Kelompok 6:
Adli Zil Ikram 2016040063
Azzahra Fathurrahma 2116040051
Gusmi Annisa 2116040112
A. Usaha Dan Kegiatan Mancanegara
1. Relevansi Kriteria Bentuk Usaha Tetap
WPLN yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia
dapat dikenakan pajak oleh negara tersebut apabila aktivitas ekonomi dimaksud
mencapai kriteria BUT. Sebaliknya apabila kegiatan tersebut belum mencapai
kriteria BUT nampaknya penghasilannya (hanya) dikenakan pajak oleh negara
domisili.
Dalam sistem perpajakan internasional terdapat prinsip "bercemin"
(mirroring approach, amicable rule atau netralitas aplikasi regulasi. Prinsip
tersebut menghendaki agar apabila suatu ketentuan berlaku atas transaksi masuk
(inbound transaction) atau kegiatan luar (outbound transaction) terhadap WPDN
yang melaksanakan kegiatan di luar Indonesia.
Dalam Pasal 4(1) dinyatakan bahwa cakupan geografis sumber penghasilan adalah meliputi baik
dari dalam maupun dari luar Indonesia. Pengenaan pajak terhadap WPDN dilakukan berdasarkan
pertalian subjektif (subjective allegiance) yaitu bahwa subjek pajak (orang atau badan yang
bersangkutan) berada dalam wilayah yurisdiksi Indonesia. Oleh karenanya, berbeda dengan pemajakan
terhadap WPLN yang dikenakan pajak berdasar pertalian objektif, apakah penghasilan WPDN
mempunyai sumber dari luar atau malahan dari dalam Indonesia nampak agak kurang relevan.
Relevansi penentuan sumber penghasilan (dari luar Indonesia) hanya diperlukan dalam rangka
pemberian kredit pajak luar negeri, karena kredit terutama bukan diberikan berdasarkan ada tidaknya
pajak luar negeri yang terutang atau dibayar atas penghasilan melainkan dari apakah penghasilan
dimaksud berasal dari sumber di luar Indonesia. Walaupun penghasilan tersebut berasal dari sumber di
luar Indonesia, namun selanjutnya apabila tidak ada pajak yang terutang atau dibayar di sana,
penghasilan dimaksud akan dikenakan pajak penuh (tanpa kredit pajak) seperti penghasilan dalam
negeri.
2. Usaha dan Kegiatan Tidak Memenuhi Kriteria Bentuk Usaha
Tetap
Konsep BUT diperkenalkan untuk menentukan hak pemajakan suatu negara (sumber) atas
penghasilan dari usaha atau kegiatan yang dijalankan WPLN.
Apabila aktivitas ekonomi negara X tersebut oleh WPDN Indonesia dilaporkan sebagai kegiatan
ekspor (barang, jasa atau hak atas kekayaan intelektual), oleh Indonesia penghasilan dari kegiatan
tersebut dikenakan pajak selayaknya penghasilan domestik (tanpa ada hak atas kredit pajak).
Penghasilan akan diakui per basis akrual pada saat penyerahan barang. Sementara itu, perbedaan nilai
tukar mata uang pada saat pembayaran akan dihitung sebagai keuntungan atau kerugian karena
perbedaan nilai tukar valuta asing
3. Usaha dan Kegiatan Memenuhi Kriteria Bentuk Usaha Tetap
Apabila aktivitas ekonomi mencapai level ambang batas BUT, pada umumnya negara
tempat usaha dan kegiatan ekonomi dilakukan (sumber) mengenakan pajak atas
penghasilan dari aktivitas tersebut berdasarkan basis neto (net basis) dan dengan tarif
normal (yang berlaku terhadap badan WPDN) sesuai dengan ketentuan domestik
negara sumber.
4. PPh Pasal 24
PPh Pasal 24 (Pajak Penghasilan Pasal Pendapatan dari Bentuk Usaha Tetap
24) adalah peraturan yang mengatur hak wajib (BUT) di luar negeri
pajak untuk memanfaatkan kredit pajak Penghasilan dari pengalihan sebagian
mereka di luar negeri, untuk mengurangi nilai atau seluruh hak penambangan atau
pajak terhutang yang dimiliki Indonesia , ada tanda keikutsertaan dalam
beberapa hal: pembiayaan atau pemanfaatan
Pendapatan dari surat berharga lainnya disebuah perusahaan pertambangan
Penghasilan berupa bunga, royalty, dan sewa Keuntungan dari pengalihan aset tetap
harta bergerak Keuntungan dari pengalihan aset yang
Penghasilan berupa sewa yang berkaitan dengan merupakan bagian dari suatu Bentuk
penggunaan harta-benda tidak bergerak Usaha Tetap (BUT)
Penghasilan berupa imbalan yang berhubungan
dengan jasa, perkerjaan, dan kegiatan
Mekanisme Penghitungan PPh Pasal 24
PT ABC tahun 2017 memperoleh pendapatan neto di dalam negeri sebesar Rp. 25.000.000.000 dan dari
luar negeri sebesar Rp. 10.000.000.000. Asumsi pajak di luar negeri sebesar 20%. Total penghasilan
yang tercatat adalah sebesar Rp. 35.000.000.000 (Penghasilan dalam negeri + penghasilan luar negeri)
Jadi, PPh terutang yang sudah dibayarkan di luar negeri adalah sebesar Rp 2.500.000.000. Nominal ini
yang akhirnya digunakan sebagai pengurang pajak dalam negeri.
Tiap dividen yang diperoleh atau diterima dari investasi saham pada badan yang didirikan
atau bertempat kedudukan di luar Indonesia tetap dikenakan pajak penghasilan. Pengenaan pajak
tersebut dilakukan pada saat dividen tersebut diterima oleh WPDN. Karena pada prinsipnya
WPDN dikenakan pajak per basis neto, semua pengeluaran untuk mendapatkan, menagih dan
memelihara penghasilan (dividen luar negeri) tersebut dapat dikurangkan dari penghasilan kena
pajak.
C. Dividen, Bunga, Sewa Dan Royalti
Pemajakan atas dividen sumber luar negeri baik dari pemilik saham mayoritas (anak perusahaan)
atau saham minoritas (portofolio) adalah sama, semuanya dikenakan pajak pada saat penerimaan (on
remittance basis) dividen tersebut oleh pemegang saham WPDN, begitu juga dengan bunga, sewa dan
royalti.
Pada peraturan Menteri keuangan republic Indonesia Nomor 192/PMK.03/2018 pada pasal 3 ayat
1 huruf (b) menyatakan bahwa penghasilan berupa bunga, royalty dan sewa sehubungan dengan
penggunaan harta bergerak adalah negara tempat pihak yang membayar atau dibebani bunga, royalty,
dan sewa tersebut bertempat kedudukan.
2
Bunga, kecuali bunga yang diterima atau di
atau diperoleh dari BULN Norbursa terkendali
3
peroleh BULN Nonbursa terkendali yang Sewa berupa:
dimiliki oleh Wajib Pajak dalam negeri yang 1) Sewa yang diterima dan diperoleh BULN Nonbursa
mempunyai izin usaha bank terkendali sehubungan dengan penggunaan tanah dan
atau bangunan
2) Sewa selain sewa sebagaimana dimaksud pada angka