Anda di halaman 1dari 25

TAX PLANNING DAN PENGENDALIAN

ATAS UNSUR-UNSUR WITHHOLDING


TAX (SELAIN PPH 21)
Disusun oleh :
Annisa Sabrina Djunaedy
Amelia Nanna

Withholding Tax System


Sistem ini merupakan sistem perpajakan dimana pihak
ketiga baik Wajib Pajak Orang Pribadi maupun Wajib Pajak
Badan Dalam Negeri diberi kepercayaan oleh peraturan
perundang- undangan untuk melaksanakan kewajiban
memotong atau memungut pajak atas penghasilan yang
dibayarkan kepada penerimaan penghasilan.
Pihak ketiga tersebut memiliki peran aktif dalam sistem ini,
dan fiskus berperan dalam pemeriksaan pajak,

Withholding Tax System


Withholding income tax merupakan pelaksanaan
pemotongan dan pemungutan Pajak Penghasilan yang
dibayar dalam tahun berjalan, hal ini diatur dalam pasal 20
ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh)
sebagai berikut:
Pajak yang diperkirakan akan terutang dalam suatu tahun
pajak dilunasi oleh wajib pajak dalam tahun pajak berjalan
melalui pemotongan dan pemungutan pajak oleh pihak lain,
serta pembayaran pajak oleh Wajib Pajak sendiri

PPh yang Termasuk dalam


Withholding Tax
PPh Pasal 21
PPh Pasal 22
PPh Pasal 23
PPh Pasal 26
PPh Pasal 4 ayat 2
PPh Pasal 15

Identifikasi terhadap Objek-Objek


Withholding Tax
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang
Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan,
menjelaskan lebih lanjut setiap objek pajak secara
terperinci

Objek Pajak PPh


Pasal 4 Ayat 2

Objek Pajak PPh


Pasal 4 Ayat 2

Objek Pajak PPh


Pasal 15

Objek Pajak PPh


Pasal 22

Objek Pajak PPh


Pasal 23

Objek Pajak PPh Pasal 24

Objek Pajak PPh Pasal 26

Ekualisasi Pajak
Ekualisasi pajak adalah pemeriksaan tingkat
keseimbangan antara satu jenis pajak dengan jenis pajak
yang lain yang memiliki hubungan, yang dimaksud
hubungan disini adalah elemen laporan suatu jenis pajak
merupakan bagian dari laporan jenis pajak yang lain ( baik
itu sebagian maupun keseluruhan ).
Secara global, ekualisasi dilakukan dengan membandingkan
DPP PPh dengan biaya-biaya yang seharusnya dipotong atas
PPh tersebut

Ekualisasi Pajak
Perbedaan yang timbul akibat dilakukannya ekualisasi pajak
bisa disebabkan oleh hal-hal berikut:
1. perbedaan tersebut dikarenakan peraturan perpajakan
yang berlaku, baik Undang-Undang , Peraturan
Pemerintah, Keputusan Menteri Keuangan maupun
Keputusan Direktur Jenderal Pajak.
2. adanya salah tafsir dalam pemotongan pajak
penghasilan, misal adanya kesalahan pengelompokan
biaya atau adanya biaya yang memang tidak dipotong,
namun masuk ke biaya yang seharusnya dipotong
3. Atau bisa juga disebabkan misalnya biaya yang
seharusnya dipotong atas pajak penghasilan pasal 23,
namun ternyata dipotong atas pajak penghasilan pasal 4
ayat 2.

Ekualisasi Pajak
Ekualisasi pajak dapat dilakukan sebagai berikut:
1. Ekualisasi PPN dengan Omset (Penjualan) PPh Pasal 25
& 29
2. Ekualisasi PPh Pasal 21 dengan Pengakuan Biaya Gaji
dan Upah Tenaga Kerja Langsung pada Laporan Laba
Rugi
3. Ekualisasi PPh Pasal 23
4. Ekualisasi PPh Pasal 4 ayat 2
5. Ekualisasi PPh Pasal 26

Ekualisasi PPh Pasal 23


Contoh :
Pemeriksa mengoreksi dengan melakukan ekualisasi terhadap
PPh Pasal 23 yang dikenakan kepada PT ABC. Hasilnya
menyatakan bahwa DPP PPh pasal 23 PT ABC adalah sebesar Rp
850.000.000 yang didasarkan pada hasil pemeriksaan dari
pengujian yang bersumber dari SPT Masa, perjanjian/kontrak,
utang lain-lain, dan pembebanan di laba rugi. Namun, dari pihak
PT ABC melakukan pembenaran bahwa dari total Rp 850.000.000
tersebut, yang merupakan objek PPh Pasal 23 adalah hanya
sebesar Rp 500.000.000 dimana PPh tersebut berasal dari
pengenaan PPh atas jasa konstruksi sedangkan Rp 350.000.000
sisanya bukan merupakan transaksi jasa konstruksi melainkan
pembelian material untuk pengerjaan konstruksi berupa tiang,
MCB, antena dan sebagainya. PT ABC dapat menunjukkan bukti
yang mendukung pembenarannya tersebut dengan menunjukkan
purchase order, invoice, dan delivery order. Sehingga selisih
ekualisasi sebagai objek PPh 23 adalah sebesar Rp 350.000.000

Ekualisasi PPh Pasal 4 ayat 2


Contoh :
Pemeriksa mengoreksi dengan melakukan ekualisasi terhadap
PPh Pasal 4 ayat 2 yang dikenakan kepada PT ABC terkait sewa
tanah dan bangunan. Hasilnya didapat koreksi senilai Rp dengan
rincian sebagai berikut.

CONTOH KASUS
PT ABC merupakan perusahaan dagang dengan NPWP :
01.235.641.1.623.000. Pada bulan Desember 2013, PT ABC melakukan
beberapa transaksi berikut ini:
02 Des 13
09 Des 13
25 Nov 13
15 Des 13
31 Des 13

Melakukan pembayaran sewa gudang kepada PT XYZ


sebesar Rp 10.000.000 (belum Termasuk PPN)
Menerima pelunasan piutang atas transaksi penjualan
barang tanggal
kepada bendaharawan pemerintah kota Jakarta Selatan
sebesar Rp 30.000.000
Melakukan pembayaran fee konsultan pajak sebesar Rp
5.000.000
Menerima dividen tahun buku 2012 sebesar Rp 8.000.000
atas penanaman modal PT ABC di PT DEF sebesar 20%

Hitung besar Pajak Penghasilan yang dikenakan pada masing-masing


transaksi dan buatlah jurnal terkait transaksinya.

a. Transaksi pada tanggal 02 Des 2013 tersebut merupakan


transaksi yang dikenakan PPh pasal 4 ayat 2, yaitu pajak yang
dikenakan atas penghasilan dari transaksi sewa tanah atau
bangunan. Tarif yang dikenakan untuk PPh pasal 4 ayat 2
adalah sebagai berikut:
Tarif PPh pasal 4 ayat 2 = 10% X jumlah bruto nilai persewaan
Maka, PPh pasal 4 ayat 2 yang dikenakan pada transaksi ini
adalah :
PPh pasal 4 ayat 2 = 10% X Rp 10.000.000
= Rp 1.000.000
.

Jurnal PT ABC (pemotong):


Beban Sewa
Rp 10.000.000
PPN (M)
Rp 1.000.000
Hutang PPh 4 (2)
Rp 1.000.000
Kas
Rp 10.000.000
Jurnal PT XYZ (terpotong) :
Kas
Rp 10.000.000
Uang Muka PPh 4 (2) Rp 1.000.000
PPN (K)
Rp 1.000.000
Pendapatan sewa
Rp 10.000.000

b. Transaksi pada tanggal 09 Des 2013 merupakan transaksi


dengan bendaharawan yang dikenakan PPh pasal 22 dengan
tarif 1,5% dari harga pembelian (tanpa PPN). Sehingga, PPh
pasal 22 yang dikenakan pada transaksi ini adalah sebagai
berikut:
PPh pasal 22 = 1,5% X Rp 30.000.000
= Rp 450.000
Jurnal PT ABC (terpotong) :
Kas
Rp 29.550.000
Uang Muka PPh 22 Rp 450.000
Piutang dagang
Rp 30.000.000

c. Transaksi pada tanggal 15 Des 2013 ini merupakan


transaksi atas pembayaran imbalan sehubungan dengan
jasa konsultan, oleh karena itu transaksi ini dikenakan PPh
pasal 23 dengan tarif 2% dari jumlah bruto. Sehingga, PPh
pasal 23 yang dikenakan terhadap transaksi ini adalah
sebagai berikut:
PPh pasal 23 = 2% X Rp 5.000.000
= Rp 100.000

Jurnal PT ABC (pemotong):


Beban Jasa konsultan Rp 5.000.000
Hutang PPh 23
Rp 100.000
Kas
Rp 4.900.000
Jurnal Konsultan pajak (terpotong):
Kas
Rp 4.900.000
Uang muka PPh 23 Rp 100.000
Pendapatan
Rp 5.000.000

d. Transaksi pada tanggal 31 Des 2013 ini merupakan transaksi


atas penerimaan dividen yang dikenakan PPh pasal 23
karena penyertaan modal PT ABC pada PT DEF lebih kecil
dari 25%. Tarif yang dikenakan adalah 15% dari jumlah
bruto. Sehingga, pada transaksi ini pengenaan PPh pasal 23
adalah sebagai berikut:
PPh pasal 23
= 15% X Rp 8.000.000
= Rp 1.200.000

Jurnal PT ABC (terpotong):


Kas
Rp 6.800.000
Uang Muka PPh 23 Rp 1.200.000
Pendapatan dividen
Rp 8.000.000
Jurnal PT DEF (pemotong):
Dividen
Rp 8.000.000
Hutang PPh 23
Rp 1.200.000
Kas
Rp 6.800.000

Anda mungkin juga menyukai