Anda di halaman 1dari 73

Akuntansi Pajak

Pengertian Akuntansi Pajak

Akuntansi Pajak adalah :


Prinsip, standar dan perlakuan akuntansi lengkap yang
digunakan WP untuk memenuhi kewajiban
perpajakannya.

Tujuannya :
 Dasar untuk menghitung PKP
 Menghitung Harga Perolehan dan Penyerahan BKP
 Menghitung Pajak Terutang
 Memanfaatkan sebagian fasilitas perpajakan misal :
kompensasi kerugian
 Sebagai dasar pencatatan transaksi terutama
apabila dilakukan Pemeriksaan Pajak
BAB I Pendahuluan
Pembukuan dalam Perspektif UU KUP

Pasal 1 angka 29 UU KUP, Pembukuan adalah :


“ Proses pencatatan yang dilakukan secara teratur
untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan
yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan
dan biaya serta jumlah harga perolehan dan
penyerahan barang dan jasa yang ditutup dengan
menyusun laporan keuangan berupa neraca dan
laporan rugi laba untuk periode tahun pajak tersebut “

BAB I Pendahuluan
Pembukuan dalam Perspektif UU KUP

Pasal 28 ayat 1 UU KUP :


Wajb Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau
pekerjaan bebas dan wajib pajak badan di
Indonesia wajib menyelenggarakan pembukuan.

Pasal 28 ayat 2 UU KUP :


Wajib Pajak yang dikecualikan dari kewajiban menyelenggarakan
pembukuan, tetapi wajib melakukan pencatatan, adalah :
 WP orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau
pekerjaan bebas dan diperbolehkan menghitung pajak terutang
dengan menggunakan norma penghitungan penghasilan neto.
 WP yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.

BAB I Pendahuluan
Pembukuan dalam Perspektif UU KUP

Pasal 28 ayat 7 UU KUP :


Pembukuan sekurang-kurangnya teridiri atas catatan mengenai :
 Harta Kewajiban dan Modal
 Penghasilan dan Biaya
 Penjualan dan Pembelian
Sehingga dapat dihitung jumlah pajak terutang

Pasal 28 ayat 9 UU KUP :


Pencatatan sebagaimana di maksud dalam ayat 2 adalah
pencatatan atas jumlah peredaran/penghasilan bruto sebagai
dasar menghitung pajak terutang, termasuk pula penghasilan
yang bukan objek pajak dan yang telah dikenakan pajak bersifat
final.

BAB I Pendahuluan
Pembukuan Vs Pencatatan

WP Orang Pribadi
WP Badan
Omset < 4,8 M

Memilih Memilih
Menggunakan Menggunakan
Pembukuan NPPN
Wajib
Menyelenggarakan
Pembukuan

Pencatatan :
omset yg objek,
bukan ojek dan
final

BAB I Pendahuluan
PPh Pasal 21
Pajak penghasilan pasal 21 adalah pajak atas
penghasilan yang diterima atau diperoleh wajib pajak
orang pribadi dalam negeri sehubungan dengan
pekerjaan, jasa dan kegiatan berupa gaji, upah
honorarium, tunjangan, dan pembayaran lainnya
dengan nama dan dalam bentuk apa pun
Dasar Hukum
1. UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan
2. Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-
16/PJ/2016
3. Peraturan Menteri Keuangan No.
101/PMK.010/2016 dan 102/PMK.010/2016
4. Peraturan/UU lainnya yang memuat tentang Pajak
Penghasilan.
Saat Terutang , Pemotongan dan Penyetoran PPh Pasal 21

• PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 terutang bagi


Penerima Penghasilan pada saat dilakukan pembayaran
atau pada saat terutangnya penghasilan yang
bersangkutan. (PER - 16/PJ/2016 pasal 21)
• PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 yang dipotong oleh
Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 untuk
setiap Masa Pajak wajib disetor ke kantor pos atau bank
yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan, paling lama 10
(sepuluh) hari setelah Masa Pajak berakhir. (PER -
16/PJ/2016 pasal 24)
Contoh 1:
PT. Surya Gemilang Mencatat Gaji Karyawan bulan
Oktober 2020 dengan Rincian :

Gaji Bruto Rp. 535.756.000,-


Pemotongan
PPh Psl 21 Rp. 27.250.000,-
Iuran Pensiun Rp. 10.000.000,-
Iuran Jamsostek Rp. 2.500.000,-
Gaji Neto yang dibayarkan Rp. 496.006.000,-

Gaji tersebut akan dibayarkan tgl 02 nopember 2020.


Jurnal :
Saat Terutang gaji (31/10/2020):

(Db) B. Gaji Rp. 535.756.000,-


(Cr) Utang PPh Psl 21Rp. 27.250.000,-
(Cr) Utang Iuran Pensiun Rp. 10.000.000,-
(Cr) Utang Iuran Jamsostek Rp. 2.500.000,-
(Cr) Utang Gaji Rp. 496.006.000,-

Saat Pembayaran gaji (02/11/2020):

(Db) Utang Gaji Rp. 496.006.000,-


(Cr) Kas Rp. 496.006.000,-
Jurnal :
PPh Pasal 21 yang telah dipotong perusahaan dilunasi
selambat – lambatnya Tgl 10 nopember 2020.
Saat Penyetoran pajak dan iuran lainnya :
(10/11/2020):
(Db) Utang PPh Psl 21 Rp. 27.250.000,-
(Db) Utang Iuran Pensiun Rp. 10.000.000,-
(Db) Utang Iuran Jamsostek Rp. 2.500.000,-
(Cr) Kas Rp. 39.750.000,-
Contoh 2:
Pada Tanggal 8 Nopember 2020 PT. Surya Gemilang
Membayar Fee Konsultasi Pajak kepada Bapak Tono
sebesar Rp. 10.000.000.
atas fee tsb PT. Surya Gemilang memotong PPh Pasal
21 sebesar :
PPh Pasal 21 yang dipotong =
Rp. 10.000.000,- x 50 % x 5% = Rp. 250,000,-

Jurnal pada tgl 8 Nopember 2020 :


(Db) Beban Konsultan Rp. 10.000.000,-
(Cr) Hutang PPh Psl 21 Rp. 250.000,-
(Cr) Kas Rp. 9.750.000,-
Jurnal :

Saat Penyetoran pajak :


(10/12/2020):
(Db) Utang PPh Psl 21 Rp. 250.000,-
(Cr) Kas Rp. 250.000,-
Contoh 3 :
Jika berdasarkan Contoh Soal 2,
PPh Pasal 21 ditanggung oleh pemeri kerja, Maka pada
saat pembayaran PPh Pasal 21. Maka PT. Surya
Gemilang melakukan pencatatan sbb :
Jurnal pada tgl 8 Nopember 2020 :
(Db) Beban Konsultan Rp. 10.000.000,-
(Db) Beban Pajak Rp. 250.000,-
(Cr) Hutang PPh Psl 21 Rp. 250.000,-
(Cr) Kas Rp. 10.000.000,-

Beban Pajak pada akhir tahun pajak dikoreksi secara


positif .
PPh Pasal 22
PPh Pasal 22 merupakan pajak yang dipungut oleh
bendaharawan pemerintah baik Pemerintah Pusat
maupun Pemerintah Daerah, instansi atau lembaga
pemerintah dan lembaga-lembaga negara lain,
berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan
barang; dan badan-badan tertentu baik badan
pemerintah maupun swasta berkenaan dengan
kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang
lain.
Dasar Hukum
• PT Rahayu adalah produsen produk farmasi. Tgl 2 Maret 2016 menjual
produk sebesar Rp 1.000.000.000 kepada PT. Abadi. Harga jual belum
termasuk PPN

Jurnal PT Rahayu:
Piutang 1.097.000.000
Uang Muka PPh 22 3.000.000
Penjualan1.000.000.000
PPN Keluaran 100.000.000
Jurnal PT Abadi:
Pembelian 1.000.000.000
PPN Masukan 100.000.000
Utang PPh pasal 22 3.000.000
Utang dagang 1.097.000.000

Jurnal pembayaran ke negara:


Utang PPh pasal 22 3.000.000
Kas 3.000.000

1.000.000.000-3.000.000 = 997.000.0000
PPh Pasal 23
1. Pemotong PPh Psl 23 :
Badan Pemerintah, Subjek Pajak Badan Dalam
Negeri, Penyelengara Kegiatan, Bentuk Usaha tetap,
atau perwakilan perusahaan Luar Negeri lainnya.
2. Dikenakan atas :
Pembayaran atau pembebanan Jasa, Sewa, Bunga,
Dividen, Royalti dan Hadiah yang diterima.
3. Tarif :
15 % x penghasilan Bruto yaitu atas deviden, bunga,
royalti, dan hadiah/penghargaan.
2 % atas sewa dan penghasilan lain sehubungan
dengan penggunaan harta serta imbalan
sehubungan dengan jasa.
Contoh 1:
Berikut adalah transaksi PT. Andika Pratama :
1. Membayar bunga pinjaman kepada PT. Lestari Jaya
sebesar Rp. 50.000.000,-
2. Membayar PT. Kent Motor atas sewa kendaraan
sebesar Rp. 4.000.000,-
3. Membayar Jasa Konsultan kepada PT. Renaya
Rekan sebesar Rp. 10.000.000,-
Jurnal :
1. PT Andika Pratam –
(Db) Beban Bunga Rp. 50.000.000,-
(Cr) Utang PPh Psl 23 Rp. 7.500.000,-
(Cr) Kas Rp. 42.500.000,-

PT Jaya lestari
(Db) kas42.500.000
(Db) Uang Muka PPh Psl 23 7.500.000
(Cr) Pendapatan 50.000.000
2.
(Db) Beban Sewa Rp. 4.000.000,-
(Cr) Utang PPh Psl 23 Rp. 80.000,-
(Cr) Kas Rp. 3.920.000,-

3.
(Db) Beban Konsultan Rp. 10.000.000,-
(Cr) Utang PPh Psl 23 Rp. 200.000,-
(Cr) Kas Rp. 9.800.000,-
Jurnal :
1.
(Db) Utang PPh Psl 23 Rp. 7.780.000,-
(Cr) Kas Rp. 7.780.000,-
PPh Pasal 25
PPh Pasal 25 merupakan pajak penghasilan yang
dibayarkan secara lumsum sebagai angsuran
pajak.
Angsuran Pajak PPh Pasal 25 dibayarkan setiap
bulan paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya.
Pencatatan pada tahun berjalan dilakukan pada
saat pembayaran dan dibukukan sebagai uang
muka pajak.
Pada akhir tahun Pajak untuk masa desember
dibukukan dengan cara di accrued.
Contoh 1:
PT. Sanjaya membayar PPh Pasal 25 Bulan nopember
2020 sebesar Rp. 2.000.000,- pada tgl 15 Desember
2020
Saat Penyetoran pajak :
(15/12/2020):
(Db) UM PPh Psl 25 Rp. 2.000.000,-
(Cr) Kas Rp. 2.000.000,-
Saat Penyetoran pajak Desember 2020, dicatat
melalui adj:
(Db) UM PPh Psl 25 Rp. 2.000.000,-
(Cr) Utang PPh Psl 25 Rp. 2.000.000,-
PPh Final
• Penghasilan yang dikenakan PPh Final tidak perlu
digabungkan dengan penghasilan lain (yg tidak final)
dalam penghitungan PPh SPT Tahunan
• PPh Final yang telah dibayar sendiri atau dipotong
piha lain tidak dapat dikreditkan.
• Biaya – biaya yang digunakan untuk menghasilkan,
menagih dan memeilhara penghasilan yang
dikenakan PPh Final tidak dapat dikurangkan
terhadap penghasilan.
Contoh 1:
Pada tgl 10 Nopember 2020, PT Jaya Mandiri
menyewa kantor kepada PT. Surya Makmur senilai Rp.
100.000.000,- untuk jangka waktu 2 tahun. Atas
transaksi tersebut pada saat pembayaran akan di
potong PPh Psl 4 (2) sebesar 10 %.
Jurnal :
PT. Jaya Mandiri (sebagai penyewa)
Pada saat pembayaran :
(Db) B. Sewa Rp. 100.000.000,-
(Cr) Utang PPh Psl 4 (2) Rp. 10.000.000,-
(Cr) Kas Rp. 90.000.000,-

Saat Pembayaran PPh (10/12/2020):

(Db) Utang PPh Psl 4 (2) Rp. 10.000.000,-


(Cr) Kas Rp. 10.000.000,-
Jurnal :
PT. Surya Makmur (sebagai penerima penghasilan)
Pada saat pembayaran :
(Db) Kas Rp. 90.000.000,-
(Db) B. PPh psl 4 (2) Rp. 10.000.000,-
(Cr) Pendapatan Sewa
diterima dimuka Rp. 100.000.000,-
PPN dan PPnBM
a. Penjualan
- Pajak keluaran yang dipungut pada waktu
menyerahkan (menjual) BKP atau JKP
merupakan kewajiban Terhadap Negara.
- Pajak Keluaran dicatat pada sisi kredit
menunjukkan Posisi Utang
Contoh :
PT. Multi Komputer menjual kepada Toko Anugrah
2 Set komputer masing – masing senilai Rp.
10.000.000,-
Jurnal :
PT. Multi Komputer (Penjual)
Penjualan 2 unit x Rp. 10.000.000,- = Rp. 20.000.000,-
PPN (10 %) = Rp. 2.000.000,-
Total tagihan = Rp. 22.000.000,-

Jurnal :

(Db) Kas Rp. 22.000.000,-


(Cr) Penjuaalan Rp. 20.000.000,-
(Cr) PPN KeluaranRp. 2.000.000,-
PPN dan PPnBM
b. Pembelian
- Untuk Pembelian /Perolehan BKP/ JKP yang
PPN tidak dapat dikreditkan, maka PPN nya
dicatat sebagai biaya perusahaan yang
pembebanannya langsung dalam tahun
berjalan, atau menambah harga perolehan
harta.
- Untuk Pembelian /Perolehan BKP/ JKP yang
PPN dapat dikreditkan, maka PPN nya dicatat
sebagai harta lancar dan setiap akhir bulan
akan diperhitungkan dengan pajak keluaran.
Jurnal :
Toko Anugrah Non PKP (Pembeli)
Pembelian 2 unit x Rp. 10.000.000,- = Rp. 20.000.000,-
PPN (10 %) = Rp. 2.000.000,-
Total tagihan = Rp. 22.000.000,-

Jurnal :

(Db) Persediaan Rp. 22.000.000,-


(Cr) Kas Rp. 22.000.000,-
Jurnal :
Toko Anugrah PKP (Pembeli)
Pembelian 2 unit x Rp. 10.000.000,- = Rp. 20.000.000,-
PPN (10 %) = Rp. 2.000.000,-
Total tagihan = Rp. 22.000.000,-

Jurnal :

(Db) Persediaan Rp. 20.000.000,-


(Db) PPN Masukan Rp. 2.000.000,-
(Cr) Kas Rp. 22.000.000,-
Contoh Perhitungan PPN
Toko Anugrah PKP (Penjual)
Contoh :
Toko Anugrah PKP menjual kepada Rumah Komputer
2 Set komputer masing – masing senilai Rp.
15.000.000,-
Penjualan 2 unit x Rp. 15.000.000,- = Rp. 30.000.000,-
PPN (10 %) = Rp. 3.000.000,-
Total tagihan = Rp. 33.000.000,-
Contoh Perhitungan PPN
Penjualan 2 unit x Rp. 15.000.000,- = Rp. 30.000.000,-
PPN (10 %) Kel = Rp. 3.000.000,-
Total tagihan = Rp. 33.000.000,-
Pembelian 2 unit x Rp. 10.000.000,- = Rp. 20.000.000,-
PPN (10 %) Masukan = Rp. 2.000.000,-
Total tagihan = Rp. 22.000.000,-
Jurnal :
(Db) PPN Keluran Rp. 3.000.000,-
(Cr) PPN Masukan Rp. 2.000.000,-
(Cr) Utang PPN Rp. 1.000.000,-
Catatan :
Hutang PPN :
Jika Pajak Keluaran > Pajak Masukan

Piutang PPN :
Jika Pajak Masukan > Pajak Keluaran
Akuntansi Komersial Vs Akuntansi Pajak

VS
Akuntansi (PSAK) Fiskal (UU Pajak)

Rekonsiliasi Fiskal /
Koreksi Fiskal

BAB I Pendahuluan
Pendekatan Penyajian LK Pajak

a. LK Fiskal disusun beriringan dengan LK Komersial


b. Disusun terpisah dan dilakukan Rekonsiliasi Fiskal
c. LK Fiskal disusun dengan menyisipkan ketentuan
Perpajakan

BAB I Pendahuluan
Stelsel Kas dan Akrual dalam UU Pajak

Accrual Basis Cash Basis

- Penghasilan diakui pada saat - Penghasilan diakui pada saat


diperoleh diterima
-- Biaya diakui pada saat terutang - - Biaya diakui pada saat dibayar
tunai

BAB I Pendahuluan
Syarat Penggunaan Stelsel Kas

Stelsel Kas murni tidak diperbolehkan dalam UU Pajak.


Stelsel Kas dapat dipergunakan dengan syarat :

1. Pengakuan Penjualan meliputi seluruh penjualan tunai maupun kredit


2. HPP harus memperhitungkan pembelian tunai dan kredit
3. Pengeluaran yang memiliki manfaat lebih dari 1 tahun harus dibebankan
melalui penyusutan.

BAB I Pendahuluan
Pembukuan

Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri dari :

1) Pembukuan tentang cash dan bank


2) Pembukuan tentang Piutang
3) Pembukuan tentang Persediaan
4) Pembukuan tetnang harta dan penyusutan
5) Pembukuan tentang hutang dan modal
6) Pembukuan tentang Penghasilan dan Biaya
7) Laporan Keuangan

BAB I Pendahuluan
Pembukuan

Jenis Koreksi Komersial VS Fiskal


Fiskal
Positif Penghasilan < Penghasilan
+ laba  + Beban Pajak
Biaya > Biaya
Negatif Penghasilan > Penghasilan
- laba  - Beban Pajak
Biaya < Biaya

BAB I Pendahuluan
Beda Tetap dan Beda Waktu

Koreksi Fiskal

Beda Tetap Beda Waktu

- Disebabkan aturan perpajakan - Disebabkan aturan perpajakan


- Tidak berpengaruh terhadap - Berpengaruh terhadap
kewajiban perpajakan di masa kewajiban perpajakan di masa
datang datang

BAB II
Beda Tetap

Beda Tetap terdiri dari :

1. Penghasilan yang telah dipotong PPh final


2. Penghasilan yang bukan merupakan obyek pajak
3. Pengeluaran yang termasuk dalam non deductible expense.

BAB II Beda Tetap


Beda Tetap

Penghasilan yang telah dipotong PPh final :

1. Bunga deposito/tabungan, Jasa Giro, dan Diskonto SBI


2. bunga dan atau diskonto obligasi
3. Bunga Simpanan Koperasi di atas Rp 240.000,00
4. Hadiah Undian
5. Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan atau Bangunan
6. Penghasilan dari Persewaan Tanah dan/atau Bangunan
7. Penghasilan dari Jasa Konstruksi
8. Deviden diterima WP OP Dalam Negeri
9. Revaluasi Aktiva Tetap
10. Penghasilan yang telah dikenakan Tarif 0,5 % sesuai PP 23 Tahun 2018

BAB II Beda Tetap


Beda Tetap

Penghasilan yang bukan objek pajak :

1. bantuan atau sumbangan


2. harta hibahan
3. Warisan
4. penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa
yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau
kenikmatan
5. bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan
komanditer
6. dll

BAB II Beda Tetap


Biaya yang tidak dapat dikurangkan secara fiskal :

1. Biaya yang tidak berkaitan dengan usaha untuk


memperoleh penghasilan
2. Biaya yang dikeluarkan untuk kepentingan pribadi
pemegang saham atau keluarganya
3. Penggantian atau imbalan dalam bentuk natura (barang)
dan atau kenikmatan (fasilitas)kepada karyawan kecuali
biaya makan diperusahaan dan natura/kenikmatan untuk
di daerah terpencil. Contoh : Biaya bingkisan lebaran,
biaya rekreasi karyawan dll
4. Pajak Penghasilan
5. Denda dan sanksi administrasi pajak baik pajak pusat
maupun daerah
Biaya yang tidak dapat dikurangkan secara fiskal :

6. Semua biaya yang sifatnya adalah cadangan contoh biaya


penyisihan piutang tidak tertagih, biaya penyisihan
penurunan nilai persediaan, imbalan kerja dll.
Namun ada beberapa jenis usaha yang diperbolehkan
membentuk cadangan (lihat slide di bagian lain).
7. Biaya Entertainment (Jamuan Tamu) yang tidak didukung
daftar nominatif
8. Biaya Promosi yang tidak didukung daftar nominatif
9. Deviden, SHU dan Tantiem
10. Gaji yang dibayarkan kepada anggota Persekutuan, Firma
dan CV
Biaya yang tidak dapat dikurangkan secara fiskal :
11. Biaya yang melebihi kewajaran yang dibayarkan sebagai
imbalan untuk pemegang saham atau pihak lain yang
memiliki hubungan instimewa
12. Sumbangan , kecuali dalam rangka CSR untuk 5 Sektor
(lihat slide dibagian lain)
13. Biaya pemakaian pulsa dan pembelian HP untuk karyawan
hanya boleh dibebankan 50 %
14. Penyusutan kendaraan dinas direksi (sedan dan
sejenisnya) termasuk biaya perbaikan besar hanya dapat
disusutkan sebesar 50 %
15. Semua biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh
penghasilan yang sifatnya final
Beda Waktu

Beda Waktu terdiri dari :

1. penyusutan/amortisasi
2. penyisihan/akrual
3. penilaian persediaan
4. kompensasi rugi usaha fiskal
5. kewajiban kontijensi
6. sewa guna usaha dengan hak opsi (capital lease)

BAB II Beda Waktu


Beda Waktu

Penyusutan / Amortisasi :
Perbedaan antara Komersial dan Fiskal

1. Masa manfaat harta berwujud dan harta tak berwujud


2. Nilai Sisa
3. Methode Penyusutan/Amortisasi
4. Mulainya Penyusutan
5. Penghitungan bulan awal/akhir penyusutan
6. Pengeluaran-pengeluaran selama masa penggunaan aktiva tetap yang
bersifat Capital Expenditure

BAB II Beda Waktu


Beda Waktu

Cadangan/Penyisihan

1. Penyisihan Piutang Tak Tertagih


2. Penyisihan Pesangon
3. Penyisihan Persediaan

Penilaian Persediaan :

Yang diperbolehkan menurut UU Pajak :

4. FIFO
5. Average

BAB II Beda Waktu


PAJAK TANGGUHAN

Beberapa Pengertian :
Kewajiban Pajak Kini (Tax Payable) :
Hutang Pajak yang dihitung berdasarkan tarif pajak yang berlaku.
(Penghasilan Kena Pajak X tarif Pajak) > Kredit Pajak
Pos Neraca - Passiva

Aktiva Pajak Kini (Tax Receivable) :


Hutang Pajak yang dihitung berdasarkan tarif pajak yang berlaku.
(Penghasilan Kena Pajak X tarif Pajak) < Kredit Pajak
Pos Neraca – Aktiva

Beban Pajak Kini :


Jumlah Pajak yang harus dibayar oleh Wajib Pajak yang dihitung dari
Penghasilan Kena Pajak hasil rekonsiliasi fiskal yang dikalikan tarif pajak.
Pos Rugi Laba .
 
BAB IV Pajak Tangguhan
PAJAK TANGGUHAN

 
Akuntansi Pajak Tangguhan adalah pencatatan transaksi perusahaan yang
berkaitan dengan kewajiban pajaknya dapat ditunda atau diakui terlebih
dahulu sampai periode atau waktu yang diperbolehkan.

Beban Pajak Komersial = Beban Pajak Kini +/- Pajak Tangguhan

Pajak Tangguhan dapat berupa :


• Kewajiban Pajak Tangguhan >>> menambah beban pajak kini
• Aktiva Pajak Tangguhan >>> mengurangi beban pajak kini

BAB IV Pajak Tangguhan


PAJAK TANGGUHAN

Pajak Tangguhan

Aktiva Pajak Kewajiban Pajak


Tangguhan Tangguhan

 
Beban Pajak Komersial = Beban Pajak Kini + Kewajiban Pajak Tangguhan
Beban Pajak Komersial = Beban Pajak Kini – Aktiva Pajak Tangguhan

BAB IV Pajak Tangguhan


PENGAKUAN PAJAK TANGGUHAN

Kewajiban Pajak Tangguhan (Deferred Tax Liabilities/DTL)

Beban Pajak Kini < Beban Pajak Komersil ; sehingga dimasa yang akan datang akan
ada pengakuan beban pajak yang lebih besar → Timbul Kewajiban Pajak Tangguhan
(Deferred Tax Liabilities/DTL)
Berdasarkan teori akuntansi, kewajiban didefinisikan sebagai suatu kemungkinan
adanya pengorbanan ekonomi pada masa yang akan datang yang muncul dari
kewajiban masa kini suatu entitas untuk menyerahkan aktiva kepada entitas lain
akibat kejadian masa lalu

Contoh :
Biaya Penyusutan menurut Fiskal Rp. 50.000.000,-
Biaya Penyusutan menurut Komersial Rp. 30.000.000,-
Beda Waktu/Sementara Rp. 20.000.000,-

Atau dengan kalimat yang sederhana : Apabila kemungkinan pembayaran pajak


dimasa yang akan datang LEBIH BESAR akan dicatat sebagai KEWAJIBAN PAJAK
TANGGUHAN.
PENGAKUAN KEWAAJIBAN PAJAK
TANGGUHAN
Ilustrasi Kewajiban Pajak Tangguhan Tahun 2016

Perkiraan LK Komersial Koreksi Fiskal Laba Fiskal


Penjualan 2.000.000.000 - 2.000.000.000
Harga Pokok Penjualan 1.000.000.000 - 1.000.000.000
Laba Kotor 1.000.000.000 - 1.000.000.000
Biaya usaha 500.000.000 (20.000.000) 520.000.000
Laba Komersial 500.000.000 300.000.000
Laba Fiskal 480.000.000

Asumsi Koreksi :
Biaya Penyusutan Komersial 50.000.000
Biaya Penyusutan Fiskal 70.000.000
Koreksi Negatif dari Beda Sementara (20.000.000)

Beban Pajak Komersial : 25 % x Rp. 500.000.000 125.000.000


Beban Pajak Kini : 25 % X Rp. 480.000.000 120.000.000
Selisih 5.000.000

Beban Pajak Kini untuk tahun 2016 lebih kecil dari Komersialnya tetapi di tahun tahun yang akan
datang Beban Pajak Kini akan lebih besar dari Beban Pajak Komerisalnya.

Keadaan ini mengharuskan tahun 2016 ada pengakuan Kewajiban Pajak Tangguhan
PENGAKUAN PAJAK TANGGUHAN

Aktiva Pajak Tangguhan (Deferred Tax Asset/DTA)

Pajak Kini > Beban Pajak Komersil ; sehingga dimasa yang akan datang akan ada
beban pajak yang lebih kecil (manfaat ekonomi) → Timbul Aktiva Pajak Tangguhan
(Deferred Tax Asset/DTA)
Berdasarkan teori akuntansi, aktiva didefinisikan sebagai suatu kemungkinan akan
adanya manfaat ekonomi pada masa yang akan datang yang diperoleh atau
dikendalikan oleh suatu entitas sebagai akibat transaksi atau kejadian masa lalu

Contoh :
Penyusutan fiskal 20.000.000
Penyusutan komersial 50.000.000
30.000.000
Atau dengan kalimat yang sederhana : Apabila kemungkinan pembayaran pajak
dimasa yang akan datang LEBIH KECIL akan dicatat sebagai AKTIVA PAJAK
TANGGUHAN.
PENGAKUAN AKTIVA PAJAK TANGGUHAN

Ilustrasi Aktiva Pajak Tangguhan Tahun 2016

Perkiraan LK Komersial Koreksi Fiskal Laba Fiskal


Penjualan 2.000.000.000 - 2.000.000.000
Harga Pokok Penjualan 1.000.000.000 - 1.000.000.000
Laba Kotor 1.000.000.000 - 1.000.000.000
Biaya usaha 500.000.000 30.000.000 470.000.000
Laba Komersial 500.000.000 300.000.000
Laba Fiskal 530.000.000

Asumsi Koreksi :
Biaya Penyusutan Komersial 50.000.000
Biaya Penyusutan Fiskal 20.000.000
Koreksi Positif dari Beda Sementara 30.000.000

Beban Pajak Komersial : 25 % x Rp. 500.000.000 125.000.000


Beban Pajak Kini : 25 % X Rp. 530.000.000 132.500.000
Selisih 7.500.000

Beban Pajak Kini untuk tahun 2016 lebih besar dari komersialnya tetapi di tahun tahun yang akan
datang Beban Pajak Kini akan lebih kecil dari Beban Pajak Komerisalnya.

Keadaan ini mengharuskan tahun 2016 ada pengakuan Aktiva Pajak Tangguhan
PERHITUNGAN DAN JURNAL PAJAK TANGGUHAN

Kewajiban Pajak Tangguhan (Deferred Tax Liabilities/DTL)

Contoh :
Biaya Penyusutan menurut Fiskal Rp. 50.000.000,-
Biaya Penyusutan menurut Komersial Rp. 30.000.000,-
Beda Waktu/Sementara Rp. 20.000.000,-

Perhitungan Kewajiban Pajak Tangguhan :


25 % X Rp. 20.000.000,- Rp. 5.000.000,-

Jurnal :
Beban Pajak Tangguhan 5.000.000,-
Kewajiban Pajak Tangguhan 5.000.000,-

BAB IV Pajak Tangguhan


PERHITUNGAN DAN JURNAL PAJAK TANGGUHAN

Aktiva Pajak Tangguhan (Deferred Tax Asset/DTA)

Contoh :
Penyusutan fiskal 20.000.000
Penyusutan komersia 50.000.000
(30.000.000)
Perhitungan Aktiva Pajak Tangguhan :
25 % X Rp. 30.000.000,- Rp. 7.500.000,-

Jurnal :
Aktiva Pajak Tangguhan 7.500.000,-
Pendapatan Pajak Tangguhan 7.500.000,-

BAB IV Pajak Tangguhan


PENYAJIAN PAJAK TANGGUHAN

1. Aktiva pajak dan kewajiban pajak harus disajikan terpisah dari aktiva dan
kewajiban lainnya dalam neraca
2. Deferred tax asset dan deferred tax liability harus dibedakan dari tax
Receivable/prepaid tax dan tax payable
3. Deferred tax asset (liability) tidak boleh disajikan sebagai aktiva (aset) lancar.
4. Aktiva pajak kini harus di-offset dengan kewajiban pajak kini dan jumlah netonya
harus disajikan pada neraca

Penyajian Pajak Tangguhan dalam Laporan Keuangan :


 Laba Sebelum PPh xxx
PPh :
- Pajak Kini xxx
- Pajak Tangguhan xxx
xxx
Laba setelah PPh xxx

BAB IV Pajak Tangguhan


CONTOH SOAL

CONTOH 1 : Aktiva Pajak Tangguhan


 Peredaran Usaha tahun 2016 PT Abadi Rp. 60 Milyar. Laba sebelum pajak Rp
900.000.000,-. Koreksi fiskal atas laba tersebut adalah :
 Beda Tetap :
 1. Pendapatan bunga deposito Rp 60.000.000,-
2. Beban jamuan tanpa daftar nominative Rp 40.000.000,-.
Beda Temporer :
 1. Penyusutan Komersial Rp. 50.000.000,-. Penyusutan fiskal Rp 35.000.000,- .
Angsuran PPh Pasal 25 setiap bulan Rp 10.000.000,-, selama 12 bulan.
Pertanyaan :
1. Tentukan Penghasilan Kena Pajak.
2. Tentukan PPh Kurang/lebih bayar.
3. Tentuka asset atau kewajiban pajak tangguhan.
4. Buat Jurnal dan penyajiannya.

BAB IV Pajak Tangguhan


CONTOH SOAL

Jawab :
 
1. Laba Sebelum Pajak RP 900.000.000,-
Koreksi Beda Tetap :
-/- Pendapatan Bunga Deposito (Rp 60.000.000,-)
+/+ Beban Jamuan Rp 40.000.000,-
Total Beda tetap (Rp 20.000.000,-)
Rp 880.000.000,-
Koreksi Beda waktu :
 -/- Penyusutan Rp 15.000.000,-
Total Beda waktu Rp 15.000.000,-
Penghasilan Kena Pajak Rp 895.000.000,-
 
(Ingat Penghasilan Sebelum Pajak Rp 880 juta lebih kecil dari Penghasilan Kena
Pajak Rp895 juta, maka akan timbul Asset Pajak Tangguhan sebesar 25 % x
perbedaan temporer/bedawaktu atau 25 % x Rp 15 juta)
BAB IV Pajak Tangguhan
CONTOH SOAL

 
1. Pajak Terhutang = 25 % x Rp 895.000.000,- = Rp 223.750.000,-.
Kredit PPh Pasal 25 (12 bulan x Rp 10.000.000,-)= Rp 120.000.000,-
PPh Kurang Bayar Rp 103.750.000,-
 
Aset Pajak tangguhan :
25 % x Perbedaan Temporer = 25 % x Rp 15.000.000,- = Rp 3.750.000,-.
2. Jurnal :
 
PPh Badan – Pajak Kini Rp 223.750.000,-
Aset Pajak Tangguhan Rp 3.750.000,-
Pendapatan Pajak Tangguhan Rp 3.750.000,-
PPh Psl 25 dibayar dimuka Rp 120.000.000,-
Hutang PPh Psl 29 Rp 103.750.000,-

BAB IV Pajak Tangguhan


CONTOH SOAL

Penyajian dalam Laporan Keuangan :


Laba Sebelum Pajak Rp 900.000.000,-
Pajak Kini Rp 223.750.000,-
Pajak Tangguhan (Rp 3.750.000,-)
( Rp 220.000.000,-)
Laba Bersih Rp 680.000.000,-

BAB IV Pajak Tangguhan


CONTOH SOAL

 
CONTOH 2 : Kewajiban Pajak Tangguhan
Peredaran usaha PT Abadi Rp. 60 Milyar . Laba sebelum pajak tahun 2016 Rp 700.000.000,-.
Koreksi fiskal atas laba tersebut adalah :
 
Beda Tetap :
1. Pendapatan Sewa Bangunan Rp 50.000.000,-
1. Beban bunga pajak Rp 10.000.000,-.
2. Beban pemberian kenikmatan dalam bentuk natura Rp 40.000.000,-.
3. Pendapatan jasa giro Rp 20.000.000,-
4. Beban PPh Rp 5.000.000,-
 
Beda Temporer :
 
1. Penyusutan komersil Rp 10.000.000,- lebih tinggi dari penyusutan fiskal
2. Amortisasi fiskal Rp 15.000.000,- lebih tinggi dari Amortisasi komersil.
 

BAB IV Pajak Tangguhan


CONTOH SOAL

 Kredit Pajak :
1. PPh Pasal 22 Rp 10.000.000,-
2. PPh Pasal 23 Rp 10.000.000,-
3. PPh Pasal 24 Rp 5.000.000,-
4. PPh Pasal 25 Rp 15.000.000,-
 
Pertanyaan :
1. Tentukan Penghasilan Kena Pajak.
2. Tentukan PPh Kurang/lebih bayar.
3. Tentukan asset atau kewajiban pajak tangguhan.
4. Buat Jurnal dan penyajiannya.
 

BAB IV Pajak Tangguhan


CONTOH SOAL

Jawab :
1. Laba Sebelum Pajak Rp 700.000.000,-
Koreksi Beda Tetap :
-/- Pendapatan Sewa bangunan (Rp 50.000.000,-)
-/- Pendapatan jasa giro (Rp 20.000.000,-)
+/+ Beban Bunga pajak Rp 10.000.000,-
+/+ Beban Pemberian natura Rp 40.000.000,-
+/+ Beban PPh Rp 5.000.000,-
Total Beda tetap (Rp15.000.000,- )
Rp 685.000.000,-
Koreksi Beda waktu : 
+/+ Penyusutan Rp 10.000.000,-
-/- Amortisasi (Rp 15.000.000,-)
Total Beda waktu (Rp 5.000.000,-)
Penghasilan Kena Pajak Rp 680.000.000,-
 
BAB IV Pajak Tangguhan
CONTOH SOAL

 
(Ingat Penghasilan Sebelum Pajak Rp 685 juta lebih besar dari Penghasilan Kena
Pajak Rp680 juta, maka akan timbul Kewajiban Pajak Tangguhan sebesar 25 % x
perbedaan temporer)
 
1. Pajak Terhutang = 25 % x Rp 680.000.000,- = Rp 170.000.000,-.
Kredit PPh Pasal 21, 22, 23, 24 dan 25 = Rp 40.000.000,-
PPh Kurang Bayar Rp 130.000.000,-
 
1.kewajiban Pajak tangguhan:
25 % x Perbedaan Temporer = 25 % x Rp 5.000.000,- = Rp 1.250.000,-.
 

BAB IV Pajak Tangguhan


CONTOH SOAL

 2. Jurnal :
 
PPh Badan – Pajak Kini Rp 170.000.000,-
Beban Pajak Tangguhan Rp.1.250.000,-
Kewajiban Pajak Tangguhan Rp 1.250.000,-
PPh Psl 22 dibayar dimuka Rp 10.000.000,-
PPh Psl 23 dibayar dimuka Rp 10.000.000,-
PPh Psl 24 dibayar dimuka Rp 5.000.000,-
PPh Psl 25 dibayar dimuka Rp 15.000.000,-
Hutang PPh Psl 29 Rp 130.000.000,-
 

BAB IV Pajak Tangguhan


CONTOH SOAL

 
 
Penyajian dalam Laporan Keuangan :
Laba Sebelum Pajak Rp 700.000.000,-
Pajak Kini Rp 170.000.000,-
Pajak Tangguhan Rp 1.250.000,-
( Rp 171.250.000,-)
Laba Bersih Rp 528.750.000,-

BAB IV Pajak Tangguhan


Penyetoran & Pelaporan PPh
• PPh kurang bayar (PPh psl 29) disetor
selambat-lambatnya sebelum penyampaian
SPt tahunan.
• SPt tahunan disampaikan selambat-lambatnya
4 bulan setelah akhir tahun pajak.
• Perpanjangan penyampaian SPt tahunan
paling lama 2 bulan.

Anda mungkin juga menyukai