Anda di halaman 1dari 5

Cara Pembukuan Biaya Garansi Produk dan Kewajiban Bersyarat / Kontinjensi

Tahu Kijang Innova kan? Biaya garansi produk untuk 30.000 km pertama atas pembelian
mobil Kijang Innova adalah contoh dari Kewajiban Bersyarat / kontinjensi yang dapat
dibukukan.

Biaya garansi produk dianggap mungkin timbul karena perbaikan-perbaikan yang dicakup oleh
garansi produk memang diperlukan pada beberapa kendaraan, di samping itu biayanya dapat
diestimasi dari pengalaman garansi sebelumnya.

Perhatikan contoh berikut:

Diasumsikan bahwa selama bulan November sebuah perusahaan menjual produk seharga Rp
60.000.000 dengan garansi produk 36 bulan untuk perbaikan kerusakan.

Pengalan sebelumnya menunjukkan rata-rata biaya untuk memperbaiki kerusakan adalah 5% dari
harga jual dalam masa garansi.

Ayat jurnal untuk mencatat estimasi biaya garansi produk untuk bulan November adalah sebagai
berikut:

Transaksi tersebut secara tepat membandingkan pendapatan dan beban dengan mencatat biaya
garansi dalam periode yang sama dengan periode penjualan dicatat.

Saat produk rusak diperbaiki, biaya perbaikan dibukukan dengan men-debit Utang Garansi
Produk dan meng-kredit Kas, Persediaan, Utang Gaji atau akun lainnya yang sesuai.

Dengan demikian jika pelanggan memutuhkan penggantian komponen senilai Rp. 200.000 pada
tanggal 15 Desember, ayat jurnal yang dicatat adalah sebagai berikut:
Jika suatu kewajiban kontinjensi kemungkinan besar akan terjadi tapi tidak dapat diperkirakan
atau hanya mungkin saja terjadi, maka karakteristik kewajiban kontinjensi /bersyarat tersebut
harus diungkapkan dalam catatan laporan keuangan.

Penilaian yang profesional diperlukan untuk membedakan antara kewajiban bersyarat /


kontinjensi yang kemungkinan besar akan terjadi dan hanya mungkin saja terjadi.

Perhatikan contoh umum dari kewajiban bersyarat yang diungkapkan dalam catatan laporan
keuangan adalah proses pengadilan, isu lingkungan, jaminan, dan kontinjensi dari penjualan
piutang usaha.

Studi Kasus Kontinjensi

Dan berikut ini adalah contoh dari pengungkapan kontinjensi terkait dengan proses pengadilan
dalam laporan keuangan tahunan milik PT Astra Agro Lestari Tbk, salah satu perusahaan
agrikultur yang ternama di Bursa Efek Indonesia (BEI)

Pada bulan Maret 2008, perusahaan mendapatkan tuntutan hukum dari PT Karya Wijaya
Anugrah (KWA).

Perusahaan kontraktor, sehubungan dengan penghentian kerjasama seperti yang dijelaskan dalam
perjanjian pengembangan pabrik biji kacang di PT Ekadura Indonesia, sebuah anak perusahaan.

Jumlah tuntutan material terhadap perusahaan adalah Rp 1,88 miliar dan tuntutan non material
terhadap perusahaan bersama dengan PT Dhian Pusaka Baruna Pratama (DPBP), selaku rekan
usaha KWA berjumlah Rp 100 miliar.

Pengadilan Negara Jakarta Timur menolak tuntutan hukum tersebut, karena tidak memiliki
wewenang untuk mengadili kasus ini. Tapi KWA mengajukan banding atas keputusan yang
dikeluarkan oleh pengadilan.

Pihak manajemen yakin bahwa tuntutan tersebut tidak memiliki dasar hukum.

Alasannya adalah karena penghentian kerjasama diperbolehkan dalam kontrak bila terjadi
keterlambatan dalam pembangunan pabrik dan terjadi konflik internal antara KWA dan rekannya
DPBP.

Hingga laporan keuangan konsolidasi, dari laporan laba rugi perusahaan hingga catatan atas
laporan keuangan disiapkan, belum ada keputusan terhadap banding yang diajukan.

Proses Akuntansi untuk Garansi Produk / Kewajiban Bersyarat / Kontinjensi

Secara sederhana proses pembukuan dan pencatatan akuntansi garansi produk / kewajiban
bersyarat / kontinjensi dapat diilustrasikan seperti berikut ini:
Contoh soal:

Selama bulan September PT Manajemen Keuangan Network menjual peralatan produksi seharga
Rp 140.000.000 dengan garansi 6 bulan.

Biaya untuk memperbaiki kerusakan yang masih dilindungi garansi diperkirakan sebesar 6% dari
harga jual.

Pada tanggal 11 Oktober seorang pelanggan memerlukan penggantian komponen senilai Rp


200.000 ditambah biaya tenaga kerja sebesar Rp 90.000 yang masih dalam masa garansi.

Buatlah ayat jurnal untuk:

1. Estimasi beban garansi pada tanggal 30 September

2. Pekerjaan yang masih dilindungi garansi pada tanggal 11 Oktober

Jawaban soal:

• Untuk mencatat beban garansi bulan September: 6% X Rp 140.000.000 = Rp 8.400.000

(Dr) Beban Garansi Produk Rp 8.400.000

(Cr) Utang Garansi Produk Rp 8.400.000

• Mengganti komponen yang rusak yang masih dilindungi garansi

(Dr) Utang Garansi Produk Rp 290.000

(Cr) Persediaan Rp 200.000

(Cr) Utang Gaji Rp 90.000


Diskusi kasus Indonesia
Pemerintah Indonesia melalui Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) pada tahun
2011 menerbitkan edisi kedua dari panduan penyusunan rencana kontinjensi untuk pemerintah
daerah. Dalam panduan tersebut dijelaskan bahwa terdapat beberapa tahap yang harus dilakukan
dalam penyusunan rencana kontinjensi daerah.

Secara umum, proses penyusunan rencana kontinjensi sesuai arahan BNPB memiliki banyak
kesamaan dan sedikit perbedaan dengan proses penyusunan rencana kontinjensi yang ada di
London. Di antara perbedaan tersebut adalah pada jenis rencana kontinjensi yang disusun. Dari
penjelasan mengenai berbagai rencana kontinjensi di London yang telah disampaikan di atas,
bisa dilihat bahwa rencana kontinjensi di London ada yang disusun dalam rangka menghadapi
satu buah bahaya tertentu (singel hazard) dan ada yang bersifat prosedural (disusun untuk
menghadapi multiple hazard). Dalam panduan yang diberikan oleh BNPB pemerintah daerah
hanya diberikan arahan untuk membuat rencana kontinjensi untuk menghadapi satu buah bahaya
tertentu (singel hazard), seperti rencana kontinjensi yang telah disusun oleh Pemerintah
Kabupaten Sleman, yaitu rencana kontijensi terhadap risiko letusan Gunung Merapi.

Terdapat beberapa kota di Indonesia yang pada hakikatnya sangat butuh untuk membuat rencana
kontinjensi prosedural dalam rangka menghadapi berbagai risiko bencana (multiple hazard) yang
ada di kota. Contoh kota yang memiliki berbagai risiko bencana yang dinilai penting untuk
menyusun rencana kontinjensi prosedural adalah Jakarta. Terdapat berbagai risiko bencana yang
ada di Jakarta seperti banjir, gempa bumi, terorisme, dan berbagai bencana sosial seperti
kerusuhan. Contoh lainnya adalah kerjasama antara Kota Yogyakarta-Sleman-Bantul
(Kartamantul) yang memiliki risiko untuk terjadinya letusan gunung merapi, gempa bumi, dan
tsunami.

Perencanaan Kontijensi dan Perencanaan Wilayah


Terdapat hubungan timbal balik antara perencanaan kontijensi dan perencanaan wilayah.
Kedepannya perencanaan wilayah harus mulai mempertimbangkan perencanaan/pendekatan
kontinjensi dalam proses perumusuan rencana karena risiko bencana kota-kota di Indonesia juga
semakin meningkat dengan adanya fenomena perubahan iklim. Lebih jelasnya penilaian risiko
dan analisis kesenjangan sumber daya yang dilakukan dalam proses perencanaan kontinjensi bisa
memberikan masukan pada tahapan input dan analisis dalam proses perncanaan wilayah,
sehingga perencanaan wilayah bisa mengakomodasikan berbagai keperluan yang dibutuhkan
ketika keadaan darurat, seperti penataan ruang yang mempertimbangkan arah pergerakan
(manusia dan barang) ketika terjadi bencana, penguraian titik-titik kepadatan jika kota memiliki
risiko terhadap kejadian teror, memperbanyak ruang-ruang terbuka jika kota memiliki risiko
terhadap gempa, dll. Adapun perencanaan kontinjensi haruslah mengacu kepada berbagai
rencana dan kebijakan yang telah diterbitkan.

Anda mungkin juga menyukai