Anda di halaman 1dari 7

CONTROLLED FOREIGN CORPORATION DAN SPECIAL PURPOSE

COMPANY
Mata Kuliah : Perpajakan Internasional
Dosen Pengampu : Umi Sulistiyanti, SE., M.Acc, Ak.

Disusun Oleh:

Kelompok 3

FAKULTAS EKONOMI
PROGRAM STUDI AKUNTANSI
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
2019
A. Pengantar

Controlled Foreign Company (CFC) adalah perusahaan terkendali yang dimiliki oleh Wajib
Pajak dalam negeri yang berada di negara-negara yang mengenakan pajak rendah atau tidak
mengenakan pajak sama sekali (tax haven country) yang dibentuk dengan maksud untuk
menunda pengakuan penghasilan dalam rangka penghindaran pajak (tax avoidance).

Untuk mengantisipasi penghindaran pajak jenis ini, undang-undang pajak penghasilan telah
memuat ketentuan dalam Pasal 18 ayat (2). Ketentuan ini sebagaimana ketentuan lain dalam
Pasal 18, adalah ketentuan anti-penghindaran pajak (anti-avoidance rule). selengkapnya
bunyi darai Pasal 18 ayat (2) Undang-Undang Pajak Penghasilan adalah sebagai berikut.

Menteri keuangan berwenang menetapkan saat diperolehnya dividen oleh Wajib Pajak
dalam negeri atas penyertaan modal pada badan usaha di luar negeri selain bdan usaha yang
menjual sahamnya di bursa efek, dengan ketentuan sebagai berikut:

1. Besarnya penyertaan modal Wajib Pajak dalam negeri tersebut paling rendak 50% dari
jumlah saham yang di setor, atau
2. Secara bersama-sama dengan Wajib Pajak dalam negeri lainnya memiliki penyertaan
modal paling rendah 50% dari jumlah saham yang disetor.

Berdasarkan ketentuan tersebut, apabila Wajib Pajak dalam negeri yang memiliki CFC, maka
Menteri Keuangan dapat menetapkan saat diperolehnya dividen oleh Wajib Pajak dalam negeri
tersebut sehingga tidak ada celah untuk menunda pengakuan laba gaar tidak dikenakan di
Indonesia.

B. Anti-CFC Rules

Sebagai peraturan pelaksaan dari Pasal 18 ayat (2) UU PPh ini, Menteri Keuangan telah
menerbitkan Anti-CFC Rules, yakni Peraturan Menteri Keuangan Nomor 107/PMK.03/2017
tanggal 26 Juli 2017 (menggantikan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 256/PMK.03/2008
tentang Peraturan Saat Diperolehnya Dividen oleh Wajib Pajak Dalam Negeri Atas Penyertaan
Modal pada “Badan Usaha di Luar Negeri” (BULN) selaim Badan Usaha ynag menjual
sahamnya di Bursa Efek, dengan mempersyaratkan Wajib Pajak dalam negeri berikut ini.

1
1. Wajib Pajak dalam negeri memiliki penyertaan modal langsung paling rendah 50% dari
jumlah saham yang disetor pada BULN Nonbursa; atau secara bersama-sama dengan
Wjaib Pajak dalam negeri lainnya memiliki penyertaan modal langsung paling rendah
50% dari jumlah saham yang disetor pada BULN Nonbursa; ditetapkannya memiliki
pengendalian langsung terhadap BULN Nonbursa.
2. BULN Nonbursa yang dikendalikan secara langsung oleh Wajib Pajak merupakan BULN
Nonbursa terkendali langsung.
3. Wajaib pajak dalam negeri ditetapkan memperoleh Deemed Dividend atas penyertaan
modal langsung pada BULN Nonbursa terkendali langsung.
4. Pennetuan besarnta penyertaan modal langsung ditentukan pada akhir Tahun Pajak Wajib
Pajak dalam negeri.

Dividen yang ditetapkan diperoleh yang selanjutnya disebut Deemed Dividend adalah
dividen yang ditetapkan diperoleh Wajib Pajak dalam negeri atas penyertaan modal pada BULN
Nonbursa terkendali langsung. Badan Usaha Luar Negeri Nonbursa yang selanjutnya disebut
BULN Non- bursa adalah badan usaha di luar negeri selain badan usaha yang sahamnya
diperdagangkan di bursa efek.

Saat Diperolehnya Deemed Dividend

1. Saat diperolehnya Deemed Dividend atas penyertaan modal langsung Wajib Pajak dalam
negeri pada BULN Nonbursa terkendali langsung ditetapkan pada akhir bulan keempat
setelah berakhirnya batas waktu kewajiban penyampaian surat pemberitahuan tahunan
pajak penghasilan bagi BULN Nonbursa terkendali langsung untuk tahun pajak yang
bersangkutan.
2. Dalam hal BULN Nonbursa terkendali langsung tidak memiliki kewajiban untuk
menyampaikan surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan atau tidak ada ketentuan
batas waktu penyampaian surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan, saat
diperolehnya Deemed Dividend ditetapkan pada akhir bulan ketujuh setelah tahun pajak
yang bersangkutan berakhir.
3. Penentuan saat diperolehnya Deemed Dividend dilakukan sesuai dengan contoh
tercantum dalam Lampiran huruf A Peraturan Menteri Keuangan Nomor
107/PMK.03/2017.

2
Perhitungan Deemed Dividend

1. Besarnya Deemed Dividend dihitung dengan cara mengalikan persentase penyertaan


modal Wajib Pajak dalam negeri pada BULN Nonbursa terkendali langsung dengan dasar
pengenaan Deemed Dividend.
2. Dasar pengenaan Deemed Dividend, yaitu laba setelah pajak BULN Nonbursa terkendali
langsung.
3. Dalam hal Wajib Pajak dalam negeri memiliki pengendalian langsung pada BULN
Nonbursa terkendali langsung dan memiliki pengendalian tidak langsung pada BULN
Nonbursa terkendali tidak langsung dasar pengenaan Deemed Dividend, yaitu
a. Laba setelah pajak BULN Nonbursa terkendali langsung, dan
b. Laba setelah pajak BULN Nonbursa terkendali tidak langsung dikalikan dengan
persentase penyertaan modal BULN Nonbursa terkendali langsung pada BULN
Nonbursa terkendali tidak langsung tersebut.
4. BULN Nonbursa terkendali tidak langsung merupakan BULN Nonbursa yang
dikendalikan secara tidak langsung oleh Wajib Pajak dalam negeri melalui
a. BULN Nonbursa terkendali langsung, atau
b. BULN Nonbursa terkendali langsung dan BULN Nonbursa ter- kendali tidak
langsung pada tingkat penyertaan modal sebelumnya engan penyertaan modal
sebesar 50% (lima puluh persen) atau le- bih dari jumlah saham yang disetor
pada setiap tingkat penyertaan modal.
5. Termasuk dalam pengertian BULN Nonbursa terkendali tidak langsung, yaitu BULN
Nonbursa yang 50% (lima puluh persen) atau lebih dari jumlah saham yang disetor,
dimiliki secara bersama-sama oleh:
a. Wajib Pajak dalam negeri dan
b. BULN Nonbursa terkendali langsung; dan/atau
c. BULN Nonbursa terkendali tidak langsung;
d. Wajib Pajak dalam negeri dan Wajib Pajak dalam negeri lainnya melalui BULN
Nonbursa terkendali langsung dan/atau

3
e. BULN Nonbursa terkendali tidak langsung; atau BULN Nonbursa terkendali
langsung dan/atau BULN Nonbursa terkendali tidak langsung.
6. Penentuan besarnya penyertaan modal ditentukan pada akhir tahun pajak BULN
Nonbursa Wajib Pajak dalam negeri terkendali yang berakhir dalam Tahun Pajak dalam
negeri.
7. Dalam hal BULN Nonbursa terkendali tidak langsung miliki bersama-sama, besarnya
Deemed Dividend dihitung dengan cara sebagai berikut:
a. Untuk penyertaan pada BULN Nonbursa terkendali tidak langsung tersebut
melalui BULN Nonbursa terkendali langsung dan/atau BULN Nonbursa
terkendali tidak langsung, dihitung sesuai dengan ketentuan sebagaimana
dimaksud pada butir 1;
b. Untuk penyertaan langsung Wajib Pajak dalam negeri pada BULN Nonbursa
terkendali tidak langsung tersebut dihitung dengan cara mengalikan penyertaan
modal Wajib Pajak dalam negeri dengan laba setelah pajak BULN Nonbursa
terkendali tidak langsung tersebut.
8. Dalam hal penyertaan modal pada BULN Nonbursa dilakukan mela- lui trust atau entitas
sejenis lainnya di luar negeri, penyertaan modal dimaksud dianggap dilakukan oleh pihak
yang melakukan penyertaan modal.
9. Laba setelah pajak merupakan laba usaha termasuk penghasilan dari luar usaha sesuai
dengan laporan keuangan berdasarkan standar akuntansi keuangan yang lazim berlaku di
negara atau yurisdiksi yang bersangkutan, setelah dikurangi dengan pajak penghasilan
yang terutang di negara atau yurisdiksi tersebut.
10. Penghitungan besarnya Deemed Dividend, penghitungan besarnya Pajak Penghasilan
yang terutang atas Deemed Dividend, dan penentuan besarnya penyertaan modal tidak
langsung dilakukan sesuai dengan contoh tercantum dalam Lampiran huruf A Peraturan
Menteri Keu angan Nomor 107/PMK.03/2017.
11. Besarnya Deemed Dividend wajib dilaporkan oleh Wajib Pajak dalam negeri dalam SPT
Tahunan PPh pada Tahun Pajak diperolehnya saat Deemed Dividend.

4
C. Kriteria Badan Usaha Luar Negeri
Tidak ada pasal khusus yang mengatur tentang kriteria atau definisi dari badan usaha
luar negeri atau CFC dalam Peraturan Menkeu Nomor 265/PMK.03/2008. Namun
demikian, pasal 1 memberikan petunjuk tentang hal ini dimana terdapat frasa “penyertaan
modal pada badan usaha di luar negeri selain badan usaha yang menjual sahamnya di
bursa efek.”
Dengan demikian, kriteria CFC ini hanyalah badan usaha diluar negeri selain badan
usaha yang menjual sahamnya dibursa efek. Hal yang berbeda diatur dalam ketentuan
sebelumny, yaitu Keputusan Menteri Keuangan Nomor 650/KMK.04/1994 yang
mengatur bahwa badan usaha di luar negeri adalah badan usaha yang bertempat
kedudukan dinegara atau tempat seperti tersebut dalam lampiran Keputusan ini.
D. Special Purpose Vehicle/Special Purpose Entity
Menurut Investopedia, special purpose vehicle/entity (SPV/SPE) adalah anak
perusahaan dengan struktur aset/kewajiban dan status hukum yang membuat kewajiban
aman walaupun perusahaan induknya bangkrut. SPV/SPE juga merupakan anak
perusahaan yang dirancang untuk menjadi counter party untuk swap dan instrumen
derivatif sensitif lainnya. SPV/SPE digumakan untuk mengisolasi risiko keuangan karena
accounting loopholes.
SPV/SPE dapat dibentuk melalui kemitraan terbatas, kepercayaan, perusahaan,
perseroan terbatas atau entitas lainnya.
E. Controlled Foreign Corporation
Menurut Investopedia, Controlled Foreign Corporation (CFC) adalah entitas
perusahaan yang terdaftar dan melakukan bisnis di yurisdiksi atau negara yang berbeda
dari tempat tinggal pemilik pengendali.
CFC menguntungkan bagi perusahaan ketika biaya mendirikan bisnis, cabang asing,
atau kemitraan di negara asing lebih rendah bahkan setelah implikasi pajak, atau bila
kesepakatan global (global exposure) dapat membantu bisnis berkembang.
Struktur CFC diciptakan untuk membantu mencegah tax evasion, yang dilakukan
dengan mendirikan offshore companies di wilayah hukum/yurisdiksi dengan sedikit atau
tanpa pajak.

5
DAFTAR PUSTAKA

Pohan, C. A. (2018). Pedoman Lengkap Pajak Internasional. Jakarta: Gramedia Pustaka


Utama.

Anda mungkin juga menyukai