Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

PAJAK INTERNASIONAL
PEMAJAKAN BENTUK USAHA TETAP (BUT)

Dosen Pengampu :
Venantya Asmandani, S.E, M.A

Disusun Oleh : Kelompok 10


Nama Anggota :

1. Rohmana Alya (190903101007)


2. Teguh Bekti Sunandar (190903101010)
3. Firly Dwi Anggraini (190903101022)
4. Adinda Della (190903101011)
5. Resa Gadis Lilina (190903101073)

PROGRAM STUDI DIII PERPAJAKAN


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS NEGERI JEMBER
TAHUN AJARAN 2020/2021

i
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-
Nya kepada kami, sehingga kami bisa menyelesaikan makalah yang berjudul “Pemajakan Bentuk
Usaha Tetap (BUT)”.
Makalah ilmiah ini sudah selesai kami susun dengan maksimal dengan bantuan dan
pertolongan dari berbagai pihak sehingga bisa memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu
kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang sudah ikut berkontribusi
didalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari seutuhnya bahwa masih jauh dari kata
sempurna baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, kami terbuka
untuk menerima segala masukan dan kritik yang bersifat membangun dari pembaca sehingga
kami bisa melakukan perbaikan makalah ilmiah sehingga menjadi makalah yang baik dan benar.
Akhir kata kami meminta semoga makalah ilmiah tentang “Pemajakan Bentuk Usaha Tetap
(BUT)” ini bisa memberi manfaat ataupun inpirasi pada pembaca.

Jember, 25 Oktober 2021

Kelompok 10

ii
DAFTAR ISI

COVER ........................................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ................................................................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................................................................. iii
BAB 1. PENDAHULUAN .............................................................................................................1
1.1 Latar Belakang .......................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................................................2
1.3 Tujuan dan Manfaat ...............................................................................................................2
1.3.1 Tujuan .........................................................................................................................2
1.3.2 Manfaat .......................................................................................................................2
BAB 2. PEMBAHASAN ................................................................................................................3
2.1 Pengertian Bentuk Usaha Tetap (BUT).................................................................................3
2.2 Penghasilan Objek Pajak Bentuk Usaha Tetap (BUT) ..........................................................3
2.3 Tarif Bentuk Usaha Tetap (BUT) ..........................................................................................5
2.4 Pemajakan Bentuk Usaha Tetap (BUT) ................................................................................5
2.5 Kantor Perwakilan Dagang Asing .........................................................................................6

STUDI KASUS ...............................................................................................................................7


BAB 3. PENUTUP .........................................................................................................................8
3.1 Kesimpulan.............................................................................................................................8
3.2 Saran .......................................................................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................................10

iii
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bentuk Usaha Tetap (BUT) merupakan bentuk usaha yang dipergunakan subjek pajak
luar negeri (non-resident taxpayer) baik orang pribadi (nature person) atau badan (legal person)
untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia. Perbedaan perlakuan
perpajakannya dibandingkan dengan wajib pajak dalam negeri antara lain adalah (a) BUT tidak
dapat menikmati tax treaty Indonesia dengan negara treaty partner lainnya karena ia bukan
penduduk Indonesia, dan (b) atas laba bersih setelah pajak yang diterima atau diperoleh suatu
BUT dikenakan branch profit tax. Untuk menghindari pengenaan pajak berganda atas
penghasilan tang diterima atau diperoleh oleh penduduk dari negara treaty parter di Indonesia,
pengujian keberadaan suatu BUT perusahaan dari negara treaty partner di Indonesia sebagai
kriteria diperlukan untuk menentukan apakah Indonesia memiliki hak untuk memungut pajak
atas penghasilan tersebut.
Dalam melakukan investasi langsung di Indonesia, investor asing dapat melakukannya
dalam bentuk joint venture dengan perusahaan asing lainnya dan perusahaan lokal. Umumnya,
perusahaan ini berbentuk penanaman modal asing adalah wajib pajak dalam negeri (resident tax
player).
Perusahaan asing dapat menjalankan usahanya melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
Ini yang disebut dengan Bentuk Usaha Tetap (BUT). Apabila investor asing menjalankan
bisnisnya di Indonesia melalui BUT (a premanent establishment) berarti bahwa perusahaan
Berdasarkan pasal 17 ayat (2a) Tarif tersebut menjadi 25% yang mulai berlaku sejak tahun pajak
2010. Namun demikian ada perbedaan dengan wajib pajak badan dalam negeri,berdasarkan pasal
26 ayat (4) UU PPh Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangipajak dari suatu BUT akan
dikenakan pajak tambahan (branch profit tax) sebesar 20%, kecuali apabila penghasilan tersebut
ditanamkan kembali di Indonesia dan memenuhi persyaratan-persyaratan yang ditetapkan
dengan Peraturan MenteriKeuangan Nomor 257/PMK.03/2008.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang di maksud dengan Bentuk Usaha Tetap ?
2. Berapa penghasilan Objek Pajak Bentuk Usaha Tetap ?

4
3. Berapa Tarif Pajak Bentuk Usaha Tetap ?
4. Apa yang di maksud dengan Pemajakan Bentuk Usaha Tetap ?
5. Apa yang di maksud dengan Kantor Perwakilan Dagang Asing ?

1.3 Tujuan dan Manfaat


1.3.1 Tujuan
1. Untuk Mengetahui pengertian dari Bentuk Usaha Tetap
2. Untuk Mengetahui penghasilan Objek Pajak Bentuk Usaha Tetap
3. Untuk Mengetahui Tarif Pajak Bentuk Usaha Tetap
4. Untuk Mengetahui pengertian Pemajakan Bentuk Usaha Tetap
5. Untuk Mengetahui Kantor Perwakilan Dagang Asing
1.3.2 Manfaat
(a) Bagi penulis : dari adanya penulisan makalah inidapat dijadikan pengetahuan
secara teoritis yang diperoleh selama kuliah dan merupakan tugas dalam menempuh mata
kuliah Perpajakan Internasional,
(b) Bagi lembaga : sebagai karya yang dapat dijadikan sebagai bahan referensi dan
pustaka bagi mahasiswa atau pihak lain yang memiliki ketertarikan menulis dalam bidang
yang relevan

5
BAB 2. PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Bentuk Usaha Tetap (BUT)


Bentuk Usaha Tetap (BUT) merupakan bentuk usaha yang dipergunakan subjek pajak
luar negeri (non-resident taxpayer) baik orang pribadi (nature person) atau badan (legal person)
untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia.
Merujuk Pasal 2 Ayat (5) Undang-Undang (UU) Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak
Penghasilan, bentuk usaha tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang
tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183
hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat
kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia. Batasan
waktu sebanyak 183 hari dalam satu tahun diterapkan apabila anatara Indonesia dan negara asal
perusahaan tersebut tidak memiliki tax traety atau Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda
(P3B). Akan tetapi, apabila antara Indonesia dengan negara asal perusahaan tersebut terdapat tax
treaty atau P3B maka batasan waktu sebagai BUT yang berlaku mengikuti perjanjian yang
disepakati kedua negara tersebut.
Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh) telah mengalami perubahan sebanyak
empat kali, yang mana Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 menjadi regulasi induk dari
perubahan yang telah dibuat. Sementara, UU 36/2008 merupakan perubahan keempat atau
terbaru bagi kiblat perpajakan penghasilan di negeri ini.
Bentuk Usaha Tetap (BUT) ini masuk dalam kategori subjek pajak luar negeri dan
merupakan wajib pajak (WP) badan, di samping subjek pajak lainnya yang juga dipungut pajak
penghasilan, seperti orang pribadi, perseroan terbatas (PT), yayasan, serta badan usaha milik
negara (BUMN) dan BUMD.

2.2 Penghasilan Objek Pajak Bentuk Usaha tetap (BUT)


Objek pajak Bentuk Usaha Tetap (BUT) berdasarkan pasal 5 ayat (1) UU PPh
dikategorikan dalam 3 jenis :
a. Attribution Income, merupakan penghasilan dari usaha atau kegiatan bentuk usaha tetap
tersebut dan dari harta yang dimiliki atau dikuasai; Dengan demikian semua penghasilan
tersebut dikenakan pajak di Indonesia

6
b. Force of Attraction Income, merupakan penghasilan kantor pusat dari usaha atau
kegiatan, penjualan barang, atau pemberian jasa di Indonesia yang sejenis dengan yang
dijalankan atau yang dilakukan oleh bentuk usaha tetap di Indonesia
Berdasarkan ketentuan pasal 5 ayat (1) huruf b penghasilan kantor pusat yang berasal dari
usaha atau kegiatan, penjualan barang dan pemberian jasa, yang sejenis dengan yang
dilakukan oleh bentuk usaha tetap dianggap sebagai penghasilan bentuk usaha tetap,
karena pada hakikatnya usaha atau kegiatan tersebut termasuk dalam ruang lingkup usaha
atau kegiatan dan dapat dilakukan oleh bentuk usaha tetap. Usaha atau kegiatan yang
sejenis dengan usaha atau kegiatan bentuk usaha tetap, misalnya terjadi apabila sebuah
bank di luar Indonesia yang mempunyai bentuk usaha tetap di Indonesia, memberikan
pinjaman secara langsung tanpa melalui bentuk usaha tetapnya kepada perusahaan di
Indonesia. Penjualan barang yang sejenis dengan yang dijual oleh bentuk usaha tetap,
misalnya kantor pusat di luar negeri yang mempunyai bentuk usaha tetap di Indonesia
menjual produk yang sama dengan produk yang dijual oleh bentuk usaha tetap tersebut
secara langsung tanpa melalui bentuk usaha tetapnya kepada pembeli di Indonesia.
Pemberian jasa oleh kantor pusat yang sejenis dengan jasa yang diberikan oleh bentuk
usaha tetap, misalnya kantor pusat perusahaan konsultan di luar Indonesia memberikan
konsultasi yang sama dengan jenis jasa yang dilakukan bentuk usaha tetap tersebut secara
langsung tanpa melalui bentuk usaha tetapnya kepada klien di Indonesia.
c. Effectively Connected Income, merupakan penghasilan sebagaimana tersebut dalam Pasal
26 yang diterima atau diperoleh kantor pusat, sepanjang terdapat hubungan efektif antara
bentuk usaha tetap dengan harta atau kegiatan yang memberikan penghasilan dimaksud;
Misalnya, A Inc. menutup perjanjian lisensi dengan PT B untuk mempergunakan merek
dagang A Inc. Atas penggunaan hak tersebut A Inc. menerima imbalan berupa royalti
dari PT Y. Sehubungan dengan perjanjian tersebut A Inc. juga memberikan jasa
manajemen kepada PT B melalui suatu bentuk usaha tetap di Indonesia, dalam rangka
pemasaran produk PT B yang mempergunakan merek dagang tersebut. Dalam hal
demikian, penggunaan merek dagang oleh PT B mempunyai hubungan efektif dengan
bentuk usaha tetap di Indonesia, dan oleh karena itu penghasilan A Inc. yang berupa
royalti tersebut diperlakukan sebagai penghasilan bentuk usaha tetap. Sesuai dengan

7
pasal 5 ayat (3) huruf b tidak termasuk objek pajak bagi BUT adalah pembayaran yang
diterima atau diperoleh dari kantor pusat, berupa :
1) Royalti atau imbalan lainnya sehubungan penggunaan harta, paten, atau hak-hak
lainnya
2) Imbalan sehubungan dengan jasa manajemen dan jasa lainnya
3) Bunga, kecuali bunga yang berkenaan dengan usaha perbankan.

2.3 Tarif Bentuk Usaha Tetap (BUT)


Seperti halnya wajib pajak badan dalam negeri, tarif pajak yang diterapkan atas
penghasilan kena pajak bagi BUT, dalam pasal 17 ayat (1 huruf a) adalahsebesar 28%.
Berdasarkan pasal 17 ayat (2a) Tarif tersebut menjadi 25% yang mulaiberlaku sejak tahun pajak
2010. Namun demikian ada perbedaan dengan wajib pajak badan dalam negeri,berdasarkan pasal
26 ayat (4) UU PPh Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangipajak dari suatu BUT akan
dikenakan pajak tambahan (branch profit tax) sebesar 20%, kecuali apabila penghasilan tersebut
ditanamkan kembali di Indonesia dan memenuhi persyaratan-persyaratan yang ditetapkan
dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 257/PMK.03/2008, yaitu :
a. Penanaman kembali dilakukan atas seluruh penghasilan kena pajak setelah dikurangi
Pajak Penghasilan dalam bentuk penyertaan modal pada perusahaan yang baru didirikan
dan berkedudukan di Indonesia sebagaipendiri atau peserta pendiri
b. Perusahaan baru yang didirikan dan berkedudukan di Indonesia sebagaimana dimaksud
pada huruf a, harus secara aktif melakukan kegiatan usaha sesuai dengan akta
pendiriannya, paling lama 1 (satu) tahun sejak perusahaan tersebut didirikan
c. Penanaman kembali dilakukan dalam tahun pajak berjalan atau paling lamatahun pajak
berikutnya dari tahun pajak diterima atau diperolehnya penghasilan tersebut
d. Tidak melakukan pengalihan atas penanaman kembali tersebut paling singkat dalam
jangka waktu 2 (dua) tahun sesudah perusahaan baru tersebut telah berproduksi komersial

2.4 Pemajakan Bentuk Usaha Tetap (BUT)


Berdasarkan pasal 2 ayat (1a) bentuk usaha tetap merupakan subjek pajak yang perlakuan
perpajakannya dipersamakan dengan subjek pajak badan. Namun kenyataannya ada beberapa
perbedaan antara keduanya, yaitu dalam penentuan objek pajak, perlakuan biaya dan tarif pajak.

8
2.5 Kantor Perwakilan Dagang Asing
Sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan nomor 634/KMK.04/1994, penghasilan neto
dari WPLN yang memiliki KPDA di Indonesia ditetapkan sebesar 1% (satu persen) dari nilai
ekspor bruto. Tarif efektif Pajak Penghasilan bagi KPDA tersebut adalah sebesar 0,44% (empat
puluh empat per seribu) dari nilai ekspor bruto.Nilai ekspor bruto adalah semua nilai pengganti
atau imbalan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Luar Negeri yang mempunyai Kantor
Perwakilan Dagang di Indonesia dari penyerahan barang kepada orang pribadi atau badan yang
berada atau bertempat kedudukan di Indonesia
Direktur Jenderal Pajak melalui Surat Edaran Nomor SE-2/PJ.03/2008 memberikan
penegasan bahwa Wajib Pajak Luar Negeri yang dimaksud adalah Wajib Pajak Luar Negeri yang
mempunyai Kantor Perwakilan Dagang (representative office/liaison office), di Indonesia yang
berasal dari negara yang belum mempunyai Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B / tax
treaty) dengan Indonesia. Tetapi jika sudah memiliki tax treaty, SE-2/PJ.03/2008 memberikan
rumus seperti ini:

Contoh mencari rumus tarif efektif KPDA dengan negara yang memiliki tax treaty dengan Indonesia

SE-2/PJ.03/2008 diterbitkan pada 31 Juli 2008. Sedangkan pada tanggal 23 September


2008 berlaku Undang-Undang PPh yang baru. Tarif Pasal 17 untuk WP badan saat terbitnya SE-
2/PJ.03/2008 adalah 5%, 15%, dan 30%. Sedangkan sejak 2010, tarif Pasal 17 untuk WP badan
menggunakan tarif tunggal yaitu 25%. Dengan demikian, untuk contoh kasus KPDA dengan
Australia, tarif efektif menjadi 0,355%.

9
STUDI KASUS
PT. Dabest merupakan unit BUT yang dimiliki suatu perusahaan asing Dabest, Ltd yang
bergerak di bidang produksi makanan. Di tahun 2018, PT. Dabest mencatat peredaran bruto
sebesar Rp 60.000.000.000 serta total biaya operasi dan non operasi yang dapat menjadi biaya
secara pajak adalah sebesar Rp20.000.000.000. Jika laba PT. Dabest dikirimkan seluruhnya pada
perusahaan induk. Hitunglah berapa PPh Pasal 26 yang harus dipotong terhadap penghasilan PT.
Dabest?
Penyelesaian:
Berdasarkan ilustrasi di atas, maka PT. Dabest akan dikenakan PPh Badan selayaknya
perusahaan pada umumnya. Namun karena bentuk PT. Dabest adalah BUT, maka akan
dikenakan PPh Pasal 26 atau branch profit tax. Berikut ini adalah penghitungannya:
Peredaran Bruto = Rp 60.000.000.000
Biaya operasi dan non operasi = (Rp 20.000.000.000)
Penghasilan Kena Pajak = Rp 40.000.000.000
PPh Badan PT. Dabest = 25% x Rp 40.000.000.000
= Rp 10.000.000.000
Laba setelah Pajak = Rp 40.000.000.000 – Rp 10.000.000.000
= Rp 30.000.000.000
Branch Profit Tax (PPh 26) = 20% x Rp 30.000.000.000
= Rp 6.000.000.000

10
BAB 3. PENUTUP

3.1 Kesimpulan
(BUT) merupakan bentuk usaha yang dipergunakan subjek pajak luar negeri (non-
resident taxpayer) baik orang pribadi (nature person) atau badan (legal person) untuk
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia.
Merujuk Pasal 2 Ayat (5) Undang-Undang (UU) Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak
Penghasilan, bentuk usaha tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang
tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183
hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat
kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia. Batasan
waktu sebanyak 183 hari dalam satu tahun diterapkan apabila anatara Indonesia dan negara asal
perusahaan tersebut tidak memiliki tax traety atau Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda
(P3B). Akan tetapi, apabila antara Indonesia dengan negara asal perusahaan tersebut terdapat tax
treaty atau P3B maka batasan waktu sebagai BUT yang berlaku mengikuti perjanjian yang
disepakati kedua negara tersebut.
Seperti halnya wajib pajak badan dalam negeri, tarif pajak yang diterapkan atas
penghasilan kena pajak bagi BUT, dalam pasal 17 ayat (1 huruf a) adalahsebesar 28%.
Berdasarkan pasal 17 ayat (2a) Tarif tersebut menjadi 25% yang mulaiberlaku sejak tahun pajak
2010. Namun demikian ada perbedaan dengan wajib pajak badan dalam negeri,berdasarkan pasal
26 ayat (4) UU PPh Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangipajak dari suatu BUT akan
dikenakan pajak tambahan (branch profit tax) sebesar 20%, kecuali apabila penghasilan tersebut
ditanamkan kembali di Indonesia dan memenuhi persyaratan-persyaratan yang ditetapkan
dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 257/PMK.03/2008

3.2 Saran
1. Kebijakan pemerintahan Indonesia dalam pembuatan tax treaty diharapkan akan
membantu investor asing yang ingin menanamkan modalnya di Indonesia dengan
perlindungan hukum dan pengenaan pajak yang tepat sehingga mampu pada
meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat Indonesia.

11
2. Indonesia harus segera melaksanakan deregulasi dan debirokratisasi dalam bidang
perdagangan terutama dalam bidang perpajakan sebagai salah satu sumber penerimaan
negara untuk kemandirian bangsa Indonesia serta peningkatan sumber daya manusia
aparat perpajakan Indonesia. Apalagi dengan akan dibukanya Economy Community
ASEAN dalam waktu dekat ini dimana Indonesia belum mempunyai regulasi untuk
mempersiapkan hal seperti ini.

12
DAFTAR PUSTAKA

Kurniawan, Anang Mury. 2010. Modul Pajak Internasional.


https://www.academia.edu/31871406/Modul_Pajak_Internasional (diakses tanggal
25 oktober 2021)

Fitriya. 2021. Bentuk Usaha Tetap: Tarif Pajaknya dan Bentuk Lain Dikategorikan BUT.
https://klikpajak.id/blog/bentuk-usaha-tetap-tarif-pajaknya-dan-bentuk-lain-
dikategorikan-but/ (diakses tanggal 25 oktober 2021)

Zsazya. 2019. Bentuk Usaha Tetap: Kenali Ketentuan dan Perhitungan Pajaknya disini!
https://www.online-pajak.com/tentang-pph-final/bentuk-usaha-tetap (diakses tanggal
25 oktober 2021)

Suparman, Raden Agus. 2020. Kantor Perwakilan Dagang Asing


https://aguspajak.com/tag/kantor-perwakilan-dagang-asing/ (diakses tanggal 25
oktober 2021)

13

Anda mungkin juga menyukai