Tujuannya :
Dasar untuk menghitung PKP
Menghitung Harga Perolehan dan Penyerahan BKP
Menghitung Pajak Terutang
Memanfaatkan sebagian fasilitas perpajakan misal :
kompensasi kerugian
Sebagai dasar pencatatan transaksi terutama
apabila dilakukan Pemeriksaan Pajak
BAB I Pendahuluan
Pembukuan dalam Perspektif UU KUP
BAB I Pendahuluan
Pembukuan dalam Perspektif UU KUP
BAB I Pendahuluan
Pembukuan dalam Perspektif UU KUP
BAB I Pendahuluan
Pembukuan Vs Pencatatan
WP Orang Pribadi
WP Badan
Omset < 4,8 M
Memilih Memilih
Menggunakan Menggunakan
Pembukuan NPPN
Wajib
Menyelenggarakan
Pembukuan
Pencatatan :
omset yg objek,
bukan ojek dan
final
BAB I Pendahuluan
PPh Pasal 21
Pajak penghasilan pasal 21 adalah pajak atas
penghasilan yang diterima atau diperoleh wajib pajak
orang pribadi dalam negeri sehubungan dengan
pekerjaan, jasa dan kegiatan berupa gaji, upah
honorarium, tunjangan, dan pembayaran lainnya
dengan nama dan dalam bentuk apa pun
Dasar Hukum
1. UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan
2. Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-
16/PJ/2016
3. Peraturan Menteri Keuangan No.
101/PMK.010/2016 dan 102/PMK.010/2016
4. Peraturan/UU lainnya yang memuat tentang Pajak
Penghasilan.
Saat Terutang , Pemotongan dan Penyetoran PPh Pasal 21
Jurnal PT Rahayu:
Piutang 1.097.000.000
Uang Muka PPh 22 3.000.000
Penjualan1.000.000.000
PPN Keluaran 100.000.000
Jurnal PT Abadi:
Pembelian 1.000.000.000
PPN Masukan 100.000.000
Utang PPh pasal 22 3.000.000
Utang dagang 1.097.000.000
1.000.000.000-3.000.000 = 997.000.0000
PPh Pasal 23
1. Pemotong PPh Psl 23 :
Badan Pemerintah, Subjek Pajak Badan Dalam
Negeri, Penyelengara Kegiatan, Bentuk Usaha tetap,
atau perwakilan perusahaan Luar Negeri lainnya.
2. Dikenakan atas :
Pembayaran atau pembebanan Jasa, Sewa, Bunga,
Dividen, Royalti dan Hadiah yang diterima.
3. Tarif :
15 % x penghasilan Bruto yaitu atas deviden, bunga,
royalti, dan hadiah/penghargaan.
2 % atas sewa dan penghasilan lain sehubungan
dengan penggunaan harta serta imbalan
sehubungan dengan jasa.
Contoh 1:
Berikut adalah transaksi PT. Andika Pratama :
1. Membayar bunga pinjaman kepada PT. Lestari Jaya
sebesar Rp. 50.000.000,-
2. Membayar PT. Kent Motor atas sewa kendaraan
sebesar Rp. 4.000.000,-
3. Membayar Jasa Konsultan kepada PT. Renaya
Rekan sebesar Rp. 10.000.000,-
Jurnal :
1. PT Andika Pratam –
(Db) Beban Bunga Rp. 50.000.000,-
(Cr) Utang PPh Psl 23 Rp. 7.500.000,-
(Cr) Kas Rp. 42.500.000,-
PT Jaya lestari
(Db) kas42.500.000
(Db) Uang Muka PPh Psl 23 7.500.000
(Cr) Pendapatan 50.000.000
2.
(Db) Beban Sewa Rp. 4.000.000,-
(Cr) Utang PPh Psl 23 Rp. 80.000,-
(Cr) Kas Rp. 3.920.000,-
3.
(Db) Beban Konsultan Rp. 10.000.000,-
(Cr) Utang PPh Psl 23 Rp. 200.000,-
(Cr) Kas Rp. 9.800.000,-
Jurnal :
1.
(Db) Utang PPh Psl 23 Rp. 7.780.000,-
(Cr) Kas Rp. 7.780.000,-
PPh Pasal 25
PPh Pasal 25 merupakan pajak penghasilan yang
dibayarkan secara lumsum sebagai angsuran
pajak.
Angsuran Pajak PPh Pasal 25 dibayarkan setiap
bulan paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya.
Pencatatan pada tahun berjalan dilakukan pada
saat pembayaran dan dibukukan sebagai uang
muka pajak.
Pada akhir tahun Pajak untuk masa desember
dibukukan dengan cara di accrued.
Contoh 1:
PT. Sanjaya membayar PPh Pasal 25 Bulan nopember
2020 sebesar Rp. 2.000.000,- pada tgl 15 Desember
2020
Saat Penyetoran pajak :
(15/12/2020):
(Db) UM PPh Psl 25 Rp. 2.000.000,-
(Cr) Kas Rp. 2.000.000,-
Saat Penyetoran pajak Desember 2020, dicatat
melalui adj:
(Db) UM PPh Psl 25 Rp. 2.000.000,-
(Cr) Utang PPh Psl 25 Rp. 2.000.000,-
PPh Final
• Penghasilan yang dikenakan PPh Final tidak perlu
digabungkan dengan penghasilan lain (yg tidak final)
dalam penghitungan PPh SPT Tahunan
• PPh Final yang telah dibayar sendiri atau dipotong
piha lain tidak dapat dikreditkan.
• Biaya – biaya yang digunakan untuk menghasilkan,
menagih dan memeilhara penghasilan yang
dikenakan PPh Final tidak dapat dikurangkan
terhadap penghasilan.
Contoh 1:
Pada tgl 10 Nopember 2020, PT Jaya Mandiri
menyewa kantor kepada PT. Surya Makmur senilai Rp.
100.000.000,- untuk jangka waktu 2 tahun. Atas
transaksi tersebut pada saat pembayaran akan di
potong PPh Psl 4 (2) sebesar 10 %.
Jurnal :
PT. Jaya Mandiri (sebagai penyewa)
Pada saat pembayaran :
(Db) B. Sewa Rp. 100.000.000,-
(Cr) Utang PPh Psl 4 (2) Rp. 10.000.000,-
(Cr) Kas Rp. 90.000.000,-
Jurnal :
Jurnal :
Jurnal :
Piutang PPN :
Jika Pajak Masukan > Pajak Keluaran
Akuntansi Komersial Vs Akuntansi Pajak
VS
Akuntansi (PSAK) Fiskal (UU Pajak)
Rekonsiliasi Fiskal /
Koreksi Fiskal
BAB I Pendahuluan
Pendekatan Penyajian LK Pajak
BAB I Pendahuluan
Stelsel Kas dan Akrual dalam UU Pajak
BAB I Pendahuluan
Syarat Penggunaan Stelsel Kas
BAB I Pendahuluan
Pembukuan
BAB I Pendahuluan
Pembukuan
BAB I Pendahuluan
Beda Tetap dan Beda Waktu
Koreksi Fiskal
BAB II
Beda Tetap
1. penyusutan/amortisasi
2. penyisihan/akrual
3. penilaian persediaan
4. kompensasi rugi usaha fiskal
5. kewajiban kontijensi
6. sewa guna usaha dengan hak opsi (capital lease)
Penyusutan / Amortisasi :
Perbedaan antara Komersial dan Fiskal
Cadangan/Penyisihan
Penilaian Persediaan :
4. FIFO
5. Average
Beberapa Pengertian :
Kewajiban Pajak Kini (Tax Payable) :
Hutang Pajak yang dihitung berdasarkan tarif pajak yang berlaku.
(Penghasilan Kena Pajak X tarif Pajak) > Kredit Pajak
Pos Neraca - Passiva
Akuntansi Pajak Tangguhan adalah pencatatan transaksi perusahaan yang
berkaitan dengan kewajiban pajaknya dapat ditunda atau diakui terlebih
dahulu sampai periode atau waktu yang diperbolehkan.
Pajak Tangguhan
Beban Pajak Komersial = Beban Pajak Kini + Kewajiban Pajak Tangguhan
Beban Pajak Komersial = Beban Pajak Kini – Aktiva Pajak Tangguhan
Beban Pajak Kini < Beban Pajak Komersil ; sehingga dimasa yang akan datang akan
ada pengakuan beban pajak yang lebih besar → Timbul Kewajiban Pajak Tangguhan
(Deferred Tax Liabilities/DTL)
Berdasarkan teori akuntansi, kewajiban didefinisikan sebagai suatu kemungkinan
adanya pengorbanan ekonomi pada masa yang akan datang yang muncul dari
kewajiban masa kini suatu entitas untuk menyerahkan aktiva kepada entitas lain
akibat kejadian masa lalu
Contoh :
Biaya Penyusutan menurut Fiskal Rp. 50.000.000,-
Biaya Penyusutan menurut Komersial Rp. 30.000.000,-
Beda Waktu/Sementara Rp. 20.000.000,-
Asumsi Koreksi :
Biaya Penyusutan Komersial 50.000.000
Biaya Penyusutan Fiskal 70.000.000
Koreksi Negatif dari Beda Sementara (20.000.000)
Beban Pajak Kini untuk tahun 2016 lebih kecil dari Komersialnya tetapi di tahun tahun yang akan
datang Beban Pajak Kini akan lebih besar dari Beban Pajak Komerisalnya.
Keadaan ini mengharuskan tahun 2016 ada pengakuan Kewajiban Pajak Tangguhan
PENGAKUAN PAJAK TANGGUHAN
Pajak Kini > Beban Pajak Komersil ; sehingga dimasa yang akan datang akan ada
beban pajak yang lebih kecil (manfaat ekonomi) → Timbul Aktiva Pajak Tangguhan
(Deferred Tax Asset/DTA)
Berdasarkan teori akuntansi, aktiva didefinisikan sebagai suatu kemungkinan akan
adanya manfaat ekonomi pada masa yang akan datang yang diperoleh atau
dikendalikan oleh suatu entitas sebagai akibat transaksi atau kejadian masa lalu
Contoh :
Penyusutan fiskal 20.000.000
Penyusutan komersial 50.000.000
30.000.000
Atau dengan kalimat yang sederhana : Apabila kemungkinan pembayaran pajak
dimasa yang akan datang LEBIH KECIL akan dicatat sebagai AKTIVA PAJAK
TANGGUHAN.
PENGAKUAN AKTIVA PAJAK TANGGUHAN
Asumsi Koreksi :
Biaya Penyusutan Komersial 50.000.000
Biaya Penyusutan Fiskal 20.000.000
Koreksi Positif dari Beda Sementara 30.000.000
Beban Pajak Kini untuk tahun 2016 lebih besar dari komersialnya tetapi di tahun tahun yang akan
datang Beban Pajak Kini akan lebih kecil dari Beban Pajak Komerisalnya.
Keadaan ini mengharuskan tahun 2016 ada pengakuan Aktiva Pajak Tangguhan
PERHITUNGAN DAN JURNAL PAJAK TANGGUHAN
Contoh :
Biaya Penyusutan menurut Fiskal Rp. 50.000.000,-
Biaya Penyusutan menurut Komersial Rp. 30.000.000,-
Beda Waktu/Sementara Rp. 20.000.000,-
Jurnal :
Beban Pajak Tangguhan 5.000.000,-
Kewajiban Pajak Tangguhan 5.000.000,-
Contoh :
Penyusutan fiskal 20.000.000
Penyusutan komersia 50.000.000
(30.000.000)
Perhitungan Aktiva Pajak Tangguhan :
25 % X Rp. 30.000.000,- Rp. 7.500.000,-
Jurnal :
Aktiva Pajak Tangguhan 7.500.000,-
Pendapatan Pajak Tangguhan 7.500.000,-
1. Aktiva pajak dan kewajiban pajak harus disajikan terpisah dari aktiva dan
kewajiban lainnya dalam neraca
2. Deferred tax asset dan deferred tax liability harus dibedakan dari tax
Receivable/prepaid tax dan tax payable
3. Deferred tax asset (liability) tidak boleh disajikan sebagai aktiva (aset) lancar.
4. Aktiva pajak kini harus di-offset dengan kewajiban pajak kini dan jumlah netonya
harus disajikan pada neraca
Jawab :
1. Laba Sebelum Pajak RP 900.000.000,-
Koreksi Beda Tetap :
-/- Pendapatan Bunga Deposito (Rp 60.000.000,-)
+/+ Beban Jamuan Rp 40.000.000,-
Total Beda tetap (Rp 20.000.000,-)
Rp 880.000.000,-
Koreksi Beda waktu :
-/- Penyusutan Rp 15.000.000,-
Total Beda waktu Rp 15.000.000,-
Penghasilan Kena Pajak Rp 895.000.000,-
(Ingat Penghasilan Sebelum Pajak Rp 880 juta lebih kecil dari Penghasilan Kena
Pajak Rp895 juta, maka akan timbul Asset Pajak Tangguhan sebesar 25 % x
perbedaan temporer/bedawaktu atau 25 % x Rp 15 juta)
BAB IV Pajak Tangguhan
CONTOH SOAL
1. Pajak Terhutang = 25 % x Rp 895.000.000,- = Rp 223.750.000,-.
Kredit PPh Pasal 25 (12 bulan x Rp 10.000.000,-)= Rp 120.000.000,-
PPh Kurang Bayar Rp 103.750.000,-
Aset Pajak tangguhan :
25 % x Perbedaan Temporer = 25 % x Rp 15.000.000,- = Rp 3.750.000,-.
2. Jurnal :
PPh Badan – Pajak Kini Rp 223.750.000,-
Aset Pajak Tangguhan Rp 3.750.000,-
Pendapatan Pajak Tangguhan Rp 3.750.000,-
PPh Psl 25 dibayar dimuka Rp 120.000.000,-
Hutang PPh Psl 29 Rp 103.750.000,-
CONTOH 2 : Kewajiban Pajak Tangguhan
Peredaran usaha PT Abadi Rp. 60 Milyar . Laba sebelum pajak tahun 2016 Rp 700.000.000,-.
Koreksi fiskal atas laba tersebut adalah :
Beda Tetap :
1. Pendapatan Sewa Bangunan Rp 50.000.000,-
1. Beban bunga pajak Rp 10.000.000,-.
2. Beban pemberian kenikmatan dalam bentuk natura Rp 40.000.000,-.
3. Pendapatan jasa giro Rp 20.000.000,-
4. Beban PPh Rp 5.000.000,-
Beda Temporer :
1. Penyusutan komersil Rp 10.000.000,- lebih tinggi dari penyusutan fiskal
2. Amortisasi fiskal Rp 15.000.000,- lebih tinggi dari Amortisasi komersil.
Kredit Pajak :
1. PPh Pasal 22 Rp 10.000.000,-
2. PPh Pasal 23 Rp 10.000.000,-
3. PPh Pasal 24 Rp 5.000.000,-
4. PPh Pasal 25 Rp 15.000.000,-
Pertanyaan :
1. Tentukan Penghasilan Kena Pajak.
2. Tentukan PPh Kurang/lebih bayar.
3. Tentukan asset atau kewajiban pajak tangguhan.
4. Buat Jurnal dan penyajiannya.
Jawab :
1. Laba Sebelum Pajak Rp 700.000.000,-
Koreksi Beda Tetap :
-/- Pendapatan Sewa bangunan (Rp 50.000.000,-)
-/- Pendapatan jasa giro (Rp 20.000.000,-)
+/+ Beban Bunga pajak Rp 10.000.000,-
+/+ Beban Pemberian natura Rp 40.000.000,-
+/+ Beban PPh Rp 5.000.000,-
Total Beda tetap (Rp15.000.000,- )
Rp 685.000.000,-
Koreksi Beda waktu :
+/+ Penyusutan Rp 10.000.000,-
-/- Amortisasi (Rp 15.000.000,-)
Total Beda waktu (Rp 5.000.000,-)
Penghasilan Kena Pajak Rp 680.000.000,-
BAB IV Pajak Tangguhan
CONTOH SOAL
(Ingat Penghasilan Sebelum Pajak Rp 685 juta lebih besar dari Penghasilan Kena
Pajak Rp680 juta, maka akan timbul Kewajiban Pajak Tangguhan sebesar 25 % x
perbedaan temporer)
1. Pajak Terhutang = 25 % x Rp 680.000.000,- = Rp 170.000.000,-.
Kredit PPh Pasal 21, 22, 23, 24 dan 25 = Rp 40.000.000,-
PPh Kurang Bayar Rp 130.000.000,-
1.kewajiban Pajak tangguhan:
25 % x Perbedaan Temporer = 25 % x Rp 5.000.000,- = Rp 1.250.000,-.
2. Jurnal :
PPh Badan – Pajak Kini Rp 170.000.000,-
Beban Pajak Tangguhan Rp.1.250.000,-
Kewajiban Pajak Tangguhan Rp 1.250.000,-
PPh Psl 22 dibayar dimuka Rp 10.000.000,-
PPh Psl 23 dibayar dimuka Rp 10.000.000,-
PPh Psl 24 dibayar dimuka Rp 5.000.000,-
PPh Psl 25 dibayar dimuka Rp 15.000.000,-
Hutang PPh Psl 29 Rp 130.000.000,-
Penyajian dalam Laporan Keuangan :
Laba Sebelum Pajak Rp 700.000.000,-
Pajak Kini Rp 170.000.000,-
Pajak Tangguhan Rp 1.250.000,-
( Rp 171.250.000,-)
Laba Bersih Rp 528.750.000,-