Anda di halaman 1dari 8

CONTROLLED FOREIGN CORPORATION

DAN
SPECIAL PURPOSE COMPANY

KELOMPOK5:
1.YESAMILDAPP– B.231.18.0122
2. I PUTUINDRI K.A.W–B.241.20.009
3. DWI LESTARI – B.231.18.0002
4.TRIASDWIASTUTIK–B.231.18.0003
5.FADIAHMULIANI –B.231.18.0015
CONTROLLED FOREIGN
CORPORATION
Controlled Foreign Corporation (CFC) adalah suatu skema penghindaran pajak dengan menunda pembayaran penghasilan yang seharusnya diterima di suatu
negara. Caranya dengan menempatkan anak perusahaan di tax haven country. Anak perusahaan di tax haven country ini digunakan untuk menampung
penghasilan yang diterima.

Penjelasan : PT. C adalah perusahaan yang berkedudukan di Indonesia, mempunyai investasi saham di A Corp di negara lain (X). Setiap tahunnya A Corp
membagikan deviden Rp. 10 M. Apabila deviden langsung dibayarkan kepada PT. C, maka atas deviden ini akan dikenakan pajak di Indonesia sebesar 25% x
Rp. 10 M = Rp. 2,5 M. Untuk menghindar dari pengenaan pajak, PT. C mendirikan anak perusahaan yaitu B Pte, Ltd. Yang difungsikan sebagai intermediary
company di negara Y. Negara Y merupakan wilayah tax haven country yang tidak mengenakan pajak atas penghasilan. Investasi saham di A Corp dibuat
melalui B Pte, Ltd. selaku intermediary company. Ketika A Corp membagikan deviden, maka deviden tersebut akan diterima oleh B Pte, Ltd. Mengingat B Pte,
Ltd. berada di wilayah tax haven country, maka atas deviden tersebut tidak dikenai pajak.
LANGKAH PEMERINTAH DALAM
MENGHADAPI PERMASALAHAN CFC
Untuk menghadapi penghindaran pajak tersebut, Pasal 18 ayat (2) Undang-Undang Pajak Penghasilan menjelaskan bahwa :

“Menteri Keuangan berwenang menetapkan saat diperolehnya dividen oleh Wajib Pajak Dalam Negeri atas penyertaan modal
pada badan usaha di luar negeri selain badan usaha yang menjual sahamnya di bursa efek, dengan ketentuan sebagai berikut:

1. besarnya penyertaan modal Wajib Pajak Dalam Negeri tersebut paling rendah 50% (lima puluh persen) dari jumlah saham
yang disetor; atau

2. secara bersama-sama dengan Wajib Pajak Dalam Negeri lainnya memiliki penyertaan modal paling rendah 50% (lima puluh
persen) dari jumlah saham yang disetor.”
LANGKAH PEMERINTAH DALAM
MENGHADAPI PERMASALAHAN CFC
Ketentuan tersebut kemudian diatur lebih lanjut melalui PMK Nomor 256/PMK.03/2008 yang mengatur saat diperolehnya dividen oleh Wajib Pajak Dalam Negeri atas
penyertaan modal pada badan usaha di luar negeri selain badan usaha yang menjual sahamnya di bursa efek.

Saat diperolehnya dividen oleh Wajib Pajak tersebut adalah ditentukan sebagai berikut:

1. pada bulan keempat setelah berakhirnya batas waktu kewajiban penyampaian surat pemberitahuan tahunan Pajak Penghasilan badan usaha di luar negeri tersebut untuk
tahun pajak yang bersangkutan; atau

2. pada bulan ketujuh setelah tahun pajak berakhir apabila badan usaha di luar negeri tersebut tidak memiliki kewajiban untuk menyampaikan surat pemberitahuan tahunan
Pajak Penghasilan atau tidak ada ketentuan batas waktu penyampaian surat pemberitahuan tahunan Pajak Penghasilan.

Sedangkan besarnya dividen yang wajib dihitung oleh Wajib Pajak Dalam Negeri adalah sebesar jumlah dividen yang menjadi haknya terhadap laba setelah pajak yang
sebanding dengan penyertaannya pada badan usaha di luar negeri selain badan usaha yang menjual sahamnya di bursa efek, kecuali dividen tersebut telah dibagikan oleh
perusahaan luar negeri sebelum batas waktu yang ditentukan dalam peraturan dan atas penghasilan tersebut wajib dilaporkan oleh Wajib Pajak di Surat Pemberitahuan Tahunan
PPh-nya untuk tahun pajak dibagikannya dividen tersebut. Pajak atas dividen yang telah dibayar atau dipotong di luar negeri dapat dikreditkan sesuai dengan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 Undang-Undang Pajak Penghasilan.
SPECIAL PURPOSE COMPANY
Special purpose company adalah sebuah perusahaan yang dibuat untuk tujuan tertentu. Dalam konteks perpajakan tujuan dari pendirian special purpose company adalah
untuk melakukan penghindaran pajak. Salah satu penghindaran pajak yang memanfaatkan keberadaan special purpose company adalah untuk menghindari pengenaan pajak
atas keuntungan penjualan saham.

Ilustrasi:

A Co. adalah perusahan berkedudukan di negara X. A Co. berencana untuk melakukan investasi di PT B yang berkedudukan di Indonesia. Jika A Co. langsung membeli
saham PT B maka konsekuensinya jika suatu saat menjual saham tersebut A Co. akan dikenai PPh Pasal 26 atas pengalihan saham sebesar 5% dari nilai pengalihan saham.
Untuk menghindari pengenaan pajak tersebut A Co. membuat perusahaan antara/special purpose company, yaitu C Co. yang didirikan di negara Y. Negara Y merupakan
sebuah tax haven country yang tidak mengenakan pajak atas keuntungan penjualan saham. Investasi saham di PT B dilakukan melalui C Co. Ketika suatu saat A Co. akan
menjual saham PT B yang dijual bukan saham PT B, namun saham C Co. Sebagai perusahaan antara/ special purpose company. Penjualan saham C Co. substansinya adalah
penjualan saham PT B karena PT B dimiliki C Co. Mengingat kedudukan C Co. berada di tax have country, maka atas keuntungan penjualan saham tersebut tidak dikenai
pajak.
LANGKAH PEMERINTAH DALAM
MENGHADAPI PERMASALAHAN SPC
Untuk mencegah praktik penghindaran pajak seperti ini, ketentuan pasal 18 ayat (3c) Undang-undang PPh mengatur
bahwa penjualan atau pengalihan saham perusahaan antara (conduit company atau special purpose company) yang
didirikan atau bertempat kedudukan di negara yang memberikan perlindungan pajak (tax haven country) yang
mempunyai hubungan istimewa dengan badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia atau bentuk usaha
tetap di Indonesia dapat ditetapkan sebagai penjualan atau pengalihan saham badan yang didirikan atau bertempat
kedudukan di Indonesia atau bentuk usaha tetap di Indonesia. 
LANGKAH PEMERINTAH DALAM
MENGHADAPI PERMASALAHAN SPC
Terhadap penjual yang berstatus sebagai wajib pajak luar negeri yang merupakan penduduk dari negara yang telah
mempunyai Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) dengan Indonesia, pemotongan PPh Pasal 26 hanya
dilakukan apabila hak pemajakan berdasarkan P3B berada pada pihak Indonesia.

Namun, apabila saham dibeli oleh wajib pajak luar negeri, berlaku ketentuan sebaga berikut.

a. Pihak yang ditunjuk sebagai pemungut pajak adalah badan yang didirikan atau berkedudukan di Indonesia yang
sahamnya diperjualbelikan oleh pemegang saham wajib pajak luar negeri di luar bursa efek.
b. Badan tersebut harus mencatat akta pemindahan hak atas saham yang dijual.
LANGKAH PEMERINTAH DALAM
MENGHADAPI PERMASALAHAN SPC
Ketentuan lain mengenai special purpose company juga diatur di pasal 18 ayat (2b). Dalam ketentuan ini diatur bahwa wajib pajak yang
melakukan pembelian saham atau aktiva perusahaan melalui pihak lain atau badan yang dibentuk untuk maksud demikian (special purpose
company), dapat ditetapkan sebagai pihak yang sebenarnya melakukan pembelian tersebut sepanjang wajib pajak yang bersangkutan
mempunyai hubungan istimewa dengan pihak lain atau badan tersebut dan terdapat ketidakwajaran penetapan harga.

Dalam konteks penerapan ketentuan pasal 18 ayat (2b) Undang-undang PPh, yang dimaksud saham atau aktiva perusahaan dalam hal ini adalah
sebagai berikut.
a. Saham atau aktiva yang sebelumnya dimiliki dan/atau dijaminkan oleh wajib pajak dalam negeri yang ditetapkan sebagai pihak yang
sebenarnya melakukan pembelian, sehubungan dengan perjanjian utang piutang.
b. Aktiva yang merupakan asset kredit (piutang) kepada wajib pajak dalam negeri yang ditetapkan sebagai pihak yang sebenarnya melakukan
pembelian, sehubungan dengan perjanjian dengan perjanjian utang piutang.

Anda mungkin juga menyukai