Anda di halaman 1dari 6

Dalam ketentuan Pasal 8 UU PPh, secara garis besar pengenaan PPh

terhadap kalangan wanita dibagi menjadi tiga kelompok.


1. Kelompok pertama adalah wanita yang belum pernah menikah dan
berusia di bawah 18 tahun (anak yang belum dewasa).
2. Kelompok kedua adalah wanita yang belum pernah menikah dan
umurnya sudah 18 tahun atau lebih. Pemenuhan kewajiban pajak bagi
kelompok ini pada prinsipnya harus diselesaikan dengan NPWP-nya
sendiri. Wanita dengan status inilah tunduk pada aturan pajak secara
umum.
3. Kelompok terakhir adalah wanita menikah atau yang sudah pernah
menikah. Berbeda dari dua kelompok lainnya, perlakuan PPh terhadap
kelompok ketiga ini sangatlah variatif dan disesuaikan dengan situasi dan
kondisi wanita yang bersangkutan, khususnya bila dikaitkan dengan ada
tidaknya perjanjian pemisahan harta dan penghasilan serta ada tidaknya
penceraian antara suami istri.
1. Wanita Menikah Tanpa Perjanjian Pemisahan Harta dan Penghasilan
Kewajiban perpajakan bagi wanita menikah tanpa perjanjian pemisahan harta dan
penghasilan pada dasarnya menjadi satu dengan kewajiban pajak sang suami. Dengan
kata lain, wanita menikah dalam kategori ini tidak perlu memiliki NPWP sendiri.
Kewajiban PPh lainnya pun menjadi tanggungjawab suami sebagai kepala keluarga.
Bila sebelum menikah tersebut sudah memiliki NPWP, setelah menikah NPWP tersebut
bisa dihapuskan dengan membuat surat permohonan penghapusan NPWP kepada
Kantor Pelayanan Pajak tempatnya terdaftar sebagai WP menjadi satu dengan
suaminya. Penghasilan wanita menikah yang berasal dari satu pemberi kerja telah
dipotong PPh Pasal 21 sehingga tidak perlu lagi digabungkan sebagai penghasilan sang
suami. Dengan kata lain penghasilan istri tersebut diperlakukan seagai penghasilan
yang telah dikenakan PPh Final bagi suaminya. Jika suami dari wanita tersebut ternyata
belum memiliki NPWP, maka mengacu pada ketentuan Pasal 12 ayat (1) Keputusan
Dirjen Pajak Nomor KEP-161/PJ/2001, penghapusan NPWP wanita tersebut tidak bisa
dilakukan. Walau terkesan memberatkan, ketentuan dalam keputusan Dirjen Pajak di
atas pada dasarnya sejalan dengan prinsip bahwa keluarga merupakan satu kesatuan
ekonomis seperti dijabarkan dalam UU PPh.
2. Wanita Menikah dengan Perjanjian Pemisahan Harta dan
Penghasilan
Adanya perjanjian pemisahan harta dan penghasilan menyebabkan
adanya tambahan kewajiban pajak bagi pasangan suami istri yang
bersangkutan. Mengacu pada ketentuan Pasal 8 ayat (2) UU PPh, Rini
respati berpendapat bahwa kewajiban PPh Orang Pribadi bagi wanita
yang menikah dengna perjanjian pemisahan harta dan penghasilan,
dilakukan secara terpisah dengan kewajiban pajak suaminya. Dengan
kata lain, pemenuhan kewajiban pajak antara suami istri dilakukan atas
nama masing-masing.
Adanya pemisahan ini tentunya berpengaruh pada kewajiban
pendaftaran untuk memperoleh NPWP bagi wanita tersebut seperti
dinyatakan dalam memori penjelasan Pasal 2 ayat(1) UU KUP yang
menyatakan bahwa:“Kewajiban mendaftarkan diri tersebut berlaku pula
terhadap wanita kamwin yang dikenakan pajak secara terpisah karena
hidup terpisah berdasarkan keputusan hakim atau dikehendaki secara
tertulis berdasarkan perjanjian pemisahan penghasilan dan harta.”
3. Wanita Berstatus Janda
Status janda bagi wanita yang pernah menikah bisa terjadi karena
berbagai alasan, karena kematian suami atau atas putusan pengadilan.
Apapun alasannya, secara material kewajiban pajak bagi wanita
berstatus janda ini tentunya harus dilakukan sendiri. Wanita yang
suaminya telah meninggal dunia wajib memiliki NPWP bila
memperoleh penghasilan yang merupakan objek pajak.. Ketentuan ini
bisa menimbulkan masalah bila suami yang meninggal dunia ternyata
meninggalkan warisan yang belum terbagi. Dengan asumsi bahwa
sebelumnya suami mempunyai usaha, maka setelah meninggal dunia,
usaha tadi akan menjadi harta warisan yang merupakan hak ahli
warisnya. Bila warisan tersebut sudah dibagikan kepada ahli warisnya,
maka NPWP mendiang suami atau warisan dalam kedudukannya
sebagai subjek pajak pengganti baru bisa dihapuskan.
Penghitungan Pajak penghasilan orang pribadi yang dituangkan dalam SPT
Tahunan sudah diatur dalam UU PPh, termasuk menghitung pajak penghasilan
khususnya orang pribadi wanita yang sudah menikah. Ada pilihan buat wanita
yang sudah menikah pada saat menghitung pajak penghasilan yaitu
1. penghitungan pajak penghasilan yang pelaporannya digabung dengan SPT
Tahunan suami karena wanita tersebut tidak memiliki NPWP atau memiliki
NPWP sebagai cabang dari suami
2. penghitungan pajak penghasilan yang pelaporan SPT Tahunan memilih
terpisah dengan suami karena memiliki NPWP bukan sebagai cabang dari
suami.
Kewajiban pajak bagi Wanita menikah berdasar UU KUP dan UU PPh

Kewajiban pajak Wanita menikah yg Wanita Menikah yang


penghasilan digabung dgn penghasilan memilih
suami terpisah dengan suami
Kepemilikan NPWP Tidak perlu memiliki NPWP Harus memiliki NPWP sendiri
sendiri atau memiliki NPWP terpisah dari suami
sebagai cabang dari suami
Penghitungan Pajak Digabung dengan suami Dihitung terpisah walaupun
Penghasilan sumber Pajak Penghasilan
terutang berasal dari
penggabungan penghasilan
suami dan istri

Pelaporan SPT Tahunan Pelaporannya digabung Harus melaporkan SPT


Pajak Penghasilan Orang dengan SPT Tahunan Pajak Tahunan Pajak Penghasilan
Pribadi Penghasilan suami sendiri

Anda mungkin juga menyukai