Badan :
“sekumpulan orang dan atau modal
yang merupakan kesatuan, baik yang melakukan usaha maupun
yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan
terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, BUMN,
BUMD dengan nama dan bentuk apapun, firma, kongsi,
koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan,
organisasi massa, organisasi sosial politik atau organisasi
yang sejenis, lembaga, Bentuk Usaha Tetap (BUT), dan
bentuk badan lainnya.”
Subjek PPh Badan
Contoh :
Dasar Pengenaan Pajak Penghasilan neto dengan tarif Penghasilan bruto dengan tarif
umum pajak sepadan
Bagi Wajib Pajak luar negeri yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di
Indonesia, pemenuhan kewajiban perpajakannya dipersamakan dengan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib
Pajak badan dalam negeri sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini dan Undang-Undang yang mengatur
mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan
BUKAN SUBJEK
PAJAK
Dikenakan PPh dengan tarif tertentu atas jenis penghasilan tertentu dan
dikenakan pada saat penghasilan tersebut diterima atau diperoleh.
PPh yang dikenakan, baik yang dipotong pihak lain maupun yang disetor
sendiri, bukan merupakan pembayaran di muka atas PPh terutang tetapi
sudah langsung melunasi PPh terutang untuk penghasilan tersebut.
Penghasilan yang dikenakan PPh Final tidak akan dihitung lagi PPh nya
di SPT Tahunan untuk dikenakan tarif umum.
Biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh penghasilan yang bersifat final
tidak dapat diperhitungkan kembali.
PPh Final yang sudah dipotong atau dibayar tersebut bukan merupakan
kredit pajak di SPT Tahunan.
Konsep Pengenaan
PPh Final
Contoh :
PT. Hakatex adalah sebuah Atas laba bersih fiskal dari
perusahaan Garment yang juga penjualan pakaian akan
memiliki gedung yang dikenakan tarif umum sebesar 25
disewakan kepada pihak lain. % sedangkan atas pendapatan
Penghasilan yang diperoleh sewa gedung akan dikenakan
PPh final dengan tarif 10 %.
selama tahun 2014 terdiri dari :
-Penjualan Pakaian sebesar Rp.
PPh tarif final 10 % langsung
100 Milyar dikenakan pada saat
-Pendapatan Sewa Gedung memperoleh penghasilan
sebesar Rp. 2 Milyar. tersebut dan tidak perlu lagi
diperhitungkan dalam SPT
Tahunan PPh Badan.
Berdasarkan UU PPh
penghasilan dari penjualan Biaya untuk memperoleh
pakaian tidak bersifat final dan pendapatan sewa gedung tidak
penghasilan dari sewa gedung dapat dikurangkan dalam
bersifat final. menghitung laba bersih fiskal
dari hasil penjualan pakaian.
Objek Pajak
Contoh:
Dana Pensiun A yang pendiriannya telah mendapat pengesahan
dari Menteri Keuangan memperoleh penghasilan bruto yang terdiri
dari:
penghasilan yang bukan merupakan objek pajak sesuai dengan
Pasal 4 ayat (3) huruf h sebesar Rp. 100 juta dan penghasilan bruto
lainnya sebesar Rp300 juta. Apabila seluruh biaya adalah sebesar Rp
200 juta, maka biaya yang boleh dikurangkan untuk mendapatkan,
menagih dan memelihara penghasilan adalah sebesar Rp. 150 juta
(3/4 x Rp200 juta).
PRINSIP PRINSIP
PEMBEBANAN BIAYA
Penjelasan:
Dividen tidak boleh dikurangkan dari penghasilan
badan yang membagikan karena pembagian laba
tersebut merupakan bagian dari penghasilan yang
akan dikenakan pajak berdasarkan UU PPh.
Pasal 9 UU PPh
Contoh:
Perbaikan rumah pribadi, biaya perjalanan, biaya premi
asuransi yang dibayar perusahaan untuk kepentingan
pribadi pemegang saham atau keluarganya.
Pasal 9 UU PPh
Penjelasan:
Semua natura yang diterima karyawan dari pemberi
kerja adalah bukan objek pajak bagi karyawan,
sehingga sejalan dengan itu maka natura tersebut
tidak dapat dibebankan oleh si pemberi kerja.
Pasal 9 UU PPh
Penjelasan:
Namun dengan Peraturan Menteri Keuangan, terdapat
beberapa natura yang dapat dibiayakan oleh pemberi kerja
dan bukan objek PPh bagi si karyawan yaitu sebagai
berikut:
1. Natura yang diberikan di daerah terpencil;
2. Natura dan kenikmatan karena bersifat wajib, contoh
seragam security, seragam antar jemput karyawan,
penginapan untuk awak kapal;
3. Makanan dan minuman untuk seluruh pegawai.
Pasal 9 UU PPh
Contoh:
Seorang tenaga ahli yang juga pemegang saham memberikan jasa
kepada perusahaan dan memperoleh imbalan sebesar Rp130 juta. Jika
pekerjaan yang sama diberikan oleh tenaga ahli lain dengan bayaran
sebesar Rp70 juta maka kelebihan pembayaran kepada tenaga ahli
pemegang saham sebesar Rp60 juta tidak dapat dibebankan sebagai
biaya dan merupakan objek pajak penghasilan-dividen bagi tenaga
ahli-pemegang saham.
Pasal 9 UU PPh
Pajak Penghasilan
Penjelasan:
Yang dimaksud dengan pajak penghasilan adalah
pajak penghasilan yang terutang untuk wajib
pajak yang bersangkutan.
Pasal 9 UU PPh
Penjelasan:
Biaya untuk kepentingan pribadi wajib pajak dan atau
tanggungannya adalah pada hakekatnya penggunaan
penghasilan wajib pajak sehingga tidak dapat
dibiayakan
Pasal 9 UU PPh
Penjelasan:
Semua sanksi yang terkait dengan undang-undang
perpajakan, baik pajak pusat maupun pajak daerah.
Contoh:
Perusahaan membayar pajak kendaraan bermotor sebesar
Rp10 juta dan sanksi atas keterlambatan pembayaran sebesar
Rp1 juta. Maka pengeluaran yang dapat dibebankan sebagai
biaya fiskal adalah pajak kendaran bermotor sebesar Rp10 juta
sedangkan sansksi keterlambatan pembayaran pajak
kendaraan bermotor tidak dapat dibebankan sebagai biaya
fiskal.
PIUTANG TIDAK TERTAGIH
Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih kepada debitur kecil lainnya
adalah piutang debitur kecil lainnya yang jumlahnya tidak melebihi Rp 5
juta.
Apabila Piutang yang nyata-nyata tidak dapat
ditagih ternyata kemudian dibayar seluruhnya
atau dibayar sebagian oleh debitur, jumlah
piutang yang dibayar seluruhnya atau dibayar
sebagian tersebut merupakan penghasilan bagi
kreditur pada tahun pajak diterimanya
pembayaran.
PAJAK DAN RETRIBUSI DAERAH
BPHTB dan PBB
HUBUNGAN
ISTIMEWA
Penyebab :
a. kepemilikan atau penyertaan modal;
b. adanya penguasaan melalui manajemen atau penggunaan
teknologi.
Format :
a. Kepemilikan dan Penyertaan Modal
WP mempunyai penyertaan modal langsung atau tidak langsung
paling rendah 25% (dua puluh lima persen)
Contoh :
PT. A memiliki 50 % saham PT. B.
PT B memiliki 50 % saham PT. C
Hubungan istmewa :
PT. A dengan PT B karena penyertaan langsung
PT. A dengan PT C karena penyertaan tidak langsung
Apabila PT. A juga memiliki saham di PT. D maka antara PT. A,B,C dan
D terdapat hubungan sitimewa
HUBUNGAN
ISTIMEWA
b. Hubungan penguasaan
WP menguasai WP lainnya, atau dua atau lebih WP berada di
bawah penguasaan yang sama baik langsung maupun
tidak langsung; atau hubungan istimewa antara WP dapat
juga terjadi karena penguasaan melalui manajemen atau
penggunaan teknologi, kendatipun tidak terdapat
hubungan kepemilikan.
Contoh :
Tn. A merupakan Direktur Utama dari PT. B dan PT. C. Maka
antara PT. B dan PT C terdapat hubungan istimewa karena
dibawah penguasaan manajemen yang sama
PT X perusahaan yang memproduksi minuman dengan formula
dari PT. Y. Maka antara PT X dan Y terdapat hubungan istimewa
Mengapa Konsep Hubungan Istimewa harus
dipahami?
Pasal 18 UU PPH :
Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menentukan kembali besarnya
penghasilan dan pengurangan serta menentukan utang sebagai modal untuk
menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak yang
mempunyai hubungan istimewa dengan Wajib Pajak lainnya sesuai dengan
kewajaran dan kelaziman usaha yang tidak dipengaruhi oleh hubungan
istimewa dengan menggunakan metode perbandingan harga antara pihak yang
independen, metode harga penjualan kembali, metode biaya-plus, atau metode
lainnya.
Contoh :
PT. A memiliki 30 % saham dari PT. B dan PT B adalah salah satu pemasok bahan
baku yang digunakan PT A. Selama tahun 2014 PT B memasok bahan baku PT A
dengan harga per unit Rp. 25 juta. Barang yang sama di jual ke perusahaan lain dengan
harga Rp. 40 juta perunit.
DJP berhak berwenang untuk menentukan kembali harga transaksi PT A dengan PT B
menjadi sebesar Rp. 40 juta
PENILAIAN
AKTIVA
Aktiva Tetap
Harga beli ditambah biaya lain yang dikeluarkan dalam rangka
memperoleh aktiva terserbut. Misal : bea masuk,biaya angkut
dan biaya pemasangan.
Tanah
Harga beli tanah ditambah biaya pengurusan hak atas tanah
yang pertamakali harus dikapitalisasi dalam harga perolehan
tanah
Biaya Pra Operasi
Pengeluaran yang dilakukan sebelum operasi komersial yang
mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun,
dikapitalisasi dan kemudian diamortisasi.
Contoh :
Biaya studi kelayakan, biaya produksi uji coba produk, biaya untuk
mendapatkan ijin usaha dari instansi berwenang dan biaya pendirian
perusahaan dicatat sebagai Biaya Pra Operasi dan dikapitalisasikan.
Pembebanan biaya tersebut dilakukan dengan cara amortisasi.
1. Jual Beli
Dalam hal transaksi dipengaruhi hubungan istimewa :
- bagi pembeli : harga perolehan harta adalah harga yang
seharusnya dibayar
- bagi penjual : harga penjualan harta adalah harga yang
seharusnya diterima
Keuntungan :
Tn A : (Rp. 6.000.000 – Rp. 1.000.000) = Rp. 5.000.000
Tn. B : (Rp. 5.000.000 – Rp. 3.000.000) = Rp. 2.000.000
3. Penarikan Harta
Harta di jual :
o Harga Jual dibukukan sebagai penghasilan
o NSBF dari harta tersebut dibebankan sebagai kerugian di tahun
harta di jual.
Harta terbakar,:
o penggantian asuransinya (kalau ada) dibukukan sebagai
penghasilan pada tahun diterimanya penggantian asuransi.
o Nilai sisa buku dari harta tersebut dibebankan sebagai kerugian
dalam tahun pajak yang bersangkutan.
Contoh :
Sebuah mesin tekstil milik PT. Alenatex terbakar karena terjadi konslet
pada tanggal 10 Januari 2012. Mesin tersebut dibeli seharga Rp 1 miliar.
NSBF pada saat terjadi kebakaran sebesar Rp 750 juta. Penggantian
asuransi diterima tahun 2013 sebesar Rp 600 juta.
NSBF sebesar Rp 750 juta dibebankan sebagai kerugian tahun 2012
sedangkan penggantian asuransi sebesar Rp 600 juta dicatat sebagai
penghasilan tahun 2013.
Apabila hasil penggantian asuransi yang akan diterima jumlahnya
baru dapat diketahui dengan pasti di masa kemudian, maka dengan
persetujuan Direktur Jenderal Pajak jumlah sebesar kerugian
dibukukan sebagai beban masa kemudian tersebut.
Contoh :
Amrin ingin menambah modalnya di PT. X dengan menyerahkan
sebuah gudang. NSBF gudang adalah Rp.500 juta, PT. X mencatat
setoran modal berupa gudang tsb sebesar harga pasarnya yaitu Rp. 1
Milyar.
Keuntungan Amrin :
Rp. 1 Milyar – Rp. 500 juta = Rp. 500 juta
5. Pengalihan harta dalam rangka likuidasi, merger,
konsolidasi, pemekaran atau pengambil-alihan
Likuidasi : Penilaian dengan Harga Pasar
Pengalihan harta dalam rangka merger, konsolidasi ataupun
akuisisi yang memenuhi syarat, pemekaran usaha (expansion)
dalam rangka menjual sahamnya di bursa efek maka NSBF
dari aktiva tersebut dapat dijadikan dasar penilaian aktiva
(PMK No. 43/PMK.03/2008)
Contoh :
PT. A dan PT. B berniat melakukan konsolidasi dengan membentuk
perusahaan baru yaitu PT. C. PT. A dan PT. B akan dilikuidasi setelah
konsolidasi. Pengalihan aktiva dari PT. A dan PT. B ke PT. C tersebut dapat
menggunakan nilai buku (dengan metode pooling of interest).
6. Hibah, Sumbangan dan Warisan
Contoh:
Benny berniat menghibahkan 2 buah gedung masing-masing
kepada PT. Sinar dan kepada sebuah badan sosial yang
ditetapkan Menteri Keuangan. Atas penyerahan gedung ke
badan sosial, Benny mencatat hibah tersebut sebesar nilai sisa
buku fiskal (NSBF) dan tidak mengakui laba/rugi. Tetapi atas
hibah gedung kepada PT. Sinar, Benny harus mencatat hibah
tersebut sebesar harga pasar dan harus mengakui adanya
laba/rugi.
7. Revaluasi aktiva tetap
Revaluasi adalah penilaian kembali harta yang tercatat sebesar
Nilai Buku Fiskal menjadi sebesar harga pasar.
Revaluasi harus melalui persetujuan DJP
Atas selisih antara nilai buku sebelum dan sesudah revaluasi
dikenakan PPh Final sebesar 10%.
WP dapat menyusutkan harta dengan dasar penyusutan nilai
aktiva yang baru.
Contoh:
NSBF suatu mesin sebelum revaluasi adalah Rp 200 juta. Harga pasar
wajar tersebut adalah Rp 400 juta. Dengan persetujuan Dirjen Pajak,
NSBF mesin tersebut dapat diubah menjadi sebesar harga pasarnya (Rp
400 juta). Setelah itu WP dapat menyusutkan mesin dengan dasar
penyusutan yang baru.
Ketentuan Umum
BERWUJUD
- KELOMPOK 1 4 THN 25 % 50 %
- KELOMPOK 2 8 THN 12,5 % 25 %
TIDAK
2. BANGUNAN
PERMANEN 20 THN 5 %
TDK PERMANEN 10 THN 10 %
Pasal 11 ayat (11) PENENTUAN KELOMPOK HARTA BERWUJUD BUKAN BANGUNAN
DITETAPKAN DENGAN PMK No. 96/PMK.03/2009 NAMUN DAPAT SESUAI MASA MANFAAT
SESUNGGUHNYA DENGAN MENGAJUKAN PERMOHONAN KE DJP
Tarif penyusutan
Kelompok Harta Masa
Saldo
Tidak Berwujud Manfaat Garis Lurus
Menurun
Biaya Penyusutan :
Metode Garis Lurus :
LAPORAN LAPORAN
KEUANGAN Koreksi KEUANGAN
KOMERSIAL Fiskal FISKAL (UU
(PSAK) Positif/Ne PPH)
Laba/Rugi gatif Laba/ Rugi
Komersial Fiskal
BEDA TETAP
Perbedaan pengakuan pendapatan dan biaya
menurut akuntansi dan menurut ketentuan
perpajakan yang bersifat permanen
Contoh: pemberian natura, biaya entertainment, penghasilan
final.
Rekonsiliasi Fiskal
Terjadi karena :
a.WP memiliki penghasilan yang dikenakan PPh Final {Pasal 4
ayat (2) UU PPh}
Contoh : Pendapatan bunga deposito, jasa giro dll
Termasuk Koreksi Negatif
Koreksi Positif
Koreksi dari Penghasilan / Biaya yang
menyebabkan pajak bertambah
Koreksi Negatif
Koreksi dari Penghasilan / Biaya yang
menyebabkan pajak berkurang
Rekonsiliasi Fiskal
Contoh :
PT Abadi tahun 2014 memperoleh Laba Bersih Komersial sebesar Rp. 500 juta.
Dari data laporan laba rugi diketahui beberapa hal sbb :
Memperoleh pendapatan bunga deposito sebesar Rp. 10 juta
Membayar biaya jamuan tamu sebesar Rp. 30 juta
Memperoleh deviden yang bukan objek pajak sebesar Rp. 50 juta
Contoh :
Data penghasilan sebagai berikut :
Penghasilan dari menyewakan gedung
PASAL 31 E UU PPh
Wajib Pajak badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai
dengan Rp 50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) mendapat
fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% (lima puluh persen)
dari tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf b
dan ayat (2a) yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari
bagian peredaran bruto sampai dengan Rp 4.800.000.000,00
(empat miliar delapan ratus juta rupiah).
Fasilitas PASAL 31 E UU PPh
Ketentuan tambahan (SE-66/PJ2010):
1. Fasilitas pengurangan tarif sesuai dengan Pasal 31E ayat (1) Undang-Undang
Pajak Penghasilan dilaksanakan dengan cara self assessment pada saat
penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak
Badan. Dengan demikian, Wajib Pajak tidak perlu menyampaikan
permohonan untuk dapat memperoleh fasilitas tersebut.
3. Peredaran bruto sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 31E ayat (1)
Undang-Undang Pajak Penghasilan adalah penghasilan yang diterima atau
diperoleh dari kegiatan usaha sebelum dikurangi biaya untuk mendapatkan,
menagih, dan memelihara penghasilan baik yang berasal dari Indonesia
maupun dari luar Indonesia, meliputi :
Penghasilan yang dikenai Pajak Penghasilan bersifat/ final;
Penghasilan yang dikenai Pajak Penghasilan tidak bersifat final; dan
Penghasilan yang dikecualikan dari objek pajak.
4.Fasilitas
Pasal 31E ayat (1) tersebut bukan merupakan pilihan. Sepanjang
akumulasi peredaran bruto sebagaimana dimaksud pada huruf c di atas tidak
melebihi Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah), tarif Pajak
Penghasilan yang diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak
badan dalam negeri wajib mengikuti ketentuan fasilitas pengurangan tarif
sesuai dengan Pasal 31E ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan
TARIF PPh BAGI WP DENGAN PEREDARAN
BRUTO < 50 MILYAR RUPIAH
Contoh 1:
Kredit Pajak
Dipungut/Dipotong
Dibayar sendiri
Pihak Lain
PPh
PPh PPh PPh
25
22 23 24
ANGSURAN PPh PASAL 25
Ayat 1
Besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan yang harus dibayar
sendiri oleh Wajib Pajak untuk setiap bulan adalah sebesar Pajak
Penghasilan yang terutang menurut Surat pemberitahuan Tahunan
Pajak Penghasilan tahun pajak yang lalu dikurangi dengan:
a.Pajak Penghasilan yang dipotong sebagaimana dimaksud dalam Pasal
21 dan Pasal 23 serta Pajak Penghasilan yang dipungut sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 22; dan
b.Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang
boleh dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24, dibagi 12 (dua
belas) atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak.
Ayat 2
Besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak
untuk bulan-bulan sebelum Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak
Penghasilan disampaikan SEBELUM batas waktu penyampaian Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan SAMA dengan besarnya
angsuran pajak untuk BULAN TERAKHIR tahun pajak yang lalu
Contoh 1:
PPh terutang berdasarkan SPT Tahunan 2011 : Rp 50.000.000,00
Dikurangi Kredit Pajak :
PPh Pasal 22 Rp 15.000.000,00
PPh Pasal 23 Rp 12.500.000,00
PPh Pasal 24 Rp 7.500.000,00(+)
------------------------
Jumlah kredit pajak Rp 35.000.000,00 -----------------------
Selisih Rp 15.000.000,00
Besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri setiap bulan untuk
tahun 2012 adalah sebesar Rp 1.250.000,00 (Rp15.000.000,00 dibagi 12).
Contoh:
Apabila pada tahun 2010 tidak ada Pajak Penghasilan yang dipotong
atau dipungut oleh pihak lain dan pajak yang dibayar atau terutang di
luar negeri sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 24, besarnya
angsuran pajak bulanan PT X tahun 2010
= 1/12 x Rp25.200.000,00= Rp2.100.000,00.
Contoh WP Baru
Pada bulan Januari 2010, PT. ABC memulai usahanya untuk
memproduksi produk tekstil, namun demikian baru melakukan
penjualan produknya pada bulan Juli 2014 sebesar Rp. 300 juta.
Dari pembukuan bulan juli diperoleh data :
Penghasilan Netto Rp. 50.000.000
Angsuran PPh mulai Juli 2014 :
Penghasilan Neto yang disetahunkan :
12 bulan x Rp. 50.000.000 = Rp. 600 juta
PPh terutang = 12,5% X Rp. 600 juta = Rp. 75 juta
PPh Pasal 25 perbulan : Rp. 75 juta / 12 = Rp. 6,25 juta
PP 46 TAHUN 2013
BERLAKU SEJAK 1 JULI 2013
PajakPenghasilan Terutang :
Peredaran Bruto Setiap Bulan X 1%
Pengecualian