Anda di halaman 1dari 10

Renaldhy Ildha Subagja

010001800423
REMEDIAL HUKUM PAJAK

1. Terkait dengan BUT:


a. Bentuk Usaha Tetap (BUT) adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang
pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di
Indonesia TIDAK lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan
usaha yang TIDAK didirikan serta TIDAK berkedudukan di Indonesia untuk
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia.
b. Objek BUT meliputi:
- Tempat kedudukan manajemen
- Cabang perusahaan
- Kantor perwakilan
- Gedung kantor
- Pabrik
- Bengkel
- Gudang
- Ruang untuk promosi dan penjualan
- Pertambangan dan penggalian sumber alam
- Wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi
- Perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau kehutanan
- Proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan
- Pemberian jasa dalam bentuk apapun oleh pegawai atau orang lain, sepanjang
dilakukan lebih dari 60 hari dalam jangka waktu 12 bulan
- Orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas
- Agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak didirikan dan tidak
bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau
menanggung risiko di Indonesia
- Komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki, disewa, atau
digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalankan
kegiatan usaha melalui internet.
Dari objek-objek ini, memiliki penghasilan yang menjadi objek pajaknya, yaitu:
- Penghasilan dari usaha atau kegiatan BUT dan dari harta yang dimiliki atau
dikuasai
- Penghasilan kantor pusat dari usaha atau kegiatan, penjualan barang atau
pemberian jasa di Indonesia yang sejenisnya dengan yang dijalankan atau
dilakukan BUT di Indonesia
- Penghasilan sebagaimana tersebut dalam PPh pasal 26 yang diterima atau
diperoleh kantor pusat, sepanjang terdapat hubungan efektif antara BUT
dengan harta atau kegiatan yang memberikan penghasilan dimaksud

2. Terkait dengan PPN:


a. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) memiliki karakteristik sebagaimana berikut ini:
1.) Merupakan Pajak Atas Konsumsi
Pajak ini akan dikenakan pada pihak konsumen atau orang yang
membeli barang dan tidak untuk dijual kembali. Hal ini berarti bahwa yang
memiliki tanggung jawab untuk membayar beban PPN adalah konsumen
akhir.
2.) Merupakan Pajak Tidak Langsung
Pajak ini dikenakan kepada pihak konsumen akhir yang membeli
barang kena pajak. Sedangkan pihak yang bertanggungjawab untuk
melakukan penyetoran pajak bukanlah konsumen akhir bersangkutan, namun
pengusaha yang menjual barang tersebut. Hal tersebut merupakan kategori
pajak tidak langsung, karena berbeda antara penyetor dan pihak yang
membayarkannya.
3.) Merupakan Pajak Objektif
PPN umumnya tidak akan melihat dari sisi sebagai subjek pajak, akan
tetapi dari sisi sebagai objek pajak. Setiap konsumen, yang melakukan
transaksi pembelian atas barang yang dijual akan dikenai tarif PPN yang sama.
Tarif PPN tersebut akan disesuaikan dengan harga barang atau jenis transaksi
jasa yang dilakukan.
4.) Penggunaan Tarif Tunggal
Berbeda dengan PPh 21 yang memiliki perhitungan progresif, PPN
memiliki tarif dasar tunggal yakni sebesar 11%. Konsumen akhir adalah pihak
yang akan bertanggung jawab atas pembayaran pajak sebesar 11% dari nilai
transaksi tersebut.
5.) Pajak Konsumsi BKP atau JKP di Dalam Negeri
Pajak ini hanya akan dikenakan atas konsumsi barang atau jasa kena
pajak di dalam negeri seperti transaksi impor. Selain itu, pajak ini juga akan
diterapkan atas pemanfaatan barang atau jasa yang tidak berwujud diluar
daerah kepabeanan yang dimanfaatkan di dalam negeri.
6.) Bersifat Multi Stage Levy
PPN akan dikenakan atau dipungut pada setiap tahapan jalur produksi
dan distribusi, mulai dari pabrik, pedagang besar, grosir, hingga pedagang
kecil atau pengecer. Meskipun pajak ini dikenakan pada setiap mata rantai
produksi dan distribusi, namun tidak akan menimbulkan efek pemungutan
pajak ganda. Karena mekanisme pajak yang menganut sistem pengkreditan
yaitu pajak keluaran dan pajak masukan.
7.) Indirect Subtraction Method
Mekanisme perhitungan Di dalam PPN menggunakan metode
pengurangan secara tidak langsung. Hal tersebut berarti bahwa pihak
pengusaha kena pajak bisa mengkreditkan pajak masukan atas barang atau jasa
kena pajak yang berbeda.

b. PPN dikenakan atas:


1.) Penyerahan BKP di dalam daerah pabean yang dilakukan oleh pengusaha.
Syaratnya adalah:
 Barang berwujud yang diserahkan merupakan BKP (Barang Kena Pajak)
 Barang tidak berwujud yang diserahkan merupakan BPK tidak berwujud
 Penyerahan dilakukan di dalam daerah pabean
 Penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya

2.) Impor BKP


3.) Penyerahan JKP di dalam daerah pabean yang dilakukan oleh pengusaha.
Syaratnya adalah:
 Jasa yang diserahkan merupakan JKP (Jasa Kena Pajak)
 Penyerahan dilakukan di dalam daerah pabean
 Penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya

4.) Pemanfaat BKP tidak berwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah
pabean
5.) Pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean
6.) Ekspor BKP Berwujud oleh pengusaha kena pajak
7.) Ekspor BKP tidak berwujud oleh pengusaha kena pajak
8.) Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau
pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau
digunakan pihak lain
9.) Penyerahan BKP berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk
diperjualbelikan oleh PKP, kecuali atas penyerahan aktiva yang Pajak
Masukannya tidak dapat dikreditkan.

3. Terkait Pajak Penghasilan:


a. Subjek Pajak Penghasilan Dalam Negeri terbagi menjadi orang pribadi, badan,
dan warisan, dimana syarat orang pribadi dikategorikan sebagai subjek pajak
penghasilan dalam negeri adalah Orang Pribadi yang bertempat tinggal atau
berada di Indonesia lebih dari 183 hari (tidak harus berturut-turut) dalam jangka
waktu 12 bulan atau orang pribadi yang dalam satu tahun pajak berada di
Indonesia dan mempunyai niat untuk menetap di Indonesia. Sedangkan, untuk
badan syaratnya adalah badan yang didirikan di Indonesia, kecuali unit tertentu
dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria:
 Pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan
 Pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
 Penerimaannya dimasukkan dalam anggaran pemerintah pusat atau
pemerintah daerah
 Pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara
Dan untuk warisan, warisan yang dimaksud adalah warisan yang belum dibagi
sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak.
Lalu, untuk subjek pajak luar negeri, memiliki persyaratan berkebalikan
dengan Subjek pajak dalam negeri, antara lain:
 Bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat
tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia TIDAK lebih
dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan usaha yang TIDAK
didirikan serta TIDAK berkedudukan di Indonesia untuk menjalankan
usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia.

b. Jelaskan Spesifikasi dari:


i. Wajib Pajak Dalam Negeri adalah subjek pajak dalam negeri yang telah
menerima atau memperoleh penghasilan yang besarnya melebihi PTKP
(Penghasilan Tidak Kena Pajak) atau sejak didirikan di Indonesia (untuk
subjek pajak badan). Wajib pajak ini dikenakan tarif UU PPh Pasal 17,
wajib menyampaikan SPT, dan dikenakan pajak berdasarkan penghasilan
neto yang diterima baik di Indonesia maupun di luar Indonesia.
ii. Wajib Pajak Luar Negeri adalah subjek pajak luar negeri yang telah
memenuhi kriteria untuk dipajaki di Indonesia, yaitu menerima
penghasilan yang bersumber di Indonesia. Wajib pajak ini dikenakan UU
PPh Pasal 26, tidak wajib menyampaikan SPT, dan dikenakan pajak
berdasarkan penghasilan Bruto yang HANYA bersumber di Indonesia.

4. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan yang selanjutnya disebut pajak
adalah pajak atas bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau
dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk
kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan. Bumi adalah permukaan
bumi yang meliputi tanah dan perairan pedalaman serta laut wilayah kabupaten/kota.
Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada
tanah dan/atau perairan pedalaman dan/atau laut.
Subjek Pajak adalah orang pribadi atau badan yang secara nyata mempunyai
suatu hak atas Bumi dan/atau memperoleh manfaat atas Bumi dan/atau memiliki,
menguasai dan/atau memperoleh manfaat atas Bangunan.
Objek Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah bumi
dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi
atau badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan,
perhutanan, dan pertambangan. Termasuk dalam pengertian bangunan adalah:

 Jalan lingkungan yang terletak dalam satu kompleks bangunan seperti


hotel, pabrik, dan emplasemennya, yang merupakan suatu kesatuan dengan
kompleks bangunan tersebut;
 jalan tol;
 kolam renang;
 pagar mewah;
 tempat olahraga;
 galangan kapal, dermaga;
 taman mewah;
 tempat penampungan/kilang minyak, air dan gas, pipa minyak; dan
menara.

DIKECUALIKAN
Objek Pajak yang tidak dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan
Perdesaan dan Perkotaan adalah objek pajak yang:
 digunakan oleh Pemerintah dan Daerah untuk penyelenggaraan
pemerintahan;
 digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di bidang
ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional, yang tidak
dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan;
 digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau yang sejenis
dengan itu;
 merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional,
tanah penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah negara yang
belum dibebani suatu hak;
 digunakan oleh perwakilan diplomatik dan konsulat berdasarkan asas
perlakuan timbal balik; dan
 digunakan oleh badan atau perwakilan lembaga internasional yang
ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan.
Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak ditetapkan paling
rendah sebesar Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) untuk setiap Wajib
Pajak.
5. Nilai Jual objek Pajak (NJOP) merupakan harga rata-rata yang diperoleh melalui
transaksi jual beli. Tapi jika tidak terjadi transaksi jual beli, NJOP ditentukan melalui
nilai harga dari sejumlah objek lainnya yang sejenis, nilai perolehan baru, atau NJOP
pengganti. Dalam bidang properti, nilai jual yang ditetapkan negara sebagai dasar
perpajakan bagi PBB dan nilai jual properti meningkat ketika adanya perkembangan
dalam sebuah kawasan. Jika melakukan transaksi jual beli rumah, melalui NJOP anda
akan mengetahui seberapa besar dana pajak yang akan ditanggung.
Nilai jual NJOP bersifat tidak menetap atau berubah-ubah, hal tersebut
tergantung dari berapa harga jual tanah dan bangunan di kawasannya. Kawasan yang
terpencil dengan besar NJOP yang rendah dapat mengalami peningkatan seiring
dengan berkembangnya kawasan tersebut dikarenakan harga tanah dan bangunannya
mengalami kenaikan. Pembayaran NJOP ditetapkan oleh pemerintah 3 tahun sekali,
namun NJOP bisa ditetapkan setahun sekali diakibatkan nilai jual yang naik secara
signifikan. NJOP dapat ditentukan melalui 3 pendekatan berikut :
1.) Perbandingan dengan Objek Pajak Lain
Dengan melakukan pengamatan dan penelitian untuk objek pajak lain yang
sejenis untuk mengetahui nilai jualnya.
2.) Pergantian NJOP
Didasari oleh pergantian NJOP yaitu hasil pemasukan dari objek pajak
tersebut.
3.) Nilai Perolehan baru
Perhitungan biaya didasari oleh transaksi pembelian dan dikurangi biaya yang
harus dikeluarkan untuk penempatan objek pajak secara layak.

6. Subjek BPHTB adalah Orang pribadi atau Badan yang memperoleh Hak atas Tanah
dan/atau Bangunan. Menurut Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 Pasal 85, yang
menjadi objek BPHTB adalah perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan. Lalu apa
saja yang termasuk dalam perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan? Berikut
adalah perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan:
 Pemindahan hak, karena jual beli, tukar menukar, hibah, hibah waris,
waris, pemasukan dalam perseroan /badan hukum lainnya, pemisahan hak
yang mengakibatkan peralihan, penunjukan pembelian dalam lelang,
pelaksanaan putusan hakim yang memiliki kekuatan hukum tetap,
penggabungan usaha, peleburan usaha, pemekaran usaha, dan hadiah.
 Hak atas tanah adalah Hak milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan,
Hak Pakai, Hak Milik Atas satuan rumah susun dan Hak Pengelolaan
 Pemberian hak baru karena kelanjutan pelepasan hak dan di luar pelepasan
hak

7. Meskipun berbeda dengan pajak, BPHTB tetap memiliki kriteria tertentu seperti
adanya subjek dan objek, dan pengecualian pengenaan. Yang dikecualikan dari
pengenaan BPHTB adalah:
 Perwakilan diplomatik dan konsulat, Negara untuk penyelenggaraan
pemerintahan dan/atau untuk pelaksanaan pembangunan guna kepentingan
umum; Badan atau perwakilan lembaga internasional yang ditetapkan
dengan Peraturan Menteri Keuangan, Orang pribadi atau Badan karena
konversi hak atau karena perbuatan hukum lain dengan tidak adanya
perubahan nama, orang pribadi atau Badan karena wakaf dan orang pribadi
atau Badan yang digunakan untuk kepentingan ibadah.
 Objek pajak yang diperoleh karena waris, hibah wasiat dan pemberian hak
pengelolaan, pengenaan pajaknya diatur dengan Peraturan Gubernur
(Pergub).

8. Wajib Pajak yang menunggak pembayaran pajaknya akan dilakukan penagihan pajak
dengan surat paksa oleh petugas yang berwenang. Namun tak hanya dengan surat
paksa, penagihan pajak juga dapat dilakukan dengan penagihan seketika dan
sekaligus. Penagihan seketika dan sekaligus dapat dilakukan hanya dalam kondisi
tertentu yang sudah ditentukan. Berdasarkan Pasal 1 angka 11 UU PPSP juncto Pasal
1 angka 4 PMK 24/2008, penagihan seketika dan sekaligus merupakan tindakan
penagihan pajak yang dilaksanakan oleh juru sita pajak kepada penanggung pajak
tanpa menunggu tanggal jatuh tempo pembayaran yang sudah ditentukan. Dijelaskan
dalam Pasal 20 ayat(2) UU KUP juncto Pasal 6 ayat (1) UU PSPSP terdapat 5 kondisi
tertentu di mana penagihan seketika dan sekaligus dapat dilakukan. Berikut
ketentuannya dalam PMK 24/2008 s.t.d.t.d PMK 85/2010:
 Penanggung pajak akan meninggalkan Indonesia selamanya atau berniat
untuk itu.
 Penanggung pajak memindahtangankan barang yang dimiliki atau dikuasai
dalam rangka menghentikan/mengecilkan kegiatan perusahaan/pekerjaan
yang dilakukannya di Indonesia.
 Terdapat tanda-tanda penanggung pajak akan membubarkan badan
usahanya/menggabungkan/meluaskan usaha atau memindahtangankan
perusahaan yang dimilikinya atau yang dikuasainya atau melakukan
perubahan bentuk lainnya.
 Badan usaha akan dibubarkan oleh negara.
 Terjadi penyitaan atas barang penanggung pajak oleh pihak ketiga atau
terdapat tanda-tanda kepailitan.
Dalam penagihan seketika dan sekaligus, tunggakan yang dapat ditagih yaitu
mencakup seluruh utang pajak dari semua jenis pajak, masa pajak, dan tahun pajak.
Dan dalam penagihan tersebut dapat dilakukan walaupun tanggal jatuh tempo
pembayaran pada surat yang menjadi dasar penagihan belum tercapai. Pelaksanaan
penagihan pajak yang dapat dilakukan dengan berbagai cara ini diharapkan dapat
menjadi jaminan pemenuhan kewajiban dari Wajib Pajak dan dari sini Wajib Pajak
diimbau agar tidak menunggak pembayaran pajaknya sehingga terhindar dari
penagihan pajak yang dapat dilakukan dengan berbagai cara.

9. PBB:
 NJOP = (500 x Rp2.000.000) + (300 x Rp3.000.000) + (Rp1.000.000 x
100)
NJOP = Rp2.000.000.000
 NJOPTKP = Rp15.000.000

PBB-P2 = (Rp2.000.000.000 – Rp15.000.000) x 0,1%


PBB-P2 = Rp1.985.000.000 x 0,1%
PBB-P2 = Rp1.985.000

10. BPHTB:
 NJOP = (Rp5.000.000 x 500) + (250 x Rp4.000.000)
NJOP = Rp2.500.000.000 + Rp1.000.000.000
NJOP = Rp3.500.000.000

 NJOPTKP = Rp80.000.000

BPHTB = (NJOP – NJOPTKP) x 5%


BPHTB = (Rp3.500.000.000 – Rp80.000.000) x 5%
BPHTB = Rp3.420.000.000 x 5%
BPHTB = Rp171.000.000

2.100.000
800.000
100.000

Anda mungkin juga menyukai