent agent di
negara sumber.

4. Tipe Asuransi, terdiri dari :


- Agen atau pegawai perusahaan asuransi yang tidak didirikan dan tidak berkedudukan di
Indonesia yang menerima premi asuransi atau menanggung risiko di Indonesia.
- Keberadaan BUT tipe asuransi difokuskan pada ada atau tidaknya pemungutan  premi
dan penanggungan resiko di negara sumber.
Pengertian bentuk usaha tetap mencakup pula orang pribadi atau badan selaku agen yang
kedudukannya tidak bebas yang bertindak untuk dan atas nama orang pribadi atau badan yang
tidak bertempat tinggal atau tidak bertempat kedudukan di Indonesia. Orang pribadi yang tidak
bertempat tinggal atau badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia
tidak dapat dianggap mempunyai bentuk usaha tetap di Indonesia apabila orang pribadi atau
badan dalam menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia menggunakan agen,
broker atau perantara yang mempunyai kedudukan bebas, asalkan agen atau perantara tersebut
dalam kenyataannya bertindak sepenuhnya dalam rangka menjalankan perusahaannya sendiri.

Perusahaan asuransi yang didirikan dan bertempat kedudukan di luar Indonesia dianggap
mempunyai bentuk usaha tetap di Indonesia apabila perusahaan asuransi tersebut menerima
pembayaran premi asuransi di Indonesia atau menanggung risiko di Indonesia melalui pegawai,
perwakilan atau agennya di Indonesia. Menanggung risiko di Indonesia tidak berarti bahwa
peristiwa yang mengakibatkan risiko tersebut terjadi di Indonesia. Yang perlu diperhatikan
adalah bahwa pihak tertanggung bertempat tinggal, berada atau bertempat kedudukan di
Indonesia.

Kriteria Lain Terbentuknya BUT (Pasal 7, 8, 9, 10 PMK No. 35/PMK.03/2019)


1. proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan;
Proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan adalah proyek konstruksi, instalasi, atau
proyek perakitan yang merupakan usaha atau kegiatan Orang Pribadi Asing atau Badan
Asing di Indonesia. Proyek konstruksi mencakup:
a. jasa konsultansi konstruksi, yang meliputi pengkajian, perencanaan, perancangan,
pengawasan, manajemen penyelenggaraan konstruksi, survei, pengujian teknis, atau
analisis;
b. pekerjaan konstruksi, yang meliputi pembangunan, pengoperasian, pemeliharaan,
pembongkaran, atau pembangunan kembali; dan
c. pekerjaan konstruksi terintegrasi, yang meliputi model rancang bangun atau model
perekayasaan, pengadaan, dan pelaksanaan.

Instalasi atau proyek perakitan mencakup:


a. instalasi atau proyek perakitan yang terkait dengan pengerjaan proyek konstruksi; dan
b. instalasi atau proyek perakitan mesin atau peralatan.

Untuk penerapan P3B, proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan merupakan
bentuk usaha tetap sepanjang dikerjakan melebihi periode waktu dalam P3B. Proyek
konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan juga meliputi proyek konstruksi, instalasi, atau
proyek perakitan di Indonesia yang:
a. pengerjaannya dilakukan di luar Indonesia; dan/atau
b. pengerjaannya diteruskan kepada subkontraktor dalam negeri maupun luar negeri.

2. pemberian jasa dalam bentuk apa pun oleh pegawai atau orang lain, sepanjang dilakukan
lebih dari 60 (enam puluh) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan;
Dalam penentuan periode waktu berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. periode waktu dihitung sejak saat proyek mulai dikerjakan Orang Pribadi Asing atau
Badan Asing;
b. periode waktu berakhir saat:
1. Orang Pribadi Asing atau Badan Asing menyelesaikan pekerjaan dan menyerahkan
hasil pekerjaan kepada penerima jasa konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan;
atau
2. Orang Pribadi Asing atau Badan Asing menghentikan pekerjaan sebelum pekerjaan
selesai;
c. penghentian pengerjaan proyek untuk sementara tidak menunda penghitungan periode
waktu;
d. bagian dari hari dihitung penuh 1 (satu) hari, dalam hal periode waktu dihitung
berdasarkan hari;
e. bagian dari bulan kalender dihitung penuh 1 (satu) bulan, dalam hal periode waktu
dihitung berdasarkan bulan; dan
f. waktu pengerjaan oleh subkontraktor diperhitungkan ke dalam periode waktu, dalam hal
Orang Pribadi Asing atau Badan Asing meneruskan pekerjaan kepada subkontraktor.

Pemberian jasa dalam bentuk apa pun oleh pegawai atau orang lain, sepanjang dilakukan
lebih dari 60 (enam puluh) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf b merupakan bentuk usaha tetap sepanjang memenuhi
kriteria sebagai berikut:
a. pegawai atau orang lain tersebut dipekerjakan oleh Orang Pribadi Asing atau Badan
Asing atau subkontraktor dari Orang Pribadi Asing atau Badan Asing tersebut;
b. pemberian jasa dilakukan di Indonesia; dan
c. pemberian jasa dilakukan kepada pihak di Indonesia atau di luar Indonesia.

Untuk penerapan P3B, pemberian jasa dalam bentuk apa pun oleh pegawai atau orang lain
yang dipekerjakan Orang Pribadi Asing atau Badan Asing merupakan bentuk usaha tetap
sepanjang dilakukan melebihi periode waktu dalam P3B di Indonesia. Penghitungan periode
waktu berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. periode waktu dimulai saat pemberian jasa mulai dilakukan;
b. periode waktu berakhir saat pemberian jasa selesai dilakukan;
c. bagian dari hari dihitung penuh 1 (satu) hari, dalam hal periode waktu dihitung
berdasarkan hari;
d. bagian dari bulan kalender dihitung penuh 1 (satu) bulan, dalam hal periode waktu
dihitung berdasarkan hari; dan
e. waktu pengerjaan oleh subkontraktor diperhitungkan ke dalam periode waktu, dalam hal
Orang Pribadi Asing atau Badan Asing meneruskan pekerjaan kepada subkontraktor.

3. Orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas; dan
Orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas merupakan
bentuk usaha tetap sepanjang orang pribadi atau badan bertindak untuk dan atas nama Orang
Pribadi Asing atau Badan Asing. Orang pribadi atau badan bertindak untuk dan atas nama
Orang Pribadi Asing atau Badan Asing sepanjang orang pribadi atau badan tersebut:
a. menerima instruksi untuk kepentingan Orang Pribadi Asing atau Badan Asing dalam
menjalankan usaha atau melakukan kegiatannya; atau
b. tidak menanggung sendiri risiko usaha atau kegiatannya.

Orang Pribadi Asing atau Badan Asing tidak dapat dianggap mempunyai bentuk usaha tetap
di Indonesia apabila Orang Pribadi Asing atau Badan Asing tersebut dalam menjalankan
usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia menggunakan agen, broker atau perantara yang
mempunyai kedudukan bebas, asalkan agen, broker atau perantara tersebut dalam
kenyataannya bertindak sepenuhnya dalam rangka menjalankan perusahaannya sendiri. Untuk
penerapan P3B, dalam hal agen yang berkedudukan tidak bebas hanya melakukan kegiatan
yang bersifat persiapan (preparatory) atau penunjang (auxiliary) maka agen yang
berkedudukan tidak bebas tersebut bukan merupakan bentuk usaha tetap.

4. Agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak didirikan dan tidak bertempat
kedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau menanggung risiko di Indonesia.
Agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak didirikan dan tidak bertempat
kedudukan di Indonesia merupakan bentuk usaha tetap sepanjang:
a. menerima premi asuransi di Indonesia; atau
b. menanggung risiko di Indonesia dimana pihak tertanggung bertempat tinggal, bertempat
kedudukan, atau berada di Indonesia.
Untuk penerapan P3B, ketentuan sebagaimana dimaksud diatas tidak berlaku untuk reasuransi

Penghasilan BUT

Penggolongan Penghasilan Bentuk Usaha Tetap


(UU Nomor 11 Tahun 2020 Pasal 5)
1. Penghasilan dari usaha atau kegiatan Bentuk Usaha Tetap tersebut dan dari harta yang
dimiliki atau dikuasai (Penghasilan BUT sendiri).

2. Penghasilan kantor pusatnya dari usaha atau kegiatan penjualan barang atau pemberian jasa di
Indonesia yang sejenis dengan yang dijalankan/dilakukan oleh BUT di Indonesia. Hal ini
karena pada hakikatnya usaha atau kegiatan kantor pusat di Indonesia tersebut termasuk
dalam ruang lingkup usaha dan kegiatan yang dapat dilakukan oleh Bentuk Usaha Tetap.

Misalnya ;
- Sebuah bank di luar negeri yang memiliki Bentuk Usaha Tetap di Indonesia,
memberikan pinjaman secara langsung tanpa melalui Bentuk Usaha Tetap kepada
perusahaan di Indonesia. Dalam hal ini, penghasilan sehubungan dengan pemberian
pinjaman oleh kantor pusat tersebut diakui sebagai penghasilan Bentuk Usaha Tetap.
- Sebuah perusahaan di luar negeri yang memiliki Bentuk Usaha Tetap di Indonesia
menjual produk yang sama dengan yang dijual oleh BUT secara langsung tanpa melalui
BUT-nya kepada pembeli di Indonesia. Dalam hal ini, penjualan yang dilakukan oleh
kantor pusat tersebut diakui sebagai penjualannya BUT di Indonesia.

3. Penghasilan yang diterima oleh kantor pusat (wajib pajak luar negeri) dari Indonesia,
sepanjang terdapat hubungan efektif antara BUT-nya dengan harta atau kegiatan yang
memberikan penghasilan tersebut.

Misalnya ;
- Zenith Inc. yang berkedudukan di Amerika menutup perjanjian lisensi dengan PT Polar
untuk mempergunakan merek dagang Zenith Inc. atas hak tersebut, Zenith Inc
menerima royalty dari PT Polar.
- Sehubungan dengan perjanjian tersebut, Zenith Inc memberikan jasa manajemen kepada
PT Polar melalui BUT di Indonesia, dan dalam rangka pemasaran produk PT Polar yang
menggunakan merek Zenith Inc tersebut.
- Dalam kasus di atas, penggunaan merek dagang oleh PT Polar memiliki hubungan
efektif dengan BUT di Indonesia, sehingga penghasilan Zenith Inc yang berupa royalty
tersebut diperlakukan sebagai penghasilan BUT.

Penghasilan Kena Pajak BUT

Cara menghitung Penghasilan Kena Pajak BUT


(UU Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 6 (1), KEP - 62/PJ./1995
a. Biaya-biaya yang berkenaan dengan penghasilan BUT tersebut di atas (biaya-biaya untuk
mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan BUT).
b. Biaya administrasi Kantor Pusat yang berkaitan dengan usaha/kegiatan BUT (KEP-
62/PJ/1995), yaitu:
- Biaya administrasi Kantor Pusat yang berkaitan dan dalam rangka menunjang usaha
atau kegiatan BUT yang bersangkutan.
- Maksimum sebanding dengan besarnya peredaran usaha BUT di Indonesia terhadap
seluruh peredaran usaha perusahaan di seluruh dunia.
- BUT di Indonesia yang mengurangkan biaya administrasi Kantor Pusat tersebut di atas
wajib melampirkan dalam SPT-nya Laporan Keuangan Konsolidasi yang meliputi
seluruh usaha/kegiatan di seluruh dunia untuk tahun pajak yang bersangkutan.
- Laporan Keuangan Konsolidasi tersebut harus telah diaudit oleh Akuntan Publik dan
mengungkapkan rincian peredaran usaha perusahaan serta jenis dan besarnya biaya
administrasi yang dibebankan pada masing-masing BUT di negara tempat BUT tesebut
berada.

Pembayaran BUT kepada Kantor Pusat yang Tidak Dapat Dibebankan Sebagai Biaya
adalah:
- Royalty atau imbalan lainnya sehubungan dengan penggunaan harta, patent, atau hak-
hak lainnya.
- Imbalan sehubungan dengan jasa manajemen dan jasa-jasa lainnya.
- Bunga, kecuali berkenaan dengan usaha perbankan.
Dalam hal sebaliknya (pembayaran-pembayaran tersebut di atas diterima oleh BUT dari Kantor
Pusatnya), juga bukan merupakan obyek PPh, kecuali bunga yang berkenaan dengan usaha
perbankan

Penghitungan PPh Pasal 26 atas Laba Setelah Pajak yang Diperoleh BUT (Branch Profit Tax)
(14/PMK.03/2011)
PPh Pasal 26 atas Laba Setelah Pajak yang diperoleh BUT yaitu tambahan PPh yang dikenakan atas
laba setelah pajak (net income after tax) yang diperoleh BUT sebesar 20% atau sesuai tarif yang
berlaku dalam Tax Treaty.

Tambahan PPh atas laba setelah pajak yang diperoleh BUT tersebut tidak dikenakan apabila laba
setelah pajak BUT tersebut ditanamkan kembali di Indonesia, dengan syarat :
a. Penyertaan modal pada perusahaan yang baru didirikan dan berkedudukan di Indonesia
sebagai pendiri atau peserta pendiri;
b. Penyertaan modal pada perusahaan yang sudah didirikan dan berkedudukan di Indonesia
sebagai pemegang saham;
c. Pembelian aktiva tetap yang digunakan oleh Bentuk Usaha Tetap untuk menjalankan usaha
Bentuk Usaha Tetap atau melakukan kegiatan Bentuk Usaha Tetap di Indonesia; atau
d. Investasi berupa aktiva tidak berwujud oleh Bentuk Usaha Tetap untuk menjalankan usaha
Bentuk Usaha Tetap atau melakukan kegiatan Bentuk Usaha Tetap di Indonesia.

Dalam hal persyaratan tidak lagi dipenuhi, penghasilan tersebut ditetapkan sebagai Penghasilan
Kena Pajak sesudah dikurangi Pajak Penghasilan atas BUT bersangkutan terhitung sejak
diperolehnya Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi Pajak Penghasilan tersebut dan dikenai
sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan

Seluruh Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi Pajak Penghasilan dari suatu Bentuk Usaha
Tetap yang ditanamkan kembali di Indonesia yang dikecualikan dari pengenaan Pajak Penghasilan,
harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Penanaman kembali di Indonesia harus dilakukan paling lama pada akhir Tahun Pajak
berikutnya, setelah Tahun Pajak diperolehnya penghasilan tersebut bagi Bentuk Usaha Tetap
yang bersangkutan; dan
b. Bentuk Usaha Tetap yang bersangkutan menyampaikan pemberitahuan secara tertulis
mengenai bentuk penanaman modal, realisasi penanaman kembali yang telah dilakukan
dan/atau saat mulai berproduksi komersial bagi perusahaan yang baru didirikan, yang
dilakukan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar.

Untuk penanaman kembali di Indonesia dalam bentuk penyertaan modal pada perusahaan yang baru
didirikan dan berkedudukan di Indonesia sebagai pendiri atau peserta pendiri, harus memenuhi
tambahan persyaratan sebagai berikut:
a. Perusahaan baru yang didirikan dan berkedudukan di Indonesia secara aktif telah melakukan
kegiatan usaha sesuai akta pendiriannya, paling lama 1 (satu) tahun sejak perusahaan tersebut
didirikan; dan
b. Bentuk Usaha Tetap yang bersangkutan tidak boleh melakukan pengalihan atas penyertaan
modal paling sedikit dalam jangka waktu 2 (dua) tahun sejak perusahaan baru dimaksud
berproduksi komersial.

Untuk penanaman kembali di Indonesia dalam bentuk penyertaan modal pada perusahaan yang
sudah didirikan dan berkedudukan di Indonesia sebagai pemegang saham, harus memenuhi
tambahan persyaratan sebagai berikut:
a. Perusahaan yang sudah didirikan dan berkedudukan di Indonesia mempunyai kegiatan usaha
aktif di Indonesia; dan
b. Bentuk Usaha Tetap yang bersangkutan tidak boleh melakukan pengalihan atas penyertaan
modal paling sedikit dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun sejak penyertaan modal.

Untuk penanaman kembali di Indonesia dalam bentuk:


a. Pembelian aktiva tetap; atau
b. Investasi berupa aktiva tidak berwujud

Bentuk Usaha Tetap yang bersangkutan tidak boleh melakukan pengalihan atas pembelian aktiva
tetap atau pengalihan atas investasi berupa aktiva tidak berwujud, paling sedikit dalam jangka
waktu 3 (tiga) tahun sejak perolehan aktiva tetap atau investasi aktiva tidak berwujud yang
bersangkutan.

Wajib Pajak Bentuk Usaha Tetap yang melakukan penanaman kembali seluruh Penghasilan Kena
Pajak sesudah dikurangi pajak penghasilan di Indonesia, wajib menyampaikan pemberitahuan
secara tertulis mengenai bentuk penanaman modal yang dilakukan kepada Kepala Kantor Pelayanan
Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar, dengan melampirkan pada Surat Pemberitahuan Tahunan untuk
Tahun Pajak diterima atau diperolehnya penghasilan yang bersangkutan.

Wajib Pajak Bentuk Usaha Tetap tersebut wajib menyampaikan pemberitahuan secara tertulis
mengenai realisasi penanaman kembali yang telah dilakukan, kepada Kepala Kantor Pelayanan
Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar, paling sedikit meliputi hal-hal sebagai berikut:
a. Jumlah Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi Pajak Penghasilan dari Bentuk Usaha
Tetap dan Tahun Pajak yang bersangkutan; dan
b. Bentuk penanaman kembali, jumlah realisasi penanaman kembali, dan Tahun Pajak dilakukan
realisasi penanaman kembali.

Dengan melampirkan pada Surat Pemberitahuan Tahunan untuk Tahun Pajak saat dilakukan
realisasi penanaman kembali tersebut.

Wajib Pajak Bentuk Usaha Tetap yang melakukan penanaman kembali seluruh Penghasilan Kena
Pajak sesudah dikurangi Pajak Penghasilan di Indonesia dalam bentuk penyertaan modal pada
perusahaan yang baru didirikan dan berkedudukan di Indonesia sebagai pendiri atau peserta pendiri,
wajib menyampaikan pemberitahuan secara tertulis mengenai saat mulai berproduksi komersial.

Saat berproduksi komersial adalah saat perusahaan yang baru didirikan tersebut telah mulai
memproduksi barang untuk dijual bagi perusahaan manufaktur atau saat perusahaan mulai
melakukan penjualan barang dan/atau jasa bagi perusahaan selain manufaktur.

Keputusan tentang saat berproduksi komersial ditetapkan oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak
tempat Wajib Pajak Bentuk Usaha Tetap terdaftar atas nama Direktur Jenderal Pajak berdasarkan
hasil penelitian Kantor Pelayanan Pajak dimaksud, paling lama 6 (enam) bulan setelah Wajib Pajak
Bentuk Usaha Tetap meyampaikan pemberitahuan secara tertulis mengenai saat berproduksi
komersial.

Penetapan saat berproduksi komersial dilakukan berdasarkan keadaan sebenarnya dengan


memperhatikan saat mulai berproduksi komersial yang disampaikan oleh Wajib Pajak Bentuk
Usaha Tetap yang bersangkutan.

Apabila jangka waktu telah lewat dan Direktur Jenderal Pajak tidak menerbitkan surat keputusan
tentang saat berproduksi komersial, saat berproduksi komersial adalah berdasarkan pemberitahuan
tertulis yang disampaikan oleh Wajib Pajak Bentuk Usaha Tetap yang bersangkutan.

Dalam hal penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh BUT dikenakan PPh yang bersifat
final, maka dasar pengenaan PPh Pasal 26 ayat (4) adalah Penghasilan Kena Pajak yang dihitung
berdasarkan pembukuan yang sudah dikoreksi fiskal dikurangi dengan PPh yang bersifat final.

Penentuan BUT menurut P3B yang berkaitan dengan Layanan OTT (Over-The-Top) (SE -
04/PJ/2017)
Layanan Over-The-Top yang selanjutnya disebut Layanan OTT meliputi Layanan Aplikasi melalui
Internet dan/atau Layanan Konten melalui Internet.

Berdasarkan P3B, secara umum penentuan hak pemajakan atas laba usaha SPLN yang berasal dari
negara mitra atau yurisdiksi mitra P3B adalah berdasarkan keberadaan BUT. Laba usaha yang
diterima atau diperoleh dari usaha atau kegiatan oleh SPLN hanya dapat dikenai pajak di Indonesia
sepanjang usaha atau kegiatan SPLN tersebut dilakukan melalui BUT di Indonesia.

BUT adalah suatu tempat usaha tetap dimana seluruh atau sebagian usaha dari suatu perusahaan
dijalankan. Definisi ini mengandung adanya persyaratan:
1. Keberadaan suatu tempat usaha (place of business) yang dapat berbentuk tempat (premises),
fasilitas (facilities), atau instalasi (installation);
2. Keberadaan suatu tempat usaha tersebut bersifat tetap (fixed) atau permanen yaitu
diselenggarakan di suatu tempat tertentu yang tidak bersifat sementara; dan
3. Tempat usaha yang bersifat tetap (fixed place of business) tersebut digunakan untuk
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia.

Penentuan BUT dalam bentuk server yang berada di Indonesia dapat dilakukan sepanjang SPLN
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui server tersebut. BUT dapat berupa pemberian
jasa dalam bentuk apapun oleh pegawai atau oleh orang lain di Indonesia, sepanjang memenuhi
ketentuan tentang time test dalam P3B antara Indonesia dengan negara mitra atau yurisdiksi mitra,
atau adanya agen yang kedudukannya tidak bebas di Indonesia yang mempunyai kewenangan atau
melakukan kegiatan sebagaimana diatur dalam P3B. Penentuan keberadaan suatu BUT di Indonesia
dilakukan dengan memperhatikan bahwa usaha atau kegiatan yang dilakukan SPLN tersebut tidak
bersifat persiapan (preparatory) atau penunjang (auxiliary).

BUT bagi SPLN yang menyediakan Layanan OTT dapat berupa:


a. Tempat tetap yang dimiliki, disewa, atau dikuasai oleh SPLN atau pihak lain yang berada di
Indonesia, seperti tempat kedudukan manajemen, cabang perusahaan, kantor perwakilan,
gedung kantor, bengkel atau workshop, gudang, ruang untuk promosi dan penjualan,
komputer, server, pusat data, agen elektronik dan peralatan otomatis lainnya, yang digunakan
oleh SPLN yang menyediakan Layanan OTT untuk menjalankan usaha atau melakukan
kegiatan di Indonesia; atau
b. Keberadaan pegawai SPLN atau pihak lain yang bertindak untuk atau atas nama SPLN yang
menyediakan Layanan OTT untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia
dengan memperhatikan ketentuan diatas.
Tarif PPh Wajib Pajak badan dalam negeri dan BUT
(UU Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 17 (1) huruf b & penjelasan, UU No. 2 Tahun 2020 Pasal 5
& penjelasan, PER – 08/PJ/2020)
Tarif pajak yang diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak badan dalam negeri dan
bentuk usaha tetap adalah sebesar 28% (dua puluh delapan persen) untuk tahun 2009, 25% (dua
puluh lima persen) untuk tahun 2010 sampai dengan tahun 2019, 22% (dua puluh dua persen) untuk
Tahun Pajak 2020 dan Tahun Pajak 2021, dan 20% (dua puluh persen) yang mulai berlaku pada
Tahun Pajak 2022.

Pembahasan Kasus 1 : Branch Profit Tax


Goyong Ltd (Korea Selatan) telah mendaftarkan diri menjadi BUT di Indonesia, terdaftar di KPP
Kebayoran Baru 4 atas nama BUT Goyong Ltd dan mendapatkan NPWP 01.001.001-0.061.000.
Sepanjang Tahun 2020, pendapatan yang dihasilkan di Indonesia adalah berasal dari PT PPM, yaitu
sebesar Rp.350.000.000,- dengan rincian pada laporan laba rugi sebagai berikut:
Pendapatan Usaha Rp. 350.000.000,-
Biaya Rp. 200.000.000,-
Biaya Kantor Pusat Rp. 20.000.000,-
Laba Bersih Rp. 130.000.000,-
PPh 23 Dipotong Rp. 7.000.000,-
Goyong Ltd, selain memiliki BUT di Indonesia, juga memiliki BUT di negara lain, dimana total
pendapatan dirinci sebagai berikut:
Pendapatan Usaha di Korea Selatan Rp. 4.000.000.000,- 54,42%
Pendapatan Usaha di Indonesia Rp. 350.000.000,- 4,76%
Pendapatan Usaha di Thailand Rp. 3.000.000.000,- 40,82%
Total Rp. 7.350.000.000,- 100,00%

Penghitungan Pengenaan Pajak di Indonesia


a. SPT Tahunan PPh Badan Tahun 2020
BUT Goyong Ltd dalam rincian laporan laba rugi mencatat adanya biaya kantor pusat
sebesar Rp. 20.000.000,- sehingga harus dilakukan perhitungan sebagai berikut:

- Prosentase Pendapatan Usaha di Indonesia terhadap Total Penjualan adalah 4,76%


- Maksimal biaya kantor pusat yang dapat dibebankan dan dihitung sebagai berikut:
Rp. 350.000.000,- x 4,76% Rp. 16.660.000,-

Beban Kantor Pusat Rp. 20.000.000,-

Koreksi Fiskal Rp. 3.340.000,-


Sehingga perhitungan kewajiban pajak dalam SPT Tahunan PPh Tahun 2020:
Pendapatan Usaha Rp. 350.000.000,-
Biaya Rp. (200.000.000,-)
Biaya Kantor Pusat Rp. (20.000.000,-)
Penghasilan Netto Rp. 130.000.000,-
Koreksi Fiskal Positif Rp. 3.340.000,-
Penghasilan Kena Pajak Rp. 133.340.000,-

PPh Pasal 17 *) Rp. 29.334.800,-


Kredit Pajak PPh 23 Rp. 7.000.000,-
PPh Pasal 29 Rp. 22.334.800,-
*) PPh Pasal 17 Tahun 2020 sebesar 22% Sesuai UU Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 17 (1) huruf b &
penjelasan, UU No. 2 Tahun 2020 Pasal 5 & penjelasan, PER – 08/PJ/2020
b. Branch Profit Tax (BPT)
Sesuai keputusan manajemen yang tidak akan menanamkan kembali di Indonesia, maka
BUT Goyong Ltd dikenakan pajak tambahan sebagai berikut:

Penghasilan Kena Pajak Rp. 133.340.000,-


PPh Pasal 17 Rp. (29.334.800,-)
Dasar Pengenaan Pajak BPT Rp. 104.005.200,-
Tarif BPT **) 10%
BPT (PPh Pasal 26) Rp, 10.400.520,-
**) Tarif BPT adalah sesuai Pasal 10 ayat 6, Treaty Indonesia dengan Korea Selatan
Pembahasan Kasus 2 : Shipping
Chekov Co. , Perusahan pengangkut penumpang yang berkedudukan di Rusia, mengoperasikan
kapalnya di Indonesia untuk kegiatan pengangkutan penumpang dari Rusia ke Indonesia.
Chekov Co mendaftarkan diri sebagai BUT di Indonesia dan terdaftar sebagai BUT Chekov.
Penghasilan pada bulan April tahun 2020 adalah sebesar Rp. 500.000.000,-
Apakah Kewajiban pajak dari BUT Chekov atas kegiatan pelayaran tersebut?
Pembahasan:
Dalam UU Nomor 36 Tahun 2008, kegiatan usaha pelayaran dan penerbangan diatur dalam pasal
15, dimana untuk menghitung penghasilan netto menggunakan Norma Penghitungan khusus yang
ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
Norma Penghitungan Khusus diatur dalam KMK Nomor: 417/KMK.04/1996 dan Surat Edaran
Dirjen Pajak Nomor: SE-32/PJ.4/1996 di mana jumlah PPh Terhutang bagi BUT Pelayaran Luar
Negeri dihitung 2,64% dari Peredaran Bruto dan bersifat final.
Sebelum membayar PPh Pasal 15 atas kegiatan pelayaran tersebut harus dilihat terlebih dahulu
Treaty antara Indonesia dan Rusia, yang diatur dalam Pasal 8 ayat 1, yaitu:

“Pendapatan yang diperoleh perusahaan dari pihak pada persetujuan atas pengoperasian kapal-
kapal laut dalam jalur lalu lintas internasional dapat dikenakan pajak di pihak lainnya pada
persetujuan tetapi pajak yang dikenakan tersebut akan dikurangi sebesar 50%”
Sesuai pasal diatas pendapatan kegiatan operasi kapal Rusia pada jalur internasional di Indonesia
dapat dikenakan pajak di Indonesia, tetapi pajak yang dikenakan dikurangi sebesar 50% dari tarif
yang berlaku.
Atas hal tersebut, maka kegiatan pelayaran BUT Chekov di Indonesia pada bulan April 2020
dikenakan pajak sebesar:
Rp. 500.000.000,- x (2,64% x 50%) = Rp. 6.600.000,-
Jumlah tersebut dilaporkan dalam SPT Masa PPh Pasal 15 Pelayaran.
BUT Chekov tetap memiliki kewajiban SPT Tahunan PPh Badan dengan melaporkan kegiatan
usaha pelayaran yang telah dikenakan PPh Final.

Anda mungkin juga menyukai